Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE INFARK EMBOLI

1. Konsep Penyakit
A. Definisi
Stroke infrak emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya
gumpalan darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, dan
kemudian terbawa arus darah sampai ke otak, kemudian menyumbat
pembuluh darah di otak. (Japardi,2002).
B. Anatomi

Gambar 1. Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak), terdiri atas
Sistem Saraf Pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri
dari cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), brainstem (batang
otak) dan sistem limbik (Smeltzer & Bare, 2010).
a. Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks.
Korteks ditandai dengan sulkus (celah dangkal), fisura (celah
dalam) dan girus (permukaan hemisfer serebral yang memiliki
konvulsi) (Sloane, 2003). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus,
yaitu:
1). Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
ekspresi bicara (area broca di hemisfer kiri), dan emosi. Bagian
ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) yang mengendalikan
kontraksi otot volunter rangka dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor korteks) yang mengendalikan aktivitas
motorik yang terlatih dan berulang, seperti mengetik. (Sloane,
2003). Selain itu terdapat pula area sensori primer dalam girus
postsentral yang ertugas menerima informasi umum berkaitan
dengan nyeri, tekanan, suhu, dan propriosepsi dari tubuh.
Lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif (Smeltzer & Bare, 2010).
2). Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura lateral dan sebelah
posterior dari fisura parieto-oksipitalis (Sloane, 2003). Lobus
ini terdapat area auditori primer berfungsi untuk
mengitrepretasi auditori serta terdapar area wicara wernicle
yang terletah dalam bagain superior lobus temporal yang
berkaiatan dengan pengertian bahasa serta formulasi wicaea,
area wernicle tersebut berhubungan dengan area wicara broca.
Selain itu terdapat pula area olfaktori primer berkaitan dengan
indra penciuman. Secara umum lobus temporalis berperan
dalam mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi
(Smeltzer & Bare, 2010).
3). Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer). Terdaapat area
pengecap primer (gustatori) dimana berfungsi sebafgai persepsi
rasa, Area asosiasi somatik, yang berakitan dengan intrepretasi
bentuk dan tekstur suatu objek (fungsi peraba) (Sloane,2003).

4). Lobus oksipitalis


Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang
ini dengan informasi saraf lain & memori (Sloane, 2003).
b. Sistem limbic
Sistem limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi, aktivitas emsiaonal terutama aktivitas perilaku tidak sadar
(Sloane, 2003). Bersama hipothalamus menimbulkan perubahan
melalui pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom
(White, 2008) Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan
fungsional yang mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan
mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan
hal-hal sebagai berikut:
1). Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan
pada tingkah laku individu.
2). Suatu respon sadar terhadap lingkungan.
3). Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara
tidak sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis
untuk merespon keadaan.
4). Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali
kembali simpanan memori yang diperlukan.
5). Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati,
terutama reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan
6). dengan perilaku seksual.
.

Gambar 2. Lobus otak


c. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Cerebellum memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional
yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain
dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter
secara optimal. Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus
medialis dan lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).
d. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang
saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.Batang otak terdiri dari tiga
bagian menurut (Puspitawati, 2009) yaitu:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi
pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak
sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan
midbrain disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons
berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.

Gambar 3. Brainstem

Otak terbagi menjadi Hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan bertugas
mengendalikan tubuh bagian kiri dan sebaliknya. Hemisfer otak
mengandung banyak nervus yang memiliki fungsi masing-masing dalam
kehidupan. Adapun letak nervus-nervus tersebut dalam hemisfer otak
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4. Letak Nervus pada Hemisfer Otak


