Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyebab paling umum kematian terkait infeksi


di seluruh dunia. Pada tahun 1993, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyatakan TB sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat global.1
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi
infeksi Mycobacterium tuberculosis .2 Mycobacterium tuberculosis adalah
penyebab paling umum penyakit ini. Penyebab langka lainnya termasuk M
bovis dan M africanum. Karakteristik asam dari mycobacteria adalah fitur unik
mereka. M tuberkulosis adalah basil aerobik, non-spora, nonmotile, tumbuh
dengan lambat, dengan morfologi berbentuk batang melengkung dan
berombak. Ini adalah bacillus yang sangat kuat yang bisa bertahan dalam kondisi
lingkungan yang buruk. Manusia adalah satu-satunya waduk yang diketahui
untuk M tuberculosis. 1
Kebanyakan orang yang terinfeksi M tuberkulosis tidak mengembangkan
penyakit aktif. Pada individu sehat, risiko seumur hidup terkena penyakit adalah
5-10%. Dalam kasus tertentu, seperti usia ekstrem atau cacat pada respon imun
yang dimediasi oleh sel (CMI) (misalnya, infeksi virus kekebalan tubuh manusia
(HIV) , malnutrisi , pemberian kemoterapi, penggunaan steroid yang
berkepanjangan), TB dapat berkembang. Untuk pasien dengan infeksi HIV, risiko
pengembangan TB adalah 7-10% per tahun. 1
Data insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan
penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian prevalens
tuberkulosis anak. Kriteria masalah tuberkulosis di suatu negara adalah kasus
BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu negara
pun yang bebas tuberkulosis. TB merupakan penyakit yang dapat dicegah
dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi,
yaitu penderita TB dewasa. 2

1
Penyebaran penyakit tuberkulosis (TB) di Indonesia dari tahun ke ke
tahun mengalami kecenderungan naik 2 persen sampai 5 persen. Kenaikan
terutama terjadi beberapa tahun belakangan ini, bersamaan dengan terjangan
krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 262
ribu penderita baru di Indonesia. Di Indonesia, penyakit TB bahkan menjadi
penyebab kematian akibat penyakit infeksi nomor tiga setelah stroke dan jantung.
Hasil penelitian yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health
Organization), jumlah penderita TB di Indonesia sekira 0,3 persen dari jumlah
penduduk total setiap tahun. Meskipun dari persentase kecil, namun jumlah
penderita TB cukup tinggi apalagi setelah krisis ekonomi melanda negara
Indonesia, yang ditandai dengan penurunan kualitas hidup masyarakat, angka
penderita semakin naik. 3

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
mikrobakterium tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Kuman ini pada umumnya
menyerang paru - paru dan sebagian lagi dapat menyerang di luar paru - paru,
seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput
otak, dan sebagianya.2

EPIDEMIOLOGI

TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia.


Pada tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
TB sebagai Global Emergency. WHO dalam Annual Report on Global TB
Control 2011 menyatakan bahwa terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high
burden countries terhadap TB, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010
diperkirakan terdapat 8,8 juta kasus TB, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA
(Basil Tahan Asam) positif serta 1,4 juta orang meninggal di seluruh dunia
akibat TB termasuk 0,35 juta orang dengan penyakit HIV.1
Tahun 2010, Indonesia menempati peringkat ke-4 negara dengan insidensi
TB tertinggi di dunia sebanyak 0,37 – 0,54 juta setelah India (2,0 – 2,5 juta),
Cina (0,9 – 1,2 juta), Afrika Selatan (0,40 – 0,59 juta). Pada tahun 2004,
diperkirakan angka prevalensi kasus TB di Indonesia 130/100.000 penduduk,
setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar 101.000 orang
pertahun serta angka insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000
penduduk. Penyakit ini merupakan penyebab kematian terbesar ke-3 setelah
penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan serta merupakan nomor
satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. 4

