SKENARIO II
GANGGUAN PADA INTESTINAL
“MATA ANAKKU CEKUNG”
Learning Objective
2) Diare Persisten
a. Terapi cairan sesuai derajat dehidrasi. Atasi kelainan asam basa dan
gangguan elektrolit jika terjadi
b. Pemberian diet sesuai usia dan status gizi. Pada perawatan di rumah
sakit, setidaknya diberikan 11 Kal/KgBB/hari. ASI tidak dihentikan.
c. Suplementasi mikronutrien zink selama 10 hari untuk regenerasi
mukosa usus dengan dosis sebagai berikut :
- Anak usia <6 bulan : 10 mg atau ½ tabelt per hari
- Anak usia ≥ 6 bulan : 20 mg atau 1 tablet per hari
d. Tatalaksana spesifik sesuai etiologi yang mendasari :
- Kasus infeksi : antibiotik sesuai hasil identifikasi bakteri
penyebab.berikan metridinazol 50 mg/Kg PO dibagi 3 dosis selama
5 hari untuk kasus amubiasis dan glardiasis, atau metronidazol 30
mg/KgBB dibagi 3 dosis untuk kasus Clostridium difficile. Pada
kasus infeksi Klebsiela sp. Atau E.coli patogen, berikan antibiotik
sesuai hail uji sensitivitas.
- Kasus intoleransi laktosa : berikan formula/diet bebas laktosa.
- Kasus alergi sus sapi : teruskan ASI dan hindari makanan dari susu
sapi.
- Kasus malabsorpsi : berikan makanan atau formula elemental secara
oral atau pararenteral :
- Kasus antibiotic-induced : hentikan antibiotik dan berikan probiotik
selama 7-10 hari.
- Evaluasi keberhasilan pengobatan : asupan makanan cukup,
penambahan berat badan, diare berkurang, dan tidak ada demam.
Sumber :
Arifputra, A., et al. 2014. Kapita Selektra Kedokteran. 4 th ed. Jakarta :
Media Aesculapius.
4. Epidemiologi
Jawab :
Diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir
di seluruh daerah geografis di dunia. Diare lebih dominan menyerang balita
karena daya tahan tubuhnya yang masih kemah, sehingga sangat rentan
terhadap pemyebabaran bakteri penyebab diare. Diare yang disertai muntah
berkelanjutan akan mengakibatkan dehidrasi (kekurangan cairan) (Wibowo.
2019).
Setiap tahun diperkirakan 4 milyar kasus diare terjadi pada anak
balita di seluruh dunia. Angka mortalitas diare di dunia mencapai 11%
dengan kelompok paling berisiko adalah balita. Menurut World Health
Organization (WHO), tingginya angka mortalitas balita setiap tahunnya
diakibatkan oleh diare. Di Indonesia, setiap anak mengalami diare 2-8 kali
setiap tahunnya dengan rata-rata 3,3 kali. Data nasional Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 100.000 balita
meninggal setiap jamnya, dan 1 balita meninggal setiap 5,5 menitnya. Pada
anak sekolah, kebiasaan mengkonsumsi jajanan secara bebas dan tidak
menerapkan etika sebelum makan yang baik seperti mencuci tangan dapat
menjadi penyebab anak terinfeksi diare (Fahira, 2021).
Berdasarkan survei morbiditas oleh Subit Diare Departemen
Kesehatan pada tahun 2000 sampai 2010, angka kejadian diare di Indonesia
cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2000, kejadian diare terjadi
sebanyak 301/1000 penduduk, tahun 2003 meningkat menjadi 374/1000
penduduk, tahun 2006 meningkat menjadi 423/1000 penduduk, dan tahun
2010 menurun menjadi 411/1000 penduduk. Prevalensi pada anak balita
sebesar 3,5 % dan merupakan kelompok usia dengan penderita terbanyak
sebesar 10,2 % dan prevalensi diare pada anak sekolah sebanyak 52 dari 73
anak atau sebesar 71,2% (Fahira, 2021).
