Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH

A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya
disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak
dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan (Brunner
& Suddarth, 2002).
Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, misalnya sering terjadi
benturan pada ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula
(Brunner & Suddarth, 2002).
B. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera traumatic
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah
secara spontan
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan,
misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomielitis
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
C. Klasifikasi Fraktur
1. Berdasarkan sifat fraktur
a. Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar
b. Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar
2. Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
a. Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
bergeser dari posisi normal)
b. Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
Misal : - Hair line fraktur
Green stick ® fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain
membengkok
3. Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma
a. Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
b. Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan
akibat dari trauma langsung
c. Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
d. Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
4. Istilah lain
a. Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
b. Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang
tengkorak dan tulang wajah)
c. Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor,
metastasis tulang)
d. Fraktur avulsi
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
(Brunner & Suddarth, 2002).
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.)
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
E. Pathway

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan ronsen: Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2. Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur; juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemqkonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respons stres normal setelah trauma.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel,
atau cedera hati (Doenges, Marlyn, 2000).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan.
Bila dicurigai adanya fraktur penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh
segera sebelum pasien dipindahkan bila pasien yang mengalami cidera harus
dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstrimitas harus
disangga diatas dan di bawah tempat fraktur untuk mencegah gerakan
rotasi/angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian
sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang.
Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah juga dapat dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstrimitas yang sehat sebagai bidai
bagi ekstrimitas yang cidera. Pada fraktur terbuka luka ditutup dengan pembalut
erdih atau steril untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam, jangan
sekali-kali melakukan reduksi fraktur bahkan jika ada fragmen tulang melalui luka.
2. Prinsip Penanganan Reduksi Fraktur
a. Reduksi fraktur, mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Reduksi tertutup, fraksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Metode yang dipilih tergantung pada sifat fraktur tapi
prinsip yang mendasari sama. Reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisiya dengan manipulasi dan traksi
manual.
b. Traksi , digunakan utuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi yang
disesuaikan denganspsme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka, alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya.
d. Imobilisasi Fraktur, setelah direduksi fragmen tulang harus di imobilisasi dan
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal
(gips,pembalutan, bidai, traksi kontinyu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksternal) dan interna ( implant logam ).
e. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dam imoblisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neuroveskuler ( mis. Pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau dan ahli bedah ortopedi
diberi tahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan ,
ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan. Latihan
isometrik dan setting otot diusahaka untuk meminimalkan atrifi disuse dan
meningkatkan peredaran darah. Pengembalian brtahap pada aktifitas semula
diusahakan sesuai dengan batasan terapeutik.
3. Perawatan Pasien Fraktur tertutup
Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahan untuk kembali kepada
aktifitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan
penuh dan mobilitas memerlukan waktu berbulan-bulan. Pasien diajari mengontrol
pembengkaa dan nyeri, mereka diorong untuk aktif dalam batas imoblisasi fraktur .
pengajaran pasien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan, pemantauan
kemungkinan potensial masalah, sdan perlunya supervisi perawatan kesehatan.
4. Perawatan Pasien Fraktur Terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan luka terbuka memanjang sampai
ke permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat resiko infeksi-
osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan penanganan adalah untuk
meminimalkan kemungkina infeksi luka , jaringan lunak da tulang untuk
mempercepat penyembuhan jaringan lunak dan tulang. Pasien dibawa ke ruang
operasi, dilakukan usapan luka, pengangkatan fragmen tulang mati atau mungkin
graft tulang (Brunner & Suddarth, 2002).
H. Komplikasi Fraktur ( Brunner & Suddarth, 2002)
1. Komplikasi Awal
Komplikasi awal lainnya yang berhubungan dengan fraktur adalah syok,
sindrom emboli lemak, sindrom kompartemen, infeksi, tromboemboli, (emboli
paru), yang dapat menyebabkan kematian-beberapa minggu setelah cedera; dan
koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
2. Komplikasi Lambat
a. Penyatuan Terlambat atau Tidak Ada Penyatuan.
b. Nekrosis Avaskuler Tulang.
c. Reaksi terhadap Alat Fiksasi Interna.
I. Jenis Fraktur Ekstremitas Bawah
1. Fraktur Pinggul
Ada insidensi tinggi fraktur pinggul pada lansia, yang tulangnya biasanya
sudah rapuh karena osteoporosis (terutama wanita) dan yang cenderung sering
jatuh. Kelemahan otot kwadrisep, kerapuhan umum akibat usia, dan keadaan yang
mengakibatkan penurunan perfusi arteri ke otak (serangan iskemi transien, anemia,
emboli, dan penyakit kardiovaskuler, efek obat) berperan dalam insidensi
terjadinya jatuh. Klien yang mengalami fraktur pinggul sering mempunyai kelainan
medis yang berhubungan (mis. kardiovaskuler, pulmonal, renal, endokrin).
Klasifikasi fraktur pinggul:
a. Fraktur kolum femur adalah fraktur intrakapsuler.
1) Mekanisme Fraktur
Fraktur intrakapsuler ini (collum femur) dapat disebabkan oleh trauma
langsung (direct) dan trauma tak langsung (indirect).
a) Trauma Langsung (direct)
Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring, dimana daerah
trokanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan)
b) Trauma tak langsung (indirect)
Disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Karena kepala femur terikat kuat dengan ligament iliofemoral dan kapsul
sendi, mengakibatkan fraktur di daerah kolum femur. Pada dewasa muda
apabila terjadi fraktur intrakapsuler (collum femur) berarti traumanya cukup
hebat. Sedangkan kebanyakan pada fraktur kolum ini (intrakapsuler),
kebanyakan terjadi pada wanita tua (60 tahun ke atas) dimana tulangnya
sudah mengalami osteoporotic. Trauma yang dialami oleh wanita tua ini
biasanya ringan (jatuh kepleset di kamar mandi ).
Pada umumnya pembagian klasifikasi fraktur kolum femur berdasarkan :
a) Berdasarkan lokasi anatomi dibagi menjadi tiga :
- Fraktur Subkapital
- Fraktur trans-servikal
- Fraktur basis kolum femur
b) Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi menurut Pauwel :
- Tipe I : Sudut 30°
- Tipe II : Sudut 50°
- Tipe III : Sudut 70 °
c) Berdasarkan dislokasi atau tidak fragmen di bagi menurut Garden :
- Garden I : Incomplete (Impacted)
- Garden II : Fraktur kolum femur tanpa dislokasi
- Garden III : Fraktur kolum femur dengan sebagian dislokasi
- Garden IV : Fraktur kolum femur dan dislokasi total
2) Pemeriksaan Fisik
Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan
berat (tabrakan ). Pada penderita tua biasanya traumannya ringan (kepleset
di kamar mandi ). Penderita tak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada
panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan
juga adanya perpendekan dari tungkai yang cedera. Paha dalam posisi
abduksi dan fleksidan eksorotasi. Pada palpasi sering ditemukan adannya
hematom di panggul. Pada impacted, biasanya penderita masih dapat
berjalan disertai rasa sakit yang tak begitu hebat. Posisi tungkai masih tetap
dalam posisi netral.
3) Pemeriksaan radiologi
Proyeksi anteroposterior dan lateral kadang-kadang diperlukan
aksial. Pada proyeksi anteroposterior kadang-kadang tidak jelas ditemukan
adanya fraktur (pada kasus yang impacted). Untuk ini perlu dengan
pemeriksaan proyeksi aksial.
4) Terapi
Impacted Fraktur
Pada fraktur intrakapsuler terdapat perbedaan pada daerah kolum
femur dibanding fraktur tulang di tempat lain. Pada kolum femur
periosteumnya sangat tipis sehingga daya osteogenesisnya sangat
kecil,sehingga seluruh penyambungan fraktur kolum femur boleh dikata
tergantung pada pembentukan kalus endosteal. Lagipula aliran pembuluh
darah yang melewati kolum femur pada fraktur kolum femur terjadi
kerusakan. Lebih lagi terjadinya hemartrosis akan menyebabkan aliran
darah di sekitar fraktur tertekan alirannya. Maka mudah dimengerti apabila
terjadi fraktur intrakapsuler dengan dengan dislokasi akan terjadi avaskuler
nekrosis.
5) Penanggulangan
Impacted Fraktur
Pada fraktur,kolum femur yang benar-benar impacted dan stabil.
Maka penderita masih dapat berjalan selama beberapa hari. Gejalannya
ringan, sakit sedikit pada daerah panggul. Kalau impactednya cukup kuat,
penderita dirawat 3-4 minggu kemudian diperbolehkan berobat jalan
dengan memakai tongkat selama 8 minggu. Kalau pada X-Ray foto
impacted nya kurang kuat, ditakutkan terjadi disimpacted, penderita di
anjurkan untuk operasi dipasang internal fiksasi. Operasi yang dikerjakan
untuk impacted fraktur biasanya dengan multi pin teknik perkutaneus.