C. Etiologi
Stroke dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah
otak yang disebabkan oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebri, etiologi infark emboli adalah (Muttaqin,2008)
1. Penyakit jantung reumatik
2. Infark miokardium
3. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium
5. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher
6. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dan bagian kiri atrium atau ventrikel
7. Infarksio kordis akut
8. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
D. Manifestasi Klinis
1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-
otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan
frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,
isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi
bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
3. Lobus Occipital: defisit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh.
E. Patofisiologi
Stroke infark emboli merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan emboli yaitu katup-katup
jantung yang rusak akibat penyakit jantung reumatik, infark miokardiam,
fibrilasi, dan keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali mengeluarkan embolus-embolus kecil. Endocarditis
oleh bakteri dan nonbakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium (Muttaqin, 2008).
Emboli bisa didapat dari jantung, arteri ekstrakranial atau emboli
paradoksikal yang melalui rongga patent foramen ovale. Punca terdapatnya
emboli kardiogenik adalah thrombus valvular (mitral stenosis, endokarditis),
trombus mural (miokardium infark [MI], atrial fibrilation [AF], severe
congestive heart failure [CHF]) dan atrial myxoma. MI diasosiakan dengan
2-3% kejadian stroke embolik yang 85% terjadi dalam bulan pertama
setelah MI (Muttaqin, 2008). Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta
sehingga emboli yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui
aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan arteri brakhiosefalik. Jaringan
otak sangat sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang
berukuran 1 mm sudah dapat menimbulkan gangguan neurologis yang berat.
Sejumlah tipe material dapat dibawa melalui aliran darah dan berhenti di
sirkulasi serebral menjadi tromboembolus, yang dapat mencetuskan stroke
iskemik. Di antara material tersebut, emboli dari jantung merupakan
penyebab tersering.

F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksan fisik neurologis
a. Saraf Cranial, Pemeriksan saraf cranial meliputi:
1). Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)
Klien disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan apakah
klien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk
hasil yang valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang
berbeda. Klien yang dapat mengenal semua zat dengan baik
disebut daya cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang
disebut hiposmi dan bila tidak dapat mencium sama sekali
disebut anosmi.
2). Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi : Sensorik khusus melihat
Tujuan pemeriksaan :
a). Mengukur ketajaman penglihatan / visus menggunakaan
snellen
b). Pemeriksan lapangan pandangan menggunakan metode
konfrontasi dari donder 1.
c). Memeriksa keadaan papil optic.
3). Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
a). Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan
maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada
titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah
satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada
mata yang lain, atau bila Klien mendongakkan kepal ke
belakang/ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau
mengangkat alis mata secara kronik pula.
b). Gerakan bola mata.
Klien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari
atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekaligus
ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat
ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan
bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya
strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
4). Pemeriksaan N. IV Trokhlearis Fungsi : Somatomotorik
Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter
kecil. Yang diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran
pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil
bila ukuran pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5
mm), bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil
(isikor/sama, aanisokor/tidak sama), dan reak pupil terhadap
cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil, negative bila tidak
ada kontraksi pupil). Dilihat juga apakah terdapat perdarahan
pupil (diperiksa dengan funduskopi).
5). Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensory.
1. Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, yitu
menutup mulut, menggerakkan rahang ke bahwa dan
samping dan membuka mulut.
2. Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas
dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal
dan sebagian mukosa hidung.
3. Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas
rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus
maksilaris dan mukosa hidung.
4. Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas
rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan
lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.
5. Cara pemeriksaan fungsi motorik :
a. Klien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan
kita raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan
besarnya, tonus serta bentuknya.
b. Kemudian Klien disuruh membuka mulut dan
perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi
ke arah yang lumpuh
d. Cara pemeriksaan fungsi sensorik :
1. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri
dan suhu daerah yang dipersyarafi.
2. Periksa reflek kornea
6). Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
Meninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini
menyebabkan lirik mata ke arah temporal. Untuk N. III, IV dan
VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan
otot mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Cara
pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis,
eksoftalmus dan strabismus/juling dan apakah ia cendrung
memejamkan matanya karena diplopia.
2. Untuk menilai m. Levator palpebra, Klien disuruh
memejamkan matanya, kemudia disuruh ia membuka
matanya.
3. Waktu Klien membuka matanya, kita tahan gerakan ini
dengan jalan memegang / menekan ringan pada kelopak
mata.
4. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
5. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan
kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar
atau tidak rata tepinya.
7). Pemeriksaan N. VII FasialisFungsi : Somatomotorik,
viseromotorik, viserosensorik, pengecapan,
somatosensorik.Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat
Klien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat Klien
diam diperhatikan :
1. Asimetri wajah
2. Kelumpuhan nervus VII dapat menyebabkan penurunan
sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta
lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis
bilateral wajah masih tampak simetrik
3. Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang
tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya
4. Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
5. Tes kekuatan otot
a). Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
b). Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri)
kemudian pemeriksa mencoba membuka kedua mata
tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
c). Memperlihatkan gigi (asimetri)
d). Bersiul dan mencucu (asimetri / deviasi ujung bibir)
e). Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan udara dari pipi
masing-masing.
f). Menarik sudut mulut ke bawah.
6. Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang
disentuhkan pada salah satu sisi lidah.
8). Pemeriksaan N. VIII Akustikus/vestibulokoklealis
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber
Cara untuk menilai keseimbangan :
Tes romberg yang dipertajam :
1. Klien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain,
tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain
2. Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
3. Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang
dipertajam selama 30 detik atau lebih
Tes melangkah di tempat
1. Klien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup,
sebanyak 50 langkah dengan kecepatan berjalan seperti
biasa
2. Suruh Klien untuk tetap di tempat
3. Tes abnormal jika kedudukan Klien beranjak lebih dari
1 m dari tempat semula atau badan berputar lebih 30
9). Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
pengecapan, somatosensorik Cara pemeriksaan dengan
menyentuhkan tongs patel keposterior faring Klien. Timbulnya
reflek muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada
reflek muntah.