Sumber :
Fahira, N. N.m Sihaloho, E. D., Siregar, A. Y. M. 202. Pengaruh Konsumsi
Air dan Keberadaan Fasilitas Sanitasi Terhadap Angka Diare
pada Anak-Anak di Indonesia. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas. Vol. 6 (2) : 286-292. Viewed on 15 Desember 2021.
From : ejournal2.undip.ac.id.
Wibowo, D., Hardiyanti., Subhan. 2019. Hubungan Dehidrasi dengan
Komplikasi Kejang pada Pasien Diare Usia 0-5 tahun di RSD
Idaman Banjarbaru. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan. Vol. 10 (1) : 112-125. Viewed on 15 Desember
2021. From : ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id.
5. Diagnosis Banding
Jawab :
Adapun diagnosis banding pada diare, yaitu (Gama, 2014) :
Diare cair akut
Kolera
Disentri
Diare persisten
Diare akibat antibiotik
Invaginasi
Sumber :
Gama, H., Nataprawira, H. M. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. 5 th ed. Bandung : Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
6. Komplikasi
Jawab :
Adapun komplikasi pada kasus diare pada anak, yaitu (Arifputra,
2014) :
a. Diare Akut
Dehidrasi
Gangguan elektrolit
Penurunan berat badan
Gagal tumbuh
Diare yang lebih berat dan sering terjadi
b. Diare Persisten
Dehidrasi
Syok hipovolemik
Hipokalemia
Hipoglikemia
Kejang
Malanutrisi energi protein
Sumber :
Arifputra, A., et al. 2014. Kapita Selektra Kedokteran. 4 th ed. Jakarta :
Media Aesculapius.
7. Anatomi Gastrointestinal
Jawab :
Intestinum tenue merupakan bagian terpanjang dari tractus
gastrointestinalis dan terbentang dari ostium pyloricum gaster sampai plica
ileocaecale. Panjangnya sekitar 6-7 meter dengan diameter yang menyempit
dari permulaan sampai ujung akhir, yang terdiri dari duodenum, jejunum, dan
ileum (Drake, 2012).
A. Anatomi
Duodenum
Struktur ini berbentuk seperti huruf C, bersebelahan dengan caput
pancreas, panjangnya sekitar 20-25 cm dan berada di atas umbilicus.
Memiliki lume terlebar dibandingkan bagian intestinum tenue. Struktur ini
terletak retroperitoneale kecuali bagian awalnya, yang dihubungkan
dengan hepar oleh suatu ligamenturn hepatoduodenale, yang merupakan
bagian dari omentum minus (Drake, 2012).
Duodenum terbagi menjadi 4 bagian yaitu pars superior (bagian
pertama) erbentang dari ostium pyloricum gaster sampai collum vesicae
fellea, berada tepat di sisi kanan corpus vertebrae LI, dan berjalan di
anterior ductus choledochus, arteria gastroduodenalis, vena portae hepatis,
dan vena cava inferior. Pars descendens (bagian kedua) duodeni berada
tepat di sisi kanan garis tengah tubuh dan terbentang dari collum vesica
fellea sampai ke tepi bawah vertebra LIII. Permukaan anteriornya disilang
oleh colon transversum, diposteriornya terdapat ren dextra, dan di
medialnya terdapat caput pancreas. Pars inferior/ horizontalis (bagian
ketiga) duodeni adalah bagian yang terpanjang, menyilang vena cava
inferior, aorta, dan columna. Bagian ini disilang di anteriornya oleh arteria
dan vena mesenterica superior. Pars ascendens (bagian keempat) duodeni
berjalan naik pada, atau di sisi kiri dari, aorta sampai kira-kira di tepi atas
vertebra LII dan berakhir sebagai flexura duodenojejunalis (Drake, 2012).
Jejunum
Jejunum dan ileum merupakan dua bagian akhir intestinum tenue.