Penanggulangan Dislokasi Fraktur kolum femur


Penderita segera dirawat di Rumah sakit, tungkai yang sakit
dilakukan pemasangan tarikan kulit (skin traction) dengan Buck-extension.
Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang dilanjutkan
dengan pemasangan internal fiksasi. Reposisi yang dilakukan dicoba dulu
dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara yaitu : menurut leadbetter.
Penderita terlentang di meja operasi. Asisten memfiksir pelvis. Lutut dan
coxae dibuat fleksi 90 derajat untuk mengundurkan kapsul dan otot-otot di
sekitar panggul. Dengan sedikit abduksi paha ditarik ke atas, kemudian
dengan pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45 derajat.
Kemudian sendi panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan
gerakan abduksi dan ekstensi. Setelah itu dilakukan test.
Palm heel test : Tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak
tangan. Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi
berarti reposisi berhasil baik.
Setelah reposisi berhasil dilakukan tindakan pemasangan internal
fiksasi dengan teknik multi pin perkutaneus. Kalau reposisi pertama gagal
dapat diulangi sampai tiga kali,dilakukan open reduksi. Dilakukan reposisi
terbuka setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi. Macam-macam alat
internal fiksasi di antaranya : Knowless pin, Cancellous screw dan Plate.
Pada fraktur kolum femur penderita tua (>60 tahun )
penanggulangannya agak berlainan. Bila penderita tidak bersedia dioperasi
atau dilakukan prinsip penanggulangan : do nothing dalam arti tidak
dilakukan tindakan internal fiksasi, caranya penderita di rawat, dilakukan
skin traksi 3 minggu sampai rasa sakitnya hilang. Kemudian penderita
dilatih berjalan dengan menggunakan tongkat (cruth). Kalau penderita
bersedia dilakukan operasi, akan digunakan prinsip pengobatan do
something yaitu dilakukan tindakan operasi artroplasti dengan pemasangan
protese Austine Moore.
6) Komplikasi
Avaskular nekrosis, Non union dan Infeksi.

b. Fraktur intertrokanter femur adalah fraktur ekstrakapsuler.


Merupakan fraktur antara trokanter mayor dan trokanter minor femur.
Fraktur ini termasuk fraktur ekstrakapsular. Banyak terjadi pada orang tua
terutama pada wanita (diatas usia 60 tahun ). Biasanya trauma ringan, jatuh
kepleset,daerah pangkal paha ke bentur lantai. Hal ini dapat dapat terjadi karena
pada wanita tua, tulang sudah mengalami osteoporosis post menopause. Pada
orang dewasa dapat terjadi fraktur ini disebabkan oleh trauma dengan
kecepatan tinggi (tabrakan motor).
1) Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang dibuat oleh para ahli. Tetapi yang banyak
dianut di banyak Negara yaitu klasifikasi dari Evan-massie. Klasifikasi
Evan-Massie dibagi menjadi dua :
a) Stabil
- Garis fraktur intertrochanter-undisplaced
- Garis fraktur intertrochanter displaced menjadi varus
b) Tidak stabil
- Garis fraktur kominutiva dan displaced varus
- Garis fraktur intertrokanter dan subtrokanter
2) Gejala klinis
Biasanya penderita wanita tua dengan riwayat setelah jatuh
kepleset,penderita tak dapat jalan. Pada pemeriksaan kaki yang cedera
dalam posisi eksternal rotasi. Tungkai yang cedera lebih pendek. Pada
pangkal paha sakit dan bengkak.
3) Pemeriksaan radiologi
Dengan proyeksi anteroposterior dan lateral dengan rontgen foto
dapat ditentukan stabil atau tidak stabil jenis patahnya.
4) Penanggulangan
Umumnya fraktur trokanter mudah menyambung kembali karena
daerah trokanter kaya akan avaskularisasi.
Non-Operatif
Dengan balans traksi umumnya memerlukan waktu sampai 12
sampai 16 minggu. Pada penderita yang sudah tua diatas 60 tahun
penanggulanganya dengan traksi akan menimbulkan penyulit yaitu terjadi
komplikasi berupa pneumonia hipostatik,bronkopneumonia,dekubitus,
emboli paru,thrombosis arterifemoralis untuk menghindari hal tersebut di
atas dipilih cara lain dengan jalan operatif. Teknik operasi tergantung tipe
frakturnya stabil atau tidak stabil. Pada fraktur yang tidak stabil dilakukan
tindakan medialisasi menurut Dimon dan Hughston baru dilakukan internal
fiksasi diantaranya dengan Jewett nail atau angle blade plate (Ao)
Pada tipe yang stabil, tidak perlu dilakukan medialisasi, langsung
dilakukan internal fiksasi dengan alat Jawett nail dan angle blade plate (Ao)

c. Fraktur Subtrokanter Femur adalah fraktur ekstrakapsuler.


