Anda di halaman 1dari 19

2.

SECTIO CAESAREA
A. Konsep Sectio Caesarea

Sectio caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk


membantu persalinan yang tidak bisa dilakukan secara normal akibat masalah
kesehatan ibu atau kondisi janin. Tindakan ini diartikan sebagai pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus
atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Namun demikian, tindakan sectio caesarea tidak lagi dilakukan semata-mata
karena pertimbangan medis, tetapi juga termasuk permintaan pasien sendiri
atau saran dokter yang menangani seperti hasil penelitian yang dibahas
sebelumnya. Sectio caesarea memang memungkinkan seorang wanita yang
akan bersalin untuk merekayasa hari persalinan sesuai keinginan lebih besar
(Ayuningtyas. dkk,2018.)

B. Etiologi
1. Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolute
b. Plasenta previa
c. Rupture uteri mengancam
d. Partus lama
e. Partus tak maju
f. Pre eklamsia dan hipertensi
2. Indikasi Janin
a. Kelainan letak
1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka section caesarea adlah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida
dengan letak lintang harus ditolong dengan section caesarea walaupun
tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang
dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang
Section caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak
belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dana berharga.
b. Gawat janin
c. Janin besar
3. Kontra indikasi
a. Janin mati
b. Syok, anemia berat
c. Kelainan congenital berat
C. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan section caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah Rahim. Section caesarea dilakukan pada plasenta previa totais dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian
bayi pada plasenta previa, section caesarea juga dilakukan untuk kepentingan
ibu, sehingga section caesarea dilakukan pada plasenta previa walaupun
anaksudah mati.
D. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesarea
Persalinan dengan section caesarea memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.
Manifestasi klinis section caesarea menurut Doenges (2012), antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
f. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
l. Bonding dan attachment pada anak yang baru dilahirkan
E. Pathway
(Terlampir)

F. Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Section Caesarea Transperitonealis
Section caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri yang mempunyai kelebihan mengeluarkan janin lebih cepat,
tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal. Sedangkan kekurangan dari cara ini
adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik dan untuk persalinan berikutnya lebih sering
terjadi rupture uteri spontan.
b. Section Caesarea Profunda : dengan insisi pada segmen bawah Rahim
dengan kelebihan penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasiyang baik, perdarahan kurang dan kemungkinan rupture
uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan memiliki kekurangan luka dapat
melebar ke kiri, bawah, dan kanan sehingga mengakibatkan perdarahan
yang banyak serta keluahan pada kandung kemih.
c. Section Caesarea Ekstraperitonealis
Merupakan section caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada Rahim, section caesarea dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T insisian)
3. Section Caesarea Klasik (Korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10 cm.
Kelebihan :
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
a. Infeksi mudah meyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
c. Rupture uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Rupture uteri karena luka bekas
SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan
d. Untuk mengurangi kemungkinan rupture uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang-
kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka Rahim
4. Section Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
Rahim kira-kira 10 cm
Kelebihan :
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan rupture uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan
a. Luka dapat melebar kekiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi
G. Komplikasi
1. Infeksi Puerpuralis
a. Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi diserati dehidrasi atau
perut sedikit kembung
c. Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita
jumpai pada partus terlantar dimana sebelumnya telah terjadi infeksi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu lama
2. Pendarahan disebabkan karena :
a. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
b. Atonia uteri
c. Pendarahan pada placenta bled
3. Luka pada kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonalisasi terlalu tinggi
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bias terjadi rupture
uteri, kemungkinan hal ini lebiha banyak ditemukan sesudah section caesarea
klasik.
H. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalian yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis,panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu section caesarea.
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu.Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin
besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat
akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi
post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril.Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum.Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.Untuk pengaruh terhadap
nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena
kerja otot nafas silia yang menutup.Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi.Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.(Saifuddin, 2002)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematocrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadsr
pra operasi dan mnegvaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit
J. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam
pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat
kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca
bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak
terlalu banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester
untuk mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau
RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien
bebas demam selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
10. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
h. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila
terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin
disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan
karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan
aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15
menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional
atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai
indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit
pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter
fole
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
L. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul :
a. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang benar.
b. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar
dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal.Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka
Marmi. 2012. Asuan Kebidanan Pada Masa Nifas “ Peurperium Care”. Yogyakarta:
pustaka pelajar.
Hedman, T. Heathrer, kamitsuru, shigemi. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2018-2020 edisi 11. Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria, M.et. al.2016. Nursing Intervention Classification (NIC) edisi 6.
Indonesia: Elsiver Global Rights
Sue Moorhead, d. 2016. edisi lima Nursing outcomes classification (Noc). Indonesia:
Elsiver Global Rights
RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan NOC NIC

1. Menyusui tidak efektifSetelah diberikan tindakanHealth Education:


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24
kurangnya pengetahuanjam klien menunjukkan 1. Berikan informasi mengenai :
ibu tentang cararespon breast a. Fisiologi menyusui
menyusui yang benar feeding adekuat dengan b. Keuntungan menyusui
indikator: c. Perawatan payudara
d. Kebutuhan diit khusus
 klien mengungkapkan puas e. Faktor-faktor yang menghambat proses menyusui
dengan kebutuhan untuk 2. Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien untuk
menyusui melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan,
 klien mampu cara transportasi sehingga bisa diterima oleh bayi
mendemonstrasikan 4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk melaksanakan
perawatan payudara pemberian Asi eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara,
infeksi payudara
6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien dalam
pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan
informasi/memberikan pelayanan KIA
2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhanPain Management
injuri fisik (luka insisikeperawatan selama 3x24
operasi) jam diharapkan nteri1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
berkurang dengan indicator: karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
1. Pain Level nyeri pasien
2. Pain control, 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
3. Comfort level 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
 Mampu mengontrol nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
(tahu penyebab nyeri,7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
mampu menggunakan tehnik8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk ruangan, pencahayaan dan kebisingan
mengurangi nyeri, mencari9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
bantuan) 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
 Melaporkan bahwa nyeri
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
berkurang dengan
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
menggunakan manajemen
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Mampu mengenali nyeri15. Tingkatkan istirahat
(skala, intensitas, frekuensi16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
dan tanda nyeri) tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
 Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang Analgesic Administration

 Tanda vital dalam rentang 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
normal pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

3. Kurang pengetahuanSetelah dilakukan asuhanTeaching : Disease Process


tentang perawatan ibukeperawatan selama 3x24
nifas dan perawatanjam diharapkan pengetahuan 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
post operasi b/dklien meningkat dengan penyakit yang spesifik
kurangnya sumberindicator: 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
informasi berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Kowlwdge : disease process 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
Kowledge : health Behavior 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
1. Pasien dan keluarga
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
menyatakan pemahaman
tepat
tentang penyakit, kondisi,
7. Hindari jaminan yang kosong
prognosis dan program
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien
pengobatan
dengan cara yang tepat
2. Pasien dan keluarga
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mampu melaksanakan
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
prosedur yang dijelaskan
pengontrolan penyakit
secara benar
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
3. Pasien dan keluarga
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
mampu menjelaskan
kembali apa yang opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
dijelaskan perawat/tim 12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang
kesehatan lainnya. tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

4. Defisit perawatan diriSetelah dilakukan asuhanSelf Care assistane : ADLs


b.d. Kelelahan. keperawatan selama 3x24
jam ADLs klien meningkat 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
dengan indicator: 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Self care : Activity of Daily3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
Living (ADLs) self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
1. Klien terbebas dari bau sesuai kemampuan yang dimiliki.
badan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
2. Menyatakan klien tidak mampu melakukannya.
kenyamanan terhadap6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
kemampuan untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukan ADLs melakukannya.
3. Dapat melakukan ADLS7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
dengan bantuan 8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

5. Risiko infeksi b.dSetelah dilakuakan asuhanInfection Control (Kontrol infeksi)


tindakan invasif,keperawatan selama 3x24
paparan lingkunganjam diharapkan resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
patogen infeksi terkontrol dengan
indicator: 2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
Immune Status 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Knowledge : Infection
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
control
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Risk control 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
1. Klien bebas dari tanda 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
dan gejala infeksi petunjuk umum
2. Mendeskripsikan proses 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
penularan penyakit, kencing
factor yang 11. Tingktkan intake nutrisi
mempengaruhi penularan 12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
serta
penatalaksanaannya, Infection Protection (Proteksi Terhadap Infeksi)
3. Menunjukkan
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
kemampuan untuk
2. Monitor hitung granulosit, WBC
mencegah timbulnya
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
infeksi
4. Batasi pengunjung
4. Jumlah leukosit dalam
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
batas normal
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
5. Menunjukkan perilaku
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
hidup sehat
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
Panggul sempit absolute, Plasenta previa, Rupture uteri mengancam, Partus lama, Partus tak maju, Pre eklamsia dan
hipertensi. Letsu, letak lintang, Gawat janin, Janin besar Janin mati, Syok, anemia berat, Kelainan congenital berat.

Sectio saecarea

Pre Operasi Post Operasi


Insisi

Sistem Hormonal Sistem Respirasi Sistem


Kurang informasi Nyeri akibat His Psikologis Fisiologi
muskuluskeletal
Peningkatan Sputum
Sistem Integumen Prolaktin Menurun
Nyeri Akut
Koping individu Kelemahan fisik
in efektif Ketidakefektifan Gangguan
Diskontinuitas
Menyusui Pola Napas Kurangnya mobilitas
Proses parenting Fase take in jaringan
Gangguan Pola fisik
Tidur Luka Luka Terpapar
Mekanis Fase take hold Lingkungan Luar
Tirah Baring Lama
Kurang Pengetahuan Tidak terpenuhi
Penambahan Perubahan Perkembangan Resiko Kerusakan
Ansietas anggota baru pola peran kuman dan bakteri Infeksi
Kelemahan Fisik integritas kulit

Pendarahan Ketidak mampuasn Perubahan eliminasi uri


miksi Hambatan
Mobilitas Fisik
Regenerasi sel Penurunan Penurunan suplai O2 dan Resiko Aspirasi
darah merah HB sirkulasi

Anda mungkin juga menyukai