Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 25 SEPTEMBER 2019


UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU

MALARIA PADA ANAK

Disusun Oleh :
A. Muh Agus Salim T
(13 18 777 14 324)

Pembimbing :
dr. Christina MR. Kolondam Sp.A

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU

2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : A. Muh Agus Salim T

Stambuk : 13 18 777 14 324

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Alkhairaat

Judul Refarat : Malaria pada Anak

Bagian : Ilmu Kesehaan Anak

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

RSU Anutapura Palu

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat Palu

Palu, 25 September 2019

Pembimbing Klinik

dr. Christina MR. Kolondam, Sp.A

i
DAFTAR ISI

Halaman

Halamn Pengesahan i

Daftar Isi ii

BAB I. PENDAHULUAN 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4

A. Definisi 4

B. Epidemiologi 4

C. Etiologi 7

D. Manifestasi Klinis 8

E. Siklus Hidup 11

F. Patofisiologi 12

G. Diagnosis 14

H. Penatalaksanaan 17

I. Komplikasi 21

J. Prognosis 23

K. Diferential Diagnosis 23

BAB III. PENUTUP 26

DAFTAR PUSTAKA 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat

menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi, anak

balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat

menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juja masih endemis di sebagian besar

wilayah Indonesia. Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

parasit genus Plasmodium, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina dan tidak dapat bertransmisi secara langsung dari satu orang ke

orang lain 1,2.

Malaria hampir terdapat di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan

subtropics. World malaria report tahun 2015 menyebutkan bahwa malaria telah

menyerang 106 negara di dunia. Lebih dari stengah penduduk masih hidup di

daerah endemis malaria sehingga berisiko tertular malaria. Berdasarkan laporan,

malaria endemis maupun sporadic di daerah Jawa dan Bali maupun pulau-pulau

lainnya. Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria

di atas angka nasional, yang sebagian besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di

Jawa-Bali merupakan daerah dengan prevalensi malaria lebih rendah dibandingkan

provinsi lain. Annual Parasite Incidence (API) dari tahun 2012 hingga 2015

menunjukkan bahwa kasus malaria lebih banyak terkonsentrasi di wilayah timur.

Kabupaten/kota endemis di wilayah Kalimantan dan Sulawesi menunjukkan

adanya penurunan dalam empat tahun terakhir. Sementara data Riskesdas 2014,

1
didapatkanb pada kelompok umur dapat diketahui bahwa kelompok umur 25-34

tahun memiliki prevalensi tinggi. Hal ini dapat diasumsikan kelompok umur

tersebut merupakan usia produktif sehingga memiliki probabilitas lebih tinggi

untuk tertular malaria melalui gigitan nyamuk di luar rumah. Berdasarkan data

World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, secara global estimasi

kematian yang diakibatkan oleh malaria sebesar 655.000 kasus di seluruh dunia dan

bahkan kematian terbesar 91% terjadi pada anak-anak Afrika. Kematian anak di

bawah umur lima tahun akibat malaria di ASEAN sebesar 1% pada tahun 2010

menmpati urutan kedua setelah Afrika. Berdasarkan WHO, antara tahun 2000 dan

2012 angka kematian akibat mlaria sebesar 45% pada semua kelompok umur dan

51% pada anak dibawah lima tahun.1,2,3.

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakn

jiwa. Gejala malaria adalah demam, menggigil, berkeringat, sclera ikterik,

konjungtiva atau telapak tangan pucat. Pembesaran limpa (splenomegali).

Pembesaran hati (hepatomegali) dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare

dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk kasus malaria yang berat atau adanya malaria

dengan komplikasi pada anak dapat ditemukan tanda-tanda berupa kejang, distress

pernafasan, anemuia, gangguan metabolik hingga kematian. Mengingat

bervariasinya manifestasi klinis malaria makan anamnesis riwayat perjalanan ke

daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan.

Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS namun pada daerah endemis

rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis dan transfusi

sebelumnya. Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk

2
dilakukan pemeriksaan sediaan darah.Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan

dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat

(Rapid Diagnostic Test=RDT) 4,5.