10). Pemeriksaan N. X Vagus


Fungsi: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
somatosensorik N IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara
Pemeriksaan Fungsi motorik:
1. Klien disuruh menyebutkan aaaaaa
2. Perhatikan kualitas suara Klien, apakah suaranya
normal, berkurang, serak atau tidak sama sekali.
3. Klien disuruh memakan makanan padat, lunak dan
menelan air
4. Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa
menelan / disfagia
5. Klien disuruh membuka mulut
6. Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap
palatum mole, arkus faring dan uvula dalam keadaan
istirahat dan bagaimana pula waktu bergerak, misalnya
waktu bernafas atau bersuara. Abnormal bila letaknya
lebih rendah terhadap yang sehat.
11). Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik (reaksi menerima rangsang).
Cara Pemeriksaan :
1. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus
dilakukan dengan cara :
a. Klien disuruh menggerakkan bagian badan yang
digerakkan oleh otot ini dan kita tahan gerakannya.
b. Kita gerakkan bagian badan Klien dan disuruh ia
menahannya.
c. Dapat dinilai kekuatan ototnya.
2. Lihat otot trapezius
a. apakah ada atropi atau fasikulasi.
b. apakah bahu lebih rendah
c. apakah skapula menonjol
d. Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu Klien
e. Suruh Klien mengangkat bahunya dan kita tahan.
f. Dapat dinilai kekuatan ototnya.
12). Pemeriksaan N. XII Hipoglosus
Fungsi : Somatomotorik
Cara Pemeriksaan :
1. Suruh Klien membuka mulut dan perhatikan lidah
dalam keadaan istirahat dan bergerak
2. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
a. besarnya lidah
b. kesamaan bagian kiri dan kanan
c. adanya atrofi
d. apakah lidah berkerut
3. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di
julurkan
13). Nervus Hipglosus (motorik)
Cara pemeriksaan : Klien disuruh menjulurkan lidah dak
menarik lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal
bila gerakan lidah terkoordinasi dengan baik, parese/miring
bila terdapat lesi pada hipoglosus. selain pemeriksaan
nervus cranialis diatas pemeriksaan fisik lainya seperti
dibawah ini :
1. Refleks Tendon / Periosteum: Refleks Biceps (BPR):
ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk
pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku.

Pemeriksaan Reflek Biceps

2. Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot


triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi. Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi
siku.

Pemeriksaan Reflek Triceps


3. Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella
dengan hammer. Respon : plantar fleksi longlegs
karena kontraksi m.quadrises femoris.

Pemeriksaan Reflek Patela


4. Refleks Achilles (APR): ketukan pada tendon achilles.
Respon: plantar fleksi longlegs karena kontraksi
m.gastroenemius.

Pemeriksaan Reflek Achiles

5. Refleks Patologis
a. Babinsky : penggoresan telapak longlegs bagian
lateral dari posterior ke anterior. Respon : ekstensi
ibu jari longlegs dan pengembangan jari longlegs
lainnya.

Pemeriksaan Reflek Babinski


b. Chadock : penggoresan kulit dorsum pedis bagian
lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke
anterior. Respon : seperti babinsky.

Pemeriksaan Reflek Chaddok


c. Rossolimo-Mendel : pengetukan ada telapak kaki
dan pengetukan dorsum pedis pada daerah os
coboideum.

Pemeriksaan Reflek Rosolimo-Mendel

d. Hoffman : goresan pada kuku jari tengah Klien.


Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi.

