Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN ANAK

“MADU DENGAN ORAL REHYDRATION SALTS DAN LARUTAN


MADU EFEKTIF TERHADAP PENURUNAN FREKUENSI DIARE
DAN LAMA RAWAT PADA ANAK”

DISUSUN OLEH:

NABILA SALSABILA
21220043

Dosen Pembimbing : AGUS SURYAMAN S.KEP.,NS.,M.KEP

INSTITUTE KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tinjauan Konsep Gastroenteritis


a. Definisi Gastroenteritis
Gastroenteritis adalah iritasi dan peradangan pada lapisan dalam
lambung dan usus kecil. Biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri
atau parasite, serta menyebabkan muntah dan diare yang parah.
Gastroenteritis, paling sering ditularkan melalui makanan atau air yang
terkontaminasi. Selain itu, penularan juga terjadi dari kontak dekat dengan
individu yang terinfeksi. Saluran limbah selama musim hujan dapat
menyebabkan penyebaran lebih lanjut dari organisme penyebab. Kotoran
terbuka adalah alasan umum lainya yang menyebabkan penyebaran kondisi
melalui lalat dan hama lainya.( Kardiyudiani & Susanti,2019).
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana seseorang buang air
besar dengan konsisteni lembek atau cairbahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari
(DEPKES 2016)
Gastroenteritis adalah penyakit yang terjadi akibat adanya peradangan
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh infeksi dengan gejalanya
terutama adalah muntah, dehidrasi dan diare (Cakrawardi, 2011).
Dapat disimpulkan Gastroentritis merupakan inflamasi lambung dan
usus yang disebabkan oleh bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai
dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3
kali/sehari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair).

b. Etiologi
Fator infeksi diare menurut Ngasityah (2016) .
a. Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare
b. Infeksi bakteria : vibrio, E.coli ,salmonella campilobaster
c. Infeksi virus :Rostavirus, Calcivirus,Entrovirus ,Adenovirus, Astrovirus
d. Infeksi parasite : cacing, protozoa (entamoba histolica, giardia
lambia), jamur (candida aibicans).
e. Infeksi parenteral : infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti Tonsilitas, bronkopneumonia, ensevalitis, meliputi :
(1) Faktor mal absorbi : karbohidrat, lemak, protein
(2) Faktor makanan : basi, racun, alergi
(3) Faktor psikologis : rasa takut dan cemas

c. Klasifikasi
Jenis diare ada dua yaitu diare akutdan diare persisten atau diare kronik.
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.sementara
Diare persisten atau diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14
hari .
a. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu
b. Diare kronik adalah yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
non infeksi
c. Diare persisten adalah yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
etiologi infeksi
d. Manifestasi klinik
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan) tanda
tandanya :
a. berak cair 1-2 kali sehari
b. muntah
c. nafsu makan tidak berkurang
d. masih ada keinginan bermain.
Pada anak yang mengalami diare dehidrasi ringan / sedang . tanda –
tandanya:
a. berak cair 4-9 kali sehari,
b. muntah 1-2 kali sehari
c. suhu tubuh meningkat
d. tidak nafsu makan ,haus, badan lemah
Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat tanda-tandanya:
a. berak cair terus –menerus
b. muntah terus-menerus, haus
c. mata cekung, bibir kering dan biru
d. tangan dan kaki dingin, lemah
e. tidak ada nafsu makan
f. Tidak ada keinginan bermain
g. Tidak BAK selama 6 jam

e. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diare menurut Suryadi (2016) :
a. Hypokalemia (dengan gejala matiorisme hipotoni, otot lemah,
bradikardi,perubahan elektro kardiogram)
b. Hipokalsemia
c. Cardic dysrhythimias akibat hypokalemia dan hipokalsemia
d. Hiponatremi
e. Syok hipofolemik
f. Asidosis
g. Dehidrasi