Jejunum merupakan 2/5 bagian proximal. Sebagian besar jejunum berada
di kuadran kiri atas abdomen dan lebih besar diameternya serta memiliki
dinding yang lebih tebal dibandingkan ileum. Lapisan bagian dalam
mukosa jejunum ditandai dengan adanya banyak lipatan menonjol yang
mengelilingi lumennya (plicae circulares) (Drake, 2012).
Ileum
Ileum menyusun tiga perlima bagian distal intestinum tenue dan
sebagian besar berada di kuadran kanan bawah. Dibandingkan dengan
jejunum, ileum memiliki dinding yang lebih tipis, lipatan-lipatan mucosa
(plicae circulares) yang lebih sedikit dan kurang menonjol, vasa recta yang
lebih pendek, lemak mesenterium lebih banyak, dan lebih banyak arcade
arteriae. Ileum bermuara ke dalam intestinum crassum, tempat caecum dan
colon ascendens bertemu. Daerah pertemuan ini dikelilingi oleh dua
lipatan yang menonjol ke dalam lumen intestinum crassum (plica
ileocaecale). Lipatan-lipatan plica ileocaecale ini bertemu pada ujung-
ujungnya dan membentuk peninggian. Musculature ileum berlanjut sampai
di setiap lipatan, membentuk suatu sphincter (Drake, 2012).
Intestinum crassum terbentang dari ujung distal ileum hingga anus,
panjangnya sekitar 1.5 meter pada orang dewasa. Intestinum crassum
mengabsorbsi cairan dan garam-garam dariisi lumen intestinum, dengan
demikian membentuk fcces, dan terdiri dari caccum, appendix
vermiformis, colon, rectum, dan canalis analis hypochondrium dextra.
Tepat di bawah hepar, intestinum crassum membelok ke kiri, membentuk
flexura coli dextra (flexura hepatica), dan menyeberangi abdomen sebagai
colon transversum menuju regio hypochondrium sinistra. Pada posisi ini.
tepat di bawah lien, intestinum crassum membelok ke bawah, membentuk
flexura coli sinistra (flexura lienalis), dan berlanjut sebagai colon
descendens yang melewati regio Lateralis sinistra menuju regio inguinalis
sinistra. Intestinum crassum memasuki bagian atas cavitas pelvis sebagai
colon sigmoideum, dan berlanjut pada dinding posterior cavitas pelvis
sebagai rectum, dan berakhir sebagai canalis analis (Drake, 2012).
Caecum dan Appendix Vermiformis
Caecum merupakan bagian pertama dari intestinum crassum.
Caecum berada di inferior ostium ileocaecale dan pada fossa iliaca dextra.
Caecum adalah struktur intraperitoneale karena mobilitasnya bukan karena
perlekatannya oleh mesenterium. Caecum berlanjut sebagai colon
ascendens pada tempat pertemuannya dengan ileum dan biasanya
berkontak dengan dinding anterior abdomen. Caecum dapat menyilang
apertura pelvis untuk kemudian terletak di dalam pelvis minor. Appendix
vermiformis melekat pada dinding posteromedial caecum, tepat di inferior
dari ujung ileum (Drake, 2012).
Appendix vermiformis adalah struktur tabung sempit, berongga,
berujung buntu dan berhubungan dengan caecum di ujung yang lain.
Dinding appendix vermiformis memiliki agregasi jaringan lymphaticum
yang luas. dan menggantung pada ileum terminal oleh mesoappendix,
yang berisi vasa appendicularis. Titik perlekatnya dengan caecum
konsisten dengan alur taeniae coli libera yang tampak jelas mengarah ke
basis appendix vermiformis, tetapi lokasi bagian appendix vermiformis
yang lain sangat bervariasi (Drake, 2012).
Colon
Colon terbentang di superior caecum dan terdiri dari colon
ascendens, colon transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum.