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian artemisinin

combination therapy (ACT). Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan

efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan

pemberian artemisinin combination therapy (ACT) secara oral. Malaria berat

diobati dengan injeksi Artesunat dilanjutkan dengan artemisinin combination

therapy (ACT) oral. Di samping itu diberikan primakuin sebagai gametosidal

dan hipnozoidal. Sedangkan untuk malaria dengan komplikasi seperti anemia berat

dengan distress pernafasan diberikan transfuse dan bantuan oksigen. Semua

penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit atau Puskesmas 4,5.

Pada serangan primer dengan plasmodium vivax, plasmodium ovale dan

plasmodium malariae akan terjadi penyembuhan sempurna pada pemberian terapi

yang adekuat dan prognosisnya baik. Pada plasmodium falciparum prognosisnya

buruk. Apabila cepat diobati maka prognosis bias lebih baik, namun apabila lambat

pengobatan akan menyebabkan angka kematian meningkat 7.

Berikut akan dibahas refarat dengan judul malaria pada anak.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik disebabkan oleh protozoa

genus plasmodium, sedangkan menurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit

infeksi akut maupun kronik yang disebabkan oleh infeksi plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam

darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa 2,6.

B. EPIDEMIOLOGI

Malaria hamper terdapat di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan

subtropics. World malaria report tahun 2015 menyebutkan bahwa malaria telah

menyerang 106 negara di dunia. Lebih dari stengah penduduk masih hidup di

daerah endemis malaria sehingga berisiko tertular malaria. Berdasarkan laporan,

malaria endemis maupun sporadic di daerah Jawa dan Bali maupun pulau-pulau

lainnya. Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria

di atas angka nasional, yang sebagian besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di

Jawa-Bali merupakan daerah dengan prevalensi malaria lebih rendah dibandingkan

provinsi lain 1,2,3.

Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat

dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API).

4
Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan

Annual Parasite Incidence (API), dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia

bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di

beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali

masuk dalam stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi
1,2,3
.

Gambar 1. Peta Stratifikasi Malaria di Indonesia Tahun 2012-2015 1

5
Gambar 2. Annual Parasite Incidence (API) tahun 2015 menurut Provinsi 1

Annual Prasite Incidence (API) dari tahun 2012 hingga 2015 menunjukkan

bahwa kasus malaria lebih banyak terkonsentrasi di wilayah timur. Kabupaten/kota

endemis di wilayah Kalimantan dan Sulawesi menunjukkan adanya penurunan

dalam empat tahun terakhir 1,2,3.

Gambar 3. Prevalensi Malaria Menurut Kelompok Umur Menurut Data

Riskesdas Tahun 2014 1

6
Sementara data Riskesdas 2014, didapatkan pada kelompok umur dapat

diketahui bahwa kelompok umur 25-34 tahun memiliki prevalensi tinggi. Hal ini

dapat diasumsikan kelompok umur tersebut merupakan usia produktif sehingga

memiliki probabilitas lebih tinggi untuk tertular malaria melalui gigitan nyamuk

diluar rumah 1,2,3.

Berdasarkan data World Health Organoization (WHO) pada tahun 2010, secara

global estimasi kematian yang diakibatkan oleh malaria sebesar 655.000 kasus di

seluruh dunia dan bahkan kematian terbesar 91% terjadi pada anak-anak Afrika.

Kematian anak di bawah umur lima tahun akibat malaria di ASEAN sebesar 1%

pada tahun 2010 dan menempati urutan kedua setelah Afrika. Berdasarkan WHO,

antara tahun 2000 dan 2012 angka kematian akibat malaria sebesar 45% pada semua

kelompok umur dan 51% pada anak dibawah lima tahun 1,2,3.

C. ETIOLOGI

Penyebab malaria adalah parasite plasmodium yang ditularkan melalui gigitan

nyamuk anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu : plasmodium

falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale, plasmodium malariae dan

plasmodium knowlesi 4.

1. Malaria falciparum

Gejala demam dapat timbul intermitten dan dapat kontinyu. Demam dapat terjadi

sekitar 24 – 48 jam sekali. Malaria jenis ini disebut malaria tropika. Jenis malaria

ini paling sering menjadi malaria berat yang menyebabkan kematian.