Fraktur subtrokanter ialah fraktur dimana garis patah berada 5 cm distal
dari trokanter minor. Mekanisme fraktur biasanya karena trauma langsung,
dapat terjadi pada orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan
(jatuh kepleset). Dan pada orang muda biasanya karena trauma dengan
kecepetan.
1) Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang dipakai di antaranya :
- Klasifikasi Zickel
- Klasifikasi Scinshaemer
- Klasifikasi Fielding dan magliato
Yang sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi
Fieldinng dan magliato.
Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trokanter minor
Tipe 2 : Garis patah berada 1 – 2 inch di bawah dari batas atas trokanter
minor
Tipe 3 : Garis patah berada 2 – 3 inch di distal dari batas atas trochanter
minor.
2) Pemeriksaan Fisik
Tungkai bawah yang cedera lebih pendek dan rotasi eksternal
(eksorotasi) di daerah panggul ditemukan hematoma atau ekimosis.
3) Radiologi
Dibuat proyeksi anterioposterior dan lateral. Pada fraktur
subtrokanter dimana trokanternya masih utuh, biasanya kedudukan fragmen
bagian atas dalam posisi abduksi dan fleksi dan fragmen distal dalam posisi
abduksi.
Abduksi karena tarikan dari otot-otot abductor. Fleksi karena tarikan
otot iliopsoas dan adduksi karena tarikan otot adductor magnus.
4) Penanggulangan
Non-operatif
Dengan melakukan skeletal traksi dan system balans dengan posisi
tungkai bagian distal dibuat abduksi dan fleksi.
Penanggulangan ini banyak kelemahannya yaitu mordibitas lama
dan mortalitas yang lebih tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan
penanggulangan operasi.

Operatif
Dengan melakukan open reduksi dan pemasangan internal fiksasi.
Macam-macam alat untuk fiksasi, diantaranya :
a) Angle blade plate (Ao)
b) Jewett nail
c) Sliding compression screw
d) Zickel nail
5) Komplikasi
a) Malunion
b) Non Union

2. Fraktur Batang Femur


Diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur pada orang
dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari kstinggian. Biasanya, klien ini
mengalami trauma multipel yang menyertainya.
Klien datang dengan paha yang membesar, mengalami deformitas dan nyeri
sekali dan tidak dapat menggerakkan pinggul maupun lututnya. Fraktur dapat trans-
versal, oblik, spiral atau kominutif. Sering, klien mengalami syok, karena
kehilangan darah 2 sampai 3 unit ke dalam jaringan, sering terjadi pada fraktur ini.
Terus bertambahnya diameter paha dapat menunjukkan tetap berlangsungnya
perdarahan.
Pengkajian meliputi mengkaji status neurovaskuler ekstremitas, terutama
perfusi peredaran darah kaki. (Denyut nadi poplitea dan kaki dan pengisian kapiler
jari perlu dikaji). Alat pemantau ultrason Doppler mungkin diperlukan untuk
mengkaji aliran darah.
a. Mekanisme trauma
Daerah tulang-tulang ini sering mengalami patah. Biasanya terjadi
karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau
jatuh dari ketinggian. Kebanyakan dialami oleh penderita laki-laki dewasa.
Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak,mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
b. Klasifikasi fraktur batang femur
Salah satu klasifikasi fraktur batang femur dubagi berdasarkan adanya
luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
1) Tertutup
2) Terbuka
Ketentuan terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah
dengan dunia luar. Fraktur terbuka ini dibagi menjadi tiga derajat :
- Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar, timbul luka
kecil,biasanya diakibatkan tusukan fragment tulang dari dalam
menembus ke luar
- Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm), luka ini disebabkan karena
benturan benda dari luar
- Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor,jaringan
lunak banyak yang ikut rusak (otot,saraf,pembuluh darah)