3
ETIOLOGI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan
oleh Mycobacterium avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert
Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi bila dalam cairan akan mati pada suhu
60°C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan
nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan
merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan
Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.2
Basil tuberculosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun
eksotoksin). Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara,
sehingga sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain
melalui udara, penularan dapat peroral misalnya minum susu yang mengandung
basil tuberculosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga melalui luka atau
lecet di kulit. 2
Mycobacterium tuberculosis mengandung zat organik dan anorganik. Protein
(tuberculoprotein) bersifat sebagai antigen, sehingga terjadi reaksi antigen
antibodi yang menyebabkan terjadinya lesi dan eksudasi. Lipid (tuberculolipid)
merangsang jaringan sehingga terjadi reaksi spesifik (terbentuk tuberkel). Lipid
bersama-sama dengan zat asam lain dari kuman akan menyebabkan kuman mnjadi
tahan asam. Polisakarida dari kuman bersifat sebagai hapten yang di anggap
berperan dalam merangsang tubuh untuk membentuk suatu kekebalan. 2

4
FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tuberkulosis primer: 2,5,6
1. Faktor Infeksi
Penularan tuberkulosis primer dapat melalui 4 cara, yaitu:
- Batuk orang dewasa
Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan cairan
(ludah) tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis
paru, maka tetesan tersebut mengandung kuman. Jika disekitar orang
tersebut terdapat orang dewasa atau anak-anak yang pada saat itu kekebalan
tubuhnya menurun maka dengan mudah akan terinfeksi atau tertular.
- Makanan atau susu
Anak- anak bisa terinfeksi tuberkulosis dari susu atau makanan, dan
infeksi bisa terjadi mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung
tuberkulosis dari sapi (bovine TB), bila sapi di daerah tersebut menderita
tuberkulosis dan susu tidak direbus sebelum diminum. Bila hal ini terjadi,
infeksi primer terjadi pada usus, atau terkadang pada amandel.
- Melalui kulit
Kulit yang utuh ternyata tahan terhadap tuberkulosis yang jatuh
diatas permukaannya. Namun, bila terdapat luka atau goresan baru,
tuberkulosis dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan
yang ditemukan pada paru.
- Keturunan dari ibu
Apabila seorang ibu yang sedang hamil menderita tuberkulosis maka
sudah pasti anaknya positif menderita tuberkulosis.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung
perkembangbiakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui
basil tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat
berkembang biak apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati
jika terkena sinar matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan perlu
diperhatikan.

5
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat
gizi. Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab
penularan tuberkulosis primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah
maka untuk mencukupi makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak susah,
sehingga mereka hanya memberi makanan apa saja tanpa mengetahui
nilai gizinya. Padahal kita tahu bahwa dengan mengkonsumsi makanan sehat
dan bergizi akan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak dan meningkatkan
kekebalan tubuh anak terhadap penyakit.
4. Pelayanan Kesehatan
Adanya penyakit tuberculosis primer yang semakin tinggi prevalensi di
Indonesia maka pelayanan kesehatan yang harus ditiingkatkan oleh
pemerintah, melihat penderita penyakit tersebut adalah anak-anak yang
masih dalam pertumbuhan membutuhkan perawatan intensive. Apabila
tingkat pelayanan kesehatan tidak optimal maka akan mempengaruhi
penyembuhan tuberculosis primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan
bekerja secara optimal maka laju peningkatan penyakit tuberkulosis primer
dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini tidak lepas pula dari peran
pemerintah dan masyarakat dalam menanggapi segala macam penyakit agar
tidak terjadi angka kematian anak yang tinggi.

6
PATOFISIOLOGI
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya sangat kecil ( <5 um ), kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei
) yang terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga
tidak terjadi respon imunologis spesifik, tetapi pada sebagian kasus lainnya,
tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosist kuman
TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB
yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk
lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi
di saluran limfe ( limfangitis ) dan dan di kelenjar limfe ( limfadinitis ) yang
terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlihat adalah kelenjar limfe parahilus ( perihiler ), sedangkan jika
fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan anatara fokus primer, limfangitis , dan limfadenitis
dinamakan komples primer ( primary complex ).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
komplek primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-8
minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan
telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap

7
TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersentitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas seluler spesifik
( celluler mediated immunity, CMI ). Seteah imunitas seluler terbentuk, fokus
primer di jaringan paru biasanya akan mengalami resolusi secara sempurna
membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan
enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di
jaringan paru, kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun
dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Kompikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan
paru.
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal
pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut,
sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat
tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui
mekanisme ventil ( ball-valve mechanism ). Obstruksi total dapat menyebabkan
atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endotrakial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkanonstrusi
komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan
atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

8
Gambar : Patofisiologi TB Paru.2

MANIFESTASI KLINIS
Gejala penyakit TB paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.2
1. Gejala sistemik/umum
- Demam yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Demam berlangsung kurang lebih 1 bulan
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Gagal tumbuh
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan malaise, lemah, anoreksia

9
2. Gejala khusus
- Pada pasien yang sudah mengalami efusi pleura
Takipnea, gangguan pernapasan, perkusi redup, suara nafas yang
melemah, pergeseran mediatinum.
- Tb Ekstrapulmonal
 Limfadenopati perifer : scrofuloderma
• Timbul 6-9 bulan setelah terinfeksi
• Organ yang terlibat : kelenjar servik anterior, submandibular,
supraklavicula anterior ( tidak nyeri )
 Tb Meningitis
• Timbul 3-6 bulan setelah terinfeksi
• Setelah 1-2 minggu → muntah dan kejang, perubahan sensorium
• Penurunan status mental, koma, dan kematian
 Tb milier
• Limfadenopati, hepatomegali, lesi papul, nekrotik/purpura pada
kulit atau tuberkel koroidea di retina.
 Tb tulang / sendi
• Organ yang terlibat : vertebra, pinggul dan lutut
• Kelainan bentuk tulang → Tb terlambat
• Deformitas gibbus/ penyakit pott ( kifosis berat dengan
penghancuran tulang retina
• Paraplegia dan quadriplegia.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TB dapat terdeteksi


kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TB dewasa. Kira-kira 30-50% anak
yang kontak dengan penderita TB paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin
positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita
TB paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.2

10
PENEGAKAN DIAGNOSIS
 Anamnesis
Gejala umum dari penyakit tb pada anak tidak khas.
 Nafsu makan kurang
 Berat badan yang sulit naik, menetap atau malah turun
 Demam subfebris berkepanjangan (etiologi demam kronik yang lain perlu
di singkirkan dahulu, seperti ISK, tifus, malaria).
 Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze dan ada atau tidaknya
nyeri dada
 Riwayat kontak dengan pasien tb paru dewasa.
 Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku atau perut membesar karena cairan atau teraba masa
dalam perut.
Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila tb mengenai organ ektrapulmonal,
seperti :
• Benjolan di punggung (gibbus), sulit membungkuk, pincang atau
pembengkakan sendi.
• Bila mengenai susunan saraf pusat (ssp), dapat terjadi gejala iritabel,
leher kaku, muntah-muntah dan kesadaran menurun.
• Gambaran kelainan kulit yang khas yaitu skrofuloderma
• Limfadenopati multipel di daerah colli, aksila, atau inguinal
• Lesi flikten di mata.
 Pemeriksaan fisik
Pada sebagian besar kasus tb tidak dijumpai kelainan fisik yang khas.
 Antropometri gizi kurang dengan grafik berat badan dan tinggi badan
 Suhu subferis dapat ditemukan pada sebagian pasien.
Kelainan pada pemeriksaan fisik baru dijumpai jika TB mengenai organ
tertentu.
• TB Vertevra : gibbus, kifosis, paraparesis, atau paraplegia.
• TB Koksae atau TB genu : Jalan pincang, nyeri pada pangal paha atau
lutut