Pemeriksaan Reflek Hoffman


2. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin, faal
hati, faal ginjal)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam
serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
3. CT scan
Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling
awal. CT scan dapat memberi hasil tidak memperlihatkan adanya
kerusakan hingga separuh dari semua kasus stroke non hemoragik.
4. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi stroke
non hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada
setiap kasus. Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan
dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.

Gambar 5. Gambaran MRI pada infark arteri


serebri

5. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X
ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian
dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.
6. EEG
Bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark.

Gambar 6. Hasil pemeriksaan EEG

7. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT). Untuk


mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak
oleh pemindaian CT).
H. Komplikasi
a. Dalam hal imobilisasi
1. Infeksi pernafasan (Pneumoni),
2. Nyeri tekan pada dekubitus.
3. Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
1. Nyeri pada punggung,
2. Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
1. Epilepsy
2. sakit kepala
3. Hipoksia serebral
4. Herniasi otak
5. Kontraktur
d. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
Edema serebri, defisit neurologis cenderung memberat, herniasi, infark
miokard, kematian.
e. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari)
Pneumonia akibat imobilisasi lama, infark miokard, emboli paru, stroke
rekuren, nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas.
f. Komplikasi jangka panjang (>14 hari)
Stroke rekuren, infark miokard, penyakit vaskuler perifer.
I. Penatalaksanaan
1. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alterioma
3. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis
atau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
Bila terjadi peningkatan TIK antara lain: hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain : Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg
BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari Infus gliserol 10%
250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
4. Posisi kepala head up (15-30⁰)
5. Menghindari mengejan pada BAB
6. Hindari batuk
7. Meminimalkan lingkungan yang panas.
Sedangkan penatalaksanaan nonfarmakologis pada kondisi akut, dapat
dilakukan dengan menjaga kestabilan TTV dengan cara:
a. Pertahankan kepatenan saluran nafas
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif
2. Konsep Keperawatan
A. Fokus pengkajian
1). Pemeriksaan Umum
a. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran Klien.
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-
obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan
obat (kokain).
e. Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan,
obesitas
f. Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih
seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen
(distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik),
pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
g. Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia)
h. Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot.
2). Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan nervus cranial
Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis dengan
lesi
I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
II: Optikus Penglihatan Amaurosis (buta sesaat)
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga mengecap pada dua
luar; sekresi kelenjar pertiga anterior lidah;
lakrimalis, submandibula mulut kering; hilangnya
dan sublingual; ekspresi lakrimasi; paralisis otot
wajah wajah
VIII: Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging
Vestibulokoklearis terus menerus); vertigo;
nitagmus (gerakan bola
mata yg cepat di luar
kemampuan)
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya
pada faring dan telinga; pengecapan pada sepertiga
mengangkat palatum; posterior lidah; anestesi
sekresi kelenjar parotis pada farings; mulut kering
sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan
pada farings, laring dan menelan) suara parau;
telinga; menelan; fonasi; paralisis palatum
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan
Spinal leher dan bahu otot kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
3). Diagnosa keperawatan
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan penurunan suplai oksigen di otak
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
penurunan sirkulasi ke otak
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan
primer
e. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan fusngsi menelan
4). Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan/KH Intervensi
1. Risiko ketidakefektifan perfusi Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :
jaringan otak keperawatan selama x24 jam Manajemen edema serebral (2540)
Definisi: masalah teratasi. 1). Monitoring adanya kebingungan, perubahan
Rentan mengalami penurunan
KH (NOC) : pikiran, keluhan pusing, pingsan
sirkulasi jaringan otak yang dapat
menganggu kesehatan. 1). Tekanan darah sitolik rentang 2). Monitoring status neurologi dengan ketat dan
yang diharapkan dibandingkan dengan nilai normal.
2). Tekanan darah distolik rentang 3). Monitor TTV
yang diharapkan 4). Monito status pernapasan: frekuensi, irama,
3). Sakit kepala kedalaman, pernapasan
4). Kegelisahan 5). Hindari fleksi leher, atau fleksi eksterm pada
5). Penurunan tingkat kesadaran lutut/panggul
6). Tekanan intrakranial (tidak lebih 6). Hindari valsava manuver
dari 15 mmHg) 7). Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30
derajat atau lebih.
