Anda di halaman 1dari 11

Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI tahun 2011, prinsip tatalaksana diare pada


balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO.
Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan
diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara
untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:

1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

4. Antibiotik Selektif

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

Oralit
a. Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun :¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 tahun : 1 – 1½ gelassetiapkali anak mencret
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kgBB dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
c. Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Anak yang lebih
besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok
setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare
berhenti.
Zinc
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera
saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:
a. Umur < 6 bulan :½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc: Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air
matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
Pemberian antibiotik hanya atas indikasi
Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotic. Antibiotic hanya
digunakan jika ada insikasi seperti diare berdarah atau diare karena kolera,
atau diare yang disertai dengan penyakit lain. Selain resistensi kuman,
pemberian antibiotic yang tidak tepat bisa membunuh flora normal yang
justru dibutuhkan tubuh. Efek samping dari prnggunaan antibiotic yang
tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang
disebabkan antibiotic. Ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi
berupa peningkatan motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan
kotoran atau racun. Perut akan terasa banyak gerakan dan berbunyi. Anti
diare akan menghambat gerakan itu sehingga kotoran yang seharusnya
dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu anti diare dapat
menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus
(terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya karena memerlukan tindakan
operasi. Oleh karena itu anti diare seharusnya tidak boleh diberikan.
Pemberian nasihat
Beri nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara
pemberian oralit, zinc, ASI/makanan dan tanda kapan harus membawa
kembali balita ke petugas kesehatan bila:
a. Diare lebih sering

b. Muntah berulang

c. Sangat haus

d. Makan/minum sedikit

e. Timbul demam

f. Tinja berdarah

g. Tidak membaik dalam 3 hari


Gambar 2.1 Rencana Terapi A : Penanganan Diare di Rumah
Gambar 2.2 Rencana Terapi B : Penanganan Dehidrasi Ringan / Sedang
Gambar 2.3 Rencana Terapi C: Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat
Diare akut pada orang dewasa selalu terjadinya singkat bila tanpa
komplikasi, dan kadang-kadang sembuh sendiri meskipun tanpa pengobatan.
Tidak jarang penderita mencari pengobatan sendiri atau mengobati sendiri dengan
obat-obatan anti diare yang dijual bebas (Guerrant RL, 2001, Procop GW, 2003).
Biasanya penderita baru mencari pertolongan medis bila diare akut sudah lebih
dari 24 jam belum ada perbaikan dalam frekwensi buang air besar ataupun jumlah
feses yang dikeluarkan. Prinsip pengobatan adalah menghilangkan kausa diare
dengan memberikan antimikroba yang sesuai dengan etiologi, terapi supportive
atau fluid replacement dengan intake cairan yang cukup atau dengan Oral
Rehidration Solution (ORS) yang dikenal sebagai oralit, dan tidak jarang pula
diperlukan obat simtomatik untuk menyetop atau mengurangi frekwensi diare.

Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan, memberikan terapi simptomatik,
dan memberikan terapi definitif.

Terapi Rehidrasi

Langkah pertama dalam menterapi diare adalah dengan rehidrasi, dimana


lebih disarankan dengan rehidrasi oral. Akumulasi kehilangan cairan (dengan
penghitungan secara kasar dengan perhitungan berat badan normal pasien dan
berat badan saat pasien diare) harus ditangani pertama. Selanjutnya, tangani
kehilangan cairan dan cairan untuk pemeliharaan. Hal yang penting diperhatikan
agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:

a. Jenis cairan
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih
rendah bila dibandingkan dengan kadar Kalium cairan tinja. Apabila
tidak tersedia cairan ini, boleh diberikan cairan NaCl isotonik.
Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada
setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi
dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di
pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal
agar tidak terjadi dehidrasi dengan berbagai akibatnya. Rehidrasi
oral (oralit) harus mengandung garam dan glukosa yang
dikombinasikan dengan air.
b. Jumlah Cairan
Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan
dapat dihitung dengan memakai Metode Daldiyono berdasarkan
keadaan klinis dengan skor. Rehidrasi cairan dapat diberikan dalam
1-2 jam untuk mencapai kondisi rehidrasi.

Kebutuhan Cairan = Skor / 15 x 10% x kgBB x 1 liter

c. Jalur Pemberian Cairan


Rute pemberian cairan pada orang dewasa terbatas pada oral dan
intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang
komposisinya berkisar antara 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Na
bikarbonat dan 1,5g KCI setiap liternya. Cairan per oral juga
digunakan untuk memperlahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.

Terapi Simtomatik

Pemberian terapi simtomatik haruslah berhati-hati dan setelah benar-benar


dipertimbangkan karena lebih banyak kerugian daripada keuntungannya. Hal yang
harus sangat diperhatikan pada pemberian antiemetik, karena Metoklopropamid
misalnya dapat memberikan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan
ekstrapiramidal. Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tak ada
kontraindikasi dapat dipertimbangkan pemberian Bismuth subsalisilat maupun
loperamid dalam waktu singkat. Pada diare yang berat obat-obat tersebut dapat
dipertimbang dalam waktu pemberian yang singkat dikombinasi dengan
pemberian obat antimikrobial.

Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut
infeksi, karena 40% kasus diare sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare
infeksi, seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi
dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
diare pada pelancong dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotic
dapat secara empiris, tetapi antibiotic spesifik diberikan berdasarkan kultur dan
resistensi kuman.

Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,


terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolic. Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat
pertolongan medis, syok hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul
nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi
ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga
rehidrasi optimal tidak tercapai. Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah
komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia
hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat
setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya
dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial. Sindrom Guillain – Barre,
suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan komplikasi potensial lain,
khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain – Barre menderita
infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan
motorik dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab
sindrom Guillain – Barre belum diketahui. Artritis pascainfeksi dapat terjadi
beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella,
Salmonella, atau Yersinia spp.

Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,


dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.
1. Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education.
2015;42(7):504-8.
2. Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in
Adults WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD
Lawrence Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5
Mar. 2017].
3. Kementrian Kesehatan RI, 2011. Situasi Diare di Indonesia, Buletin Jendela
dan Data Informasi Kesehatan.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II eidsi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
5. WHO, 2009, Diare Akut dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit, Departemen Kesehatan dan Tumbuh Kembang Anak, Genewa-
Swiss hal: 131-155.

Anda mungkin juga menyukai