Anda di halaman 1dari 4

Diagnosa Diare dan Klasifikasi Dehidrasi

Diagnosa Diare
Diagnosa diare ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Amati konsistensi tinja dan frekuensi
buang air besar bayi atau balita. Jika tinja encer dengan frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari,
maka bayi atau balita tersebut menderita diare.
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan jumlah sel darah putih. Namun, untuk
mengetahui organisme penyebab diare, perlu dilakukan pembiakan terhadap contoh tinja.
Klasifikasi Dehidrasi
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi dehidrasi ringan, sedang, atau berat.
1. Dehidrasi Ringan
Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak lesu, haus, dan agak rewel.
2. Dehidrasi Sedang
Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:

Gelisah, cengeng
Kehausan

Mata cekung

Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke posisi semula.

3. Dehidrasi berat
Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:

Berak cair terus-menerus


Muntah terus-menerus

Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk

Tidak bisa minum, tidak mau makan

Mata cekung, bibir kering dan biru

Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik

Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil berkurang/kurang dari 6 popok/hari.

Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

ayi dan balita yang diare membutuhkan lebih banyak cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang melalui tinja
dan muntah. Pemberian cairan yang tepat dengan jumlah memadai merupakan modal utama mencegah dehidrasi.
Cairan harus diberikan sedikit demi sedikit dengan frekuensi sesering mungkin.

Oralit merupakan salah satu cairan pilihan untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit sudah dilengkapi dengan
elektrolit, sehingga dapat mengganti elektrolit yang ikut hilang bersama cairan.
Baca aturan penggunaan oralit dengan baik, berapa jumlah air yang harus disiapkan untuk membuat larutan oralit,
sehingga takaran oralit dapat tepat diberikan. Larutan sup maupun air biasa cukup praktis dan hampir efektif sebagai
upaya rehidrasi oral untuk mencegah dehidrasi.
Cairan yang biasa disebut sebagai cairan rumah tangga ini harus segera diberikan pada saat anak mulai diare.
Berikan cairan dengan sendok, sesendok tiap 1-2 menit. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan minum
langsung dari gelas/cangkir dengan tegukan yang sering. Jika terjadi muntah, ibu dapat menghentikan pemberian
cairan selama kurang lebih 10 menit, selanjutnya cairan diberikan perlahan-lahan (misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit).
Selain pemberian cairan, pemberian ASI maupun makanan pendamping ASI harus tetap dilanjutkan agar anak tidak
jatuh dalam keadaan kurang gizi dan pertumbuhannya tidak terganggu. Sebaliknya, larutan-larutan yang
hiperosmoler karena kandungan gulanya tinggi tidak boleh diberikan, contohnya adalah teh yang sangat manis, soft
drink dan minuman buah komersial yang manis.
Orang tua pun harus tahu tanda-tanda memburuknya diare. Bawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan atau ke
dokter jika kondisinya tidak membaik dalam 3 hari atau buang air besar cair bertambah sering, muntah berulangulang, makan atau minum sangat sedikit, terdapat demam dan tinja anak berdarah.
Jangan tunggu lebih lama jika anak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, anak bersikap sangat rewel atau justru
apatis dan lesu pada dehidrasi yang lanjut. Untuk anak-anak yang kurang dari satu tahun, dapat dilihat atau diraba
ubun-ubunnya cekung. Pada dehidrasi yang ringan dan sedang, anak tampak sangat kehausan, namun bila
dehidrasinya berat, anak justru tidak merasa haus lagi.
Dapat juga diperiksa turgor kulit pada daerah perut yang akan berkurang kelenturannya jika anak mengalami
dehidrasi. Caranya dengan menjepit atau mencubit kulit selama 30-60 detik, kemudian lepaskan. Bila turgor kulit
masih baik, kulit akan cepat kembali ke keadaan semula. Bila tidak, kembalinya akan lambat. Selain itu anak yang
mengalami dehidrasi matanya akan terlihat cekung, menangis tidak keluar air mata, tidak kencing, mulut dan lidah
terlihat kering.
Jika terjadi hal-hal tersebut maka anak perlu ditangani oleh petugas kesehatan. Antibiotik tidak rutin diberikan,
hanya pada kasus-kasus tertentu saja dokter akan meresepkan antibiotik. Saat ini lebih sering diberikan sejenis
probiotik yang dicampurkan dalam cairan atau makanan anak. Tujuan pemberian probiotik adalah memperbanyak
"kuman baik" sehingga dapat mempersingkat episode diare.
Sejauh ini, pemberian obat antidiare pada anak dapat berisiko menimbulkan efek samping yang cukup berbahaya.
Risiko tersebut dapat berupa mual, muntah bahkan yang cukup berat, timbulnya ileus paralitik (gangguan pada usus)
yang dapat berakibat sangat fatal, bahkan tidak jarang membutuhkan pembedahan.
Pengobatan Diare yang Tepat
Tidak selamanya diare itu buruk. Sebenarnya diare adalah mekanisme tubuh untuk mengeluarkan racun dari dalam
tubuh. Racun yang dihasilkan oleh virus, bakteri, parasit dan sebagainya akan dibuang keluar bersama dengan tinja
yang encer.
Kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit penting adalah penyebab kematian pada penderita diare.
Kondisi yang disebut dehidrasi ini berbahaya karena dapat menimbulkan gangguan irama jantung dan menurunkan
kesadaran pasien. Jangan anggap remeh, kalau tidak diatasi bisa menimbulkan kematian, jelas dr. Ari Fahrial Syam,
Sp.PD, KGEH, MMB

Sebagian besar diare akut (diare mendadak) pada anak dapat disembuhkan hanya dengan pemberian cairan dan
meneruskan pemberian makanan saja. Oleh sebab itu, inti dari pengobatan diare adalah memberikan cairan untuk
menghindari terjadi dehidrasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab
diare, ungkap dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD, KGEH, MMB. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah
makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien.
Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare .seperti bakteri atau
parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut
yang tidak menyenangkan.
Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang
disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping
dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter
Sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara berlebihan tapi juga elektrolit. Kehilangan cairan dan
elektrolit melalui diare ini kemudian dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi inilah yang mengancam jiwa
penderita diare.
Penggolongan Obat Diare
A. Kemoterapeutika untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab diare seperti antibiotika,
sulfonamide, kinolon dan furazolidon.
1. Racecordil
Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi, mempunyai indeks
terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf pusat, dan yang tak
kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan. Racecordil yang pertama kali dipasarkan di
Perancis pada 1993 memenuhi semua syarat ideal tersebut.
2.

Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat motilitas
saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus. Obat diare ini berikatan
dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid
dengan reseptor tersebut. Efek samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen (luka di
bagian perut), sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.

3.

Nifuroxazide
Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli,
Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide
bekerja lokal pada saluran pencernaan.
Obat diare ini diindikasikan untuk dire akut, diare yang disebabkan oleh E. coli & Staphylococcus,
kolopatis spesifik dan non spesifik, baik digunakan untuk anak-anak maupun dewasa.

4.

Dioctahedral smectite
Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro
telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta rotavirus.
Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan melawan mukolisis yang diakibatkan oleh
bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari
normalisasi rasio laktulose-manitol urin pada anak dengan diare akut.

B. Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat menghentikan diare dengan
beberapa cara:
1.

Zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air dan elektrolit

oleh mukosa usus seperti derivat petidin (difenoksilatdan loperamida), antokolinergik (atropine,
ekstrak belladonna)
2.

Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tannin) dan
tannalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.

3.

Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yanga pada permukaannya dapat menyerap (adsorpsi) zatzat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan
(udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga musilago zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir
usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan pelindung seperti kaolin, pektin (suatu karbohidrat
yang terdapat antara lain sdalam buah apel) dan garam-garam bismuth serta alumunium.

C. Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali mengakibatkan nyeri
perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium.

Anda mungkin juga menyukai