2. Malaria vivax

7
Gejala demam terjadi setiap 48 jam atau dua hari sekali dan berlangsung selama 1-

8 jam kemudian mereda. Malaria jenis ini disebut malaria tertiana. Jenis malaria

merupakan malaria yang paling sering terjadi. Telah ditemukan juga kasus malaria

berat yang disebabkan leh plasmodium vivax.

3. Malaria ovale

Pola demam malaria ovale seperti pada malaria vivax, namun bersifat ringan.

Malaria jenis ini disebut malaria tertian ringan.

4. Malaria malariae

Gejala demam terjadi setiap 72 jam sekali. Malaria jenis ini disebut malaria

Kuartana

5. Malaria Knowlesi

Jenis malaria ini merupakan jenis yang baru. Disebabkan oleh plasmodium

knowlesi. Gejala dan pola demam menyerupai malaria falciparum

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakn

jiwa. Gejala malaria adalah demam, menggigil, berkeringat, sclera ikterik,

konjungtiva atau telapak tangan pucat. Pembesaran limpa (splenomegali).

Pembesaran hati (hepatomegali) dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare

dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk kasus malaria yang berat atau adanya malaria

dengan komplikasi pada anak dapat ditemukan tanda-tanda berupa kejang, distress

8
pernafasan, anemuia, gangguan metabolik hingga kematian. Manifestasi umum

malaria adalah sebagai berikut 4,5,6

1. Masa Inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasite

(terpendek untuk p. falciparum dan terpanjang untuk p. malariae)

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa

malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,

anoreksi, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di

punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada p.vivax dan p.ovale, sedangkan

p. falciparum dan p. malariae keluhan prodromal tidak jelas.

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan yang

disebut trias malaria :

1) Stadium dingin (cold stage)

Stadium ini berlangsung +15 menit sampai dengan 1 jam. Dimulai dengan

menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir

dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai

muntah.

2) Stadium demam (hot stage)

Stadium ini berlangsung +2 – 4 jam. Penderita merasa kepanasan. Muka merah,

kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi menjadi kuat kembali,

9
merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat hingga 41 C atau lebih. Pada

anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.

3) Stadium berkeringat (sweating stage)

Stadium ini berlangsung +2 – 4 jam. Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu

tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya

penderita beristirahat hingga tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah

tetapi tidak ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.

Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami

oleh penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum

mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru

pertama kali menderita malaria.Di daerah endemik malaria dimana penderita telah

mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak

berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies

parasit dan imunitas penderita. Di daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat

tinggi (hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat

muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala

malaria yang bersifat lokal spesifik. Gejala klasik (trias malaria) lebih sering

dialami penderita malaria vivax, sedangkan pada malaria falciparum, gejala

menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara 2 periode demam

terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12 jam pada malaria

falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada malaria malariae
4,5,6
.

10
E. SIKLUS HIDUP

Siklus hidup Plasmodiumterdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual)

yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada

manusia.Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap

darah manusia yang terinfeksi malariayang mengandung plasmodium pada stadium

gametosit. Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan)

dan makrogametosit (betina). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan

ookinet. Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista. Ookista ini akan

membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah dan sprozoit keluar dari

ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya

di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai 7.

Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus

eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan

masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk. Sporozoit akan

mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan akan

matang menjadi skizon. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium

falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik,

sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit

(fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat relaps atau berulang.

Selanjutnya, skizon akan pecah mengeluarkan merozoit yang akan masuk ke aliran

darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit

tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang

dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi. Diantara

11
bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit dan gametosit inilah yang

nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang

terus. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita

malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa

diketahui (karier malaria) 7.