Pada umumnya bentuk penanggulangan fraktur terbuka, dilakukan


tindakan debridement,sebaik-baiknya kemudian penanggulangan untuk
tulangnya sendiri, dilakukan tindakan yang sama seperti pada penanggulangan
fraktur tertutup.
c. Pemeriksaan Fisik
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan
tanda functiolaesa (tungkai bawah tidak dapat diangkat). Nyeri tekan,nyeri
gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi
anterior,rotasi (ekso atau endo). Tungkai bawah ditemukan adanya
perpendekan tungkai. Pada fraktur 1/3 tengah femur, pada pemeriksaan harus
diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya
ligament dari daerah lutut. Kecuali itu juga diperiksa keadaan saraf sciatica dan
arteri dorsalis pedis.
d. Radiologi
Cukup dengan dua proyeksi AP dan LAT. Dalam pembuatan foto harus
mencakup dua sendi : Panggul dan lutut.
e. Penanggulangan
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan skin traksi
dengan metode Buck extension. Atau dilakukan dulu pemakaian Thomas
Splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan skin traksi adalah untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut jaringan
lunak di sekitar daerah yang patah. Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih
pengobatan non operatif atau operatif.
Non-Operatif
Dilakukan skeletal traksi. Yang sering digunakan ialah metode perkin dan
metode balans skeletal traksi.
1) Metode Perkin
a) Digunakan apabila fasilitas peralatan terbatas. Alat yang diperlukan :
Steinman pin, Tali, Beban katrol
b) Penderita tidur terlentang 1-2 jari di bawah tuberositas tibia, dibor
dengan Steinman pin, dipasang staple, ditarik dengan tali. Paha
ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai lebih dari 12
minggu sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai
bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
2) Metode balance skeletal traction
a) Diperlukan alat-alat yang lebih banyak: Thomas splint, Pearson
attachment, Steinman pin, Tali, Katrol, Beban, Frame dan Stapler.
b) Penderita tidur terlentang, 1-2 jari di bawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman pin, dipasang stapler pada Steinman pin. Paha
ditopang dengan Thomas splint, sedangkan tungkai bawah ditopang
oleh Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu
atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Sementara
itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif. Kadang-kadang untuk
mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu kemudian
dipasang gips hemispica atau cast bracing.
Operatif
Pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedullary
nail. Terdapat bermacam-macam intramedullary nail untuk femur, diantaranya :
1) Kuntscher nail
2) Sneider nail
3) Ao nail
Diantara ke tiga nail tersebut yang paling terkenal adalah kuntscher
nail. Pemasangan intramedullary nail dapat dilakukan secara terbuka dan
tertutup.
a) Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit fasia sampai ke tulang yang
patah. Pen dipasang secara retrograde.
b) Cara tertutup yaitu dengan menyayat daerah yang patah. Pen dimasukkan
melalui ujung trokanter mayor dengan bantuan image intersifier (C.arm).
Tulang dapat di reposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragment bagian
distal.
Keuntungan tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas.
Indikasi operatif :
a) Penanggulangan non operatif gagal d Patologik fremur
b) Multipel fraktur e) Orang tua
c) Robeknya arteri femoralis
Komplikasi dini :
Yang segera terjadi dapat berupa : syok dan emboli lemak. Emboli lemak
ini jaranf terjadi
Komplikasi lambat :
Delayed union, Non union, Mal union, Kekakuan sendi lutut dan Infeksi.
Pada non union dapat diatasi dengan tandur alih tulang spongiosa
(autogenesus cancellous bone graft). Kekakuan sendi dimana, sendi lutut
terbatas gerakan (ROM -0-60 atau <) dapat ditolong melakukan operasi
pembebasan perlengkapan otot-otot kuadriseps dan patella.

3. Fraktur Tibia dan Fibula


Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia (dan fibula) yang
terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, atau gerakan
memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula sering terjadi dalam kaitan satu sama
lain. Klien datang dengan nyeri, deformitas, hematoma yang jelas, dan edema
berat. Sering kali fraktur. ini melibatkan kerusakan jaringan-lunak berat karena
jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis.
Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika fungsi
saraf terganggu, klien tak akan mampu melakukan gerakan dorsofleksi ibu jari kaki
dan mengalami gangguan sensasi pada sela jari pertama dan kedua. Kerusakan
arteri tibialis dikaji dengan menguji respons pengisian kapiler. Klien dipantau
mengenai adanya sindrom kompartemen anterior. Gejalanya meliputi nyeri yang
tak berkurang dengan obat dan bertambah bila melakukan fleksi plantar, tegang
dan nyeri tekan otot di sebelah lateral krista tibia, dan parestesia. Fraktur dekat
sendi dapat mengakibatkan komplikasi berupa hemartrosis dan kerusakan ligament
(Brunner & Sudarth, 2002).
a. Fraktur Proksimal Tibia (Bumper fraktur atau fraktur tibia plateau)
Daerah ujung proksimal tibia merupakan tulang yang lemah, terdiri dari
tulang spongiosa dan dibatasi korteks yang tipis. Kecuali pada orang tua
tulangnya secara keseluruhan sudah mengalami osteoporotic. Maka mudah
dimengerti bila terjadi trauma langsung di daerah lutut akan terjadi fraktur
intraartikular tibia(tibia plateau)
1) Mekanisme trauma
Biasanya terjadi trauma langsung dari arah samping lutut, dimana
kakinya masih terfiksir di tanah (orang sedang berjalan ditabrak mobil dari
samping-bumper fraktur). Gaya dari samping ini menyebabkan lutut
didorong sangat kuat kea rah valgus. Hal ini menyebabkan permukaan sendi
bagian lateral tibia (tibia plateau) akan menerima beban yang sangat besar
dan akhirnya menyebabkan fraktur intraartikular atau terjadi amblasnya
permukaan sendi bagian lateral tibia.
Kemungkinan yang lain, penderita jatuh dari ketinggian yang
menyebabkan penekanan vertical pada permukaan sendi tibia. Hal ini akan
menyebabkan patah intrartikular berbentuk T atau Y.
2) Klasifikasi
Menurut Hone M. dan Moore T.M dibagi menjadi lima tipe :
- Split fracture
- Entire plateau fracture
- Rim avulsion
- Rim compression
- Four part fracture
3) Gejala Klinik
Lutut yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit. Kadang-
kadang ditemukan deformitas (varus atau valgus pada lutut). Pada
permukaan lebih aktif, gerak sendi lutut terbatas karena rasa sakit atau
adanya hemartrosis. Varus dan valgus stress test kadang positif. Hal ini
disebabkan karena fragmen tulang yang amblas atau disertai dengan
rupturnya ligament kolateral lateral atau lligament kolateral medial.
4) Radiologi
Cukup dengan membuat dua proyeksi anteroposterior dan lateral.
Dari gambar radiologi dapat ditentukan tipe patahnya.
5) Penanggulangan
Terdiri dari non operatif dan operatif.
Untuk fraktur yang tidak mengalami dislokasi dapat ditanggulangi dengan
beberapa cara, diantaranya dengan memasang :
- Verband elastic (Robert Jones teknik)
- Dengan memasang gip (long leg plaster)
- Skeletal traksi
Skeletal traksi yang biasa digunakan adalah menurut cara Appley.
Caranya : Penderita tidur terlentang. Pada tibia 1/3 proksimal dipasang
Steinman pin, langsung ditarik dengan beban yang cukup (>6kg).
Sementara dilakukan traksi lutut penderita yang cedera dapat digerakkan.
Hal ini penting untuk mencegah terjadinya kekakuan sendi.
Operatif
Apabila terjadi dislokasi yang cukup lebar atau apabila permukaan
sendi tibia amblas lebih dari 8 mm, dilakukan open reduksi dan dipasang
internal fiksasi dengan buttress plate dan cancellous screw.
Pada kasus dimana permukaan sendi tibia amblas,harus dilakukan
rekonstruksi,permukaan yang amblas diangkat kembali ke atas dan bekas
lubangnya diisi dengan tulang spongiosa dari tempat lain (autogenous bone
graft)
6) Komplikasi
a) Kekakuan sendi lutut
Hal ini disebabkan karena terjadinya perlengketan intraartikular dan
perlengketan peri-artikular. Bila terjadi hal tersebut di atas dapat
dilakukan manipulasi dengan pemberian anestesi umum.
b) Lesi dari n.poplitea
Akibat penekanan fragmen tulang atau akibat penekanan gip
c) Artritis post traumatika
Diakibatkan karena permukaan sendi yang tidak rata.

