Anda di halaman 1dari 12

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO II
PENYAKIT ERITOPOIESIS
“Pucat dan Lemas”

NAMA : PUTRI ASWARIYAH RAMLI


STAMBUK : N 101 20 045
KELOMPOK :4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
Modul 2 : Penyakit Eritopoiesis

“Pucat dan Lemas”

Seorang anak perempuan 6 tahun dibawa oleh orang tuanya ke Poli anak
dengan keluhan pucat disertai sering lemas. Keluhan dialami sejak 3 bulan yang
lalu. Riwayat perdarahan di sangkal. Pasien jarang mengkonsumsi ikan dan
sayuran. Kedua orang tua pasien bekerja sebagai buruh pabrik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi


110x/menit, suhu 36,8C, pernafasan 22 kali/menit, berat badan 13 Kg, tanda vital
dalam batas normal, tidak ditemukan hepatosplenomegali. Pemeriksaan darah
rutin didapatkan hemoglobin (Hb) 8,5 gr/dl, hematokrit (Hct) 24,2 g/dl, eritrosit
(RBC) 3.680.000/L, MCV 65,8 fl, MCH 23,1 pg, MCHC 35,1 %, trombosit (PLT)
369.000/L. Dokter kemudian menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan Apusan
Darah Tepi (ADT), Fe Serum, Ferritin, TIBC, agar penyebab Anemia dapat
diketahui dengan pasti.

Learning Objective

1. Diagnosis banding
2. Dasar Diagnosis
3. Patomekanisme klasifikasi anemia
4. Tatalaksana
1. Diagnosis banding
Jawab :
Hemolisis selama phlebotomy dan hemodilusi yang signifkan karena
resusitasi cairan volume besar dapat mengakibatkan jumlah sel darah merah
yang sangat rendah. Pada kondisi kehilangan darah akut akibat trauma,
anemia mungkin tidak segera hadir pada pengujian laboratorium, karena
pergeseran cairan belum sempat terjadi untuk menormalkan volume sirkulasi,
sehingga menipiskan jumlah sel darah merah yang tersisa. Adapun diagnosis
banding untuk pasien dengan kasus anemia, yaitu sebagai berikut (Turner,
2022).
a) Anemia penyakit kronis : kemunginan gagal ginjal, keganasan yang
mendasarinya, dan kondisi autoimun.
b) Infiltrasi sumsum tulang: pertimbangkan pada pasien dengan penurunan
berat badan, kelelahan.
c) Anemia makrositik dengan defisiensi B12 / folat: pertimbangkan pada
pasien dengan parestesia, vegan / vegetarian atau pada pasien yang baru
menjalani operasi bypass lambung.
d) Anemia hemolitik: pertimbangkan pada semua pasien dengan penyakit
kuning, urin gelap.
Adapun diagnosis banding untuk dasar diagnosis pada skenario yaitu
anemia defisiensi besi sebagai berikut (Setiati, 2017).

Tabel 1. Perbandingan Nilai Laboratorium (Setiati, 2017)

Anemia Anemia Trait Anemia


Defisien Akibat Thalasse- Sideroblastik
si Besi Penyakit mia
Kronik
Derajat anemia Ringan – Ringan Ringan Ringan sampai
berat berat
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/normal
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/normal
Besi serum Menurun Menurun < Normal/ ↑ Normal/ ↑
< 30 50
TIBC Meningk Menurun < Normal/↓ Normal/↓
at > 360 300
Saturasi Menurun Menurun/N Meningkat Meningkat > 20%
transferin < 5% 10-20% > 20%
Besi sumsum negatif Positif Positif Positif dgn ring
tulang kuat sideroblast
Protoporfirin Meningk Meningkat Normal Normal
eritrosit at
Ferritin serum Menurun Normal 20- Meningkat Meningkat > 50
<20 μg/l 200 μg/l > 50 μg/l μg/l
Elektroforesis Normal Normal Hb. A2 Normal
Hb meningkat

Sumber :
Setiati, S., et al. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4 th ed. Jakarta :
Interna Publishing.
Turner, J., Parsi, M., Badireddy, M. 2022. Anemia. Treasure Island :
StatPearls Publishing.

2. Dasar diagnosis
Jawab :
Dasar diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Adapun dasar diagnosis
berdasarkan skenario di atas, yaitu sebagai berikut.
A. Anamnesis
1) Identitas pasien
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
2) Keluhan utama
Pucat disertai sering lemas
3) Riwayat penyakit sekarang
a. Lokasi : -
b. Onset : Dialami sejak bulan yang lalu
c. Kuantitas keluhan : -
d. Kualitas keluhan : -
e. Faktor-faktor yang memperberat keluhan : Jarang mengonsumsi
ikan dan sayuran
f. Faktor-faktor yang meringankan keluhan : -
g. Gejala yang menyertai : -
4) Riwayat penyakit dahulu : Riwayat perdarahan disangkal
5) Riwayat kesehatan keluarga : -
6) Riwayat sosial dan ekonomi : Kedua orangtua pasien bekerja
sebagai buruh pabrik.
B. Pemeriksaan Fisik
Konjungtiva : -
GCS : composmentis
Tanda – tanda vital :
- Tekanan darah : 90/60 mmHg
- Nadi : 110 X/menit
- Berat badan : 13 Kg
- Tidak ditemukan hepatosplenomegali
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin :
- Hemoglobin (Hb) : 8,5 gr/dl
- Hematokrit (Hct) : 24,2%
- Eritrosit (RBC) : 3.680.000/L
- MCV : 65,8 fl
- MCH : 23,1 pg
- MCHC : 35,1%
- Trombosit : 369.000/L
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang tercantum dalam skenario di atas, dapat disimpulkan bahwa
dasar diagnosis yakni anemia defisiensi besi (hipokrom mikrositik).
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan
dengan gejala klinis yang sering tidak khas (Fitriany, 2018).
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk
menentukan ADB (Fitriany, 2018).
A. Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
1) Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
2) Kosentrasi Hb eritrosit rata-rata
3) Kadar Fe serum <50 ug/dl (N: 80-180 ug/dl)
4) Saturasi transferin <15 % (N; 20-50%)
B. Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen:
1) Anemia hipokrom mikrositik
2) Saturasi transferin 100 ug/dl
3) Nilai FEP >100 ug/dl
4) Kadar ferritin serum <12 ug/dl

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 atau 3 kriteria (ST, feritin


serum, dan FEP harus dipenuhi). Lanzkowsky menyimpulakn ADB dapat
diketahui melalui (Fitriany, 2018) :

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi


dengan MCV, MCH, dan MCHC yang menurun.
2. Red cell distribution width (RDW) > 17%
3. FEP meningkat
4. Feritin serum menurun
5. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 10%
6. Respon terhadap pemberian preparat besi
 Retikulositosis mencapai pundak pada hari ke 5 – 10 setelah pemberian
besi
 Kadar hemolobin meninkat rata-rata 0,25 – 0,4 g/dl/ hari atau PCV
mengkat 1% /hari
7. Sumsum tulang
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada perwarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi
berkurang Cara lain untuk menentukaan adanya ADB adalah dengan
trial pemberian preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui
adanya ADB subklinis dengan melihat respons hemoglobin terhadap
pemberian peparat besi. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif dan
ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB.
Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3 –
4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 mg/dl maka dapat
dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.
Sumber :
Fitriany, J., Saputri, A. I. 2018. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Averrous. Vol.
4(2): 1-14. Viewed on 23 Maret 2022. From: ojs.unimal.ac.id.

3. Patomekanisme klasifikasi anemia


Jawab :
Terdapat tiga jenis anemia utama, yaitu :
A. Anemia Mikrositik (Sel darah merah kecil)
a) Anemia Defisiensi
1) Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi terjadi ketika kebutuhan akan besi dalam
tubuh melebihi persediaan ; anemia terjadi secara lambat dalam
tiga tahap :
- Cadangan besi di tubuh menurun, namun eritropoiesis terus
berjalan secara normal.
- Transportasi zat besi ke sumsum tulang berkurang,
mengakibatkan defisiensi produksi sel darah merah.
- Jumlah sel darah merah mikrositik meningkat dalam sirkulasi,
mengganti sel darah merah matur yang normal.
B. Anemia Makrositik (Sel darah besar)
- Anemia defisiensi vitamin B12
Jenis anemia megaloblastik yang paling umum adalah anemia
pernisiosa yang terjadi akibat defisiensi vitamin B 12. Vitamin B12,
penting untuk sintesis DNA dan defisiensi vitamin B 12 merusak
pembelahan dan maturasi sel, terutama proliferasi sel darah merah
yang cepat. Absorpsi vitamin vitamin B 12 di dalam usus memerlukan
adaya faktor intrinsik yang dihasilkan oleh mukosa lambung. Faktor
intrinsik mengikat vitamin B12 dalam makanan, melindungi dari enzim
gastrointestinal dan memfasilitasi absorpsinya. Kekurangan vitamin
B12 mengubah struktur dan menganggu fungsi saraf perifer, medula
spinalis, dan otak.
C. Anemia Normositik (Sel darah merah berukuran normal)
- Anemia Aplastik
Anemia aplastik terjadi karena adanya penurunan fungsi sumsum
tulang yang menyebabkan penurunan jumlah sel darah. Sel lemak
berproliferasi untuk menggantikan sel batang. Sel darah merah yang
dibentuk tidak matur dan pengangkuran oksigen menjadi terganggu.
Karena rentang hidup trombosit dan sel darah putih pendek, pasien
cenderung mengalami infeksi dan perdarahan. Penyebab kematian
yang umum adalah perdarahan hebat, infeksi, dan syok septik. Pada
kasusu berat, mortalitas dapat menjadi tinggi sehingga memerlukan
intervensi yang tepat
- Anemia Hemolitik
Rentang kehidupan sel darah merah pada anemia hemolitik lebih
pendek dibanding rentang kehidupan sel darah merah normal, yaitu
120 hari. Membran sel darah merah bersifat rapuh yang
mengakibatkan perusakan sel darah merah yang berlebihan. Kondisi
ini mengakibatkan hipoksia pada jaringan. Dalam merespons
perusakan yang berlebihan, sumsum tulang menjadi hiperaktif dan
menghasilkan lebih banyak sel darah merah melalui eitropoiesis. Pada
anemia hemolitik, perusakan sel darah merah dapat terjadi pada sistem
vaskular atau melalui fagositosis oleh sistem retikuloendotel. Akibat
peningkatan perusakan sel darah merah, terdapat peningkatan kadar
bilirubin dan urobilinogen.
- Anemia Sel Sabit
Penyebab bentuk sabit adalah deoksigenasi hemoglobin. Ketika
hemoglobin sepenuhnya disaturasi dengan oksigen, sel darah merah
memiliki bentuk yang normal, namun perubahan ini hingga ke bentuk
sabit karena kandungan oksigen berkurang. Sel darah merah sabit
bersifat kaku dan tidak dapat mengubah bentuk seperti yang dilakukan
sel darah merah normal ketika mereka melalui kapiler. Sehingga, sel
darah merah sabit menghambat aliran darah yang menyebabkan
obstruksi vaskular, nyeri, dan iskemia jaringan. Pembentukan sel sabit
tidak permanen, sebagian besar sel darah merah yang berbentuk sabit
mendapatkan kembali bentuk mereka ketika disaturasi dengan
oksigen. Akan tetapi, pembentukan sabit yang berulang menyebabkan
kehilangan elastisitas membran sel dan selama beberapa waktu sel
gagal kembali ke bentuk normal ketika konsentrasi oksigen
meningkat. Sel darah merah yang lemah dihemolisis dan dihilangkan
dari sirkulasi.
Sumber :
Peate, M. N. I. 2015. Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. 2 nd ed. Jakarta :
Bumi Medika.

4. Tatalaksana
Jawab :
Tatalaksana untuk pasien dengan kasus anemia tergantung
pada penyebab anemia yang mendasarinya. Adapun tatalaksana
tersebut, yaitu sebagai berikut.
a) Anemi karena kehilangan darah akut
Terapi dilakukan dengan cairan IV, setidaknya pemberian jalur IV bear
untuk pemberian cairan dan produk darah. Mempertahankan hemoglobin >
7 g / dL pada sebagian besar pasien. Mereka yang memiliki penyakit
kardiovaskular membutuhkan tujuan hemoglobin yang lebih tinggi > 8 g /
dL (Turner, 2022).
b) Anemia karena kekurangan nutrisi ( zat besi oral / IV, B12, dan folat)
- Suplementasi oral zat besi sejauh ini merupakan metode replesi besi
yang paling umum. Dosis zat besi yang diberikan tergantung pada usia
pasien, defisit zat besi yang dihitung, tingkat koreksi yang diperlukan,
dan kemampuan untuk mentolerir efek samping. Efek samping yang
paling umum termasuk rasa logam dan efek samping gastrointestinal
seperti sembelit dan tinja tarry hitam. Untuk orang-orang seperti itu,
mereka disarankan untuk mengambil zat besi oral setiap hari, untuk
membantu dalam peningkatan penyerapan GI. Hemoglobin biasanya
akan normal dalam 6-8 minggu, dengan peningkatan jumlah retikulosit
hanya dalam 7-10 hari (Turner, 2022).
- Zat besi mungkin bermanfaat pada pasien yang membutuhkan
peningkatan kadar yang cepat. Pasien dengan kehilangan darah akut
dan berkelanjutan atau pasien dengan efek samping yang tidak
tertahankan (Turner, 2022).
c) Anemia karena cacat pada sumsum tulang dan sel induk
Kondisi seperti anemia aplastik memerlukan transplantasi sumsum tulang
(Turner, 2022).
d) Anemia karena penyakit kronis
Anemia dalam kondisi gagal ginjal, merespon erythropoietin. Kondisi
autoimun dan rematik yang menyebabkan anemia memerlukan pengobatan
penyakit yang mendasarinya (Turner, 2022).
e) Anemia karena peningkatan kerusakan sel darah merah
Tatalaksana nnemia karena peningkatan kerusakan sel darah merah, yaitu
sebagai berikut (Turner, 2022).
- Anemia hemolitik yang disebabkan oleh katup mekanis yang rusak
akan membutuhkan penggantian.
- Anemia hemolitik karena obat-obatan membutuhkan penghapusan obat
yang menyimpang.
- Anemia hemolitik persisten membutuhkan splenektomi.
- Hemoglobinopati seperti anemia sabit memerlukan transfusi darah,
transfusi pertukaran, dan bahkan hidroksiurea untuk mengurangi
kejadian sabit.
- DIC, yang ditandai dengan koagulasi dan trombosis yang tidak
terkendali, membutuhkan penghapusan stimulus. Pasien dengan
perdarahan yang mengancam jiwa memerlukan penggunaan agen
antifibrinolitik.

Adapun prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor


penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan
preparat besi. Sekitar 80 – 85% penyebab ADB dapat diketahui dengan
penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat
dilakukan secara oral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah,
dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara
parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral
atau kebutuhan besinya tidak dapat dipenuhi secara peroral karena ada
gangguan pencernaan (Fitriany, 2018).

A) Pemberian preparat besi


Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam
feri. Preparat terseda berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang
sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah.
Ferous glukonat, ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsropsi sama
baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). Untuk
mendapat respon pengobatan dosis yang dipakai 4 – 6 mg besi
elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi
elemental yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat
mengandung besi elemental sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar
akan meninmbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak
memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absropsi besi yang
terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan,
akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna
(Fitriany, 2018).
B) Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi parenteral intramuskular menimbulkan rasa sakit dan
harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi
alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik
dibandingkan peroral.1 Preparat yang sering dipakai adalah dekstran
besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ ml. Dosis dihitung
berdasarkan (Fitriany, 2018) :
Dosis besi 9 mg = BB (9kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
C) Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada
keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat
mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi
tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat
menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC
dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan
kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi.
Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl
hanya diberi PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberian
disertai pemberian diuretik seperti furosemide. Jika terdapat gagal
jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar
menggunakan PRC yang segar (Fitriany, 2018).
Sumber :
Turner, J., Parsi, M., Badireddy, M. 2022. Anemia. Treasure Island :
StatPearls Publishing.

Anda mungkin juga menyukai