Gambar 5. Siklus Hidup Plasmodium 7

F. PATOFISIOLOGI

Infeksi malaria berkembang melalui dua tahap: melalui tahap yang melibatkan

hati (fase eksoeritrositik), dan melalui tahap yang melibatkan sel-sel darah merah,

12
atau eritrosit (fase eritrositik). Ketika nyamuk yang terinfeksi menembus kulit

seseorang untuk mengambil makan darah, sporozoit dalam air liur nyamuk

memasuki aliran darah dan bermigrasi ke hati di mana mereka menginfeksi

hepatosit, bereproduksi secara aseksual dan tanpa gejala untuk jangka waktu 8-30

hari 8.

Setelah masa dorman potensial dalam hati, organisme ini berdiferensiasi untuk

menghasilkan ribuan merozoit. Setelah pecahnya sel inang mereka, merozoit masuk

ke dalam darah dan menginfeksi sel-sel darah merah untuk memulai tahap

eritrositik dari siklus hidup. Parasit yang telah keluar dari hati menjadi tidak

terdeteksi dengan membungkus dirinya dalam membran sel dari sel inang hati yang

terinfeksi 8.

Dalam sel darah merah, parasit berkembang biak lebih lanjut, secara aseksual

lagi, secara berkala keluar dari sel inang mereka untuk menyerang sel-sel darah

merah segar. Beberapa siklus amplifikasi tersebut terjadi. Dengan demikian,

deskripsi klasik gelombang demam timbul dari gelombang simultan merozoit

melarikan diri dan menginfeksi sel-sel darah merah 8.

Beberapa sporozoit P. vivax tidak segera berkembang menjadi merozoit fase-

eksoeritrositik, melainkan menghasilkan hipnozoit yang dorman untuk periode

tertentu mulai dari beberapa bulan (7-10 bulan khas) hingga beberapa tahun.

Setelah masa dormansi, mereka aktif kembali dan menghasilkan merozoit.

Hipnozoit bertanggung jawab untuk inkubasi yang panjang dan relapse akhir

infeksi P. vivax, meskipun keberadaannya pada P. ovale tidak pasti 8.

13
Parasit ini relatif terlindungi dari serangan sistem kekebalan tubuh karena pada

sebagian besar siklus hidup manusia parasit itu berada di dalam sel-sel hati dan

darah dan relatif tidak terlihat bagi surveilans kekebalan tubuh. Namun, sel darah

yang beredar yang terinfeksi hancur di limpa. Untuk menghindari hal ini, parasit P.

falciparum menampilkan protein perekat pada permukaan sel-sel darah yang

terinfeksi, menyebabkan sel-sel darah menempel pada dinding pembuluh darah

kecil, sehingga parasit tidak melalui sirkulasi umum dan limpa. Penyumbatan

mikrovaskulatur menyebabkan gejala seperti malaria plasenta. Sel darah merah bisa

menembus penghalang darah-otak dan menyebabkan malaria serebral 8.

G. DIAGNOSIS

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan

jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain seperti demam

typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.

Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue

atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterikbahkan sering diintepretasikan

dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam

sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Mengingat

bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke

daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan.

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.

14
Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS namun pada daerah

endemis rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis

dan transfusi sebelumnya. Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau

pucat untuk dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Diagnosis pasti malaria harus

ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau uji

diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT) 4.

1. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan :

1) Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,

mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

2) Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.

3) Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.

4) Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.

2. Pada pemeriksaan fisis didapatkan :

1) Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C.

2) Konjungtiva atau telapak tangan pucat.

3) Sklera ikterik.

4) Pembesaran Limpa (splenomegali)

5) Pembesaran hati (hepatomegali)

3. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan dengan mikroskop

2) Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/

rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan :

a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).

15
b. Spesies dan stadium plasmodium.

c. Kepadatan parasit.

3) Pemeriksaan dengan uji diagnostic cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,

dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan

RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya.

Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi

pengobatan.

Untuk malaria berat diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO yaitu

ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan minimal satu

dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil laboratorium 4.

