Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
II.1 Latar Belakang
Ulkus peptikum masih merupakan masalah kesehatan yang penting.
Ulkus peptikum insidennya cukup tinggi di Amerika Serikat, dengan 4 juta
penduduk terdiagnosis setiap tahunnya. Sekitar 20-30 % dari prevalensi
ulkus ini terjadi akibat pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS) terutama yang nonselektif. OAINS digunakan secara kronis pada
penyakit-penyakit yang didasara inflamasi kronis seperti osteoathritis.
Pemakaian kronis ini semakin meningkatkan risiko terjadi ulkus peptikum.

Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan


mempengaruhi kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan (defense) lambung
dan faktor perusak (aggressive) lambung. Kedua faktor ini, pada lambung
sehat, bekerja secara seimbang, sehingga lambung tidak mengalami
kerusakan/luka. Faktor perusak lambung meliputi (1) faktor perusak
endogen/ berasal dari dalam lambung sendiri antara lain HCL, pepsin dan
garam empedu; (2) faktor perusak eksogen, misalnya (obat-obatan, alkohol
dan bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia untuk melawan atau
mengimbangi kerja dari faktor tersebut diatas. Faktor/ sistem pertahanan
pada lambung, meliputi lapisan (1) pre-epitel; (2) epitel; (3) post epitel.

Apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua faktor di atas, baik


faktor pertahanan yang melemah ataupun faktor perusak yang semakin kuat,
dapat mengakibatkan kerusakan pada sel-sel lambung, yang pada akhirnya
akan membentuk ulkus lambung/ peptikum. Pemberian paparan eksogen
yang berlebihan seperti kortikosteroid, OAINS dan kafein dapat memicu
terjadinya ulkus lambung. Lambung memiliki mekanisme penyembuhan
ulkus sendiri. Mekanisme ini merupakan suatu proses kompleks yang
melibatkan migrasi sel, proliferasi, reepitelisasi, angiogenesis dan deposisi
matriks yang selanjutnya akanmembentuk jaringan parut.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
di bawah diafragma.Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung
bentuk-J dan bila penuh berbentuk seperti buah pir raksasa.Kapasitas normal
lambung adalah 1 sampai 2 L. Secara anatomis lambung terbagi atas
fundus,korpus,dan antrum pilorikum atau pilorus.Sebelah kanan atas lambung
terdapat cekungan kurvatura minor,dan bagian kiri bawah lambung terdapat
kurvatur mayor. Sfinter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus
bawah,mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks
isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan
sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum
terminal berelaksasi,makanan masuk ke dalam duodenum,dan ketika
berkontriksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke
dalam lambung.

Lambung tersusun atas empat lapisan.Tunika serosa atau lapisan luar


merupakan bagian dari peritoneum viseralis.Dua lapisan peritoneum viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus
memanjang ke hati,membentuk omentum minus.Lipatan peritoneum yang
keluar dari satu organ ke organ lain disebut sebagai ligamenteum.Jadi omentum
minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis)
menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati.Pada kurvatura
mayor,peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus,yang menutupi
usus halus dari depan seperti sebuah apron besar.

Bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan bukan dua lapis otot
polos:lapisan longitudinal di bagian luar,lapisan sirkular di tengah,dan lapisan

2
oblik di bagian dalam.Susunan serabut otot ini memungkinkan berbagai
macam kombinasi kontraksi yang di perlukan untuk memecah makanan
menjadi partikel-partikel yang kecil,mengaduk dan mencampur makanan
tersebut dengan cairan lambung,dan mendorongnya ke arah duodenum.

Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan


lapisan mukosa dan lapisan muskularis.Jaringan ini memungkinkan mukosa
bergerak dengan gerakan peristaltik.Lapisan ini juga mengandung pleksus
saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.

Mukosa,lapisan dalam lambung,tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal


disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi
makanan.Terdapat beberapa tipe kalenjar pada lapisan ini dan dikategorikan
menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya.Kelenjar Kardia berada
di dekat orifisium kardia dan menyekresikan mukus.Kelenjar fundus atau
gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung.Kelenjar
gastrik memiliki tiga tipe utama sel.Sel-sel zimogenik (chief cell)
menyekresikan pepsinogen.Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana
asam.Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor
intrinsik.Faktor intrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus
halus.Sel-sel mukus di temukan di leher kalenjar fundus dan menyekresikan
mukus.Hormon gastrin di produksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus
lambung.4

Peptic ulcer adalah luka terbuka yang terdapat dibagian dalam lapisan
perut, bagian atas usus kecil, atau esofagus, merupakan satu penyakit yang
biasa dialami oleh kebanyakan orang, tetapi kini penemuan baru membuktikan
bahwa puncak kebanyakan peptic ulcer di perut dan di bagian atas usus kecil
(duodenum) adalah jangkitan kuman atau obat-obatan dan bukannya stres atau
diet.

3
II.2 Patofisiologi Peptic Ulcer

Pada kondisi normal (fisiologis) lambung memiliki sistem proteksi yang


melindungi bagian lambung dari sekret yang dihasilkannya (HCl dan pepsin)
yang bersifat korosif. Keseimbangan dari sistem ini akan menjaga lambung
tetap bekerja sebagaimana mestinya. Sebaliknya, gangguan pada sistem
tersebut akan menimbulkan berbagai dampak yang buruk pada lambung, salah
satu contohnya adalah timbulnya ulkus peptikum. Jadi, ulkus peptikum terjadi
karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (pepsin dan asam lambung)
dengan factor protektif.
1. Faktor Agresif
Merupakan faktor penyebab terjadi kerusakan pada saluran cerna dan
menimbulkan penyakit.
2. Asam Lambung dan Pepsin
Stress dan makanan dapat memicu pelepasan asetilkolin, gastrin dan
histamine yang akan berikatan dengan resptornya, sehingga dapat
mengaktifkan pompa H+/K+ ATPase dan akan mensekresikan Asam (H+) ke
lumen lambung, kemudian H+ akan berikatan dengan Cl- sehingga membentuk
asam lambung (HCl). Sekresi asam dibawah pengaturan basal atau dalam
kondisi puasa. Basal Acid Output (BAO) mengikuti ritme sirkadian yaitu
terjadi peningkatan sekresi asam lambung pada malam hari dan menurun pada
pagi hari, Maximal Acid Output (MAO) dan adanya stimulasi dari makanan.
Ketiga faktor tersebut berbeda tiap individu dalam mempengaruhi sekresi asam
tergantung status 8 psikologis, umur, jenis kelamin dan status kesehatan.
Peningkatan rasio antara BAO:MAO hipersekretory basal pada pasien ZES.2
Pepsinogen merupakan bentuk inaktif dari pepsin yang di sekresikan oleh
sel chief di bagian fundus pada lambung. Pengubahan menjadi bentuk aktif
yaitu pepsin pada pH asam (optimal pH 1,8-3,5) dan dikembali menjadi tidak
aktif pada pH 4 kemudian akan rusak pada pH 7. Pepsin berperan dalam
aktivitas proteolitik bentuk ulkus.2

4
3. Infeksi Helicobacter pylori
Beberapa faktor resiko yang berperan terhadap timbulnya ulkus peptikum
yaitu infeksi Helicobacter Pylori, penggunaan NSAID (Non Steroid Anti
Inflamatory Drug’s) terutama dalam jangka waktu lama dan faktor-faktor lain
sperti stress, kebiasaan merokok, diet, sindrom Zollinger-Ellison, dll.

Gambar 1. Pie chart tentang faktor risiko dari ulkus peptikum.

Dari grafik tersebut terlihat bahwa ada 2 faktor resiko terbesar yang
menimbulkan ulkus peptikum yaitu akibat dari infeksi Helicobacter pylori dan
penggunaan NSAID. Helicobacter pylori adalah bakteri yang berbentuk helic,
spiral-shaped, termasuk golongan bakteri gram negatif, memiliki flagela dan
biasanya hidup diantara lapisan mukus dan apisan epitel dari mukosa.3

A B

Gambar 2.(A) Helicobacter pylori yang diambil dengan mikroskop (yang berwarna biru).
(B) Gambaran umum dari Helicobacter pylori.

5
Timbulnya ulkus peptikum akibat infeksi dari helicobacter pylori terkait
erat dengan kemampuan helicobacter pylori bertahan pada kondisi asam serta
melewati lapisan mukus yang berada pada permukaan mukosa lambung.
Setidaknya ada 2 mekanisme yang mendasari timbulnya ulkus peptikum oleh
infeksi Helicobacter pylori yaitu 3:
a) Produksi enzim urease dan alfa-karbonil anhidrase (α-CA). Enzim
urease akan mengubah urea yang merupakan produk sekresi dari sel-
sel di lambung menjadi amonia dan karbon dioksida. Sedangkan
enzim alfa-karbonil anhidrase akan mengubah karbon dioksida
tersebut menjadi bikarbonat. Adanya amonia dan bikarbonat ini akan
menetralkan lingkungan asam disekitar Helicobacter pylori, selain itu
efek toksik dari amonia terhadap sel akan membuat sel mangalami
kerusakan.

Gambar 3. Helicobacter pylori menembus lapisan mukus dan menyebabkan


kerusakan sel.

b) Pembentukan protein CagA (Cytotoxin associated gene A). Protein


tersebut dapat tersintesa pada sebagian strain Helicobacter pylori.
Strain yang mengekspresikan protein tersebut dapat menembus lapisan
mukus dan melukai mukosa lambung dengan cara menyuntikan
protein tersebut ke dalam sel epitel yang merupakan lapisan terluar dari

6
mukosa lambung. Keadaan ini akan menyebabkan sel epitel
kehilangan mantelyang melindunginya dan akan tercerai-berai dari
ikatan dengan sel pitel lainnya. Mekanisme penyerangan seperti ini
dikenal dengan istilah tigt junction.

Gambar 4. Mekanisme tigt junction

Adanya kerusakan sel yang diakibatkan oleh Helicobacter pylori tersebut


memberi peringatan kepada sitem imun bahwa ada yang salah dengan kondisi
di dalam lambung. Peringatan tersebut difasilitasi oleh cytokin, chemical
messenger yang dibuat oleh sel yang sakit dan mengalami kerusakan. Adanya
peringatan tersebut membuat sistem imun bereaksi dengan mengirim sel-sel
imun ke jaringan yang bermasalah, kehadiran sel-sel imun di jaringan yang
bermasalah tersebut mengakibatkan jaringan tersebut mengalami inflamasi. Sel
imun adalah senjata yang sangat ampuh untuk membunuh bakteri
(Helicobacter pylori), akan tetapi karena sifatnya yang tidak selektif maka
sejumlah sel epitel pun ikut menjadi korban. Selain itu, meskipun sel imun
sudah berusaha keras, ternyata hal tersebut tidak benar-benar membersihkan
jaringan dari infeksi Helicobacter pylori, artinya masih ada Helicobacter pylori
yang tersisa. Helicobacter pylori yang masih tersisa tersebut akan mengulangi

7
prosesnya lagi dari awal, begitu juga dengan sistem imun. Keadaan ini akan
menimbulkan sebuah siklus yang berulang yang pada akhirnya akan
menimbulkan kerusakan mukosa lambung dan sangat mungkin menimbulkan
uklus peptikum. Skema terjadinya ulkus akibat infeksi Helicobacter pylori
diilustrasikan pada gambar 5.2

Gambar 5. Skema terjadinya


ulkus
akibat infeksi
Helicobacter pylori

4. Penggunaan NSAID Non Selektif


Jalur metabolisme asam arakidonat melalui bantuan dua enzim yaitu
ciclooxigenase dan lipoxygenase. Pada prinsipnya efek ulkus yang ditimbulkan
oleh penggunaan obat-obat NSAID dikarenakan penghambatan dari sintesis
prostaglandin melalui penghalangan kerja enzim cyclooxygenase (COX) yang
merubah merubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin
adalah mediator penting dengan beberapa fungsi antara lain sebagai mediator
inflamasi, melindungi lapisan mukosa gastroduodenal dari bahaya asam
lambung, mediator nyeri serta membantu dalam proses pembekuan darah.
Terkait dengan fungsi protektif dari prostaglandin dalam melindungi mukosa
lambung, prostaglandin berperan dalam menstimulasi sekresi mukus dan

8
bikarbonat serta membuat lingkungan yang hidrofobik pada permukaan lapisan
mukosa.Hal tersebut akan melindungi lapisan mukosa dari efek korosif asam
lambung serta efek proteolitik dari pepsin.

Gambar 6. Proses pembentukan prostaglandin dari asam arachidonat.

Cyclooxygenase yang berperan dalam pembentukan prostaglandin dari


asam arachidonat ternyata memiliki 2 mekanisme yang berbeda dalam
mengubah asam arachidonat menjadi prostaglandin. Hal ini karena terdapat 2
bentuk isoformis dari enzim cyclooxygenase itu sendiri, yaitu enzim
cyclooxygenase 1 (COX-1) dan cyclooxygenase 2 (COX-2). Baik COX-1
maupun COX-2 keduanya sama-sama menghasilkan prostaglandin. Hanya saja
terdapat perbedaan fungsi dari prostaglandin yang dihasilkan melalui
mekanisme COX-1 dan COX-2. Prostaglandin yang dihasilkan melalui
mekanisme COX-1 berperan dalam fungsi protektif dari mukosa lambung dan
proses pembekuan darah, sedangkan prostaglandin yang dihasilkan melalui
mekanisme COX-2 berperan dalam proses inflamasi dan timbulnya nyeri.
Obat-obat golongan NSAID yang tidak selektif menghambat kerja dari kedua
enzim cyclooxygenase (COX-1 dan COX-2) tersebut, padahal prostaglandin
yang dihasilkan melalui mekanisme COX-1 berperan penting dalam proses

9
proteksi mukosa lambung. Apabila mekanisme ini dihambat, maka yang terjadi
adalah lambung akan berkurang proteksinya dan tetntunya akan sangat rentan
terhadap efek korosif dari asam lambung dan pepsin. Hal inilah yang kemudian
memicu terjadinya ulkus peptikum.2
5. Faktor lain (stress, diet, kebiasaan merokok, Zollinger-Ellison
syndrome, dll).
Pada sebagian besar kasus ulkus peptikum, penyebab utamanya adalah
karena infeksi dari helicobacter pylori dan penggunaan jangka panjang dari
NSAID. Sedangkan 13 adanya faktor-faktor lain seperti stress, diet, kebiasaan
merokok dan sindrom zollingerellison diduga hanya sebatas faktor pendukung
timbulnya ulkus peptikum. Hal ini terkait dengan mekanismenya yang belum
jelas dalam menimbulkan ulkus peptikum. Hanya saja pasien yang memiliki
faktor-faktor pendukung tersebut memiliki prevalensi yang lebih besar terkena
ulkus peptikum dibanding pasien yang tidak memiliki faktor pendukung
tersebut.1
6. Faktor perlindungan mukosa lambung
Faktor protektif yaitu melalui mekanisme perlindungan dan perbaikan
mukosa lambung, yang dipengaruhi oleh subtansi endogen dan eksogen.
Mekanisme perlindungan mukosa melalui sekresi mucus dan bikarbonat (dapat
menetralkan pH lambung sehingga pepsin dapat rusak), melindungi sel epitel
intrinsic dan memperbaiki aliran darah ke mukosa. Perlindungan mukosa juga
di mediasi adanya pproduksi prostaglandin. Proses motilitas lambung yang
dapat mempercepat waktu pengosongan lambung juga membantu dalam
perlindungan dinding mukosa.2

II.3 Etiologi / Faktor Resiko


Penyebab paling sering terjadinya ulkus peptik adalah :
1. Infeksi Helicobacter Pylori
Sebagian besar tukak lambung terjadi dengan adanya asam dan pepsin
ketika Helicobacter pylori mengganggu pertahanan mukosa dan mekanisme
penyembuhan. Hipersekresi asam adalah mekanisme patogenik yang utama

10
pada tingkat Hypersecretory seperti Zollinger-Ellison syndrome (ZES). Infeksi
Helicobacter pylori dapat menyebabkan gastritis kronik yang menginfeksi
semua individu, kemudian akan berkembang menjadi PUD (sekitar 20%),
kanker gastrik (kurang dari 1%) dan MALT.Semua kasus ulkus duodenum
serta 2/3 dari kasus tukak lambung diperkirakan berhubungan dengan
Helicobacter pylori. Lokasi ulkus berkaitan dengan sejumlah factor etiologi.
Ulkus lambung ringan dapat terjadi dimana saja diperut, meskipun sebagian
besar terletak di lengkung kecil (Lesser curvature) dan mukosa lambung
bagian antral. Proses transmisi Helicobacter pylori dari orang ke orang melalui
tiga jalur yaitu fecaloral,oral-oral dan iatrogenic. Transmisi fecal-oral dapat
terjadi secara langsung dengan menginfeksi seseorang dan tidak langsung
melalui kontaminasi pada makanan atau minuman akibat tangan yang tidak
bersih setelah menyentuh fecal. Transmisi oral-oral merupakan rute karena
Helicobacter pylori telah diisolasi dari lubang mulut. Transmisi secara
iatrogenic yaitu terinfeksi karena menggunakan alat seperti endoskopi.2
2. Penggunaan NonSteroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs)
Di Amerika, NSAIDs yang tidak selektif merupakan salah satu obat yang
sering diresepkan untuk pasien berumur 60 tahun keatas. Angka kejadian yang
sangat besar akibat penggunaan NSAIDs (termasuk aspirin) jangka panjang
berupa gangguan saluran GI. Menggunakan NSAIDs dan infeksi Helicobacter
pylori adalah faktor risiko independen untuk penyakit tukak lambung. Resiko
adalah 5 sampai 20 kali lebih tinggi pada orang yang menggunakan NSAIDs
dibandingkan dengan yang tidak menggunakan. Secara ktahap s, 3-4,5%
kejadian ulkus peptikum pada pasien yang mengalami arthritis karena
penggunaan NSAIDs dan 1,5% diantaranya berkembang serius menjadi
komplikasi (perdarahan saluran cerna, perforasi dan obstruksi ).2 Berikut
golongan obat NSAIDs Non Selektif yang dapat menyebabkan ulkus peptikum:

11
Tabel 1. Golongan obat NSAIDs Non Selektif yang menyebabkan Ulkus Peptikum.

Faktor risiko dari penggunaan NSAIDs yang dapat menginduksi terjadi


ulkus di saluran cerna dan komplikasinya. Komplikasi dapat meningkat pada
pasien yang punya riwayat pernah mengalami ulkus dan perdarahan GI.
Kejadian ulkus dan komplikasinya berhubungan dengan penggunaan dosis

12
NSAIDS, meskipun digunakan dosis rendah misalnya dosis aspirin 81-
325mg/hari untuk kardioprotektif dapat menginduksi ulkus
Tabel 2.Faktors risiko ulkus

3. Stres psikologis
Stress psikologis menjadi faktor penting patogenesis terjadinya PUD yang
kontroversial, namun hasil uji coba gagal membuktikan antara penyebab dan
akibat terjadinya PUD. Kemungkinan emosional pada stress yang memicu
perilaku untuk merokok dan menggunakan NSAID, sehingga hal ini yang dapat
menyebabkan ulkus. Bagaimana stress dapat menyebabkan PUD kemungkinan
dipengaruhi banyak faktor.2
4. Kebiasaan Merokok
Kemungkinan mekanisme yang terjadi akibat merokok sehingga dapat
menginduksi terjadinya PUD adalah penghambatan pengosongan lambung,
penghambatan sekresi bikarbonat dari pankreas, memicu refluks
duodenogastric dan mengurangi produksi Prostaglandin (PG).Meskipun
merokok dapat meningkatkan sekresi asam lambung tapi efeknya tidak
konsisten. Merokok dapat menyebabkan seeorang lebih mudah terinfeksi HP.2
5. Faktor Diet dan Penyakit Lain
Kedua faktor ini belum ada mekanisme patofisiologi yang pasti, beberapa
minuman seperti kopi dan the (mengandung kafein), cola, bir, dan susu dapat
menyebabkan dyspepsia tapi tidak meningkatkan resiko PUD. Kafein dapat
menstimulasi sekresi asam lambung dan alcohol dapat menyebabkan
kerusakan mukosa lambung serta perdarahan GI bagian atas, tapi tidak ada
bukti cukup yang menunjukkan bahwa alcohol dapat menyebabkan ulkus.
Pasien dengan penyakit kronik seperti cystic fibrosis, pancreatitis kronik,
coronary artery disease dapat meningkatkan ulkus pada duodenal.2

13
II.4 Screening / Diagnosis
Diagnosis terutama ditegakkan berdasarkan gejala-gejala karakteristik.
Rasa sakit perut biasanya yang pertama sinyal ulkus peptikum.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin mengobati borok tanpa diagnosis
mereka dengan tes khusus dan amati jika gejala menyelesaikan, yang berarti
diagnosis utama mereka adalah akurat.
Mengkonfirmasikan diagnosis dibuat dengan bantuan tes seperti
endoscopies atau kontras barium x-ray. Tes biasanya memerintahkan jika
gejala tidak menyelesaikan setelah beberapa minggu pengobatan, atau ketika
mereka pertama kali muncul pada orang yang berusia di atas 45 atau yang
memiliki gejala lain seperti penurunan berat badan, karena kanker perut dapat
menyebabkan gejala serupa.
Juga, ketika bisul yang parah menolak pengobatan, terutama jika
seseorang memiliki beberapa ulkus atau borok berada di tempat yang tidak
biasa, dokter mungkin mencurigai kondisi mendasar yang menyebabkan perut
secara berlebihan asam.

Diagnosis ''Helicobacter pylori” dapat dilakukan dengan:

 Uji napas urea (invasif dan tidak memerlukan EGD);


 Budaya langsung dari spesimen biopsi EGD, hal ini sulit untuk dilakukan,
dan dapat mahal. Kebanyakan laboratorium tidak disiapkan untuk
melakukan''H. pylori''budaya;
 Langsung deteksi aktivitas urease dalam spesimen biopsi dengan uji urease
cepat;
 Pengukuran kadar antibodi dalam darah (tidak memerlukan EGD). Hal ini
masih agak kontroversial apakah antibodi positif tanpa EGD cukup untuk
menjamin terapi eradikasi;
 Feses antigen uji;
 Histologis pemeriksaan dan pewarnaan biopsi EGD.

14
Uji napas menggunakan atom karbon radioaktif untuk mendeteksi H.
pylori. Untuk melakukan ujian ini pasien akan diminta untuk minum cairan
tawar yang mengandung karbon sebagai bagian dari zat yang memecah bakteri.

Setelah satu jam, pasien akan diminta untuk meniup ke dalam kantong
yang disegel. Jika pasien terinfeksi H. pylori, sampel nafas akan berisi karbon
dioksida radioaktif. Tes ini memberikan keuntungan untuk dapat memantau
respon terhadap pengobatan yang digunakan untuk membunuh bakteri.
Kemungkinan penyebab lain dari borok, terutama keganasan (kanker
lambung) perlu diingat. Hal ini terutama berlaku dalam borok dari''''lebih besar
(besar) kelengkungan lambung, sebagian besar juga merupakan konsekuensi
dari kronis “H.pylori” infeksi.
Jika perforasi ulkus peptikum, udara akan bocor dari bagian dalam saluran
pencernaan (yang selalu berisi udara segar) ke rongga peritoneum (yang
biasanya tidak pernah berisi udara).
Hal ini menyebabkan "gas bebas" dalam rongga peritoneum. Jika pasien
berdiri tegak, seperti ketika memiliki dada X-ray, gas akan mengapung ke
posisi bawah diafragma.
Oleh karena itu, gas dalam rongga peritoneal, ditampilkan pada sebuah
peti tegak X-ray atau terlentang lateral yang perut X-ray, merupakan pertanda
dari penyakit ulkus peptikum perforasi.

II.5 Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit peptik ulkus sangat bervariasi tergantung pada
etiologinya (H.pylori/NSAID), apakah ulkus awalan atau kambuhan dan
apakah komplikasi peptik ulkus telah muncul. Seluruh terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri akibat ulkus, mengobati ulkus, mencegah kekambuhan dan
menurunkan risiko komplikasi akibat peptik ulkus. Tujuan terapi pada pasien
ulkus dengan infeksi bakteri H. pylori adalah untuk mengeradikasi bakteri H.
pylori dan menyembuhkan ulkus. Kesuksesan eradikasi sangat menentukan
proses penyembuhan ulkus selanjutnya dan dapat mengurangi risiko

15
kekambuhan sebesar ± 10%. Tujuan terapi pada pasien peptik ulkus akibat
penggunaan NSAID adalah untuk menyembuhkan ulkus secepat mungkin.
Pasien dengan faktor risiko tinggi akibat penggunaan NSAID, jika
dimungkinkan maka penggunaan NSAID secepat mungkin harus diganti
dengan agen antiinflamasi yang selektif menghambat enzim COX-2 atau
menggunakan terapi profilaksis untuk menurunkan risiko ulkus serta
komplikasinya.2
Terapi peptik ulkus berfokus pada eradikasi H. pylori untuk pasien dengan
status positif H. pylori dan menurunkan risiko ulkus akibat penggunaan NSAID
serta mencegah komplikasi yang mungkin dapat ditimbulkan. Regimen terapi
yang mengandung : (1) antibakteri seperti klaritromisin, metronidazol dan
amoksisilin, (2) bismuth subsalisilat, (3) agen antisekretori seperti PPI atau
H2RA merupakan regimen obat peptik ulkus yang biasa digunakan untuk
mengatasi gejala ulkus, menyembuhkan ulkus dan mengeradikasi bakteri H.
pylori. PPI, H2RA dan sukralfat dapat digunakan pada pasien dengan status
H. pylori negatif. Terjadinya kekambuhan gejala ulkus masih akan tetap tinggi
apabila penggunaan NSAID tidak dihentikan.Terapi profilaksis dengan PPI
atau misoprostol dapat menurunkan risiko terjadinya ulkus dan komplikasi
saluran cerna bagian atas pada pasien yang menggunakan NSAID. Terapi
penggantian NSAID menjadi penghambat selektif COX-2 sering dilakukan
dalam upaya pencegahan ulkus.2
Modifikasi gaya hidup sangatlah penting untuk pasien dalam upaya
mencegah terjadinya peptik ulkus. Perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan
meliputi pengurangan stress fisiologis dan penghentian kebiasaan merokok.
Terapi tindakan pembedahan sangat diperlukan untuk pasien PUD yang telah
mengalami perdarahan lambung atau komplikasi lainnya seperti terjadinya
perforasi (perlubangan) di area lambung.2
1. TERAPI NONFARMAKOLOGI
Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan oleh pasien PUD dengan cara
menghilangkan atau mengurangi stress fisiologis, menghentikan konsumsi
rokok dan alcohol serta menghentikan pmakaian NSAID yang tidak selektif

16
(termasuk aspirin) jika memungkinkan. Walaupun tidak ada diet khusus untuk
mencegah penyakit peptik ulkus tetapi pasien harus diberikan edukasi untuk
menghindari makanan atau minuman yang dapat memicu dyspepsia atau
memperburuk gejala peptik ulkus. Jika memungkinkan dilakukan penggantian
terapi analgetik NSAID dengan analgetik yang cenderung lebih aman untuk
lambung seperti paracetamol, non asetilsalisilat (salsalate) atau analgetik
penghambat selektif enzim COX-2.2

2. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi tahap pertama untuk pengatasan peptik ulkus dengan paparan
bakteri H. pylori diawali dengan tripel regimen (PPI based three drug
regimen) selama minimal 7 hari tetapi dapat dilanjutkan hingga 10-14 hari.
Jika terapi dengan menggunakan tahap pertama gagal atau tidak mencapai
goal terapi maka dapat digunakan terapi tahap kedua yakni dengan tripel
regimen tetapi menggunakan antibakteri yang berbeda dengan sebelumnya
atau dapat diganti dengan quadripel regimen (bismuth based four drug
regimen) yang terdiri atas bismuth subsalisilat, metronidazol, tetrasiklin dan
PPI (Proton Pump Inhibitor).2
Terapi konvensional dengan menggunakan obat antilkus (H2RA, PPI,
sukralfat) merupakan alternatif terapi dalam mengeradikasi bakteri H. pylori
tetapi tidak disarankan mengingat tingginya risiko kekambuhan peptik ulkus
dan komplikasinya. Kombinasi terapi antara H2RA dengan PPI atau H2RA
dengan sukralfat tidak disarankan untuk mengobati ulkus karena hanya akan
menambah biaya pengobatan tetapi tidak diimbangi dengan efikasi yang
diharapkan. Terapi pemeliharaan dengan PPI atau H2RA direkomendasikan
untuk pasien dengan faktor risiko komplikasi peptik ulkus yang tinggi, pasien
yang gagal menerima terapi eradikasi dan pada pasien dengan status negatif
H. pylori.2
Pasien peptik ulkus akibat penggunaan NSAID harus diperiksa status
paparan bakteri H. pylori terlebih dahulu. Jika pasien memiliki status H. pylori
positif maka terapi harus dimulai dengan tripel regimen. Jika status pasien

17
adalah H. pylori negatif maka terapi peptik ulkus dimulai dengan pemberian
PPI atau H2RA atau sukralfat. Jika penggunaan NSAID tidak dapat dihentikan
maka terapi harus diawali dengan pemberian PPI secara monoterapi untuk
pasien dengan status H. pylori negatif atau tripel regimen untuk pasien dengan
status H. pylori positif. Terapi profilaksis dengan PPI, misoprostol atau
penggantian terapi NSAID dengan penghambat selektif enzim COX-2 sangat
direkomendasikan pada pasien yang memiliki faktor risiko tinggi terkena
komplikasi akibat penyakit peptik ulkus.2

a) Terapi Penyakit Peptik Ulkus akibat Paparan Bakteri H. pilory


Tujuan terapi pada keadaan ini adalah untuk mengeradikasi organisme
penyebab ulkus yakni H. pylori. Terapi yang digunakan untuk
mengeradikasi bakteri H. pylori haruslah efektif, dapat ditoleransi dengan
baik, regimen terapi dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat dan cost-effective. Penggunaan antibakteri, bismuth
subsalisilat atau obat antiulkus lainnya secara monoterapi tidak disarankan
karena tidak dapat mencapai tujuan terapi yakni eradikasi bakteri H.
pylori. Penggunaan antibakteri secara tunggal tidak akan mensukseskan
tujuan eradikasi tetapi bahkan dapat mempercepat kecepatan resistensi
dari antibakteri itu sendiri.2
Regimen obat untuk eradikasi bakteri H. pylori yang direkomendasikan
haruslah mengkombinasikan dua antibakteri dengan satu agen
antisekretori (tripel regimen) atau bismuth subsalisilat dengan dua
antibakteri (berbeda jenis dengan tripel regimen) dan satu agen
antisekretori (quadripel regimen) sehingga dapat meningkatkan kecepatan
eradikasi dan menurunkan risiko resistensi antibakteri. Amoksisilin tidak
boleh digunakan pada pasien dengan status alergi penisilin dan
metronidazol tidak boleh digunakan pada pasien yang mengkonsumsi
alkohol. Bismuth subsalisilat memiliki efek antibakteri lokal. Obat
antisekretori juga dapat meningkatkan efikasi antibakteri karena dapat
meningkatkan aktivitas dan stabilitas dari antibakteri pada suasana pH

18
lambung yang rendah dan dapat meningkatkan konsentrasi antibakteri
karena penurunan volume intragastrik.2

Tripel Regimen Berbasis PPI (Proton Pump Inhibitor)


Tripel regimen berbasis PPI terdiri atas satu agen antisekretori dengan
dua antibakteri yang digunakan sebagai tahap pertama dalam eradikasi
bakteri H. pylori. Kombinasi antara klaritromisin dengan amoksisilin,
klaritromisin dengan metronidazol atau amoksisilin dengan metronidazol
memiliki kemampuan kecepatan eradikasi H. pylori yang serupa.
Kecepatan eradikasi H. pylori dapat ditingkatan apabila dosis klaritromisin
juga ditingkatkan hingga 1,5 g/hari, tetapi peningkatan dosis antibakteri
lainnya tidak dapat meningkatkan kecepatan eradikasi H. pylori.
Kebanyakan si penderita lebih senang memilih memulai terapi dengan
mengombinasikan antibakteri klaritromisin dengan amoksisilin
dibandingkan kombinasi antibakteri klaritromisin dengan metronidazol.
Penggunaan tripel regimen yang mengandung PPI dan kombinasi
klaritromisin dengan metronidazol dilakukan apabila pasien alergi
terhadap antibakteri golongan penisilin.2
Durasi pengobatan pada penyakit peptik ulkus selama 7 hari merupakan
masa minimal untuk mencapai tujuan eradikasi H. pylori. Penggunaan
regimen peptik ulkus yang diperpanjang menjadi 10 hingga 14 hari dapat
meningkatkan kecepatan eradikasi dan menurunkan risiko resistensi
antibakteri. PPI harus diminum 15-30 menit sebelum makan. Pemberian
PPI dosis tunggal kurang efektif dibandingkan pemberian dosis ganda
apabila digunakan untuk eradikasi H. pylori. Penggantian satu jenis agen
PPI dengan jenis PPI yang lainnya dapat dilakukan dan tidak akan
mempengaruhi kecepatan eradikasi H. pylori. Namun demikian substitusi
antara PPI dengan H2RA tidak disarankan karena pada penelitian yang
telah dilakukan menyatakan bahwa kecepatan eradikasi bakteri H. pylori
lebih baik jika menggunakan PPI. Tripel regimen yang digunakan dalam
upaya eradikasi bakteri H. pylori disajikan pada gambar 8.2

19
Quadripel Regimen Berbasis Bismut Subsalisilat
Quadripel regimen berbasis bismuth subsalisilat merupakan terapi
peptic ulkus tahap kedua. Kecepatan eradikasi H. pylori selama 14 hari
terapi dengan pemberian bismuth, metronidazol, tetrasiklin dan H2RA
dirasakan tidak berbeda jauh dengan pemberian tripel regimen obat
berbasis PPI. Peningkatan durasi pengobatan selama 1 bulan tidak secara
substansial meningkatkan kecepatan eradikasi H. pylori. Penggantian
amoksisilin dengan tetrasiklin dapat menurunkan kecepatan eradikasi
H.pylori dan biasanya tidak direkomendasikan. Quadripel regimen yang
mengandung bismuth terbukti efektif dan tidak mahal dibandingkan tripel
regimen, tetapi quadripel regimen juga diketahui dapat meningkatkan
risiko frekuensi terjadinya efek obat yang tidak dikehendaki (Adverse
Drug Reatcion) dan memicu ketidakpatuhan pasien karena jumlah
regimen obat yang digunakan terlalu banyak.2
Terapi tahap pertama pada quadripel regimen yang mengandung PPI,
bismuth, metronidazol dan tetrasiklin dapat memperpendek durasi terapi
menjadi <7 hari. Beberapa bukti menyatakan bahwa quadripel regimen
efektif sebagai terapi peptic ulkus tahap pertama, namun secara umum
quadripel terapi lebih sering digunakan sebagai terapi tahap kedua dalam
pengatasan penyakit peptik ulkus. Seluruh obat dalam regimen terapi
peptik ulkus kecuali PPI harus digunakan setelah makan atau bersama
dengan makanan. Quadripel regiman yang digunakan dalam upaya
mengeradikasi bakteri H. pylori tersaji pada gambar 8.2

20
b) Faktor faktor yang Berkontribusi pada Kegagalan Eradikasi Bakteri
H pillory

Gambar 8. Regimen terapi pada penyakit peptik ulkus

Faktor-faktor yang berkontribusi dalam kegagalan terapi eradikasi


antara lain tingkat kepatuhan pasien, adanya organisme yang sudah
resisten, rendahnya pH intragastrik dan tingginya jumlah bakteri di
lambung. Kepatuhan pasien terhadap terapi yang digunakan sangat
mempengaruhi kesuksesan eradikasi H. pylori. Kepatuhan akan menurun
pada pasien yang menerima terapi secara polifarmasi, frekuensi
penggunaan yang sering, durasi pengobatan yang panjang, timbulnya
ADR yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien dan regimen obat yang
mahal. Panjangnya terapi yang dijalankan oleh pasien dengan peptik ulkus
dapat menyebabkan menurunnya kepatuhan pasien dalam menggunakan
obat, namun demikian durasi terapi peptik ulkus yang tidak adekuat juga
dapat menyebabkan gagalnya eradikasi H.pylori. Antibakteri metronidazol
yang digunakan > 1g/ hari dapat menyebabkan meningkatnya frekuensi
terjadinya ADR yang ditandai dengan menurunnya kemampuan indra
pengecapan, mual, muntah, nyeri abdomen dan diare. Resistensi
antibakteri metronidazol lebih sering muncul (10-16%) tergantung pada

21
jumlah paparan antibakteri sebelumnya serta kondisi di suatu daerah.
Resistensi antibakteri klaritromisin dilaporkan lebih rendah (10-15%)
dibandingkan metronidazol tetapi jika klaritromisin telah mengalami
resistensi maka akan sangat mempengaruhi efektifitas eradikasi H. pylori.
Resistensi antibakteri amoksisilin dan tetrasiklin juga dilaporkan jarang
terjadi pada terapi eradikasi H. pylori.2

c) Terapi Penyakit Peptik Ulkus akibat Penggunaan NSAID (Non


Steroid Antiinflamatory Disease)

Penggunaan NSAID yang tidak selektif seharusnya mulai dihentikan (jika


memungkinkan) apabila pasien telah mengalami ulkus. Terapi ulkus untuk
pasien yang telah mengehentikan penggunaan NSAID dapat dimulai dengan
pemberian agen antisekretori seperti H2RA, PPI atau sukralfat. PPI lebih
direkomendasikan karena memiliki efektifitas yang lebih poten dalam
menghentikan sekresi asam klorida (HCl) dan memiliki kecepatan dalam
menyembuhkan ulkus lebih cepat jika dibandingkan dengan H2RA atau
sukralfat. Apabila penggunaan NSAID terpaksa tetap diberikan maka sangat
disarankan untuk menurunkan dosis NSAID yang digunakan atau mengganti
NSAID dengan penghambat selektif enzim COX-2. PPI merupakan agen
antisekretori yang dipilih apabila terapi dengan NSAID tetap digunakan
karena dapat menekan sekresi asam klorida sehingga dapat mempercepat
penyembuhan ulkus. Obat H2RA dan sukralfat tidak terlalu efektif dalam
menyembuhkan ulkus untuk pasien yang masih aktif menggunakan NSAID.
Apabila pasien juga memiliki status H. pylori positif maka terapi yang dipilih
adalah regimen terapi eradikasi H. pylori tahap pertama.2
Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan untuk menurunkan risiko
komplikasi saluran cerna akibat ulkus. Seluruh strategi yang dilakukan
bertujuan untuk mengurangi risiko iritasi topikal yang diakibatkan karena
penggunaan NSAID. Beberapa komplikasi pepik ulkus yang dapat muncul
antara lain perdarahan saluran cerna yang ditandai dengan munculnya melena

22
(feses yang berwarna hitam) dan perforasi lambung. Terapi profilaksis
dengan misoprostol dan PPI dapat menurunkan risiko terjadinya ulkus beserta
komplikasinya. Upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah terjadinya
ulkus dan komplikasi akibat peptik ulkus juga adalah dengan mengganti
NSAID non-selektif dengan obat yang selektif menghambat enzim COX-2.2
Terapi konvensional dengan menggunakan regimen standar H2RA atau
sukralfat dapat menurunkan gejala ulkus dan dapat menyembuhkan ulkus
akibat penggunaan NSAID dengan durasi terapi selama 6-8 minggu.
Penggunaan PPI pada terapi pemeliharaan dapat dilakukan dengan durasi 4
minggu. Antasida, walaupun efektif dalam mengobati peptik ulkus tetapi
penggunaannya tidak disarankan secara monoterapi karena dosis yang
dibutuhkan harus tinggi (100-144 mEq). Ketika terapi konvensional tidak
dilanjutkan lagi setelah penyembuhan ulkus, maka pada pasien dengan status
H. pylori positif akan mengalami kekambuhan lagi setelah satu tahun
pengobatan. Terapi yang dapat digunakan untuk megatasi gejala peptik ulkus
akibat penggunaan NSAID tersaji pada gambar 9.2

Gambar 9. Regimen terapi pada PUD akibat penggunaan NSAID

23
Terapi antiulkus yang dilanjutkan secara jangka panjang bertujuan untuk
menjaga kesembuhan ulkus dan mencegah komplikasi yang muncul. Terapi
pemeliharaan diindikasikan pada pasien yang memiliki riwayat komplikasi
akibat ulkus, ulkus yang terus mengalami kekambuhan, gagal saat menerima
terapi eradikasi H. pylori, perokok berat dan pasien yang menggunakan
NSAID jangka panjang (lebih dari 6 bulan). Terapi pemeliharaan jangka
panjang dengan H2RA, PPI atau sukralfat terbukti aman tetapi penggunaan
sukralfat harus dihindarkan pada pasien yang mengalami gangguan ginjal.2

24
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Peptic Ulcer adalah penyakit yang merupakan gangguan lambung. Ulkus


peptikum terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (pepsin dan asam
lambung) dengan factor protektif. Penyebab paling sering terjadinya ulkus peptik
adalah Infeksi Helicobacter Pylori,Penggunaan NonSteroidal Anti-Inflamatory
Drugs (NSAIDs), Infeksi Helicobacter pylor, Penggunaan NSAID Non
Selektif,Faktor Diet dan Penyakit Lain.

25
DAFTAR PUSTAKA

(1) Atlas of Pathophysiology 3rd ed.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;


2010.

(2) Joseph DiPiro, Robert L.Talbert, Gary Yee, Gary Matzke, Barbara Wells,
L.Michael Posey et al. Pharmacotherapy: A Phatophysiology Approach. 7th
ed. Columbus: McGraw-Hill Company; 2008.

(3) Shawna L. Fleming.Helicobacter pylory: Deadly Diseases and Epidemics.New


York: Infobase Publishing; 2007.

(4) Sylvia A.Price,Lorraine M.Wilson.Patofisiologi : Konsep Ktahap s Proses-


Proses Penyakit 1st ed.Jakarta: EGC; 2005.

26

Anda mungkin juga menyukai