Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan

Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan
ke manusia melalui gigtan nyamuk Anopheles mosquitos.1 Menurut The World Health
Organization (WHO), diperkirakan 229 juta kasus malaria di dunia pada tahun 2019 dengan
409 ribu kematian dimana terbanyak di Afrika, kemudian diikuti Asia Tenggara. Dengan
demikian, malaria dipandang sebagai penyakit yang sangat penting bagi Kesehatan
masyarakat secara global.2

Ada enam spesies plasmodium yang dapat menginfeksi manusia yaitu plasmodium
falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale curtisi, plasmodium
ovale wallikeri dan plasmodium knowlesi.3 Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax
adalah dua penyebab infeksi malaria pada manusia. Malaria falciparum menimbulkan resiko
komplikasi yang berat dan menyumbang Sebagian besar kematian.4

Di Asia Tenggara, Indonesia menymbang 9% dari semua kasus malaria dan memiliki
prevalensi tertinggi kedua setelah India.5 The World Health Organization (WHO)
memperkirakan 27% dari 257.563.815 jiwa penduduk Indonesia hidup di daerah endemis
malaria. Salah satu daerah endemis malaria di Indonesia adalah Papua. Berdasarkan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Annual Parasite Index (API) untuk Papua barat
pada tahun 2017 adalah 15% dan diklasifikasikan sebagai daerah endemis tinggi. Secara
spesifik Annual Parasite Index (API) di kota Sorong adalah 1,5 % dan diklasifikasikan
sebagai daerah meso-endemik. Jumlah kasuk malaria terkonfirmasi secara mikroskopis pada
tahun 2017 adalah 13.690 kasus dan untuk kota Sorong sebanyak 127 kasus. 6 Pemeriksaan
baku emas pada malaria adalah pemeriksaan mikroskopis yang bertujuan untuk menegakkan
diagnosis malaria.7

Diskusi

Infeksi malaria masih menjadi masalah Kesehatan yang utama di negara tropis di seluruh
dunia, termasuk Indonesia. Di Batubara, Sumatera Utara infeksi malaria yang ditemukan
yaitu Plasmodium falciparum, plasmodium vivax dan campuran keduanya dengan prevalensi
plasmodium vivax (85%), diikuti infeksi malaria campuran (12%) dan Plasmodium
falciparum (3%). Dalam beberapa penelitian didapatkan prevalensi laki-laki (52,8%) dan
perempuan (47,2). Prevalensi laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan dikarenakan
aktivitas diluar ruangan lebih banyak daripada perempuan. 8 Pada kasus ini, pasien berasal
dari kabupaten Batubara, Sumatera Utara yang merupakan daerah endemis malaria.
Gejala klinis malaria tidak spesifik sehingga diagnosis malaria ditegakkan dengan
adanya bukti parasit baik dalam pemeriksaan mikroskopis maupun tes cepat malaria.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis dengan keluhan berupa
demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri
otot atau pegal-pegal, riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria. Riwayat
berkunjung ke daerah endemis malaria atau tinggal di daerah endemis malaria sangat penting
di tanyakan pada anamnesis.9
Gejala demam paroksimal yang muncul merupakan gambaran klasik malaria yang di
kenal dengan trias malaria (malaria proxym) terdiri dari 3 stadium, fase menggigil (cold
stage) terjadi setelah pecahnya skizon dalam sel darah merah yang berlangsung selama ± 15
menit sampai dengan 60 menit diikuti dengan kondisib pasien yang merasa demam (hot
stage), dengan temperatur sekitar 37,5 - 40° C yang berlangsung selama 2-6 jam yang diikuti
fase berkeringat yang bertahan 2 sampai 3 jam.10 Pada kasus ini dijumpai keluhan utama
demam berulang sejak 1 bulan ini bersifat hilang timbul dengan pola 3 hari sekali yang
bersifat tinggi. Suhu tertinggi 38,5 C didahului menggigil dan menghilang setelah
berkeringat.
Pada pemeriksaan fisik di jumpai anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah
disebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria. Anemia
disebabkan oleh beberapa mekanisme antara lain hemolisis, kerusakan eritrosit oleh parasit. 11
Pada kasus ini di jumpai pucat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit dengan kadar Hb
6,8 mg/dL di rumah sakit sebelumnya dan telah mendapatkan transfusi.
Hepatomegali dan splenomegali merupakan pembesaran organ yang di jumpai pada
malaria. Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel- sel
radang menyebabkan limpa bengkak dan terasa nyeri. Lama- lama konsistensi limpa menjadi
keras karena bertambahnya jaringan ikat. Aktivasi mekanisme pertahanan fagositik oleh
tubuh penderita menyebabkan hiperplasia sistem retikuloendothelial. Sekitar 24%- 40%
splenomegali paling sering ditemukan pada pemeriksaan fisik. Lien mengalami kongesti,
menghitam dan menjadi keras akibat timbunan pigmen malaria yang dibebaskan ketika
eritrosit pecah.12

Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopis sebagai baku


emas diagnosis. Namun pada wilayah endemis malaria tes uji cepat dapat dijadikan alternatif
bila tenaga ahli mikrosopis tidak tersedia. 13 WHO merekomendasikan bahwa semua kasus
yang dicurigai malaria dikonfirmasikan menggunakan tes diagnostik (baik mikroskop atau tes
diagnostik cepat) sebelum memberikan pengobatan. Pemeriksaan mikroskopis hapusan darah
tebal dan tipis dengan pewarnaan Giemsa. Hapusan darah tebal memberikan sensitivitas dan
hapusan darah tepi memberikan informasi spesies dan kuantitas parasit. Jika terdapat
kecurigaan terhadap malaria, pemeriksaan hapusan darah diulang dalam 12 jam dan 24 jam. 14

Malaria berat yaitu suatu infeksi malaria dengan adanya satu atau lebih komplikasi
berdasarkan kriteria WHO, seperti malaria serebral, anemia berat, gagal ginjal akut, edema
paru, hipoglikemia (kadar gula <40 mg%), syok, pendarahan spontan dari hidung, gusi, dan
saluran cerna, kejang berulang, asidemia dan asidosis (penurunan pH darah karena gangguan
asam-basa di dalam tubuh), serta hemoglobinuria. 14,15 Pengobatan pada malaria berat
dilakukan dengan pemberian artesunat intravena yang merupakan pilihan utama. Artesunat
diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali pada jam ke 0, 12, 24 di hari
pertama. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita
mampu minum obat oral dengan pemberian DHP (Dihidroartemisinin (2,5 mg/kgbb) +
Piperakuin) selama 3 hari.16

Anda mungkin juga menyukai