Anda di halaman 1dari 30

Tugas Ilmu Kesehatan Masyarakat

Rangkuman
Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare

Disusun Oleh:
Sebastian Ivan Kristianto
112019058

Pembimbing :
dr. Melda Suryana, M.Epid

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA, November 2021
Diare
Diare merupakan penyakit akibat infeksi, malabsorspi, keracunan pangan, dan yang terkait
penggunaan antibiotik. Hingga saat ini penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare
dari tahun ke tahun. Diare merupakan penyebab kematian no 4 (13,2%) pada semua umur
dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian nomor 1 pada
bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Hasil Riskesdas 2007).

Diare Akut Cair


Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (pada
umumnya 3 kali atau lebih) perhari dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7
hari.
Khusus pada neonatus yang mendapat ASI, diare akut adalah buang air besar dengan
frekuensi lebih sering (biasanya 5-6 kali per hari) dengan konsistensi cair.

Etiologi
Patofisiologi
a. Diare Sekretorik
Disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat
gangguan absorpsi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap
berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari
tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan pada diare yang disebabkan oleh
infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus oleh toksin, misalnya toksin E.coli
atau V.cholera.
b. Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dan cairan
ekstrasel. Oleh karena itu, bila di lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif
dan sulit diserap akan menyebabkan diare. Bila bahan tersebut adalah larutan isotonik,
air atau bahan yang larut maka akan melewati mukosa usus halus tanpa diabsorpsi
sehingga terjadi diare.

Tatalaksana
Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan
Diare), yang terdiri atas :
a. Oralit Osmolaritas Rendah
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan oralit. Bila tidak tersedia, berikan lebih banyak cairah rumah tangga
yang mempunyai osmolaritas rendah yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur
dan air matang.
b. Zinc
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan diare pada 3 bulan berikutnya. Zinc diberikan
pada setap diare dengan dosis, untuk anak berumur kurang dari 6 bulan diberikan
10 mg (1/2 tablet) zinc per hari, sedangkan untuk anak berumur lebih dari 6 bulan
diberikan 1 tablet zinc 20 mg. Pemberian zinc diteruskan sampai 10 hari,
walaupun diare sudah membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian
diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan.
c. Pemberian ASI / Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya
berat badan.
d. Pemberian antibiotika
hanya atas indikasi Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah,
suspek kolera dan infeksi-infeksi diluar saluran pencernaan yang berat, seperti
pneumonia. Obat antiprotozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
e. Pemberian Nasihat
Ibu atau keluarga yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasihat
tentang :
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan (diare lebih
sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit, timbul
demam, tinja berdarah, tidak membaik selama 3 hari.

Prosedur Tatalaksana Penderita Diare


a. Anamnesis :
Berapa lama anak diare?
Berapa kali diare dalam sehari?
Adakah darah dalam tinja?
Apakah ada muntah? Berapa kali ?
Apakah ada demam?
Makanan apa yang diberikan sebelum diare?
Jenis makanan dan minuman apa yang diberikan selama sakit?
Obat apa yang sudah diberikan?
Imunisasi apa saja yang sudah didapat?
Apakah ada keluhan lain?
b. Penilaian Derajat Dehidrasi

C. Penentuan Rancana Pengobatan


1) Rencana Terapi A untuk penderita diare tanpa dehidrasi di rumah.
2) Rencana Terapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang (tidak berat)
di Sarana Kesehatan untuk diberikan pengobatan selama 3 jam.
3) Rencana Terapi C untuk penderita diare dengan dehidrasi berat di Sarana Kesehatan
dengan pemberian cairan Intra Vena
Tatalaksana Penderita Diare pada Dewasa
Secara operasional diare akut adalah diare yang pada awalnya mendadak dan
berlangsung dalam beberapa jam sampai 14 hari.