11
• Pembesaran kelenjar getah bening ( KGB ) multipel, tidak nyeri tekan,
dan konfluens ( saling menyatu )
• Meningitis TB : kaku kuduk dan tanda ragsang meningela lain.
• Skrofuloderma : ulkus kulit dengan skinbridge biasanya terjadi id
daerah leher, aksila atau inguinal.
• Konjungtivitis fliktenularis yaitu bintik putih di limbus kornea yang
sangat nyeri.7
 Pemeriksaan penunjang
 Uji Tuberkulin
Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu
yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin sangat
dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam
menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji
Mantoux karena dosis antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit
tidak dapat di control.Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak
kecil bila diketahui adanya konvensi dari negatif. Pada anak dibawah umur
5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih
aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis.2
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono
dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara
mantoux dengan menyuntikan intrakutan dan multiple puncture metode
dengan 4 – 6 jarum berdasarkan cara Heat and Tine. Uji kulit Mantoux
adalah Injeksi intradermal 0.1 mL yang mengandung 5 unit tuberculin
(UT) derivate protein yang dimurnikan ( PPD ) yang distabilkan dengan
Tween 80.9 Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara
yang paling dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang
dimasukkan dapat diketahui banyaknya.2
Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas:
1. Eritema karena vasodilatasi perifer
2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan
antibody

12
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah penyuntikan
diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang-kadang
penderita akan mulai berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji,
ini adalah hasil positif. Faktor – factor yang terkait hospes, termasuk umur
yang amat muda, malnutrisi, immunosupresi karena penyakit atau obat –
obat, infeksi virus, vaksin virus hidup, dan tuberculosis yang berat, dapat
menekan reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis.
Terapi kortikosteroid dapat menurunkan reaksi terhadap tuberculin,
dengan pengaruh yang sangat bervariasi. 9
Interpretasi hasil test Mantoux:
1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan
konsentrasi yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih
berarti infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9
mm berarti cross reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada
tanda – tanda lain dari tubeculosis yang jelas maka harus dianggap
sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis.
3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis. Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan
oleh sensitisi silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis.
Reaksi silang ini biasanya sementara selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun dan menghasilkan indurasi kurang dari 10 – 12 mm.
Vaksinasi sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap
uji kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin

13
BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan
reaktivitas akan berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada penderita yang
pada mulanya memiliki uji kulit positif.

 Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang
membutuhkan biaya lebih dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam
beberapa hal pemeriksaan radiologis memberikan beberapa keuntungan
seperti tuberkulosis pada anak – anak dan tuberculosis millier. Pada kedua
hal tersebut diagnosa dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada,
sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif. Pada anak dengan
uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran
radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru:2
1. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat.
2. Milier
3. Kalsifikasi dengan infiltrat.
4. Atelektasis
5. Kavitas
6. Efusi Pleura
7. Tuberkuloma
Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat
diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.
 Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang
kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan
didapatkan sedikit leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih
normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai turun kearah
normal lagi.7

14
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan, tetapi kadang – kadang tidak mudah untuk
menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk atau pada anak –
anak. Pada pemeriksaan sputum kurang begitu berhasil karena pada
umumnya sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas
laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang berarti membutuhkan
biaya yang banyak. 7
Adapun bahan – bahan yang digunakan untuk pemeriksaan
bakteriologi adalah :
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis
6. Cairan asites
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya
ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
Diagnosis dari TB tidak dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang saja. Oleh karena itu,
analisis kritis perlu dilakukan terhadap sebanyak mungkin fakta untuk
menegakkan diagnosis. Kesulitan diagnosis TB pada anak menyebabkan
banyak usaha membuat pedoman diagnosis dengan sistem skoring dan alur
diagnostik, misalnya pedoman yang dibuat oleh WHO, Stegen dan Jones,
dan UKK Respirologi PP IDAI.2

15
WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) membuat kriteria diagnosis TB
pada anak.
a. Dicurigai tuberculosis
1. Anak sakit dengan riwayat kontak pasien tuberkulosis dengan
diagnosis pasti
2. Anak dengan :
- Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak
atau batuk rejan
- Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak
membaik dengan pengobatan antibiotika untuk penyakit
pernapasan.
- Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit.
b. Mungkin Tuberkulosis
Anak yang di curigai tuberkulosis ditambah :
- Uji tuberkulin positif ( 10 mm atau lebi )
- Foto rontgen paru sugestif tuberkulosis
- Pemeriksaan histologi biopsi sugestif tuberkulosis
- Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT
c. Pasti tuberkulosis ( Confirmed TB )
Ditemukan basil tuberkulosis pada pemeriksaan langsung atau
biakan identifikasi Mycrobacterium tuberculosis pada
karakteristik biakan.