Segmen ascendens dan segmen descendens colon terletak retroperitoneale
(sekunder) dan segmen transversum dan segmen sigmoideumnya terletak
intraperitoneale. Pada daerah pertemuan colon ascendens dan colon
transversum ada flexura coli dextra, yang terletak tepat di inferior lobus
dexter hepatis. Serupa, namun membelok lebih tajam (flexura coli sinistra)
terletak di pertemuan antara colon transversum dan colon descendens.
Belokan ini tepat di inferior lien, lebih tinggi dan lebih posterior
dibandingkan flexura coli dextra. dan melekat ke diaphragma oleh
ligamentum phrenicocolicum. Tepat di lateral dari colon ascendens dan
colon descendens terdapat sulci paracolici dextra dan sinistra. Segmen
akhir dari colon (colon sigmoideum) dimulai di atas apertura pelvis
superior sampai ke level vertebra SIII, di sini struktur ini bersinambungan
dengan rectum (Drake, 2012).
Rectum dan Canalis Analis
Bagian setelah colon sigmoideum adalah rectum. Biasanya
pertemuan rectosigmoideum berada pada level vertebra SIII atau pada
ujung mesocolon sigmoideum, karena rectum adalah struktur
retroperitoneale. Canalis analis merupakan kelanjutan dari intestinum
crassum di inferior rectum (Drake, 2012).
B. Fisiologi
Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan
penyerapan berlangsung. Tidak terjadi pencernaan lebih lanjut setelah isi
lumen mengalir melewati usus halus, dan tidak terjadi penyerapan nutrien
lebih lanjut, meskipun usus besar menyerap sejumlah kecil garam dan air.
Usus halus terletak bergelung di dalam rongga abdomen, terbentang antara
lambung dan usus besar. Usus halus dibagi menjadi tiga segmen
duodenum, jejunum, dan ileum (Barrett, 2012).
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum
membentuk kantong buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan usus
besar di katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jari di dasar sekum adalah
apendiks, suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit. Kolon, yang
membentuk sebagian besar usus besar, tidak bergelung seperti usus halus
tetapi terdiri dari tiga bagian yang relatif lurus—kolon asenden, kolon
transversum, dan kolon desenden. Bagian terakhir kolon desenden ber-
bentuk huruf S, membentuk kolon sigmoid (sigrnoid artinya "berbentuk
S"), dan kemudian melurus untuk membentuk rekturn (berarti "lurus")
(Barrett, 2012).
Usus itu sendiri juga berperan membentuk lingkungan cair yang
memungkinkan terjadinya proses pencernaan dan penyerapan. Kemudian,
ketika makanan telah terasimilasi, cairan yang digunakan selama
pencernaan dan penyerapan diklaim kembali oleh transpor balik
menembus epitel untuk menghindari dehidrasi. Air berpindah secara pasif
masuk dan keluar lumen pencernaan, terdorong oleh gradien elektrokimia
yang terbentuk oleh transpor aktif ion-ion dan zat-zat terlarut lainnya.
Pada periode setelah makan, sebagian besar cairan yang diserap kembali
tersebut digerakkan oleh transpor nutrien. Pada periode di antara makan,
mekanisme penyerapan berpusat secara eksklusif di sekitar elektrolit. Pada
kedua keadaan, fluks sekresi cairan terutama didorong oleh transpor aktif
ion klorida ke dalam lumen, meskipun secara keseluruhan absorpsi masih
mendominasi (Sherwood, 2013).
C. Histologi
Usus kecil memiliki tiga regio: duodenum dengan kelenjar mukosa
besar di dalam submukosa yang disebut kelenjar duodenum; jejunum;
dan ileum dengan mukosa besar dan submukosa bercak peyer.
Di semua regio pada mukosa usus halus memiliki jutaan dari
memproyeksi vili, dengan epitel kolumnar sederhana lebih inti dari
lamina propria, dan intervensi tubular sederhana kelenjar usus (atau
kriptus).
Sel punca di kelenjar ini menghasilkan sel-sel kolumnar epitel pada vili,
terutama sel-sel goblet dan enterosit untuk absorpsi nutrien, serta
defensin memproduksi sel Paneth jauh di dalam kelenjar.