b. Fraktur Tulang Tibia Dan Fibula


Fraktur kruris merupakan terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Melihat
susunan anatomis kruris dimana permukaan medial tibia hanya dilindungi
jaringan subkutan,hal ini menyebabkan mudahnya terjadi fraktur kruris terbuka
yang menimbulkan masalah dalam pengobatan.
1) Anatomi
Terdapat empat grup otot yang penting di kruris yaitu :
a) Otot ekstensor
b) Otot abductor
c) Otot trisep surae
d) Otot fleksor
Keempat grup otot tersebut membentuk tiga kompartemen yaitu:
Group I : Membentuk kompartemen anterior
Group II : membentuk kompartemen lateral
Group III : membentuk kompartemen posterior yang terdiri dari
kompartemen superficial dan kompartemen dalam.
Terdapat tiga arteri yaitu:
a) Arteri tibialis anterior
b) Arteri tibialis posterior
c) Arteri peroneus
Terdapat dua saraf
a) n. Tibialis anterior dan n.Peroneus untuk mensarafi otot ekstensor dan
abductor
b) n. Tibialis posterior dan n.Poplitea untuk mensarafi otot fleksor dan otot
trosep surae.
2) Mekanisme trauma
Trauma langsung dan trauma tidak langsung
a) Trauma langsung-energi tinggi
Akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian lebih dari 4
meter, fraktur yang terjadi biasanya fraktur terbuka.
b) Trauma langsung-energi rendah
Akibat cedera pada waktu olahraga. Biasanya fraktur yang terjadi
fraktur tertutup.
c) Trauma tidak langsung
Diakibatkan oleh gaya gerak tubuh sendiri. Biasanya berupa torsi tubuh
,kekuatan trauma disalurkan melalui sendi. Akibat yang terjadi
biasanya fraktur tibia fibula dengan garis patah spiral dan tidak sama
tinggi pada tibia di bagian distal sedang pada fibula bagian proksimal.
3) Klasifikasi
a) Fraktur tertutup
b) Fraktur terbuka
Ketentuan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang yang
patah dengan dunia luar. Fraktur terbuka ini dibagi menjadi tiga derajat
:
Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar,timbul luka
kecil,biasanya diakibatkan tuskan fragmen tulang dari dalam
menembus luar.
Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm),luka ini disebabkan karena
benturan benda dari luar.
Derajat III : Lukanya lebih luasa dari derajat II,lebih kotor,jaringan
lunak banyak yang ikut rusak (0tot,saraf,pembuluh darah)
Pada umumnya bentuk penanggulangan fraktur terbuka
dilakukan tindakan debridement,sebaik-baiknya kemudian
penanggulangan untuk tulangnya sendiri, dilakukan tindakan yang
sama seperti pada penanggulangan fraktur tertutup.
4) Gejala klinik
Daerah yang patah tampak bengkak. Tampak deformitas angulasi atau
endo/eksorotasi ditemukan nyeri gerak,nyeri tekan pada daerah yang patah.
5) Radiologi
Umumnya cukup dibuat 2 proyeksi anterior posterior dan lateral.
6) Penanggulangan
Fraktur tertutup
Fraktur tertutup dilakukan reposisi tertutup. Imobilisasi dengan gips
Caranya : penderita tidur terlentang diatas meja periksa. Kedua lutut dalam
posisi fleksi 90 derajat, sedangkan kedua tungkai bawah menggantung di
tepi meja.Tungkai bawah yang patah ditarik kea rah bawah. Rotasi
diperbaiki, setelah tereposisi baru dipasang gips melingkar. Ada beberapa
cara pemasangan gips,yaitu :
a) Cara long leg plester :
Imobilisasi cara ini dilakukan dengan pemasangan gips mulai pangkal jari
kaki sampai proksimal femur dengan sendi talokrural dalam posisi netral
sedang posisi lutut dalam fleksi 20 derajat.
b) Cara Sarmiento :
Pemasangan gips dimulai dari jari kaki sampai diatas sendi talokrural
dengan molding sekitar malleolus. Kemudian setelah kering segera
dilanjutkan ke atas sampai 1 inci di bawah tuberositas tibia dengan molding
pada permukaan anterior tibia, gips dilanjutkan sampai ujung proksimal
patella. Keuntungan cara ini : kaki dapat diinjakkan lebih cepat.

Setelah dilakukan reposisi tertutup ternyata hasilnya masih kurang


baik. Masih terjadi angulasi,perpendekan lebih dari 2cm,tidak ada kontak
antara kedua ujung fragmen tulang. Dapat dianjurkan untuk dilakukan open
reduksi dengan operasi dan pemasangan internal fiksasi, diantaranya :
Screw, Plate + screw,dan Tibial nail.

Fraktur Terbuka
Lukanya dilakukan debridement,kemudian tulang yang patah dilakukan
reposisi secara terbuka. Setelah itu dilakukan imobilisasi.
Bermacam-macam cara imobilisasi untuk fraktur terbuka :
Cara Trueta :
a) Luka setelah dilakuakn debridement tetap dibiarkan terbuka,tidak perlu
dijahit. Setelah tulangnya direposisi, gips dipasang langsung tanpa
pelindung kulit kecuali pada derajat SIAS,kalkaneus dan tendo
Achilles.
b) Gips dibuka setelah berbau dan basah
c) Cara ini sudah ditinggalkan orang. Dahulu banyak dikerjakan pada
zaman perang

Cara long leg plaster : Cara seperti ini telah diuraikan di atas. Hanya untuk
fraktur terbuka dibuat jendela setelah beberapa hari di atas luka. Dari lubang
jendela ini luka dirawat sampai sembuh.

Cara dengan memakai pen di luar tulang (Fixateur externa) : Cara ini sangat
baik untuk fraktur terbuka kruris grade III. Dengan cara ini perawatan luka
yang luas di kruris sangat mudah.