Unit kerja koordinasi respirologi PP IDAI sudah pernah membuat


alur diagnosis TB anak yang dimuat dalam buku pedoman nasional
penanggulangan tb yang diterbitkan oleh Departeman Kesehatan RI (
Depkes RI ). Dalam alur diagnosis tersebut , terdapat 10 butir kriteria
diagnosis TB anak. Bila terpenuhi tida atau lebih, anak sudah dapat
didiagnosis TB. Setelah dievaluasi pelaksanaanya di lapangan, alur
diagnosis tersebut sangat berpotensi menyebabkan terjadinya
overdiagnosis TB pada anak.

16
Hal-hal yang mencurigakan TB :
1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan pasien TB dengan BTA
(+)
2. Uji tuberkulin yang positif (>10mm)
3. Gambaran foto RO sugestif TB
4. Terdapat reaksi kemerahan yang cepat (dalam 3-7 hari) setelah
imunisasi dengan BCG
5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu
6. Sakit atau demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas
7. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang
baik yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan
penanganan gizi.
8. Gejala-gejala klinis spesifik ( pada kelenjer limfe, otak, tulang dll )
9. Skofuloderma
10. Konjungtivitis fliktenularis

Bila ≥ 3

Dianggap TB

Beri OAT observasi 2

Membaik Memburuk/menetap
↓ ↓ ↓
TB Bukan Tb kebal obat
↓ ↓
Teruskan Rujuk Ke RS

17
Perhatian :
Bila terdapat tanda-tanda bahaya seperti :
- Kejang
- Kesadaran menurun
- Kaku kuduk
- Benjolan di punggung
- Dan kegawatan lain
Segara rujuk ke rumah sakit
Kriteria lain yang bisa digunakan untuk penegakan diagnosi dari TB yaitu
dapat menggunkan kriteria POKJA TB Anak, yang mana ini merupakan
kerjasama antara IDAI dan Depkes RI dan di dukung oleh WHO. Kriterinya
dengan menggunkan sistem skoring.
Tabel Sistem scoring diagnosis TB anak

Catatan:
• Diagnosis dengan sistem scoring ditegakkan oleh dokter
• Bila dijumpai skrofuloderma (tb pada kelenjar dan kulit ), langsung
didiagnosis TB.
• Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
• Demam dan Batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku
• Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak

18
• Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah
penyuntikan), harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
• Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 (skor maksimal 13)
• Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS

PENCEGAHAN
1. Vaksinasi BCG
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6 – 8 minggu setelah pemberian
BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi
super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbulkan komplikasi
yang berat. 2
2. Kemoprofilaksis
- Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji
tuberkulin negatif) tetapi kontak dengan penderita TB aktif. Obat yang
digunakan adalah INH 5 – 10 mg/kgBB/hari selama 2 – 3 bulan.
- Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberkulin
positif tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor
resiko menjadi TB aktif, obat yang digunakan adalah INH 5 – 10
mg/kgBB/hari selama 6 –12 bulan.2

19
DIAGNOSIS BANDING
Pneumonia merupakan radang akut yang menyerang jaringan paru dan
sekitarnya. Pneumonia merupakan manifestasi infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA). Manifestasi klinis dari pneumonia adalah demam, batuk, sesak nafas,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal, pada pemeriksaan penunjang
ditemukan adanya leukositosis dan perubahan yang nyata pada pemeriksaan
radiologi.

PENATALAKSANAAN
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup
adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun
pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter
terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata walaupun gambaran radiologic tidak menunjukkan perubahan yang
berarti, OAT tetap dihentikan. Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap
awal/ intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar
pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan
pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada fase lanjutan (4 bulan,
kecuali pada TB berat). OAT pada anak dapat diberikan setiap hari, baik pada
intensif maupun tahap lanjutan. Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap
pasien, OAT disediakan dalam bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien
untuk satu masa pengobatan. Paket OAT anak berisi obat untuk tahap intensif,
yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), sedangkan untuk tahap
lanjutan, yaitu Rifampisin dan isoniazid.2
Nama Dosis (mg/kgBB/hari) Dosis maksimal (mg/hari)
• Isoniazid (INH) 5-15 mg/kgBB/hari 300 mg/hari
• Rifampisin (RIF) 10-20 mg/kgBB/hari 600 mg/hari
• Pirazinamid (PZA) 15-30 mg/kgBB/hari 2000 mg/hari
• Streptomisin (harus parenteral) 15-40 mg/kgBB/hari 1250 mg/hari
• Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari 1000 mg/hari