1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)

2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)

3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam

4. Distres pernafasan

5. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan sistolik <80

mm Hg (pada anak: <70 mmHg)

6. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000)

7. Hemoglobinuria

8. Perdarahan spontan abnormal

9. Edema paru (radiologi), saturasi Oksigen <92%

16
Gambaran laboratorium :

1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)

2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L)

3. Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis

sedang-rendah), pada dewasa Hb<7gr% atau hematokrit <15%)

4. Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di daerah

endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit /μl di daerah

endemis tinggi)

5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)

6. Hemoglobinuria

7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)

H. PENATALAKSANAAN

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian Artemisinin

Combination Therapy (ACT). Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan

efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan

pemberian Artemisinin Combination Therapy (ACT) secara oral. Malaria berat

diobati dengan injeksi Artesunat dilanjutkan dengan Artemisinin Combination

Therapy (ACT) oral. Di samping itu diberikan primakuin sebagai gametosidal dan

hipnozoidal 4.

1. Malaria Falciparum dan Malaria Vivax

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan Artemisinin

Combination Therapy (ACT) ditambah primakuin. Dosis Artemisinin Combination

17
Therapy (ACT) untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin

untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis

0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25

mg/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan. Pengobatan

malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini 4.

Gambar 6. Pengobatan Malaria Falciparum menurut Berat Badan dan Usia

dengan Dihydroartemisinin-Piperaquine (DHP) dan Primakuin 4

Gambar 7. Pengobatan Malaria Vivax menurut Berat Badan dan Usia

dengan Dihydroartemisinin-Piperaquine (DHP) dan Primakuin 4

18
2. Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen

Artemisinin Combination Therapy (ACT) yang sama tapi dosis Primakuin

ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari 4.

3. Pengobatan malaria ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan Artemisinin Combination

Therapy (ACT) yaitu Dihydroartemisinin-Piperaquine (DHP) ditambah dengan

Primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria

vivaks 4.

4. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan Plasmodium malariae cukup diberikan Artemisinin Combination

Therapy (ACT) 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan

malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin 4.

5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum+ P. vivax/P.ovale

Pada penderita dengan infeksi campur diberikan Artemisinin Combination

Therapy (ACT) selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari

selama 14 hari 4.

Penanganan pada malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau

puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya

jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan

fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan

ketepatan diagnosis serta pengobatan 4.

19
1. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik non Perawatan

Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria

berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk

berikan artesunat intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb) 4.

2. Pengobatan malaria berat di Puskesmas/Klinik Perawatan atau Rumah Sakit

Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat

diberikan kina drip 4.

1) Kemasan dan cara pemberian artesunat

Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam

artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%. Keduanya

dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian diencerkan

dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga didapat

konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus perlahan-lahan.

Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0,

12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai

penderita mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka

pengobatan dilanjutkan dengan regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) +

primakuin (sesuai dengan jenis plasmodiumnya) 4.

2) Kemasan dan cara pemberian kina drip pada anak

Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini

diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intramuskular/intravena.Obat

ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500

mg / 2 ml. Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 -

20
8 mg/kg bb) diencerkan dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 - 10

cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat

minum obat 4.

I. KOMPLIKASI

Komplikasi malaria pada anak :

1. Malaria Cerebral

Sel darah merah yang terinfeksi dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang

mengarah ke otak, menghentikan aliran darah dan menyebabkan kekurangan

oksigen otak. Ini dikenal dengan malaria serebral. Malaria serebral dapat

menyebabkan otak anda membengkak dan dalam beberapa kasus dapat

menyebabkan kerusakan otak permanen Ini juga dapat menyebabkan anda

mengalami kejang atau koma 5,9.

Malaria cerebral seringkali bermanifestasi terjadi penurunan derajat kesadaran

dari ringan hingga berat. Gejala neurologi lain adalah kejang, kaku kuduk, tremor,

ketulian dan kebutaan 5,9.

Penanganan malaria cerebral adalah dengan terapi spesifik anti malaria serta

terapi suportif atau penanganan umum komplikasi yang terjadi. Pada pasien yang

mengalami penurunan kesadaran penanganannya adalah memastikan bahwa jalan

nafas baik. Memasang nasogastric tube (NGT) dan aspirasi cairan lambung tiap 4

jam untuk mengeluarkan cairan,udara,darah serta mencegah terjadinya aspirasi

cairan ke paru-paru. Berikan terapi spesifik anti malaria. Dapat juga diberikan obat

21
untuk antioedema otak biasanya dipakai mannitol 0,25/1gram/kgbb diberikan

dalam 30-60 menit 5,9.