Macam-macam bentuk fiksateur externa,diantaranya : Judet fiksateur


eksterna, Roger Anderson Hoffman, dan Screw + Methyl methacrylate
(INOE teknik)
7) Komplikasi
Dini :
Sindrom kompartemen. Komplikasi ini terutama terjadi pada fraktur
proksima tibia tertutup. Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi tungkai bawah yang dapat
mengancam kelangsungan hidup tungkai bawah. Yang palin sering terjadi
yaitu sindrom kompartemen anterior.
Mekanisme : Dengan terjadi fraktur tibia terjadi perdarahan
intrakompartemen,hal ini akan menyebabkan tekanan intrakompartemen
meninggi,menyebabkan aliran balik darah vena terganggu. Hal ini akan
menyebabkan edema. Dengan adanya edema,tekanan intrakompartemen
makin meninggi sampai akhirnya menyumbat arteri di intrakompartemen.
Gejala : rasa sakit pada tungkai bawah dan ditemukan paraestasia.
Rasa sakit akan bertambah bila jari digerakan secara pasif. Kalau hal ini
berlangsung cukup lama dapat terjadi paralise pada otot ekstensor halusis
longus,ekstensor digitorum longus dan tibial anterior. Tekanan
intrakompartemen dapat diukur langsung dengan cara whitesides.
Penanganan : Dalam waktu kurang dari 12 jam harus dilakukan
fasiotomi.
Lanjut :
a) Malunion : Biasanya terjadi pada fraktur yang kominutiva sedang
imobilisasinya longgar,sehingga terjadi angulasi dan rotasi. Untuk
memperbaiki perlu dilakukan osteotomi.
b) Delayed union : Terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti
dengan infeksi atau pada fraktur yang kominutiva. Hal ini dapat diatasi
dengan operasi tandur alih tulang spongiosa.
c) Non union : disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang tibia
disertai dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan bone
grafting menurut cara papineau.
d) Kekakuan sendi : Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang
terlalu lama. Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi
hambatan gerak. Hal ini dapat diatasi dengan fisioterapi.
4. Fraktur Dislokasi Dari Pergelangan Kaki
Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang mengalami
kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh). Bidang gerak sendi pergelangan kaki
hanya terbatas pada satu bidang yaitu untuk pergerakan dorsofleksi dan plantar
fleksi. Maka mudah dimengerti bila terjadi gerakan-gerakan diluar bidang
tersebut,dapat menyebabkan fraktur atau fraktur dislokasi pada daerah pergelangan
kaki.
Bagian yang sering menimbulkan fraktur dan fraktur dislokasi yaitu : gaya
abduksi, adduksi,endorotasi atau eksorotasi.
a. Anatomi pergelangan kaki
Secara anatomi sendi pergelangan kaki,dibentuk oleh 3 tulang yaitu dari
tulang tibia,fibula dan talus. Bagian dinding medial sendi berupa tulang
maelleolus lateralis. Bagian posterior dibatasi oleh tulang tibia yang
melengkun, dan disebut maleolus posterior.
Persendian pergelangan kaki merupakan sendi yang kuat karena
terdapatnya ligament-ligamen yang menghubungkan antara tulang di daerah
tersebut.
Antara maleolus medialis dengan tulang-tulang tarsal, dihubungkan
oleh ligament. Tibio kalkaneal,ligament tibia talar dan ligament tibio navikular.
Ketiga ligament tersebut disebut sebagai ligament deltoid. Antara
maleolus lateral dan tulang tarsal dihubungkan oleh ligament kalkaneofibular
dan ligament talofibular.
Antara tibia dan fibula bagian distal dihubungkan dengan
ligament,tibiofibula anterior dan posterior.
b. Mekanisme trauma
Apabila terjadi gaya abduksi maka akan terjadi dorongan yang
mendorong maleolus lateral. Hal ini akan menyebabkan fraktur dari maleolus
lateral setinggi permukaan sendi atau di atasnya. Sedangkan ujung maleolus
medial tertarik sangat kuat oleh ligament deltoid,menyebabkan fraktur avulse
pada ujung maleolus medialis.
Gaya adduksi : akan mendorong tulang talius pada maleolus medialis
menyebabkan fraktur maleolus medialis di atas permukaan sendi. Sedang gaya
rotasi dari kaki dapat menyebabkan fraktur kedua malleolus disertai robeknya
ligament tibiofibula bagian distal. Atau dapat disertai fraktur malleolus
posterior. Kalau terjadi robekan ligament tibiafibula bagian distal maka tulang
talus akan mengalami dislokasi kea rah lateral.
c. Gejala klinik
Pada fraktur pergelangan kaki penderita akan mengeluh sakit sekali dan tak
dapat berjalan. Di daerah pergelangan kaki sangat bengkak. Bila terjadi fraktur
kedua maleolus akan jelas tampak deformitas.
d. Radiologi
Umumnya dengan proyeksi anteroposterior dan lateral dapat diketahui adanya
fraktur di daerah pergelangan kaki.
e. Penanggulangan
1) Fraktur Malleolus medialis
Dapat dicoba dengan reposisi tertutup. Bila berhasil baik dipertahankan
dengan imobilisasi gips di bawah lutut selama 8 minggu. Bila hasil reposisi
jelek,harus dipikirkan kemungkinan terjadinya interposisi di periosteum
antara kedua fragmen. Untuk hal ini harus dilakukan tindakan
operasi,dipasang internal fiksasi dengan pemasangan screw.
2) Fraktur maleolus lateral
Umumnya dengan melakukan reposisi tertutup hasilnya baik.
Imobilisasi dengan gips di bawah lutut selama 6 minggu.
Fraktur maleolus lateral disertai dengan robeknya ligament deltoid.
Terjadinya fraktur maleolus lateral dan dislokasi dari tulang talus ke lateral.
Pada radiologis jelas tampak jarak maleolus medial dan tulang talus
melebar. Hal ini dapat dicoba ditanggulangi dengan reposisi tertutup. Bila
hasil reposisi tertutup gagal , dilakukan tindakan open reduksi dengan
pemasangan internal fiksasi pada tulang fibula.
Fraktur maleolus lateral dan maleolus medial (Bimalleolus) : terjadi
fraktur maleolus lateral dimana garis patahnya terletak di atas permukaan
sendi pergelangan kaki dan fraktur avulse maleolus medialis. Hal ini dapat
dicoba dengan reposisi tertutup kalau hasilnya jelek dilakukan operasi
reposisi terbuka dengan pemasangan internal pada kedua maleolus.
3) Fraktur trimaleolus (Fraktur maleolus medial lateral dan posteriaor )
Prinsipnya sama dengan penanggulangan fraktur bimaleolus.
f. Komplikasi
1) Kekauan sendi (ankilosis). Hal ini disebabkan karena kerusakan ligament-
ligamen , dapat diatasi dengan melakukan fisioterapi.
2) Mal union : Biasanya pada penanganan non operatif dimana terjadi reposisi
yang tidak tepat. Arteritis post traumatic disebabkan karena mal union.