20
Paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT. Tablet
KDT
- Tablet RHZ yang merupakan kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid),
dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
- Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H
(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak
dan komposisi dari tablet KDT tersebut.
Dosis KDT pada anak
Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
• 5-9 1 Tablet 1 Tablet
• 10-14 2 Tablet 2 Tablet
• 15-19 3 Tablet 3 Tablet
• 20-32 4 Tablet 4 Tablet
Keterangan :
- Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk kerumah sakit
- Anak dengan BB > 33 kg, disesuaikan dengan dosis dewasa
- Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
- OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus
Bila paket KDT belum tersedia dapat digunakan paket OAT Kombipak anak8
Dosis OAT Kombipak fase awal/intensif pada anak
Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
• Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
• Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
• Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg
Dosis OAT Kombipak fase lanjutan pada anak
Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)

21
• Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
• Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

KOMPLIKASI
Penyakit Miliary dan tubercular (TB) meningitis adalah komplikasi TB
primer paling awal dan paling mematikan. Indeks kecurigaan yang tinggi
diperlukan untuk diagnosis yang cepat dan pengelolaan kondisi ini. Komplikasi
paru meliputi pengembangan efusi pleura dan pneumotoraks. Penyumbatan
bronkus dapat terjadi jika material caseous diekstrusi ke dalam lumen. Ini dapat
menyebabkan atelectasis paru-paru yang terlibat. Bronkiektasis, stenosis saluran
udara, fistula bronchoesophageal, dan penyakit endobronkial yang disebabkan
oleh penetrasi melalui dinding saluran napas adalah bencana lain yang mungkin
terjadi pada TB primer.
Perforasi usus halus, obstruksi, fistula enterokutan, dan pengembangan
malabsorbsi parah dapat mempersulit TB pada usus kecil. Efusi perikardial bisa
menjadi komplikasi akut atau bisa menyerupai perikarditis konstriktif kronis.
Komplikasi ginjal termasuk hidronefrosis dan autonephrectomy biasanya
tidak terjadi pada anak-anak. Paraplegia dapat menyulitkan penyakit Pott pada
tulang belakang (yaitu, spondilitis TB )1,2

PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lamanya mendapat
infeksi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini,
pengobatan adekuat dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang
berulang dan lain-lain.1

22
BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
No. MR :
Tanggal Masuk : 19 Febuari 2018
Nama : An. D
Umur : 6 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : 1 (Pertama)
Agama : Islam
Alamat : Kuok

ALLOANAMNESIS dan AUTOANAMNESIS


Diberikan oleh : Ibu kandung pasien
Keluhan utama:
Demam Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Demam hilang timbul kurang
lebih sudah 1 bulan, demam makin tinggi sejak 3 minggu sebelum masuk rumah
sakit, menggigil +, berkeringat +. Batuk + sejak 3 minggu yang lalu, berdahak +,
kental, berwarna putih, darah -. Sesak -, Nyeri dada -, nyeri ulu hati -, mual
muntah -, penurunan nafsu makan +, berat badan tidak naik-naik sejak 1 tahun
terkahir. Buang Air Besar dan Buang Air Kecil + ( Normal ).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal yang sama satu tahun yang lalu, berobat ke dokter
spesialis anak, di diagnosis tb paru.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tante pasien pernah terkena tb paru.
Riwayat pengobatan
Pasien pernah mengkonsumsi Obat Anti Tuberculosis selama 2 minggu.