2. Hipoglikemia

Hipoglikemia dapat disebabkan oleh hiperinsulinemia yang diinduksi kuinin

atau kuinidin, tetapi dapat juga ditemukan pada pasien dengan kadar insulin normal
5,9
.

Penanganan pada pasien hipoglikemia yang sadar yaitu dengan pemberian

makan, susu/air gula atau larutan glukosa yang adekuat atau sering. Bila masih

mendapatkan ASI teruskan pemberian ASI 5.9.

Untuk pasien yang tidak sadar diberikan 5 ml/kg glukosa 10% secara intravena

atau 1 ml/kg glukosa 40% melalui nasogastric tube (NGT) 5,9.

3. Anemia Berat

Komplikasi ini terjadi karena banyaknya sel darah merah yang hancur atau rusak

(hemolisis) akibat parasite malaria 5,9.

Penanganan anemia berat adalah dengan transfusi. Pada pasien dengan Hb < 5

g/dl (Ht <15%) disertai distres pernafasan diberikan PRC atau darah segar 20

ml/kgbb selama 30 menit kemudian selanjutnya diberikan 10 ml/kg selama 2 jam.

Jika tanpa disertai distress pernafasan PRC diberikan 20ml/kgbb selama 3-4 jam 5,9.

4. Edema Paru

Malaria serebral pada anak, anemia berat, dan parasitemia dapat menyebabkan

edema paru akut. Mungkin juga diakibatkan oleh karena kelebihan cairan. Takipnea

adalah tanda paling awal dari edema paru yang akan terjadi 5,9.

22
Penanganan edeama paru yaitu posisi pasien setengah duduk, diberikan oksigen,

cairan intravena dihentikan, diberikan furosemide 1 mg/kg 5,9.

J. PROGNOSIS

Pada serangan primer dengan Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan

Plasmodium malariae akan terjadi penyembuhan sempurna pada pemberian terapi

yang adekuat dan prognosisnya baik. Pada Plasmodium falciparum prognosis

berhubungan dengan tingginya parasitemia, jika parasit dalam darah

>100.000/mm3 dan jika hematokrit <30% maka prognosisnya buruk. Apabila cepat

diobati maka prognosis bisa lebih baik, namun apabila lambat pengobatan akan

menyebabkan angka kematian meningkat 7.

K. DIFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Demam Tifoid

Demam tifoid, atau typhoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi. Penyakit ini

dapat ditemukan di seluruh dunia, dan disebarkan melalui makanan dan minuman

yang telah tercemar oleh tinja. Demam tifoid, juga dikenal sebagai demam enterik,

adalah penyakit multisistemik fatal terutama disebabkan oleh Salmonella typhi.

Manifestasi protean demam tifoid membuat penyakit ini menjadi tantangan

diagnostik. Manifestasi klasik mencakup demam lebih dari 7 hari, gejala

gastrointestinal seperti, sakit perut menyebar, dan sembelit serta dapat terjadi

23
penurunan kesadaran (delirium). Komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan

usus, perforasi usus, dan bahkan kematian 10.

2. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan

Aedes Albocpictus. Di Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di

seluruh wilayah tanah air. Gejala yang akan muncul seperti ditandai dengan demam

mendadak, sakir kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan menifestasi perdarahan

seperti mimisan atau gusi berdarah serta adanya kemerahan di bagian permukaan

tubuh pada penderita. Pada umumnya penderita DBD (Demam Berdarah Dengue)

akan mengalami fase demam selama 2-7 hari, fase pertama: 1-3 hari ini penderita

akan merasakan demam yang cukup tinggi 400C, kemudian pada fase ke-dua

penderita mengalami fase kritis pada hari ke 4-5, pada fase ini penderita akan

mengalami turunnya demam hingga 370C dan penderita akan merasa dapat

melakukan aktivitas kembali (merasa sembuh kembali) pada fase ini jika tidak

mendapatkan pengobatan yang adekuat dapat terjadi keadaan fatal, akan terjadi

penurunan trombosit secara drastis akibat pemecahan pembuluh darah

(pendarahan). Di fase yang ketiga ini akan terjadi pada hari ke 6-7 ini, penderita

akan merasakan demam kembali, fase ini dinamakan fase pemulihan, di fase inilah

trombosit akan perlahan naik kembali normal kembali 11.