2 Hambatan mobilitas fisik Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan selama x24 jam Peningkatan mekanika tubuh (0140)
Definisi: masalah teratasi. 1). Edukasi pasien tentang pentingnya postur
Keterbatasan dalam gerakan fisik
KH (NOC) : tubuh yang benar untuk mencegah kelelahan,
atau satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri dan terarah. 1). Klien meningkat dalam aktivitas ketegangan atau injuri.
Batasan karakteristik: fisik
2). Kaji kesadaran pasien tentang abnormalitas
1. Dispnea setelah beraktivitas 2). Mengerti tujuan dari peningkatan
2. Gerakan lambat mobilitas muskuluskeletalnya dan efek yang mungkin
3. Gerakan spastik 3). Memverbalisasikan perasaan
timbul pada jaringan otot dan postur.
4. Instabilitas postur dalam meningkatkan kekuatan
5. Kesulitan membolak-balik dan kemampuan berpindah 3). Membantu posisi tidur yang benar
posisi 4). Memperagakan penggunaan alat
4). Membantu latihan fleksi untuk memfasilitasi
6. Keterbatasan rentang gerak Bantu untuk mobilisasi
7. Gerakan tidak terkoordinasi mobilisasi punggung.
8. Penurunan kemampuan
5). Kolaborasi dengan fisioterapi
melakukan keterampilan
motorik halus dan kasar Terapi latihan : ambulasi (0221)
1). Bantu pasien dengan ambulasi awal
2). Sediakan tempat tidur berketinggian rendah
yang sesuai
3). Dorong untuk duduk ditempat tidur, di
samping tempat tidur “menjuntai” atau di
kursi sebagian yang dapat ditoleransi pasien.
3 Hambatan komunikasi verbal Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan selama x24 jam Peningkatan komunikasi : kurang bicara (4976)
Definisi
Penurunan, perlambatan, atau masalah teratasi. 1). Monitor kecepatan bicara, tekanan, kuantitas,
volume, dan diksi
ketiadaan kemampuan untuk KH (NOC) : 2). Instruksikan pasien atau keluarga untuk
menerima, memproses, mengirim 1). Menggunakan bahasa yang menggunakan proses kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang terlibat dalam kemampuan
dan/atau menggunakan symbol. tertulis
bicara
2). Menggunakan bahasa lisan: 3). Sediakan metode alternative menulis atau
Batasan karakteristik membaca dengan cara cepat
vokal, esofagus
1. Defisit penglihatan total 4). Sesuaikan gaya komuniaksi untuk memenuhi
2. Defisit visual partial 3). Kejelasan berbicara kebutugan klien
3. Disorientasi orang, ruang, 5). Jaga lingkungan yang terstruktur dan
4). Menggunakan foto atau gambar
waktu pertahankan rutinitas
4. Dispnea 5). Menggunakan bahasa isyarat 6). Modifikasi lingkungan untuk bisa
5. Gagap memiminalkan kebisingan yang berlebihan dan
6). Menggunakan bahasa non verbal
6. Kesulitan mempertahankan menurunkan distress emosi
komunikasi 7). Instruksikan pasien untuk bicara pelan
7. Kesulitan mengekspresikan 8). Kolaborasi bersama keluarga dan terapi bahasa
pikiran secara verbal (afasia, patologis untuk merencana komunikasi efektif
disfasia, apraksia. Disleksia) 9). Ijinkan pasien untuk sering mendengar suara
8. Kesulitan menyusun kalimat pembicaraan dengan cara yang tepat
9. Kesulitan menyusun kata
(afonia, dislalia, disartria)
10. Pelo
4 Resiko infeksi Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan selama x24 jam Perlindungan infeksi (6550)
Definisi
masalah teratasi. 1). Monitor tanda dan gejala terjadinya infeksi
Rentan mengalami invasi dan KH (NOC) : sitemik dan lokal
multiplikasi organisme patogenik 1). Kemerahan 2). Monitor kerentanan terhadap infeksi
yang dapat menggangu kesehatan 2). Vasikel yang tidak mengeras 3). Batasi jumlah pengunjung
permukaannya. 4). Berikan perawatan yang tepat untuk area
3). Cairan yang berbau busuk yang mengalami edema.
4). Demam 5). Tingkatkan asupan nutrisi dan cairan
5). Nyeri 6). Anjurkan peningkatan mobilitas dan latihan
6). Hilangnya nafsu makan dengan tepat
5 Ketidak seimbangan nutrisi: Tujuan : setelah dilakukan tindakan NIC :
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama x24 jam Manajemen nutrisi (1100)
Definisi masalah teratasi. 1). Kaji adanya alergi makanan
2). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Asupan nutrisi tidak cukup untuk KH (NOC) :
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
memenuhi kebutuhan metabolik 1).Adanya peningkatan berat badan pasien.
sesuai dengan tujuan 3). Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
Batasan karakteristik
2).Berat badan ideal sesuai dengan dan vitamin C
1. Berat badan 20% atau lebih di tinggi badan 4). Berikan substansi gula
bawah rentang berat badan 3).Mampu mengidentifikasi 5). Yakinkan diet yang dimakan mengandung
ideal kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk mencegah konstipasi
2. bising usus hiperaktif 4).Tidak ada tanda tanda malnutrisi 6). Berikan makanan yang terpilih (sudah
3. membran mukosa pucat Tidak terjadi penurunan berat badan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
4. kelemahan otot mengunyah 7). Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
yang berarti
5. kelemahan otot menelan makanan harian.
8). Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
9). Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
10). Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
Monitor nutrisi (1160)
1). Timbang berat badan pasien (BB pasien dalam
batas normal)
2). Monitor adanya penurunan berat badan
3). Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4). Monitor interaksi anak atau orangtua selama
makan
5). Monitor lingkungan selama makan
6). Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
7). Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8). Monitor turgor kulit
9). Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
10). Monitor mual dan muntah
11). Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
12). Monitor makanan kesukaan
13). Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14). Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
15). Monitor kalori dan intake nuntrisi
16). Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
17). Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Jantung