23
Riwayat Sosial Ekonomi
 Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk, ventilasi baik, rumah cukup
bersih.
 Sumber air minum : galon isi ulang
 Pekarangan : bersih
 Sampah : terdapat tempat pembuangan sampah
Kesan : higiene dan sanitasi lingkungan baik
Riwayat Kehamilan
Ibu pasien ANC rutin ke bidan tiap 1 bulan, selama kehamilan ibu pasien tidak
mengalami sakit tertentu.
Riwayat Kelahiran
Lahir spontan pervaginam dibantu bidan, langsung menangis, lama cukup bulan
Riwayat Makan dan Minum
Bayi : ASI selama enam bulan dan dilanjutkan dengan MPASI.
Anak : Makan nasi 2-3x1 porsi per hari., rajin makan buah dan sayuran
Riwayat Imunisasi
Menurut keterangan ibu pasien, pasien mendapatkan imunisasi lengkap
diposyandu

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 90 kali/menit
Pernafasan : 32 kali/menit
Suhu : 36 oC
Edema : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan : 107 cm
Status Gizi : Gizi Kurang ( < 80% )

24
PEMERIKSAAN FISIK
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kembali cepat
Kepala : Ubun-ubun tidak cekung, tidak cembung , LK :54cm
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok, distribusi rambut merata
Mata : Tidak Cekung, sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-)
Telinga : Bentuk normal, sekret pada liang telinga (-/-), darah (-/-)
Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir basah, pucat (-), sianosis (-), Lidah kotor (-)
Tenggorok : Tonsil T1-T1, hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (+) di servical anterior dextra dengan
diameter kurang lebih 1 cm, nyeri (-), pembesaran tiroid (-),

Thorax (pulmo) :
 Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
 Palpasi : vocal fremitus simestris
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), Wheezing(-/-)
Thorax (cor)
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Perkusi : batas jantung normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 LD : 59cm
Abdomen
 Inspeksi : datar , distensi (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Palpasi : Turgor kembali cepat, nyeri tekan lepas (-)
 Perkusi : Timpani pada kuadran abdomen
Ekstremitas
- Superior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
- Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik

25
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah
 Hemoglobin : 11,5 %
 Leukosit :12.000/ mm3
 Trombosit: 174.000/mm3
 Hematokrit : 32,7 %

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
RONTGEN

RESUME

Pasien datang ke IGD rumah sakit karena demam sejak 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Demam hilang timbul. Menggigil, berkeringat. Batuk berdahak sejak
3 minggu yang lalu. Sesak +, nyeri dada -, nyeri ulu hati -, mual dan muntah (-),
penurunan nafsu makan, BB tidak naik naik sejak 1 tahun tekahir. Riwayat tb
paru 1 tahun yang lalu (+).. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Hb:
11,5 % Leukosit :12.000/ mm3, Trombosit: 174.000/mm3, Hematokrit : 32,7 %.

26
Diagnosis Kerja : Tb paru
Penatalaksanaan
 IVFD RL 18 tetes/menit mikro
 PCT syr 3x160 mg
 OAT tab 1x3
 Apialis Syr 1x5 ml
 Cetirizin Syr 1x10 mg
Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Follow up
Tanggal Perjalanan penyakit Terapi
19/02/2018 S/ Demam (-), Batuk (+), Sesak (+), mual • IVFD RL 18 tetes per
muntah (-) BAB (+), BAK (+) menit/mikro
• PCT Syr 3X1CTH
• Ambroxol 3X1/2CTH
O/ KU:sakit sedang
• Apialis Syr 1X1CTH
Kes: cm

RR: 44 x/i

HR : 90 x/i

T : 360C

20/12/2017 S/ Demam (-), Batuk (+), Sesak (↓), mual • Apialis Syr 1X1CTH
muntah (-) BAB (+), BAK (+) • OAT 1X3 tab