5. Fraktur Talus
Tulang talus merupakan salah satu tulang yang sangat penting untuk
menahan dan menyebar beban berat badan. Tulang talus sering mengalami fraktur.
1) Mekanisme trauma
Bisa disebabkan trauma yang tak langsung, hal ini terjadi pada
penderita sewaktu mengendarai mobil mengalami kecelakaan dengan
mendadak dan sekuat tenaga kaki menginjak pijakan rem. Posisi kaki secara
mendadak dalam posisi hiperdorsofleksi,hal ini akan menyebabkan fraktur di
daerah leher talus. Atau jatuh dari suatu ketinggian akan menimbulkan gaya
tekan aksial pada tulang talus. Hal ini akan menyebabkan fraktur di daerah
korpus. Kemungkinan yang lain, sewaktu posisi kaki dalam plantar fleksi
terjadi kecelakaan dimana terjadi gaya dorong pada metatarsal diteruskan ke
tulang navikular yang akhirnya menyebabkan fraktur pada kepala talus.
2) Klasifikasi
Berdasarkan lokalisasi garis patah :
a) Fraktur leher talus
b) Fraktur korpus talus
c) Fraktur kepala talus
3) Pemeriksaan fisik
Terasa sakit sekali di daerah pergelangan kaki dan kaki. Daerah
pergelangan kaki dan kaki sangat membengkak.
4) Radiologi
Proyeksi anterioposterior dan obliqus untuk melihat daerah korpus
talus. Proyeksi lateral untuk melihat daerah leher dan kepala talus.
5) Penanggulangan
Bila tidak terjadi dislokasi fragmenya, dilakukan imobilisasi dengan
gips sirkuler di bawah lutut. Gips dipertahankan + 3 bulan sampai terjadi
union. Bila terjadi dislokasi, dicoba dengan melakukan reposisi dalam narkose.
Bila kedudukan berhasil baik,dipasang imobilisasi dengan gips sirkuler di
bawah lutut. Bila kedudukan fragmennya tetap dislokasi,dilakukan operasi
open reduksi difiksasi dengan skrup.
6) Komplikasi
Komplikasinya adalah: Infeksi, Mal union, Avaskuler nekrosis, Delayed union,
dan Artritis post traumatika

6. Fraktur Kalkaneus
Tulang kalkaneus terdiri dari tulang spongiosa,dengan korteks yang tipis.
Pada tulang kalkaneus kaya akan vaskularisasi ,maka mudah dimengerti pada
fraktur kalkaneus mudah terjadi penyembuhan.
1) Mekanisme trauma
Dapat disebabkan daya puntir yang akan menyebabkan terjadinya
fraktur kalkaneus ekstraartikular. Sedangkan daya tekan vertikel akibat jatuh
dari ketinggian akan menyebabkan fraktur intrartikular.
2) Klasifikasi
Ekstrartikular fraktur,dimana garis patahnya tidak menembus
permukaan sendi subtalar. Intraartikular fraktur, dimana garis patah menembus
permukaan sendi subtalar.
3) Pemeriksaan fisik
Rasa sakit dan nyeri tekan di daerah sinus tarsi. Bengkak pada jenis
ekstraartikular tidak begitu jelas. Penderita tak dapat bediri. Pada jenis
intraartikular pembengkakan tumit pada daerah yang patah lebih pendek.
Harus diperhatikan pula kemungkinan adanya nyeri di daerah lumbal
atau dorsolumbal. Kemungkinan adanya fraktur vertebra lumbal atau vertebra
torakalis. Hal ini penting karena menurut carve 10% dari fraktur kalkaneus
diikuti oleh fraktur vertebra lumbal atau vertebra torakal.
4) Radiologi
Proyeksi anteroposterior,proyeksi lateral dan proyeksi aksial
5) Penanggulangan
Pada jenis ekstraartikular,bila tidak terjadi dislokasi garis patahnya
cukup dilakukan imobilisasi dengan gips sirkuler dibawah lutut. Bila terjadi
dislokasi dilakukan reposisi dengan menekan fragmen yang menonjol kea rah
dalam posisi kaki dibuat equines,baru dipasang gips sirkuler di bawah lutut.
Untuk jenis intraartikular dimana permukaan sendi subtalar amblas,harus
dilakukan open reduksi. Yang amblas diangkat kembali dan daerah yang
berlubang ditanam alih tulang spongiosa,setelah itu dilakukan imobilisasi
dengan gips sirkuler di bawah lutut + 6 minggu.
6) Komplikasi
a) Mal union
b) Artritis post traumatic

7. Fraktur Metatarsal
a. Mekanisme trauma
Trauma langsung (direct), karena kejatuhan barang yang cukup berat atau
karena trauma tak langsung (indirect),hal ini dapat terjadi sewaktu kaki
menginjak tanah dengan kuat secara tiba-tiba badan melakukan gerakan putar.
b. Pemeriksaan fisik
Penderita mengeluh sakit di daerah pedis. Tampak pembengkakan dan
ekimosis. Pada palpasi dapat ditemukan nyeri tekan,krepitasi dan nyeri sumbu.
c. Radiologi
1) Proyeksi anteroposterior
2) Proyeksi oblique
3) Proyeksi lateral
d. Penanggulangan
Bila fragmen fraktur tak menglami dislokasi dilakukan imobilisasi
dengan pemasangan gips sirkuler (short walking cast),dipertahankan sampai 4-
6 minggu. Bila terjadi dislokasi terutama pada kepala metatarsal kea rah
plantar harus dilakukan reposisi tertutup. Kalau gagl dilakukan open reduksi
dengan pemasangan internl fiksasi dengan Kirschner wire.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
d. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b) Cape au lait spot (birth mark).
c) Fistulae.
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time Normal > 3 detik
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
e. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri).762
f. Sirkulasi

Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respons terhadap


nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardia (respons stres,
hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera;
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
g. Neurosensori

Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot. Kebas/kesemutan


(parestesis).
Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain).
h. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi


pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak
ada nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
i. Keamanan

Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.


Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
j. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Lingkungan cedera. DRG menunjukkan rerata lama dirawat:


Femur 7,8 hari; panggul/pelvis, 6,7 hari; lain-nya, 4,4 hari bila memerlukan
perawatan di rumah sakit.
Pertimbangan Rencana Pemulangan : Memerlukan bantuan dengan
trasportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan/ perawatan
rumah.
K. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Hambatan pertukaran gas b.d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
L. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d NOC NIC
spasme otot, - Pain Level, Pain Management
gerakan fragmen - Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
tulang, edema, - Comfort level secara komprehensif
cedera jaringan Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
lunak, pemasangan  Mampu mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
traksi, (tahu penyebab nyeri, frekuensi, kualitas dan
stress/ansietas, luka mampu menggunakan faktor presipitasi
operasi. tehnik nonfarmakologi  Observasi reaksi nonverbal
untuk mengurangi nyeri, dari ketidaknyamanan
mencari bantuan)  Gunakan teknik
 Melaporkan bahwa nyeri komunikasi terapeutik
berkurang dengan untuk mengetahui
menggunakan manajemen pengalaman nyeri klien
nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri
 Mampu mengenali nyeri masa lampau
(skala, intensitas,  Evaluasi bersama klien dan
frekuensi dan tanda nyeri) tim kesehatan lain tentang
 Menyatakan rasa nyaman ketidakefektifan kontrol
setelah nyeri berkurang nyeri masa lampau
 Tanda vital dalam rentang  Bantu klien dan keluarga
normal untuk mencari dan
menemukan dukungan
 Kurangi faktor presipitasi
nyeri
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri
2 Hambatan NOC : NIC :
pertukaran gas b.d - Respiratory Status : Gas Airway Management
perubahan aliran exchange  Buka jalan nafas, guanakan
darah, emboli, - Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw
perubahan membran ventilation thrust bila perlu
alveolar/kapiler - Vital Sign Status  Posisikan klien untuk
(interstisial, edema Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
paru, kongesti)  Mendemonstrasikan  Identifikasi klien perlunya
peningkatan ventilasi dan pemasangan alat jalan nafas
oksigenasi yang adekuat buatan
 Memelihara kebersihan  Pasang mayo bila perlu
paru paru dan bebas dari  Lakukan fisioterapi dada
tanda tanda distress jika perlu
pernafasan  Keluarkan sekret dengan
 Mendemonstrasikan batuk atau suction
batuk efektif dan suara  Auskultasi suara nafas,
nafas yang bersih, tidak catat adanya suara
ada sianosis dan dyspneu tambahan
(mampu mengeluarkan  Lakukan suction pada
sputum, mampu bernafas mayo
dengan mudah, tidak ada  Berikan bronkodilator bila
pursed lips) perlu
 Tanda tanda vital dalam  Barikan pelembab udara
rentang normal  Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status
O2
 Respiratory Monitoring
 Monitor rata–rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
 Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal
 Monitor suara nafas, seperti
dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas
utama
 auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3 Hambatan mobilitas NOC : Latihan Kekuatan
fisik b.d kerusakan - Joint Movement : Active  Ajarkan dan berikan
rangka neuromas- - Mobility Level dorongan pada klien untuk
kuler, nyeri, terapi - Self care : ADLs melakukan program latihan
restriktif - Transfer performance secara rutin
(imobilisasi) Kriteria Hasil : Latihan untuk ambulasi
 Klien meningkat dalam  Ajarkan teknik Ambulasi &
aktivitas fisik perpindahan yang aman
 Mengerti tujuan dari kepada klien dan keluarga.
peningkatan mobilitas  Sediakan alat bantu untuk
 Memverbalisasikan klien seperti kruk, kursi
perasaan dalam roda, dan walker
meningkatkan kekuatan  Beri penguatan positif
dan kemampuan untuk berlatih mandiri
berpindah dalam batasan yang aman.
 Memperagakan Latihan mobilisasi dengan
penggunaan alat Bantu kursi roda
untuk mobilisasi (walker)  Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda &
cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
 Dorong klien melakukan
latihan untuk memperkuat
anggota tubuh
 Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang
Benar
 Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg
benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.
 Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program latihan.
4 Gangguan integritas NOC NIC : Pressure Management
kulit b.d fraktur - Tissue Integrity : Skin  Anjurkan klien untuk
terbuka, and Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
pemasangan traksi Kriteria Hasil : longgar
(pen, kawat, sekrup)  Integritas kulit yang baik  Hindari kerutan padaa
bisa dipertahankan tempat tidur
 Melaporkan adanya  Jaga kebersihan kulit agar
gangguan sensasi atau tetap bersih dan kering
nyeri pada daerah kulit  Mobilisasi klien (ubah
yang mengalami posisi klien) setiap dua jam
gangguan sekali
 Menunjukkan  Monitor kulit akan adanya
pemahaman dalam proses kemerahan
perbaikan kulit dan  Oleskan lotion atau
mencegah terjadinya minyak/baby oil pada derah
sedera berulang yang tertekan
 Mampumelindungi kulit  Monitor aktivitas dan
dan mempertahankan mobilisasi klien
kelembaban kulit dan  Monitor status nutrisi klien
perawatan alami  Memandikan klien dengan
sabun dan air hangat
5 Kurang NOC : NIC :
pengetahuan tentang - Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
kondisi, prognosis process  Berikan penilaian tentang
dan kebutuhan - Kowledge : health tingkat pengetahuan klien
pengobatan b.d Behavior tentang proses penyakit
kurang terpajan atau Kriteria Hasil : yang spesifik
salah interpretasi  Klien dan keluarga  Jelaskan patofisiologi dari
terhadap informasi, menyatakan pemahaman penyakit dan bagaimana hal
keterbatasan tentang penyakit, kondisi, ini berhubungan dengan
kognitif, kurang prognosis dan program anatomi dan fisiologi,
akurat/lengkapnya pengobatan dengan cara yang tepat.
informasi yang ada  Klien dan keluarga  Gambarkan tanda dan
mampu melaksanakan gejala yang biasa muncul
prosedur yang dijelaskan pada penyakit, dengan cara
secara benar yang tepat
 Klien dan keluarga  Gambarkan proses
mampu menjelaskan penyakit, dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim  Identifikasi kemungkinan
kesehatan lainnya penyebab, dengna cara
yang tepat
 Sediakan informasi pada
klien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
 Hindari harapan yang
kosong
 Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi tentang
kemajuan klien dengan cara
yang tepat
 Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
 Dukung klien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
 Rujuk klien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
 Instruksikan klien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Ircham Machfoedz. 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, S.C.. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai