Anda di halaman 1dari 19

LAPSUS

Snake Bite
Oleh :
Syamsul A Hidayat
201820401011165

SMF BEDAH
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
1
2020
Identitas

 Nama : Tn A.S
 Umur : 40 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Dsn. Sonoageng
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
2
Anamnesis

 Keluhan Utama  digigit ular

 Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):

Pasien datang di IGD RS Bhayangkara Kediri 16 Zebruari 2020


dengan keluhan digigit ular kurang lebih 3 jam SMRS. Pasien
mengatakan digigit ular di jari kelingking kanan saat pasien hendak
menutup pintu. Jari yang digigit terasa nyeri, panas dan kemeng.
Menurut pasien ular berwarna hijau, kecil dan kepala berbentuk
huruf “U”. Pusing disangkal, mual disangkal, muntah disangkal,
sesak nafas disangkal.

3
 Riwayat Pengobatan: Riwayat pengobatan disangkal.
 Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat penyakit sebelumnya seperti tekanan darah tinggi, kencing manis,
asma, penyakit jantung, dan gangguan fungsi hati disangkal.
 Riwayat Keluarga:
 Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal serupa seperti
keluhan pasien. Riwayat penyakit lainnya dalam keluarga juga disangkal.
 Riwayat Sosial : Penderita adalah petani, riwayat merokok dan minum
alkohol disangkal, rumah dekat dengan persawahan.

4
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Tanda vital :
 Tekanan darah : 170/75 mmHg

 Nadi : 118x/ menit

 Respirasi : 20x/ menit

 Suhu aksila : 36,5 0C


5
Status Generalis

 Kepala dan leher : A/I/C/D  -/-/-/-


 Thoraks
 Cor : S1 S2 tunggal
 Pulmo : Wh (-/-), Rh (-/-)
 Abdomen : soefl, timpani,
 Hepar / lien : tidak teraba
 Bising usus : dbn
 Ekstremitas ; hangat, edema (+) digiti V
manus dextra

6
STATUS LOKALIS :
 Inspeksi :
 Luka gigitan ada, ada edema,
tidak berdarah, warna kulit
digiti V manus dextra sama
dengan warna kulit sekitarnya,
jaringan nekrosis tidak ada

 Palpasi :
 Luka gigitan ukuran 1cm, nyeri
tekan (+), edema terasa hangat
Diagnosis
 VulnusMorsum Serpentis Unidentified
Snake et distal phalanx digiti V manus
dextra

8
Planning
 Diagnosis: -
 Terapi
- MRS
- Pasang bidai di atas luka gigitan
- Inf PZ 20 tpm
- Inj ketorolac 3 x 30 mg
- Inj ceftriaxone 2 x 1 gr
 Monitoring
- Keluhan pasien
- Efek samping terapi
9
Pembahasan

10
Klasifikasi Jenis Ular
 Diagnosis dari spesies ular
yang menggigit korban
penting untuk diketahui.
 Famili Viperidae (vipers,
adders, pit vipers, and
mocassins),
 Elapidae (cobras, mambas,
kraits, coral snakes,
Australasian venomous
snakes, and sea snakes),
 Atractaspididae (burrowing
asps) — memiliki
kemampuan untuk
menyuntikkan bisa
menggunakan gigi yang
telah termodifikasi
(taring).
11
Jenis Bisa Ular
 Neurotoksin
 Neurotoksin post sinaptik (terutama pada elapidae) polipeptida yang
berkompetisi dengan asetilkolin pada reseptor asetilkolin di neuromuscular
junction yang menyebabkan paralisis mirip efek curare.
 Hemotoksin
 Haemorrhagin (zinc metalloproteinase) yang merusak lapisan endotel
pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan sistemik.
 Sitotoksin
 Sitolitik atau nekrotik toksin yang mengandung hydrolase (proteolitik enzim
dan phospholipase A), toksin polypeptide dan factor lain yang meningkatkan
permeabilitas yang menyebabkan pembengkakan local.

12
Gambaran Klinik
 Gejala dan tanda-tanda snake bite secara general antara lain adalah
tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal,
memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh,
infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari
famili Viperidae).