.
O/ KU : sedang

27
Kes: cm

RR: 22 x/i
HR : 100 x/i
T : 36,80 C

28
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Anamnesis
• Pada keluhan utama didapatkan bahwa pasien demam sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit, demam disertai menggigil dan berkeringat.,
dan batuk sejak 3 minggu yang lalu, penurunan nafsu makan dan berat
badan yang tidak naik-naik 1 tahun terkahir. Menurut pelayanan
penatalaksanaan media tuberculosis IDAI, hal tersebut termasuk kedalam
kriteria tuberculosis, yaitu demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung
lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-
kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul
dengan waktu lebih dari 2 minggu, dan batuk-batuk selama lebih dari 3
minggu serta penurunan nafsu makan dan berat badan.
• Pada RPS, Pasien demam sejak 3 minggu yang lalu dengan suhu pada saat
di IGD 38,9oC dan adanya nyeri-nyeri sendi (-), uji torniquite (-) mimisan
dan gusi berdarah (-), menunjukkan bahwa demam tidak termasuk
kedalam beberapa penyakit infeksi lainnya
• RPK: hal ini perlu juga untuk ditanyakan untuk mengetahui resiko
penularan dari TB karena risiko infeksi tb di dapatkan akibat menular dari
orang lain. Pada pasien didapatkan bahwa tante atau adik dari ayah pasien
pernah menderita penyakit tb paru.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas tambahan ronkhi dan
pembesaran kelenjar getah bening pada leher pasien. Hal ini sesuai dengan
salah satu manifestasi klinis dari tb baru, bahwa dapat terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, dan kemungkinan hal ini yang menyebabkan infeksi
pada pasien.

29
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang, di dapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meningkat, hal ini sesuai dengan pemeriksaan laboratorium tb paru, bahwa
pada pasien dengan tb baru di temukan sedikit peningkat jumlah leukosit.
4. Diagnosis kerja
Diagnosis kerja dari kasus ini adalah tb paru, diagnosis ditegakkan
berdasarkan keluhan utama,RPS, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan.
5. Tatalaksana
Medikamentosa : terapi yang diberikan adalah pct 3x1cth PO yang
merupakan obat anti piretik untuk menurnkan demam. OAT 1X3tab
merupakan obat anti tuberculosis untuk mengobati infeksi tb paru.

30
BAB V
KESIMPULAN
Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka
morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di Negara maju
yaitu merupakan satu diantara 10 penyebab kematian utama di dunia.Penyakit ini
dapat menyerang semua umur, baik pada anak maupun orang dewasa. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan terdapat lebih dari 250.000 anak menderita
TB dan 100.000 diantaranya meninggal dunia.
Penyebab penyakit ini adalah kuman Mycobacterium tuberculosis yang
merupakan bakteri tahan asam. Penyakit ini memerlukan pengobatan yang lama
dan teratur sehingga memerlukan kesabaran dan peran serta dari keluarga dan
dokter yang memberi pengobatan. Upaya untuk mencegah penyakit ini dapat
dilakukan dengan pemberian vaksinasi BCG sewaktu anak baru lahir atau dengan
kemoprofilaksis primer pada anak yang belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif)
tetapi kontak dengan penderita TB aktif, yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi tuberculosis pada anak, dengan memberikan Isoniazid 5-
15mg/kgbb/hari, dosis tunggal dan kemoprofilaksis sekunder bertujuan untuk
mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit yang ditandai dengan uji
tuberculin (+) tetapi gejala klinis dan radiologis normal, yang diberikan adalah
isoniazid 10mg/kgbb/hari selama 6-12 bulan.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Vandana, B .(2015). Pediatric Tuberculosis. American Academy of


Pediatric, Infectious Disease Sociaty of America, Pediatric Infectious
Diseases Sociaty.
2. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto BD, editor. Tuberculosis anak.
Buku Ajar : UKK Pulmonologi PP IDAI, Jakarta; 2015; 162-266.
3. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K)
et al : Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2008, hal 1028
– 1042.
4. WHO Indonesia, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Jakrta : WHO Indonesia; 2009;113-118
5. Winston CA and Menzies HJ. Pediatric and adolescent tuberculosis in the
United States, 2008–2010. Pediatrics 2012 Dec; 130:e1425
6. Narasimhan et al. (2013). Risk Factors for Tuberculosis. Pulmonary
Medicine. Volume 2013 (2013), Article ID 828939, 11 pages
7. Pudjiadi et al (2009). Tuberculosis. Pedoman Pelayanan Medis. IDAI. 323-328
8. Guidance for national tuberculosis programnes on the management of
tuberculosis in children. 2nd edition. Geneva : world health organization,
2014. 3, Diagnosis of TB in children
9. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2,
Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2007, hal 573 – 761.

32

Anda mungkin juga menyukai