3. Leptospirosis

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh patogen

spirochaeta, genus Leptospira. Spirochaetainipertama kali diisolasi di Jepang oleh

24
Inada setelah sebelumnya digambarkan oleh Adolf Weil tahun 1886. Weil

menemukan bahwa penyakit ini menyerang manusia dengan gejala demam,

ikterus, pembesaran hati dan limpa, serta kerusakan ginjal. Di Indonesia,

gambaran klinis leptospirosis dilaporkan pertama kali oleh Van der Scheer di

Jakarta pada tahun 1892, sedang isolasinya dilakukan oleh Vervoot pada tahun

1922. Penyakit ini disebut juga sebagai Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic

jaundice, Mud fever, atau Swineherd disease 12.

25
BAB III

PENUTUP

Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus

Plasmodium, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina dan

tidak dapat bertransmisi secara langsung dari satu orang ke orang lain.

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakn

jiwa. Gejala malaria adalah demam, menggigil, berkeringat, sclera ikterik,

konjungtiva atau telapak tangan pucat. Pembesaran limpa (splenomegali).

Pembesaran hati (hepatomegali) dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare

dan nyeri otot atau pegal-pegal. Untuk kasus malaria yang berat atau adanya malaria

dengan komplikasi pada anak dapat ditemukan tanda-tanda berupa kejang, distress

pernafasan, anemuia, gangguan metabolik hingga kematian.

Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian artemisinin

combination therapy (ACT). Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan

efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan

pemberian artemisinin combination therapy (ACT) secara oral. Malaria berat

diobati dengan injeksi Artesunat dilanjutkan dengan artemisinin combination

therapy (ACT) oral. Di samping itu diberikan primakuin sebagai gametosidal

dan hipnozoidal.

Prognosis malaria dapat baik jika penangan cepat dilakukan, namun apabila

lambat akan menyebabkan tingkat persentase kematian meningkat.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusdatin. 2016. Malaria. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

2. Sopi, B. 2015. Malaria pada Anak Umur di Bawah Lima Tahun. Loka Litbang

P2B2 Waikabubak, Badan Litbang Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI Jlnn.

Basuki Rahmat KM. 5 Puwei, Waikabubak, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

3. Kemenkes RI. 2014. Situasi Malaria di Indonesia. InfoDatin (Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan RI)

4. Sariwati, E. 2017. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Subdit Malaria

Direktorat P2PTVZ Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

5. Anonim. 2018. Malaria pada Anak. Divisi Infeksi Tropis Departemen Ilmu

Kesehatan Anak FK USU/RS.HAM

6. Fitriany, J. 2018. Malaria. Pediatrics Faculty of Medicine Malikussaleh

University Uteunkot Lhokseumawe Indonesia

7. Setiyani, NRW. 2014. Malaria. Universitas Diponegoro Indonesia.

8. Yolan, U. 2015. Konsep Patofisiologis & Cara Penularan Malaria. (Online)

https://www.academia.edu/9417509/Konsep_Patofisiologis_and_Cara_Penular

an_Malaria

9. Trapuz, A. 2015. Clinical Review : Severe Malaria. (Online)

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC270697/

10. Judarwanto, W. 2014. Penanganan Terkini Deam Tifoid. (Online)

https://jurnalpediatri.com/2014/03/20/penanganan-terkini-demam-tifoid-tifus/

27
11. Kemenkes. 2017. Demam Berdarah Dengue (DBD). (Online)

https://www.depkes.go.id/development/site/depkes/index.php?cid=1-

17042500004&id=demam-berdarah-dengue-dbd-.html

12. Andani, L. 2014. Leptospirosis. Universitas Diponegoro

28

Anda mungkin juga menyukai