Gula dan asam amino diproduksi oleh tahap akhir dari mencerna
karbohidrat dan polipeptida dalam Glikokaliks mengalami transitosis
melalui enterosit untuk serapan oleh kapiler.
Produk dari lipid pencernaan asosiasi dengan garam empedu, yang
diambil oleh enterosit, dan dikonversi ke trigliserida dan lipoprotein
untuk membebaskan sebagai kilomikron dan serapan oleh limfatik yang
disebut lakteal di dalam inti villus masing-masing
Otot polos dari lamina propria dan mukosa muskularis, di bawah
kontrol dari pleksus submukosa (Meissner) autonomik, vili bergerak
dan membantu mendorong getah bening melalui lakteal.
Otot polos di lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar pada
muskularis, di bawah kontrol autonomik pleksus mienterikus
(Auerbach), menghasilkan peristaltik yang kuat.
Usus besar memiliki tiga regio utama: sekum pendek, dengan
appendiks; kolon panjang, dengan asendens, transversal, desendens, dan
bagian sigmoid; serta rektum.
Sekitar seluruh panjang, dari mukosa usus besar memiliki jutaan dari
kelenjar usus tubular pendek sederhana, dilapisi oleh lubrikan sel-sel
goblet dan sel absorptif untuk penyerapan dari air dan elektrolit.
Muskularis dari kolon memiliki lapisan luar longitudinal dibagi menjadi
tiga pita pada otot polos yang disebut teniae coli, yang beraksi dalam
gerakan peristaltik dari feses ke rectum (Mescher, 2013).
Sumber :
Barrett, K.E., Barman, S.M., Biotano, S., et al. 2012. Fisologi Kedokteran
Ganong. Edisi 24. Amerika Serikat: McGraw-Hill.
Drake, R.L., Vogl, W., Mitchell, A.W.M. 2012. Gray’s: Basic Anatomy.
Philadelphia: Elsevier.
Mescher, A.L. 2013. Junqueira’s: Basic Histology Text and Atlas. Thirteenth
Edition. United States: McGraw-Hill.
Sherwood, L. 2013. Introduction To Human Physiology. 8 th ed.
Philadelphia: Brooks/Cole.
BD plasma−1,025
Kebutuhan cairan= x Berat badan ( kg ) x 4 ml
0,001
9. Etiologi
Jawab :
Berikut merupakan etiologi dari kasus diare pada anak, yaitu sebagai
berikut (Arifputra, 2014) :
A. Diare Akut
o Infeksi : virus (rotavirus, adenovirus, norwakil), bakteri (Shigella sp.,
Salmonella sp., E.coli., Vibrio sp., parasit (protozoa : E. hystolytica,
G. lamblia, Balatidium coli; jamur : Candida sp.), infeksi ekstra usus
(otitis media akut, infeksi saluran kemih, pneumonia). Terbanyak
diakibatkan rotavirus sekitar 20-40%.
o Alergi makanan seperti alergi susu sapi, protein kedelai, alergi
multipel;
o Malabsorpsi karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak, dan protein.
o Keracunan makanan (misalnya makanan kaleng akibat Botulinum so.).
o Lain-lain : obat-obatan (antibiotik atau obat lainnya), kelainan
anatomi.
B. Diare Persisten
o Diare osmotik
Intoleransi laktosa sekunder, cow’s milk protein sensitive enteropathy
(CMPSE), sindrom malabsorpsi.
o Diare sekretorik
Bacterial antibiotik-induced, infeksi persisten (Shigella sp.
Cryptosporidium sp., E. colim serta infeksi virus, jamur, dan parasit).
Sumber :
Arifputra, A., et al. 2014. Kapita Selektra Kedokteran. 4 th ed. Jakarta :
Media Aesculapius.
Sumber :
Tim Adaptasi Indonesia. 2011. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Tingkat Pertama di
Kabupaten/Kota. Jakarta : World Health Organization Indonesia.