f. Penatalaksanaan
Aspek utama dari penatalaksanaan gastroenteritis adalah penanganan
dehidrasi pada gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri. Prinsip
penatalaksanaan adalah pemberian cairan untuk rehidrasi, antibotik bila
diperlukan, zat besi,nutrisi, dan edukasi.(Kardiyudiani dan Susanti,2019).
Menurut WijayaPutri (2013) Penatalaksanaan keperawatan dengan
penderita gastroenteritis adalah :
a. Pemberian cairan
1) Dehidrasi ringan dan sedang : di beri cairan NaCl,NaHCO3 glukosa
2) Cairan parenteral
Cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien,
kadang-kadang tergantung kepada ketersediaan cairan, umumnya
Ringer Laktat.
3) Resusitasi cairan dan elektrolit
(a) Rencana Pengobatan A, digunakan untuk :
- Mengatasi diare tanpa dehidrasi
- Meneruskan terapi diare di rumah
- Memberikan terapi awal bila anak diare lagi
Tiga cara dasar rencana Pengobatan A :
- Berikan lebih banyak cairan daripada biasanya untuk
mencegah dehidrasi (oralit, makanan cair : sup, air
matang).
- Berikan cairan ini sebanyak anak mau dan terus
diberikan hingga diare berhenti.
- Kebutuhan oralit per kelompok umur

No Umur Diberikan Setiap BAB Yang Disediakan


1 < 12 bulan 50-100 ml 400 ml / hari (2 bungkus)
2 1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml / hari (3-4 bungkus)
3 > 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml / hari (4-5
bungkus)
4 Dewasa 300-400 ml 1.200-2.800 ml / hari

Cara memberikan oralit :


- Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak < 2 tahun
- Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
- Bila anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian
berikan cairan lebih sedikit (sesendok teh tiap 1-2
menit)
- Bila diare belanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu
ibu untuk memberikan cairan lain atau kembali ke
petugas untuk mendapatkan tambahan oralit.
- Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi :\
- Teruskan pemberian ASI
Untuk anak < 6 bln dan belum mendapatkan makanan
padat dapat diberikan susu yang dicairkan dengan air
yang sebanding selama 2 hari.
Bila anak > / = 6 bulan atau telah mendapat makanan
padat :
b. Pengobatan Diestatik
1) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat ( nasi tim )
2) Susu khusus yang disesuaikan
c. Obat-obatan
Prinsip : mengenai cairan yang hilang melalui tinja dengan/ tanpa
muntah, cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa/ karbohidrat
lain ( gula,air,tepung beras ) .
Obat yang diberikan : Obat anti sekresi

g. Pathofisiologi dan pathways


a. Pathofisiologi
Menurut Rizal (2018) pathofisiologis dari gastroenteritis adalah
meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal
merupakan akibat dari gangguan absorbs dan ekskresi cairan dan
elektrolit yang berlebihan, cairan yodium, potassium dan bikarbonat
berpindah dari rongga ekstra seluler keadaan tinja, sehingga
mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat terjadi
asidosis metabolik Diare yang terjadi merupakan proses dari
transport aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit
kedalam usus halus sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan
meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang
masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga mengurangi
fungsi permukaan intestinal. Perubahan kapasitas intestinal dan
terjadi gangguan absorbs cairan dan elektrolit. Peredangan akan
menurunkankemampuanintestinal untuk mengabsorbsi cairan dan
elektrolit dan bahan-bahan makanan ini terjadi pada sindrom mal
absorbs.
Meknisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ada 2
macam yaitu : Gangguan osmotic akibat terdapatnya makanan atau zat
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan dalam rongga
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam
rongga usus :
1) Gangguan sekresi akibat ragsangan tertentu (misalnya toksin)
pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare
karena terdapat peningkatan isi rongga usus
2) Gangguan motilitas usus hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurngnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltic usus menurun
akan mengakibatkan bakteri kamuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare pula.
Dari kedua mekanisme diatas menyebabkan :
1) Kehilangan air dan elektrolit atau (terjadi dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (aksidosis
metabolic hipokalemia).
2) Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran
bertambah)
3) Hipoglikemia
4) Gangguan sirkulasi darah.
b. Pathway

Infeksi Malabsorpsi Makanan

Kuman masuk dan Tekanan osmotik Toksin tidak dapat


berkembang dalam usus meningkat diabsorpsi

Toksin dalam dinding Pergeseran air dan elektrolit


usus halus ke rongga usus Hiperperistaltik

Hipersekresi air dan Isi rongga usu meningkat Kemapuan


elektrolit usu meningkat Absorpsi

Diare

BAB sering dengan Inflamsi saluran


konsistensi encer Pencernaan

Agen pirogenk Mual Muntah


Kulit di cairan yang keluar frekuensi
Sekitar anus banyak defekasi
Lecet suhu tubuh
Meningkat Anoreksia
Dehudrasi BAB Encer dgn
Kemerahan atau tanpa darah Hipertermi Ketidakseimba
Dan kekurangan ngan Nutrisi
gatal volume kurang dari
Cairan Diare kebutuhan
tubuh

Resiko
Kerusakan
Integritas
kulit

8
BAB II
PEMBAHASAN

1. SKENARIO KASUS GASTROENTRITIS


An Z usia 10 tahun dibawah orang tuanya ke RS ± 3 hari sebelum masuk RS
pasien mengalami BAB, lebih dari 5x dengan konsistensi encer ±100 cc/satu
kali BAB, warna kuning. Ibu pasien mengatakan anak tidak mau mau makan,
makan hanya 3 sendok, minum 400 cc / hari ( 2gelas ). BB : 38 kg, TB : 130
cm, HR : 90 X / menit, S : 37,9 °C RR : 18 X / menit, Mukosa bibir pasien
kering, Peristaltik usus 38 X / menit, mata pasien tampak cekung, konjungtiva
anemis. Sebelum sakit pasien minum air putih dan susu di pagi dan malam hari.
Pada saat pasien sakit minum susu kurang lebih 300 cc di pagi hari, minum teh
kurang lebih 450 cc di siang hari, minum oralit kurang lebih 200 cc di sore hari
dan minum air putih sehari 1000 cc. BAK cc750/hari.
Terapi :
Infus KA-EN 1B 1900 ml/ 24 jam 26tpm
Injeksi Metronidazole 3 x 700 mg
Injeksi Paracetamol 3 x 500 mg
Injeksi Omeprazole 2 x 20 mg
Injeksi Ondansentrone 3 x 4 mg
Injeksi Ceftriaxone 2 x 200 mg
Zink 5 x 20 g
Lacbon 3 x 1 sendok makan

2. PERTANYAAN KLINIS
Apa intervensi yang dapat diberikan untuk menurunkan frekuensi diare dan
lama rawat pada anak ?

9
BAB III
ANALISI JURNAL

1. Nama Penulis Jurnal : Rifka Putri Andayani

2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian madu dengan
ORS dan larutan madu ORS terhadap frekuensi diare dan lama rawata pada
anak balita.
3. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang rawat Rumah Sakit Ibnu Sina Padang, Rumah
Sakit Reksodiwiryo Padang dan Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang.
4. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian ini merupakan pendekatan uji klinis acak terkontrol
(Randomized Controlled Trial) dengan desain pre and post test control group
design.
5. PICO
P : Diare
I : Pemberian Madu Dengan Oral Rehydration Salts
C : Larutan Madu ORS
O : frekuensi diare dan lama rawat pada anak balita.

6. SEARCHING LITERATURE ( JOURNAL )


Setelah dilakukan Searching Literature ( Journal ) di google scholar,
didapatkan 299 journal yang terkait dan dipilih jurnal dengan judul “Madu
Dengan Oral Rehydration Salts dan Larutan Madu Efektif Terhadap
Penurunan Frekuensi Diare dan Lama Rawat Pada Anak” Dengan alasan :
a. Jurnal tersebut sesuai dengan kasus
b. Jurnal tersebut up to date

7. VIA
A. Validity:

10
a) Desain : Penelitian ini merupakan pendekatan uji klinis acak terkontrol
(Randomized Controlled Trial) dengan desain pre and post test control
group design. Sebelum melakukan pre test dan post test, responden dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan
kelompok kontrol serta dengan melakukan random allocation pada
responden. Sebelum melakukan intervensi peneliti melakukan penilaian
awal frekuensi diare. Kelompok intervensi akan mendapatkan madu dengan
ORS, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan larutan madu ORS.

b) Sampel : Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang
dirawat di rumah sakit kota Padang. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 72 anak.

c) Kriteria inklusi dan ekslusi:


Kriteria inklusi:. Anak usia 1-5 tahun dengan diare akut, anak tanpa
dehidrasi atau dehidrasi ringan atau sedang, dan hari rawat pertama.
Kriteria eksklusi: Anak mengalami muntah, alergi terhadap madu, serta
anak dengan diare dan penyakit penyerta lainnya.

d) Randomisasi : Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik probability


sampling yaitu melakukan randomisasi blok .

B. Importance dalam hasil


a. Karakteristik subjek : Mencakup usia anak, jenis kelamin, sosial
ekonomi keluarga, pendidikan orangtua, dan kebiasaan ibu atau pengasuh
dalam mencuci tangan yang dikembangkan
b. Beda proporsi : Pada penelitian ini didapatkan rerata usia pada
kelompok intervensi yaitu 23,31 bulan dan kelompok kontrol 24,33
bulan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa mayoritas insiden diare terjadi pada anak usia
toodler. status sosial ekonomi responden kelompok intervensi sebagian
besar berpenghasilan rendah yaitu < Rp.2.000.000 yaitu sebanyak

11
19 orang (52,8%) dan responden kelompok kontrol sebagian
besar berpenghasilan tinggi yaitu ≥ Rp.2.000.000 yaitu sebanyak 26
orang (72,2%). Sebagian besar orang tua responden dengan pendidikan
dasar (lulus SD dan SMP) (41,7%) pada kelompok intervensi dan
pendidikan menengah (lulus SMA) sebanyak 63,9% pada kelompok
kontrol. Orang tua. Sebagian besar orang tua kadang-kadang mencuci
tangan sebanyak 28 ibu (77,8%) pada kelompok intervensi dan 34 ibu
(94,4%) pada kelompok kontrol.

c. Beda mean : karakteristik responden berdasarkan frekuensi diare pada


kelompok intervensi sebelum diberikan madu dengan ORS yaitu 11,94
dan sesudah diberikan madu dengan ORS yaitu 3,61. Sedangkan pada
kelompok kontrol rerata frekuensi diare responden sebelum diberikan
larutan madu madu ORS yaitu 11,81 dan sesudah diberikan yaitu 4,08.
rerata lama rawat responden setelah diberikan madu dengan ORS pada
kelompok intervensi yaitu 4,22 dan diberikan larutan madu ORS pada
kelompok kontrol yaitu 5,22.
d. Nilai p value : Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan
bahwa frekuensi diare kelompok yang diberikan madu 5 ml sebanyak 3
kali sehari yaitu 3,61 dibandingkan dengan kelompok yang diberikan
madu 10 ml dan dilarutkan dalam 200 ml ORS yaitu 4,08. Terdapat
selisih frekuensi diare sebanyak 0,47 kali dengan nilai signifikansi P
0,001*

1) Applicability
a. Dalam diskusi :
“Madu Dengan Oral Rehydration Salts dan Larutan Madu Efektif
Terhadap Penurunan Frekuensi Diare dan Lama Rawat Pada Anak”
Diare akut dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa usus yang
dapat menyebabkan gangguan pada proses penyerapan makanan.
Kerusakan pada mukosa usus dapat mengakibatkan pemendekan villi
intestinalis yang menyebabkan berkurangnya permukaan mukosa usus

12
dan gangguan penyerapan makanan sehingga bisa terjadi kekurangan
enzim lactose (Oskouei & Najafi, 2013). Madu dapat membantu
terbentuknya jaringan granulasi sehingga mampu memperbaiki
permukaan kripte usus dan kandungan madu yang memiliki prebiotik
dapat menumbuhkan kuman komensal dalam usus dengan kemampuan
melekat pada enterosit mukosa usus sehingga dapat menghambat
kolonisasi sejumlah bakteri penyebab diare termasuk virus (Elnady et al.,
2013).
Pada penelitian ini didapatkan rerata usia pada kelompok intervensi
yaitu 23,31 bulan dan kelompok kontrol 24,33 bulan. Berdasarkan
beberapa hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
mayoritas insiden diare terjadi pada anak usia toodler. status sosial

ekonomi responden kelompok intervensi sebagian besar berpenghasilan


rendah yaitu < Rp.2.000.000 yaitu sebanyak 19 orang (52,8%)
dan responden kelompok kontrol sebagian besar berpenghasilan tinggi
yaitu ≥ Rp.2.000.000 yaitu sebanyak 26 orang (72,2%). Tingkat
status sosial ekonomi yang tinggi dapat menyebabkan prevalensi diare
tinggi, karena anak bisa dibekali uang berlebih sehingga anak menjadi
bebas untuk membeli makanan atau jajan sembarangan yang tidak
terjamin dari segi kebersihannya yang merupakan faktor risiko terjadinya
diare pada anak (Puspitasari, 2013). Peneliti lain menjelaskan bahwa
semakin tinggi frekuensi anak memakan jajanan, maka semakin tinggi
juga peluang terjadinya diare pada anak (Utami, 2016).Sebagian besar
orang tua responden dengan pendidikan dasar (lulus SD dan SMP)
(41,7%) pada kelompok intervensi dan pendidikan menengah (lulus
SMA) sebanyak 63,9% pada kelompok kontrol. dengan pengetahuan
yang baik akan berupaya untuk melakukan upaya preventif terhadap
kesehatan dan jika terjadi penyakit akan berusaha mencari tahu tentang
penyakit yang dialami oleh anaknya dan segera membawa anak ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Orang tua. Sebagian besar orang tua
kadang-kadang mencuci tangan sebanyak 28 ibu (77,8%) pada kelompok
intervensi dan 34 ibu (94,4%) pada kelompok kontrol. Kebiasaan ibu

13
dalam melakukan cuci tangan pakai sabun setelah anak buang air besar
atau buang air kecil dan sebelum menyiapkan makanan pada anak akan
mempengaruhi dan menjadi faktor risiko terjadinya diare pada anak.
Perilaku dan kebiasaan ibu dalam mencuci tangan dengan sabun dan
mempersiapkan makanan untuk anak pada Negara berpenghasilan rendah
memiliki risiko terjadinya diare pada anak (WHO, 2018). Hal yang sama
juga ditemukan pada penelitian Evayanti, Purna, & Aryana (2014)
menemukan bahwa 37,14% masih terdapat ibu-ibu yang tidak
melakukan cuci tangan dengan sabun setelah anak BAB atau BAK dan
dalam mempersiapkan makan anak.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan frekuensi diare pada
kelompok intervensi sebelum diberikan madu dengan ORS yaitu 11,94
dan sesudah diberikan madu dengan ORS yaitu 3,61. Sedangkan pada
kelompok kontrol rerata frekuensi diare responden sebelum diberikan
larutan madu madu ORS yaitu 11,81 dan sesudah diberikan yaitu 4,08.
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan frekuensi diare sebelum dan
setelah diberikan madu dengan ORS dan larutan madu ORS. Kelompok
intervensi adalah kelompok yang mendapatkan madu 5 ml dan pemberian
ORS setiap kali anak mengalami diare sedangkan kelompok kontrol
adalah kelompok yang mendapatkan 10 ml madu yang dilarutkan
dalam 200 ml ORS dan diberikan setiap kali anak mengalami diare.
Vallianou, Gounari, Skourtis, Panagos, & Kazazis (2014) menjelaskan
bahwa madu mengandung karbohidrat, protein, mineral vitamin B
kompleks dan vitamin C. Vitamin C memiliki sifat sebagai anti
inflamasi, anti bakteri, anti viral dan anti oksidan yang bermanfaat untuk
mengatasi bakteri dan virus yang menyebabkan diare.
Rerata lama rawat responden setelah diberikan madu dengan ORS
pada kelompok intervensi yaitu 4,22 dan diberikan larutan madu ORS
pada kelompok kontrol yaitu 5,22. menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan lama rawat pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Elnady et al., (2013) melakukan penelitian tentang pemberian madu
terhadap anak yang mengalami diare didapatkan bahwa frekuensi diare

14
menurun pada kelompok yang diberikan madu dibandingkan dengan
kelompok yang diberikan larutan madu dan ORS saja. Peneliti lain juga
menemukan bahwa kelompok yang diberikan madu mengalami
penurunan frekuensi diare dan lama rawat yang bermakna secara statistik
(Sharif et al., 2017).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa
frekuensi diare kelompok yang diberikan madu 5 ml sebanyak 3 kali
sehari yaitu 3,61 dibandingkan dengan kelompok yang diberikan madu
10 ml dan dilarutkan dalam 200 ml ORS yaitu 4,08. Terdapat selisih
frekuensi diare sebanyak 0,47 kali dengan nilai signifikansi P 0,001*
Madu terdiri dari fruktosa dan glukosa yang berfungsi sebagai agen
prebiotik, terdiri dari asam amino, vitamin, mineral dan enzim (Elnady
et al., 2013; Khan, Dubey, & Gupta, 2014). Hal ini sejalan dengan
penelitian Wallace et al., (2009) yang memberikan madu kepada balita
sebagai anti bakteri dan prebiotik kepada balita yang mengalami diare
dan peneliti lain juga menyimpulkan kandungan probiotik pada madu
dapat mengurangi kejadian diare (Mansouri-Tehrani, Khorasgani, &
Roayaei, 2018). Dosis madu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
10 ml dalam 200 ml ORS yang mengandung komposisi pada tabel 6.1 di
atas. Menurut peneliti, dengan menambahkan madu sebanyak 10 ml
dalam larutan ORS secara teknis lebih mudah dan memberikan rasa
sedikit manis pada ORS yang diberikan sehingga lebih mudah diterima
oleh responden dengan usia balita karena dengan rasa-rasa manis yang
dirasakan oleh anak. Madu yang dilarutkan dalam ORS akan mengalami
peningkatan osmolaritas yaitu dari 245 mOsmol/L pada ORS saja
menjadi 310 mOsmol/L pada larutan madu ORS, sehingga akan lebih
mampu untuk menghambat pertumbuhan patogen penyebab diare. Selain
itu, kandungan gula juga mengalami peningkatan saat madu dilarutkan
dalam ORS yaitu berubah dari 75 mmol/L menjadi 109 mmol/L yang
dapat meningkatkan penyerapan natrium dan air dari usus, sehingga
dapat terjadi peningkatan konsistensi feses pada anak balita.

15
b. Karakteristik klien : usia responden, dan paritas.
c. Fasilitas biaya : Tidak dicantumkan jumlah biaya yangdigunakan

1. Diskusi (membandingkan jurnal dan kasus)


Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
frekuensi diare pada kelompok intervensi sebelum diberikan madu
dengan ORS yaitu 11,94 dan sesudah diberikan madu dengan ORS
yaitu 3,61. Sedangkan pada kelompok kontrol rerata frekuensi diare
responden sebelum diberikan larutan madu madu ORS yaitu 11,81 dan
sesudah diberikan yaitu 4,08. menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
frekuensi diare sebelum dan setelah diberikan madu dengan ORS dan
larutan madu ORS. Rerata lama rawat responden setelah diberikan madu
dengan ORS pada kelompok intervensi yaitu 4,22 dan diberikan larutan
madu ORS pada kelompok kontrol yaitu 5,22. menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan lama rawat pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa
frekuensi diare kelompok yang diberikan madu 5 ml sebanyak 3 kali
sehari yaitu 3,61 dibandingkan dengan kelompok yang diberikan madu
10 ml dan dilarutkan dalam 200 ml ORS yaitu 4,08. Terdapat selisih
frekuensi diare sebanyak 0,47 kali dengan nilai signifikansi P 0,001*
Berdasarkan analisis jurnal diatas pemberian madu dengan oral
rehydration salts dan larutan madu terbukti efektif terhadap penurunan
frekuensi diare dan lama rawat pada anak dengan masalah diare . Maka
dalam kasus ini bisa diterapkan pemberian pemberian madu dengan oral
rehydration salts dan larutan madu untuk menurunkan frekuensi diare dan
lama rawat pada anak

16
BAB IV
KESIMPULAN

Diare akut dapat menyebabkan kerusakan pada mukosa usus yang dapat
menyebabkan gangguan pada proses penyerapan makanan. Kerusakan pada
mukosa usus dapat mengakibatkan pemendekan villi intestinalis yang
menyebabkan berkurangnya permukaan mukosa usus dan gangguan penyerapan
makanan sehingga bisa terjadi kekurangan enzim lactose.
Madu dapat membantu terbentuknya jaringan granulasi sehingga mampu
memperbaiki permukaan kripte usus dan kandungan madu yang memiliki
prebiotik dapat menumbuhkan kuman komensal dalam usus dengan kemampuan
melekat pada enterosit mukosa usus sehingga dapat menghambat kolonisasi
sejumlah bakteri penyebab diare termasuk virus.
Berdasarkan analisis jurnal yang berjudul “Madu Dengan Oral Rehydration
Salts dan Larutan Madu Efektif Terhadap Penurunan Frekuensi Diare dan Lama
Rawat Pada Anak” didapatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
menemukan bahwa frekuensi diare kelompok yang diberikan madu 5 ml sebanyak
3 kali sehari yaitu 3,61 dibandingkan dengan kelompok yang diberikan madu 10
ml dan dilarutkan dalam 200 ml ORS yaitu 4,08. Terdapat selisih frekuensi diare
sebanyak 0,47 kali dengan nilai signifikansi P Value 0,001*. Pemberian madu
dengan ORS dan larutan madu ORS efektif terhadap penurunan frekuensi diare
dan mengurangi lama rawat pada anak balita di rumah sakit sehingga dapat
diaplikasikan di ruang rawat inap anak.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, R. P. (2016). Madu Dengan Oral Rehydration Salts dan Larutan Madu
Efektif Terhadap Penurunan Frekuensi Diare dan Lama Rawat Pada Anak.
Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(1), 57–64.
https://doi.org/10.33757/jik.v4i1.268.g117

Arfian. (2016). .Asuhan keperawatan dengan masalah gangguan


gastroenteritis pediatrik edisi ketiga. Medan EGC.

DEPKES RI direktorat Jendral pengadilan penyakit dan penyehatan lingkungan,


2011. Buku saku lintas diare. Jakarta: depkes

Kardiyudiani dan Susanti. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta:


PT Pustaka Buku.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi


10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

Ngastiyah . (2016). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep


Dan Proses Keperawatan . Jakarta: Medika salemba

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Suryadi. (2016). Asuhan Keperawatan Diare. Jurnal keperawatan anak, 60


(komplikasi diare), 15.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

18

Anda mungkin juga menyukai