13
 Elapidae
 Cobra biasanya menyebabkan nyeri dan bengkak pada daerah yang
digigit yang berlanjut menjadi gejala neurologik seperti ptosis,
ophtalmoplegia, disfagi, afasia dan paralisa pernapasan.
 Viperidae
 Enzim prokoagulan viperidae dapat menstimulasi penjendalan darah
namun menyebabkan penurunan koagulasi darah. Hasilnya
menyebabkan pembentukan fibrin dalam darah sehingga system
fibrinolitik tubuh jumlahnya berkurang karena konsumsi tersebut
atau consumption coagulopathy. Efek racun viper yang lain
menyebabkan efek lokal yang hebat seperti nyeri, bengkak, bula,
bengkak, nekrosis dan kecenderungan perdarahan sistemik.

14
Penatalaksanaan
 Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular
adalah untuk menetralisisr toksin, mengurangi angka kesakitan, dan
mencegah komplikasi.
 Selalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous system
Exposure (hindari hipotermia) dan evaluasi tanda-tand syok (takipnea,
takikardia, hipotensi, perubahan status mental). Pemberian SABU
berdasarkan derajat gigitan ular.
 Keadaan yang memerlukan resusitasi segera jika adanya tanda-tanda
syok dari
 Efek bisa ular pada cardiovascular seperti hipovilemia, syok perdarahan,
pelepasan mediator inflamasi dan yang jarang yaitu anafilaksis primer
 Gagal nafas karena paralisis otot pernafasan
 Cardiac arrest karena hiperkalemia akibat rhabdomyolisis

15
Serum Anti Bisa Ular (SABU)
 SABU harus diberikan pada pasien jika memang diperlukan jika
memberikan keuntungan lebih besar. Indikasi pemberian
SABU :
 Adanya abnormalitas hemostatis
 Secara klinis adanya perdarahan spontan, koagulopati (dilihat dari
faal hemostasis),
 Tanda neurotoksis (ptosis, paralisis otot pernapasan)
 Abnormalitas cardiovascular (hipotensi, syok, aritmia, EKG
abnormal)
 Acute Kidney Injury (oliguria/anuria, peningkatan serum ureum
dan atau creatinin)
 Hemoglobin/myoglobin-uria (ditandai dengan urin yang berwarna
coklat gelap dan adanya tanda rhabdomyolisis yaitu nyeri otot dan
hiperkalemia)
16
 SABU diberikan intravena kadang akan memunculkan reaksi alergi mulai dari
yang ringan seperti pruritus atau urtikaria sampai yang berat (syok
anafilaksis).
 Pencegahan timbulnya reaksi alergi meliputi premedikasi dengan
antihistamin atau kortikosteroid sebelum pemberian SABU dan
memperhatikan kepekatan konsentrasi SABU yang akan diberikan.
 Dua cara pemberian anti bisa ular :
 Intravena pelan (tidak lebih dari 2 ml/menit). Cara ini memberikan keuntungan
karena jika muncul reaksi alergi dapat segera dihentikan atau ditangani.
 Infus intravena dengan pengenceran Antibisa ular dengan cairan isotonik 5-10
ml/kg dan habis dalam waktu 1 jam
 Intramuskular, namun cara ini memiliki kelemahan karena bioavailibiltasnya
rendah dan sulit untuk mencapai kadar yang diinginkan dalam darah, serta resiko
hematom pada tempat injeksi pada pasien dengan abnormalitas hemostasis.
 Dipertimbangkan pemberian secara intramuskular jika jarak ke tempat layanan
kesehatan yang lebih memadai sangat jauh atau akses intravena sulit.

 Jika terjadi reaksi alergi setelah pemberian SABU maka diberikan epinefrin
intramuskular pada sepertiga atas paha 0,5 mg untuk dewasa atau 0,01
17
mg/kg untuk anak-anak dan dapat diulang 5-10 menit.
Komplikasi

 Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal


dan sindrom kompartemen. Nekrosis yang luas mungkin
memerlukan tindakan debridemen atau amputasi karena
kerusakan pada jaringan yang lebih dalam. Di kemudian
hari dapat saja timbul osteomyelitis, dan ulkus kronis.
Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis otot
pernapasan yang mengakibatkan hipoksia otak dan bisa
mengakibatkan defisit neurologis menetap.

18
Terimakasih

19

Anda mungkin juga menyukai