Prinsip Tatalaksana Penderita Diare pada Dewasa


a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Berikan ORALIT atau cairan rumah tangga sejak awal diare. Cairan rumah tangga
antara lain air matang, air tajin, dll.
b. Mengatasi dehidrasi Segera lakukan rehidrasi oral atau intravena sesuai derajat
dehidrasi.
c. Pemberian makanan. Pemberian makanan yang lunak rendah serat sejak awal untuk
pemulihan keadaan penderita.
d. Mengobati penyebab, komplikasi, penyakit penyerta.
e. Edukasi sangat penting sebagai langkah pencegahan (sanitasi lingkungan dan hygiene
perorangan).
f. Pemberian Zinc Masih dalam penelitian untuk dimasukan dalam tatalaksana diare
dewasa.
Tatalaksana
a. Terapi Cairan
1. Tentukan Derajat Dehidrasi Pada dewasa perlu diperhatikan tingkat dehidrasi.
2. Jenis cairan Pada diare yang ringan dapat diberikan ORALIT atau cairan rumah
tangga (air minum,sari buah, air sup). Cairan rehidrasi oral (ORALIT) yang paling
ideal harus terdiri dari Natrium klorida 2,6 gram/L, Natrium bikarbonat 2,9
gram/L, Kalium klorida 1,5 gram/L, Glukose 13,5 gram/L Cairan tersebut tersedia
dalam kemasan sachet (ORALIT 200 ml dan 1 liter) Pada penderita yang
memerlukan pemberian cairan secara intra vena diberikan cairan Ringer lactat,
Ringer asetat atau Nacl 0,9% + Bicarbonat 50 ml.
3. Jumlah Cairan Jumlah cairan yang diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan
yang dikeluarkan menggunakan Skor kriteria Daldiyono. Kebutuhan cairan
(menurut Daldiyono) :
Skor
------ x 10% x kgBB x 1 liter
15
atau perkiraan klinis : yaitu Tanpa dehidrasi : ORALIT, Dehidrasi Ringan :
ORALIT , Dehidrasi Sedang : ORALIT dan Cairan Infus, Dehidrdasi berat :
Cairan Infus dan ORALIT
4. Cara Pemberian ORALIT
Cairan Infus : Kehilangan cairan sesuai perhitungan diberikan dalam 2 jam
pertama, selanjutnya diberikan cairan dosis pemeliharaan (1500 cc - 2000 cc per
24 jam ) ditambah kehilangan cairan baru. Untuk pasien rawat jalan diberikan 10
bungkus ORALIT.
Diare Berdarah
Diare berdarah atau disentri adalah diare disertai darah dan/atau dan lendir dalam tinja
dapat disertai dengan adanya tenesmus.
Diare berdarah (disentri) dapat disebabkan oleh penyebab diare, seperti infeksi
bakteri, parasit dan alergi protein susu sapi, tetapi sebagian besar disentri disebabkan oleh
infeksi bakteri. Penularannya secara fekal oral. Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air
yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan hygiene
perorangan yang buruk.
Di Indonesia penyebab disentri adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter jejuni,
Escherichia coli (E. coli), dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebakan oleh
Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Salmonella dan Entero Invasive E. Coli (EIEC).
Aspek khusus penatalaksanaan disentri adalah pengobatan antibiotik oral (selama 5
hari), yang masih sensitif terhadap Shigella menurut pola setempat atau di negara tersebut.
Obat lini pertama untuk disentri adalah Cotrimoksasol.
Lokasi dimana S. flexneri yang terbanyak, antibiotik yang sensitif (100%) antara lain
adalah siprofloksasin, kloramfenikol, asam nalidiksat, seftriakson, dan azitromisin.
Trimetropim yang dulu disarankan sebagai lini pertama sudah tidak sensitif (0%) lagi.
Sedangkan penelitian di Jakarta pada bulan Juli hingga Oktober 2005 menunjukkan bahwa
Shigella sonnei dan Shigella flexneri sensitif terhadap siprofloksasin, kloramfenikol, asam
nalidiksat, dan sefiksim; sedangkan kotrimoksazol, kolistin, dan tetrasiklin sudah mengalami
resistensi.

PROGRAM SARANA REHIDRASI


1. Pojok Oralit
2. Kegiatan Pelatihan Diare (KPD)

SURVAILANS DIARE
Surveilans epidemiologi penyakit diare adalah kegiatan analisis secara sistematis dan
terus menerus terhadap penyakit diare dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit diare agar dapat melakukan tindakan penanggulangan
secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran
informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
Kriteria KLB Diare (sesuai dengan Permenkes RI No.1501/MENKES/ PER/X/2010:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
Permenkes RI No.1501/MENKES/PER/X/2010 (konfirmasi kolera) yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam
jam, hari atau minggu berturut-turut.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan
dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah
kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu
yang sama.
Prosedur surveilans.
A. Cara pengumpulan data diare
Ada tiga cara pengumpulan data diare, yaitu melalui:
1. Laporan Rutin Dilakukan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit melalui SP2TP
(LB), SPRS (RL), STP dan rekapitulasi diare. Laporan rutin ini dikompilasi oleh
petugas RR/Diare di Puskesmas kemudian dilaporkan ke Tingkat Kabupaten/Kota
melalui laporan bulanan (LB) dan STP setiap bulan. Petugas/Pengelola Diare
Kabupaten/Kota membuat rekapitulasi dari masing-masing Puskesmas dan secara
rutin (bulanan) dikirim ke tingkat Propinsi dengan menggunakan formulir
rekapitulasi diare. Dari tingkat Propinsi direkap berdasarkan kabupaten/kota
secara rutin (bulanan) dan dikirim ke Pusat (Subdit Diare & ISP) dengan
menggunakan Formulir Rekapitulasi Diare
2. Laporan KLB/wabah Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode
24 jam (W1) dan dilanjutkan dengan laporan khusus yang meliputi : Kronologi
terjadinya KLB, Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya,
keadaan epidemiologis penderita, hasil penyelidikan yang telah dilakukan, hasil
penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut
3. Pengumpulan data melalui studi kasus Pengumpulan data ini dapat dilakukan
satu tahun sekali, misalnya pada pertengahan atau akhir tahun. Tujuannya untuk
mengetahui “base line data” sebelum atau setelah program dilaksanakan dan hasil
penilaian tersebut dapat digunakan untuk perencanaan di tahun yang akan datang
B. Pengolaha, Analisis dan Intepretasi
Data-data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel
atau grafik, kemudian dianalisis dan diinterpretasi. Analisis ini sebaiknya dilakukan
berjenjang dari Puskesmas hingga Pusat, sehingga apabila terdapat permasalahan
segera dapat diketahui dan diambil tindakan pemecahannya.
C. Penyebarluasan hasil interpretasi
Hasil analisis dan interpretasi data yang telah dikumpulkan, diumpan balikkan kepada
pihak-pihak yang berkepentingan yaitu kepada pimpinan di daerah (kecamatan hingga
Dinkes Propinsi) untuk mendapatkan tanggapan dan dukungan penangganannya.

SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD)


SKD merupakan kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-
faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan
dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya dan tindakan
penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat (Permenkes RI
No.949/MENKES/SK/VIII/2004).
Tahap pelaksanaan
Pengamatan SKD KLB mencakup :
1. Pengamatan ditujukan pada :
a. Meningkatnya jumlah penderita diare berdasarkan tempat, waktu dan orang.
b. Kesehatan Lingkungan :
1. Cakupan penggunaan jamban < 80%
2. Cakupan penggunaan air bersih < 80%
3. Cakupan pengelolaan sampah < 80%
4. Cakupan penggunaan SPAL < 80%
5. Cakupan laik penyehatan TPM < 80%
c. Perilaku masyarakat :
1. Cakupan cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air
besar < 80%.
2. Merebus air untuk minum (< 100%)
3. Membuang sampah pada tempatnya (< 80%)
d. KLB diare sebelumnya
1. Frekuensi KLB berdasarkan wilayah
2. Waktu (bulan) terjadinya KLB
3. Lama KLB berlangsung
4. Kelompok umur, pekerjaan
5. Tindakan penanggulangan KLB
6. Faktor risiko (sumber dan cara penularan)
e. Perubahan kondisi: iklim (climate change), pengungsian, bencana alam, musim
(musim buah dsb), perpindahan penduduk, pesta/kenduri.
2. Sumber informasi :
a. Pencatatan dan pelaporan rutin
b. Masyarakat
c. Mass Media
d. Instansi/lembaga terkait, misalnya BMG dan LSM.
e. Hasil Survey/studi kasus.
3. Tindak lanjut SKD KLB
a. Tingkat Puskesmas, yang meliputi :
1. Pengamatan terhadap kasus dan faktor risiko.
2. Refreshing dan pelatihan kader/masyarakat.
3. Menyiapkan stok oralit (logistik) dan mendistribusikan ke Posyandu.
4. Perbaikan kualitas sarana air bersih dan sanitasi melalui desinfeksi, perbaikan
konstruksi dan pembuatan sarana baru sebagai percontohan.
5. Perbaikan kualitas air dan lingkungan melalui inspeksi sanitasi (IS) dan
pengambilan sample.
6. Penyuluhan kesehatan intensif secara kelompok dan keliling dalam hal
pencegahan dan pembuatan media sederhana.
7. Desiminasi informasi kepada kepala wilayah dan kepala desa.
8. Menyiapkan carry and blair untuk pengambilan sampel rectal swab (usap
dubur), dan segera dikirim ke Laboratorium.
b. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Pelatihan/refreshing tenaga Puskesmas dan masyarakat (pengusaha dan
penjual makanan).
2. Pemeriksaan bakteriologis terhadap air, makanan dan peralatan makanan.
3. Memberikan masukan kajian data kepada pengambil keputusan untuk
mendapatkan dukungan politis, dana, produk, hukum, dan lain-lain.
4. Perencanaan logistik (oralit, cairan ringer laktat, antibiotika, regensia, media
transport).
5. Produksi media cetak sederhana.
6. Penyuluhan melalui mass media (cetak dan elektronik).
7. Desiminasi informasi lintas sektor terkait.
8. Menyiapkan tim penanggulangan bila terjadi KLB diare.
c. Tingkat Propinsi
1. Melatih petugas Kabupaten/Kota.
2. Membantu pemenuhan kebutuhan logistik (membuat buffer stok).
3. Menyusun juknis sesuai spesifikasi masing-masing.
4. Menetapkan SPM (Standar Pelayanan Minimal) dan kriteria daerah untuk
kesehatan lingkungan.
5. Memberi masukan kajian data kepada pengambil keputusan.
6. Memproduksi media penyuluhan elektronik dan cetak dan menyebar luaskan
ke lokasi KLB.
7. Intensifikasi penyuluhan melalui berbagai media massa.
8. Menyusun perencanaan menyeluruh di daerah sesuai kompetensinya.
9. Menyiapkan tim penanggulangan bila terjadi KLB diare.
d. Tingkat Pusat
1. Menyusun pedoman.
2. Menyusun norma standar prosedur dan kriteria serta indikator.
3. Menyusun perencanaan program (logistik, pengamatan, pencegahan,
penyuluhan).
4. Melakukan kajian melalui studi khusus.
5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan SKD
MANAJEMEN KLB DIARE
Manajemen KLB/Wabah diare dapat dibagi tiga fase yaitu pra-KLB/Wabah, saat
KLB/Wabah dan pasca KLB/Wabah.
A. PRA-KLB/WABAH
Persiapan yang perlu diperhatikan pada pra KLB/Wabah adalah:
1. Kab/Kota, Propinsi dan Pusat perlu membuat surat edaran atau instruksi
kesiapsiagaan di setiap tingkat.
2. Meningkatkan kewaspadaan dini (SKD) di wilayah Puskesmas terutama di Desa
rawan KLB.
3. Mempersiapkan tenaga dan logistik yang cukup di Puskesmas, Kabupaten/Kota
dan Propinsi dengan membentuk Tim TGC.
4. Meningkatkan upaya promosi kesehatan.
5. Melaksanakan pemeriksaan usap dubur secara berkala.