Infark miokard Penyakit Prolas katup mitral Myxoma Fibrasi anterium Selain jantung
katup jantung
Kerusakan Tumor primer jantung
endotel otot Endokadium rusak 1. Aterosklerosis aorta atau
jantung artei lainnya
2. Disseksi karotis atau
Deposit platelet dan fibrin Melekat di dinding vertebro basiler
Penggumpalan
atrium Seperimpase trombus 3. Trombus vena pulmonalis
platelet dan fibrin
4. Lemak, tumor,udara
Pecah 5. Komplikasi pembedahan
Trombus Respon inotropik pada rongga thoraks atau lehe
6. Trombosis vena pelvis
miokard
atau ekstermitas inferior
Pecah
Kontraksi tidak seragam
pada dinding jantung

Pelebaran pembuluh Peregangan struktur


Emboli
darah saat kompensasi intrakranial (durameter
dan pembuluh darah
Aliran darah terganggu
Berniasi otak

Otak kekurangan asupan


oksigen Resepto nyeri:
nosireseptor
Deplesi ATP
Nyeri akut
POMPA Na-K ATPase
gagal
Inflak natrium

Na masuk intrasel Membawa CL dan H2O

Pembengkakan dan osmolosis sel

Glutamat keluar ekstraseluler

Merangsang reseptor glutamat

Ion bermuatan (+) masuk

Merangsang voltage gated calcium

Kelebihan kalsium dalam

Aktifasi enzim protein kinase C, kalmodulin, fosfolipase, nitrit oksidase sintesis,


endonuklease, dan ornitin dekarboksilase

Kerusakan membran neuron

Ikemik Resiko ketidak efektifan perfusi jaringan


serebral
v

Infark di batang otak Infak di cerebrum

Lobus frostal Lobus oksipital Lobus parietal

Defisit kognitif Kelemahan otot Defisit mental dan


Defisit motorik Defisit Visual Defisit bahasa
ekstermitas psikologis

Kerusakan memori Penurunan fungsi Lapang pandang Afasia


Mobilitas terganggu
otot pelvis Penurunan toleransi dan ketajaman
terhadap stress mata menurun
Hambatan
Gangguan pada Kesulitan BAK Hambatan komunikasi
medulla oblongata mobilitas fisik Ansietas Gangguan verbal
persepsi sensorik
Hambatan penglihatan
Kelemahan otot eliminasi urine Distres spiritual
pernapasan
Kesulitan dalam Hambatan
interaksi sosial
mealakukan ADL
Ketidakefektifan Kerusakan otot menelan
pola napas
Defisit perawatan :
Asupan nutrisi menurun mandi, makan,
Gangguan fungsi N. X11 berpakaian, eliminasi
Lobus temporal
BB turun 20% dari BB
Gangguan menelan ideal Defisit penedengaran

Ketidak seimbangan nutrisi: Ganguan persepsi sensori


pendengaran
kurang dari kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai