Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CONDYLER FEMUR

A. Konsep Penyakit
1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinutitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya. Fraktur femur dapt terjadi di beberapa bagian, bila bagian
kaput, kolum, atau trokhanterik femur yang terkena, dan terjadilah fraktur
panggul. Fraktur juga dapat terjadi pada batang femur dan di daerah lutut
(fraktur suprakondiler dan kondiler) (Brunner & Suddarth, 2013). Fraktur
condyler femur adalah terjadi biasanya antara kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

Gambar 1
2. Anatomi
Tulang femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat yang
dimiliki tubuh yang berfungsi penting untuk mobilisasi atau berjalan. Tulang
femur terdiri dari tiga bagian, yaitu corpus femoris atau diafisis, metafisis
proksimal, dan distal metafisis. Corpus femoris berbentuk tubular dengan
sedikit lengkungan ke arah anterior, yang membentang dari trochanter minor
melebar ke arah condylus Selama menahan berat tubuh, lengkung anterior
menghasilkan gaya kompresi pada sisi medial dan gaya tarik pada sisi lateral.
Struktur femur adalah struktur tulang untuk berdiri dan berjalan, dan femur
menumpu berbagai gaya selama berjalan, termasuk beban aksial,
membungkuk, dan gaya torsial. Selama kontraksi, otot-otot besar mengelilingi
femur dan menyerap sebagian besar gaya.
Gambar 2
3. Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena beberapa diantara lain Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan
lunak ikut mengalami kerusakan sedangkan trauma tidak langsung
apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur
Penyebab fraktur femur antara lain:
a. Fraktur femur terbuka Disebabkan oleh trauma langsung pada paha
b. Fraktur femur tertutup Disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau
keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis (Arif
Muttaqin, 2011).
Selain itu berdasakan besar energi penyebab yaitu:
a. High energy trauma atau trauma karena energi yang cukup
besar, jenis kecelakaan yang menyebabkan terjadinya fraktur
jenis ini antara lain adalah trauma kecelakaan bermotor
(kecelakaan sepeda motor, kecelakaan mobil, pesawat jatuh, dsb);
olahraga—terutama yang olahraga yang berkaitan dengan kecepatan
seperti misalnya: ski, sepeda balap, naik gunung; jatuh, jatuh dari
tempat tinggi; serta luka tembak
b. Low energy trauma atau trauma karena energi yang lemah, karena
struktur femur adalah sturktur yang cukup kuat, ada kecenderungan
trauma karena energi yang lemah lebih disebabkan karena tulang
kehilangan kekuatannya terutama pada orang-orang yang mengalami
penurunan densitas tulang karena osteoporosis penderita kanker
metastasis tulang dan orang yang mengkonsumsi kortikosteroid jangka
panjang juga beresiko tinggi mengalami fraktur femur karena kekuatan
tulang akan berkurang.
c. Stress fracture atau fraktur karena tekanan, penyebab ketiga dari
fraktur femur adalah tekanan atau trauma yang berulang. Trauma jenis
ini mengakibatkan jenis fraktur yang berbeda karena biasanya terjadi
secara bertahap. Trauma tekanan berulang mengakibatkan kerusakan
internal dari struktur arsitektur tulang. Fraktur jenis ini seringkali
terjadi pada atlet atau pada militer yang menjalani pelatihan yang
berat. Fraktur jenis ini biasanya mempengaruhi area corpus femoris.

4. Manifestasi Klinis

a. Nyeri Terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirncang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Gerakan luar biasa Bagian –bagian yang tidak dapat digunkan
cendrung bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti
normalnya.
c. Pemendekan tulang Terjadi pada fraktur panjang. Karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan dibawah tempat fraktur.
d. Krepitus tulang (derik tulang) Akibat gerakan fragmen satu dengan
yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna tulang Akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa
jam atau hari.

5. Patofisiologi
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh
darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah
terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah
periosteum dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon
inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan
vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang,
tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera,
tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang
terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang
yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak
tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ- organ yang
lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang
iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke
interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk
akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan
syndrome compartment. Compartment syndrome yaitu suatu keadaan
peningkatan tekanan jaringan dalam ruang anatomis yang berbatas
menyebabkan penurunan aliran darah yang menimbulkan iskemia disfungsi
unsur mioneural yang ada di dalamnya, ditandai dengan nyeri, kelemahan
otot, hilangnya sensorik, dan ketegangan yang dapat diraba pada ruang
yang bersangkutan. Iskemia dapat menimbulkan nekrosis yang
mengakibatkan gangguan fungsi yang permanen.

6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis


yang lengkap mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan
mekanisme trauma; pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta
pemeriksaan imejing menggunakan foto polos sinar-x.
a. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan
adanya tanda-tanda syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-
organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ
dalam rongga toraks, panggul dan abdomen. Apabila kondisi jiwa
pasien terancam, lakukan resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien.
Setelah kondisi pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi lain,
misalnyapada fraktur patologis sebagai salah satu penyebab terjadinya
fraktur. Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan
skrining awal dilakukan. Berikut adalah langkah pemeriksaan status
lokalis:
1). Inspeksi (Look)
a). Bandingkan dengan bagian yang sehat
b). Perhatikan posisi anggota gerak
c). Keadaan umum penderita secara keseluruhan
d). Ekspresi wajah karena nyeri
e). Lidah kering atau basah
f). Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan
survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ
lain
g). Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
h). Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa
hari
i). Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
j). Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi
2). Palpasi/Raba (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh
karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan palpasi adalah sebagai berikut:
a). Temperatur setempat yang meningkat
b). Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
c). Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
d). Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri
e). femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan
f). anggota gerak yang terkena Refilling(pengisian) arteri pada kuku,
warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.-
g). Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tungkai
3). Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
4). Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus
dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi
dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya
5). Pemeriksaan radiologi Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat
kecurigaan akan adanya fraktur sudah dapat ditegakkan Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan sebagai konfirmasi
adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur,
untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk
melihat benda asing misalnya peluru, dan tentunya untuk
menentukan teknik pengobatan atau terapi yang tepat Pemeriksaan
radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two, yaitu: dua
posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-
posterior dan lateral, dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus
difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur dua
anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke
dua anggota gerak terutama pada fraktur epifisis dua kalidilakukan
foto sebelum dan sesudah reposisi.

8. Komplikasi

Kekakuan pada lutut yang secara perlahan akan berkurang namun tidak
dapat hilang sama sekali. Selain kekakuan pada lutut, fraktur pada femur distal
menjadi faktor presdiposisi terjadinya osteoarthritis. Terutama pada fraktur
yang melewati atikulasio genu, yang mengganggu lapisan kartilago yang
melapisi sendi.

9. Penatalaksanaan

a. Traklsi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut


Pearson, cast bracing, dan spika panggul.

a. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phorc dare
screw dengan berbagai tipe yang tersedia.

B. Konsep Keperawatan

1. Fokus Pengkajian

a. Pemeriksaan Umum

1). Keluhan Utama

Keluhan utama pada fraktur biasanya nyeri dimana pengkajian pada


nyari adalah PQRST
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
trauma bagian pada

Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.

R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha yang


mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi atau
istirahat.

S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien antara 2-


4 pada skala pengukuran 0-4

T (Time)

2). Riwayat Penyakit sekarang

Mengkaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang


paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah berobat
ke dukun patah.

3). Riwayat Penyakit dahulu


Adanya penyakit penyerta seperti kanker.
b. Pemeriksaan Fisik
1). Inspeksi (Look)
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak
Keadaan umum penderita secara keseluruhan
Ekspresi wajah karena nyeri
Lidah kering atau basah
Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei
pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
Perhatikan kondisi mental penderita Keadaan vaskularisasi
2). Palpasi/Raba (Feel) Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena
penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan palpasi adalah sebagai berikut:
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa
palpasi arteri
femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan
anggota gerak yang terkena Refilling(pengisian) arteri pada kuku,
warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.-
Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan
panjang tungkai
3). Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami
trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan
menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh
dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf
4). Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus
dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi
dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk
pengobatan selanjutnya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal,
kerusakan integritas struktur tulang, penurunan kekuatan otot.
c. Defisit perawatan diri (mandi, eliminasi) berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tonjolan tulang.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan fiksasi interna.

3. Intervensi Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC

Hedman, T. Heathrer, kamitsuru, shigemi. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020 edisi 11. Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria, M.et. al.2016. Nursing Intervention Classification (NIC) edisi 6.


Indonesia: Elsiver Global Rights

Sue Moorhead, d. 2016. edisi lima Nursing outcomes classification (Noc). Indonesia:
Elsiver Global Rights

Arif Muttaqin. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
No. Diagnosa Tujuan/KH Intervensi
1. Nyeri akut yang berhubungan Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :
Manajemen Nyeri
dengan agens cedera fisik keperawatan selama x24 jam
a. Kaji nyeri pasien dengan pengkajian nyeri
Definisi: masalah teratasi.
PQRST
Pengalaman sensori dan KH (NOC) :
b. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
emosionaltidak menyenangkan 1). Nyeri skala 0- 2
bekaitan dengan kerusakan 2). TTV ( TD, S, N, RR) mempengaruhi respon pasien terhadap
jaringan aktual atau potensial, 3). Ekspresi nyeri wajah (tidak
ketidaknyamanan (misal suhu ruangan,
atau yang digambarkan sebagai
mengernyit)
kerusakan (International pencahayaan, dan kegaduhan)
Assocition For The Study Of c. Berikan teknik relaksasi
Pain), awitan yang tiba-tiba atau d. Ajarkan manajemen nyeri (misal nafas dalam)
lambat dengan intensitas ringan e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
hingga berat, dengan berakhirnya
analgetik.
dapat diantisipasi atau diprediksi,
dan dengan durasi kurang dari 3
bulan.

2 Hambatan mobilitas fisik Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :


Peningkatan mekanika tubuh (0140)
keperawatan selama x24 jam
1). Edukasi pasien tentang pentingnya postur
Definisi:
masalah teratasi.
Keterbatasan dalam gerakan fisik tubuh yang benar untuk mencegah kelelahan,
KH (NOC) :
atau satu atau lebih ekstermitas
1). Klien meningkat dalam aktivitas ketegangan atau injuri.
secara mandiri dan terarah.
fisik 2). Kaji kesadaran pasien tentang abnormalitas
Batasan karakteristik:
2). Mengerti tujuan dari peningkatan
1. Dispnea setelah beraktivitas muskuluskeletalnya dan efek yang mungkin
mobilitas
2. Gerakan lambat
3). Memverbalisasikan perasaan timbul pada jaringan otot dan postur.
3. Gerakan spastik
dalam meningkatkan kekuatan 3). Membantu posisi tidur yang benar
4. Instabilitas postur
dan kemampuan berpindah 4). Membantu latihan fleksi untuk memfasilitasi
5. Kesulitan membolak-balik
posisi 4). Memperagakan penggunaan alat mobilisasi punggung.
6. Keterbatasan rentang gerak Bantu untuk mobilisasi 5). Kolaborasi dengan fisioterapi
7. Gerakan tidak terkoordinasi 6). ROM
8. Penurunan kemampuan Terapi latihan : ambulasi (0221)
melakukan keterampilan 1). Bantu pasien dengan ambulasi awal
motorik halus dan kasar 2). Sediakan tempat tidur berketinggian rendah
yang sesuai
3). Dorong untuk duduk ditempat tidur, di
samping tempat tidur “menjuntai” atau di
kursi sebagian yang dapat ditoleransi pasien.
3 Defisit perawatan diri mandi Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :
Bantuan perawatan diri : mandi/ kebersihan (1801)
keperawatan selama x24 jam
Definisi 1). Pertimbangkan budaya pasien saat
Ketidak mampuan melakukan masalah teratasi. mempromosikan aktivitas perawatan diri
KH (NOC) : 2). Pertimbangkan usia
pembersihan diri seksama secara 1). Mencuci tangan 3). Tentukan jumlah dan tipe perlengkapan yang
mandiri. 2). Mempertahankan kebersian dibutuhkan, dekatkan dengan pasien (di dekat
tempat tidur)
mulut
4). Sediakan lingkungan yang terapiutek
Batasan karakteristik 3). Mengeramas rambut
5). Monitoring kebersihan kuku, dan kemampuan
1. Ketidak mampuan mengakses 4). Memperhatikan kuku jari tangan
merawat diri pasien.monitoring integritas kuli
kamar mandi
dan kaki.
2. Ketidak mampuan
5). Mempertahankan penampilan
menjangkau sumber air
3. Ketidak mampuan yang rapih
mengeringkan tubuh 6). Mempertahankan kebirsihan
4. Ketidak mampuan mengambil
tubuh.
perlengkapan mandi
5. Ketidak mampuan mengatur
air mandi
6. Ketidak mampuan membasuh
tubuh.

4 Resiko infeksi Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :


Definisi Perlindungan infeksi (6550)
keperawatan selama x24 jam
Rentan mengalami invasi dan 1). Monitor tanda dan gejala terjadinya infeksi
masalah teratasi.
multiplikasi organisme patogenik sitemik dan lokal
KH (NOC) :
2). Monitor kerentanan terhadap infeksi
yang dapat menggangu kesehatan 1). Kemerahan
3). Batasi jumlah pengunjung
2). Vasikel yang tidak mengeras
4). Berikan perawatan yang tepat untuk area yang
permukaannya.
mengalami edema.
3). Cairan yang berbau busuk
5). Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan
4). Demam
6). Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan
5). Nyeri
6). Hilangnya nafsu makan dengan tepat
5 Kerusakan integritas kulit Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :
Definisi Perawatan gips: pemeliharaan (0769)
keperawatan selama x24 jam
Kerusakan pada epidermis dan/ 1). Monitor tanda- tanda infeksi (berbau, warna,
masalah teratasi.
atau dermis demam)
KH (NOC) :
Batasan karakteristik 2). Monitor tanda-tanda gangguan gips pada fungsi
1). Suhu kulit
1. Nyeri akut
2). Sensasi sirkulasi dan neurologis (nyeri, pucat, denyut
2. Gangguan integritas kulit
3). Tekstur
3. Pendarahan nadi lemah, mati rasa, kelumpuhan, dan
4). Kelembapan
4. Benda asing menusuk
5). Perfusi jaringan integritas kulit tekanan) pada ekstermitas yang terpasang.
permukaan kulit
6). Lesi pada kulit 3). Melatih ROM,
5. Hematoma
7). Pengelupasan kulit 4). Intruksikan pasien untuk tidak menggaruk, jika
6. Area panas lokal
7. kemerahan gatal usahakan dengan udar
5). Posisikan gips di atas bantal untuk mengurangi
kekakuan pada bagian lain dari tubuh dengan
menggunakan cast heel off pillow
6). Kompres air es pada 24-36 jam pertama untuk
mengurangi pembekakan dan peradangan
7). Tinggikan ekstermitas yang digips sejajar atau
lebih tinggi dari jantung untuk mengurangi
pembekakan.
Perawatan luka (3660)

1). Angkat balutan dan plester perekat


2). Bersihkan area yang terkena
3). Monitor karakteristik luka, warna, ukuran, bau
4). Ukur luasa luka
5). Besihkan dengan nomal saline atau pembersih
yang tidak beracun
6). Tempatkan area terkena pada air mengalir
7). Oleskan salep yang sesuai
8). Balut luka
9). Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi Patologis

Fraktur condyler femur

Diskontinitas tulang Kerusakan fragmen Pergeseran fregmen tulang Luka Terbuka Kurang
tulang paparan
informasi
Perubahan jaringan Nyeri akut Defomitas Kontaminasi
sekitar Tekanan sumsum lingkungan luar
tulang > kapile Defisit
Defisit perawatan Gangguan fungsi
Resiko infeksi pengetahuan
Laserasi kulit diri mandi moskuloskeletal
Reaksi stres

Melepas katekolamin Imobilitas


Kerusakan Putusnya Spasme otot
integritas pembuluh darah
kulit vena /artreri Memobilisasi asam Risiko Jatuh Hambatan
Pelepasan histamin lemak religiositas

Pendarahan Protein plasma Bergabung dengan Emboli Menyumbat


hilang Hambatan
trombosit pembuluh darah mobilitas fisik
Penurunan Kehilangan
kcardiac output volume cairan Edema Penekanan pembuluh darah Perfusi jaringan
turun
Resiko syok Kekurangan volume cairan
Penurunan oksi
tubuh
hemoglobin Ketidakefektifan perfusi
Gangguan pertukaran gas jaringann perifer

Anda mungkin juga menyukai