6. Meningkatkan kegiatan lintas program dan sektor.
B. SAAT KLB / WABAH
Kegiatan saat KLB :
1. Penyelidikan KLB
a. Tujuan :
1. Memutus rantai penularan.
2. Menegakkan diagnosa penderita yang dilaporkan.
3. Mengidentifikasi etiologi diare.
4. Memastikan terjadinya KLB Diare.
5. Mengetahui distribusi penderita menurut waktu, tempat dan orang.
6. Mengidentifikasi sumber dan cara penularan penyakit diare.
7. Mengidentifikasi populasi rentan.
b. Tahapan penyelidikan KLB :
1. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis informasi termasuk faktor
risiko yang ditemukan.
2. Membuat kesimpulan berdasarkan :
a. Faktor tempat yang digambarkan dalam suatu peta (spotmap) atau
tabel tentang :
 Kemungkinan faktor risiko yang menjadi sumber penularan.
 Keadaan lingkungan biologis (agen, penderita), fisik dan sosial
ekonomi.
 Cuaca.
 Ekologi.
 Adat kebiasaan.
 Sumber air minum dan sebagainya.
b. Faktor waktu yang digambarkan dalam grafik histogram yang
menggambarkan hubungan waktu (harian), masa tunas serta agen.
Setelah dibuat grafiknya dapat diinterpretasikan :
 Kemungkinan penyebab KLB.
 Kecenderungan perkembangan KLB.
 Lamanya KLB.
c. Faktor orang yang terdiri dari : umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, suku bangsa, adat istiadat,
agama/kepercayaan dan sosial ekonomi.
2. Pemutusan rantai penularan meliputi :
a. Peningkatan kualitas kesehatan lingkungan yang mencakup : air bersih,
jamban, pembuangan sampah dan air limbah.
b. Promosi kesehatan yang mencakup : pemanfaatan jamban, air bersih dan
minum air yang sudah dimasak, pengendalian serangga/lalat.
Untuk melaksanakan penanggulangan KLB dapat menggunakan formulir
penanggulangan KLB
3. Penanggulangan KLB
a. Mengaktifkan Tim Gerak Cepat (TGC)
TCG terdiri dari unsur lintas program dan lintas sektor.
b. Pembetukan Pusat Rehidrasi (Posko KLB Diare)
Pusat Rehidrasi dibentuk dengan maksud unuk menampung penderita diare
yang memerlukan perawatan dan pengobatan. Pusat Rehidrasi dipimpin oleh
seorang dokter dan dibantu oleh tenaga kesehatan yang dapat melakukan
tatalaksana kepada penderita diare. Tempat yang dapat dijadikan sebagai Pusat
Rehidrasi adalah tempat yang terdekat dari lokasi KLB diare dan terpisah dari
pemukiman.
Tugas-tugas di Pusat Rehidrasi :
1. Memberikan pengobatan penderita diare sesuai dengan tatalaksana standar
serta mencatat perkembangan penderita.
2. Melakukan pencatatan penderita : nama, umur, jenis kelamin, alamat
lengkap, masa inkubasi, gejala, diagnosa/klasifikasi dan lain-lain.
3. Mengatur logistik obat–obatan dan lain lain.
4. Pengambilan sampel usap dubur penderita sebelum diterapi.
5. Penyuluhan kesehatan kepada penderita dan keluarganya.
6. Memberikan pengobatan preventif sesuai standar.
7. Menjaga agar Pusat Rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (dengan
mengawasi pengunjung, isolasi dan desinfeksi).
8. Membuat laporan harian/mingguan penderita diare baik rawat jalan
maupun rawat inap.
Penemuan penderita Diare secara aktif untuk mencegah kematian di masyarakat,
dengan kegiatan:
1. Penyuluhan intensif agar penderita segera mencari pertolongan.
2. Mengaktifkan Posyandu sebagai Pos Oralit.
3. Melibatkan Kepala Desa/RW/RT atau tokoh masyarakat untuk membagikan oralit
kepada warganya yang diare.
Analisis tatalaksana penderita untuk memperoleh gambaran :
a. Ratio pengunaan obat (oralit, Zinc, RL, antibiotika).
b. Proporsi derajat dehidrasi.
c. Proporsi penderita yang dirawat di Pusat Rehidrasi.
d. Dan lain-lain.
C. Pasca KLB
Setelah KLB/wabah tenang, beberapa kegiatan yang perlu dilakukan :
1. Pengamatan intensif masih dilakukan selama 2 minggu berturut-turut (2 kali masa
inkubasi terpanjang), untuk melihat kemungkinan timbulnya kasus baru.
2. Perbaikan sarana lingkungan yang diduga penyebab penularan.
3. Promosi kesehatan tentang PHBS.
PERANAN DIAGNOSTIK LABORATORIUM MIKROBIOLOGIK
Untuk mengetahui etiologi / penyebab diare, dapat dilakukan pemeriksaan dari :
1. Rectal Swab
2. Sumber Air Minum yang dicurigai
3. Makanan, Minuman dan Bahan Lain (Muntahan)
Pengambilan Specimen Rectal Swab
1. Siapkan Peralatan Berupa :
▪ Kapas lidi steril (Lidi yang bagian ujungnya dibalut dengan kapas yang sudah
disterilkan
▪ Medium transport Cary Blair.
▪ Sarung tangan, alat pelindung diri.
▪ Jas laboratorium, tas sampling.
▪ Label identitas penderita. Berupa :

▪ Spidol / Pulpen (alat tulis).


▪ Coolbox (termos es) dan ice pack.
2. Penderita tidur dengan posisi miring, satu kaki yang dibawah dalam posisi lurus dan
satu kaki yang diatas dalam posisi ditekuk 900.
3. Petugas yang sudah memakai jas laboratorium dan sarung tangan.
4. Kapas lidi steril terlebih dahulu dicelupkan kedalam agar yang ada dalam tabung Cary
& Blair agar supaya tidak sulit memasukkan dalam liang dubur / anus.
5. Kapas lidi dimasukkan perlahan-lahan kedalam dubur, setelah masuk dubur, lidi ditekan
sedikit lagi sampai memasuki rectum (+1,5 cm). Kalau kapas lidi masih terlihat dari
luar berarti kapas belum sempurna memasuki anus / liang dubur apalagi untuk
memasuki rectum.
6. Lidi diputar kekanan (searah putaran jarum jam sampai satu putaran penuh 360o ).
7. Kapas lidi dicabut kembali sambil diputar kekanan. Setelah lidi sampai diluar segera
masukkan dalam tabung Cary & Blair, lidi ditekan sampai ke dasar botol sehingga
seluruh bagian lidi yang terbalut kapas terendam dalam agar. Jika ada bagian lidi yang
terlalu panjang sampai melewati mulut tabung, potong persis dipinggir mulut tabung
dan tabung segera ditutup
8. Pasangi label pada setiap botol specimen.
PENGAMBILAN SPECIMEN AIR
1. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan terlebih dahulu. Berupa :
▪ Botol steril mulut lebar dengan kapasitas 500 cc.
▪ Natrium Thiosulfat / Hyposulfit untuk menetralkan air.
▪ Label identitas untuk botol berupa :

▪ Spidol / pulpen (alat tulis).


▪ Coolbox (termos es) dan Ice pack.
2. Cara mengambil sample air (dari sumber air yang dicurigai).
▪ Sungai dangkal : gunakan botol bersih bermulut lebar. Arah pengambilan sample
melawan arus sungai dan 10 cm dibawah permukaan air.
▪ Sungai dalam : Air diambil pada bagian tengah sungai, minimal 1,5 m dari kedua
tepinya dengan menggunakan pemberat pada botol sampel air diambil 30 cm dibawah
permukaan.Untuk sungai yang lebar air diambil dari 3 tempat (bagian tengah dan
kedua tepinya).
▪ Air Danau : air diambil dibagian tengah, minimal 1,5 m dari tepi dan 50 cm dari
permukaan.
▪ Air hujan : air diambil dari bak penampungan air hujan.
▪ Air sumur : gunakan botol dengan pemberat dan air diambil dari bagian dalam sumur.
▪ Air pipa : bersihkan pipa dengan desinfektan / dibakar kemudian buka kran dan
biarkan air mengalir selama 5 – 10 menit kemudian tampung dengan botol bermulut
lebar, jarak mulut kran dan mulut botol + 2,5 cm.

PENGAMBILAN SPECIMEN MAKANAN DAN MUNTAHAN


1) Siapkan alat-alat yang dibutuhkan terlebih dahulu, berupa :
▪ Sarung tangan.
▪ Sendok / garpu.
▪ Alat potong (Pisau / gunting).
▪ Kantung plastic steril / botol steril.
▪ Label identitas sample berupa :
▪ Spidol / Pulpen (alat tulis).
▪ Coolbox (termos es) dan ice pack.
2) Petugas yang telah menggunakan sarung tangan secara aseptis memasukkan sampel
kedalam botol dengan sendok/garpu yang dilakukan secara acak.
3) Apabila bentuk sampel terlalu besar maka perlu dipotong menjadi kecil agar mudah di
analisa dilaboratorium.
4) Apabila sampel berkuah sebaiknya kuahnya juga diambil.
5) Botol segera ditutup,secara aseptis dan diberi label.

PENYIMPANAN SPECIMEN
a. Rectal Swab (Usap dubur)
1) Masukkan tabung Cary & Blair kedalam termos es dan segera kirim ke laboratorium
rujukan. Bila medium transport tidak tersedia, masukkan segera usap dubur tersebut
kedalam tabung kaca atau kantong plastik baru dan bersih dan ikat supaya specimen tidak
terkontaminasi, dan jangan lupa memberikan label identitas penderita yang lengkap.
2) Untuk specimen rectal swab, cukup disimpan dalam ruang sejuk dan terlindung dari
sinar matahari, penyimpanan dalam lemari es lebih baik.
Medium transport Cary & Blair :
▪ Medium disimpan dalam lemari pendingin (40C – 8 0C) sampai sebelum dipakai.
▪ Perhatikan tanggal kadaluarsa, biasanya dapat dipakai dalam waktu 1 tahun.
▪ Volume agar tidak berkurang.
▪ Warna media/agar tidak berubah.
▪ Kapas lidi harus tetap steril, bila kemasan rusak jangan dipakai.
b. Air Bila memerlukan waktu lebih dari 6 jam, sampel dimasukkan dalam kotak pendingin
(coolbox) dengan suhu 80 C – 100C.
c. Makanan Masukkan sampel kedalam coolbox yang telah berisi icepack.
STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
Ada 3 strategi komunikasi dalam promosi kesehatan yaitu : Advokasi, Bina Suasana dan
Gerakan Masyarakat.
A. Advokasi ( Pendekatan Pimpinan / Pengambil Keputusan ) Advokasi merupakan upaya
yang sistematis dan terorganisir untuk memperoleh dukungan kebijakan pemerintah Pusat
dan Daerah, Publik, atau pengambil Keputusan dan berbagai pihak dalam pengendalian
Penyakit Diare agar dapat dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus.
B. Bina Suasana Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku dalam
pengendalian penyakit diare.
C. Gerakan / Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi
secara terur-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta
proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu,
mau, mampu dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit diare, dengan
mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan masyarakat terutama dalam
tatalaksana penderita di rumah tangga dan pencegaran diare.

PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Pemantauan adalah kegiatan mengamati atas hasil pelaksanaan kegiatan P2 Diare secara
berjenjang dan berkesinambungan (Provinsi, Kabupaten/Kota dan Puskesmas).
Dengan kegiatan yang dipantau berupa :
1. Tatalaksana Diare
2. Surveilans Epidemiologi
3. Pelaksanaan Promosi Kesehatan
4. Pengelolaan Logistik
Pemantauan dilakukan dengan mengunakan alat pemantauan berupa :
1. Formulir A, digunakan untuk pemantauan petugas Provinsi ke Kabupaten/Kota dan
pemantauan petugas Kabupaten/Kota.
2. Formulir B dan Formulir C, digunakan untuk pemantauan pengetahuan dan praktek
tatalaksana petugas Puskesmas.
Cara Pemantauan
1. Pemantauan Pemantauan dilakukan dengan, mengamati, wawancara dengan
petugas dan melihat, catatan atau laporan yang ada di setiap jenjang administrasi
yaitu Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota, puskesmas, dan pustu. Bila
dalam pemantauan ditemukan masalah, maka berikan saran pemecahan atau
bimbingan kepada pengelola program diare, agar kegiatan program diare dapat
dilaksanakan sesuai rencana.
2. Umpan balik Berikan umpan balik secara tertulis dan berjenjang kepada Dinas
Kesehatan Propinsi dan kabupaten/kota serta puskesmas, atas hasil pelaksanaan
kegiatan program diare di wilayahnya.
Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan penilaian terhadap hasil pelaksanaan program dengan
Indikator sebagai berikut :
1.Target Penemuan Penderita
a. Semua Umur
● Angka Kesakitan Diare Semua Umur berdasarkan Hasil Kajian Morbiditas
Diare Tahun 2010 = 411/1000 penduduk.
● Perkiraan penderita diare yang datang ke sarana kesehatan = 10 %.
● Perkiraan penderita diare semua umur = 411/1000 x Jumlah Penduduk.
● Perkiraan Penderita Diare Semua Umur adalah Angka Kesakitan x Jumlah
Penduduk dalam satu tahun.
Perkiraan Penderita Diare Semua Umur = 411/1000 x Jumlah Penduduk
● Target Penemuan Penderita Diare Semua Umur adalah 10 % x Perkiraan
Penderita dalam satu tahun.
Target Penemuan Penderita Semua Umur = 10 % x Perkiraan Penderita.
b. Balita
● Perkiraan Jumlah Balita : 10 % x Jumlah Penduduk
● Perkiraan Penderita Diare Balita adalah Episode x Jumlah Balita dalam
satu tahun.
● Episode Diare Balita berdasarkan Hasil Kajian Morbiditas Diare Tahun
2010 = 1,3 kali per tahun
Perkiraan Penderita Diare Balita = 1,3 x Jumlah Balita
● Perkiraan penderita diare balita yang datang ke sarana kesehatan : 20 %
Target Penemuan Penderita Diare Balita = 20 % x Perkiraan Penderita.
2. Cakupan Pelayanan
a. Semua Umur
Persentase jumlah penderita diare semua umur yang dilayani dalam satu tahun
dibagi target penemuan penderita semua umur pada tahun yang sama.
Cakupan Pelayanan Semua Umur

b. Balita
Persentase jumlah penderita diare balita yang dilayani dalam satu tahun dibagi
target penemuan penderita balita pada tahun yang sama.
Cakupan Pelayanan Balita

Bila cakupan pelayanan lebih dari 100 %, kemungkinan adalah:


a. Ada KLB sehingga terjadi peningkatan jumlah penderita diare yang datang ke
sarana kesehatan.
b. Kinerja petugas baik sehingga laporan lengkap dan lancar.
c. Banyak orang yang pindah ke wilayah kerja Saudara, sehingga kunjungan
orang yang berobat meningkat.
d. Adanya perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih baik yang sebelumnya
beranggapan bahwa penyakit diare merupakan penyakit yang biasa sehingga
masyarakat tidak berobat ke sarana kesehatan.
e. Target penemuan penderita terlalu kecil.
Bila cakupan pelayanan lebih rendah dari 100 %, kemungkinan penyebabnya
adalah:
a. Pelayanan tidak memuaskan sehingga penderita diare yang datang ke sarana
kesehatan berkurang.
b. Masyarakat bisa mengobati diare di rumah.
c. Jangkauan sarana kesehatan terlalu luas, sehingga tidak dapat menjangkau
seluruh masyarakat di wilayah tersebut.
d. Laporan tidak lengkap.
3. Kualitas Pelayanan
Untuk mengetahui kualitas pelayanan di suatu sarana pelayanan kesehatan dapat
dilihat pada komponen berikut:
a. Proporsi Penggunaan Oralit

b. Proporsi Penggunaan Infus

c. Proporsi Tatalaksana Standar

d. Proporsi Kematian pada Saat KLB (Case Fatality Rate/ CFR)


Jumlah Penderita Diare Yang Meninggal Saat KLB
CFR = ----------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah Penderita Diare Saat KLB

e. Proporsi cakupan pelayanan oleh sarana dan kader.


● Proporsi cakupan pelayanan oleh sarana
Jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan
-------------------------------------------------------------------- x100%
Jumlah penderita diare yang dilayani sarana dan kader

● Proporsi cakupan pelayanan kader


Jumlah penderita diare yang dilayani oleh kader
---------------------------------------------------------------------x 100%
Jumlah penderita diare yang dilayani sarana dan kader

f. Proporsi penderita diare balita


Jumlah penderita diare balita yang dilayani oleh sarana & kader
------------------------------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah penderita diare semua umur yang dilayani sarana & kader
g. Proporsi penderita diare menurut derajat dehidrasi :
● Proporsi penderita diare Tanpa Dehidrasi
Jumlah penderita diare tanpa dehidrasi
------------------------------------------------------------------- x 100 %
Jumlah penderita diare dilayani

● Proporsi penderita diare dehidrasi ringan-sedang


Jumlah penderita diare dehidrasi ringan-sedang
------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

● Proporsi penderita diare dehidrasi berat


Jumlah penderita diare dehidrasi berat
-------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

h. Proporsi penderita diberi oralit,


Jumlah penderita diare diberi oralit
---------------------------------------------------------------------------- x 100% Jumlah
penderita diare dilayani

i. Rata-rata penggunaan oralit,


Jumlah oralit yang digunakan
--------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

j. Proporsi penderita diare diinfus


Jumlah penderita diare yang diinfus
------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

4. Menganalisis Hasil Pemantauan / Supervisi,


Untuk mendapatkan gambaran tentang:
a. Tatalaksana yang diberikan
b. Pelaksanaan SKD
c. Perencanaan kebutuhan logistic
d. Pengetahuan petugas dalam tatalaksana diare
5. Menganalisis Hasil Survei Khusus
Untuk mengetahui gambaran:
a. Angka kesakitan diare
b. Pengetahuan masyarakat tentang cara pencegahan dan pengobatan di rumah
c. Perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan diare
d. Faktor risiko]

Pengelolaan Logistik
Logistik yang dibutuhkan Pengendalian Penyakit Diare adalah oralit, zinc, obat paket
KLB Diare. Kemasan obat yang disediakan adalah oralit 200 ml, tablet zinc 20 mg, untuk
obat paket KLB Diare adalah Oralit, Ringer Laktat 500 ml, giving set dan wing needle
ukuran anak dan dewasa, I.V. catheter dengan ukuran sesuai kebutuhan dan Tetrasiklin 500
mg.
a. Kebutuhan
1. Kebutuhan Oralit dan Zinc
Perhitungan kebutuhan logistik diare ditentukan berdasarkan perkiraan jumlah
penderita diare yang datang ke Sarana Pelayanan Kesehatan (Puskesmas dan
Kader). Perkiraan jumlah penderita diare dihitung berdasarkan perkiraan
penemuan penderita, angka kesakitan, jumlah penduduk di suatu wilayah.
Perkiraan jumlah penderita ditentukan sesuai Tabel Indikator.
Kebutuhan Oralit :
ORALIT = Target Penemuan Penderita Diare x 6 bungkus + Cadangan –
Stok
Kebutuhan Zinc :
ZINC = Target Penemuan Penderita Diare Balita x 10 Tablet + Cadangan -
Stok
Keterangan :
Cadangan adalah perkiraan obat yang rusak biasanya 10% dari jumlah kebutuhan.
Stok adalah sisa obat diakhir tahun.

2. Kebutuhan Obat Paket KLB


Formula perhitungan kebutuhan paket diare saat KLB :
a. Oralit
● Perkiraan jumlah penderita diare saat KLB = P penderita
● Rata-rata pemberian oralit per penderita = 10 bks oralit 200 ml
Kebutuhan Oralit = P penderita x 10 bungkus
b. Zinc
Tablet zinc diberikan kepada penderita balita, jumlah penderita balita pada
saat KLB diperkirakan 50%.
Kebutuhan Zinc = 50% x P penderita x 10 tablet
c. Ringer Laktat (RL)
Penderita diare yang membutuhkan RL adalah penderita diare dehidrasi berat,
diperkirakan 30% dari perkiraan jumlah penderita diare saat KLB, sehingga :
Jumlah Penderita Membutuhkan RL = 30% x P penderita → R penderita
Bila rata-rata pemberian RL = 7 botol setiap penderita, maka :
Jumlah RL yang dibutuhkan = R penderita x 7 botol → S botol
d. Giving Set / Infus Set
Jumlah penderita yang membutuhkan giving set adalah semua penderita yang
mendapat RL x 1 set.
e. Wing Needle
Perkiraan jumlah penderita yang membutuhkan Wing Needle adalah 30 % dari
penderita diare yang diberi RL.
Kebutuhan Wing Needle = 30% x R penderita x 1 set → V set
f. Abocate
Perkiraan kebutuhan abocate adalah 80% dari jumlah penderita yang diberi
RL.
Kebutuhan Abocate = 80% x R penderita → Y set
g. Tetrasiklin 500 ml
Tetrasiklin 500 ml diberikan kepada penderita diare dengan suspek kolera
dengan dosis 4 kali per hari selama 3 hari
h. Kaporit Setiap kejadian disediakan 25 kg kaporit
i. Lisol Setiap kejadian disediakan 5 liter lisol.
b. Pengadaan
Pengadaan oralit, zinc dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
dikirim ke Gudang Farmasi Kabupaten (GFK).
c. Penyimpanan
Dibuatkan pencatatan asal obat, jumlah dan waktu penerimaan serta pengeluaran obat
yaitu jumlah, waktu dan tujuan obat dikirimkan.
d. Distribusi
Distribusi obat dari pusat ke kabupaten (GFK) dilaksanakan setelah proses pengadaan
( Tender/ Penunjukan ) selesai.
Distribusi dari Puskesmas ke Kader sebaiknya dilakukan pada hari “H” Posyandu
dengan memperhatikan jumlah pemakaian sesuai pencatatan dan pelayanan penderita
diare.
e. Persediaan (stok)
Persediaan obat dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan minimal satu bulan.
Pencegahan
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah :
a. Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
2. Makanan Pendamping ASI
3. Menggunakan Air Bersih yang cukup
4. Mencuci Tangan
5. Pengelolaan Makanan Sesuai Standar WHO
6. Menggunakan Jamban
7. Membuang Tinja Bayi yang Benar
8. Pemberian Imunisasi Campak
b. Penyehatan Lingkungan
1. Penyediaan Air Bersih
2. Pengelolaan Sampah
3. Sarana Pembuangan Air Limbah

Anda mungkin juga menyukai