Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUTORIAL : BLOK 2.

2
MINGGU 2 : BERBAGAI PENYAKIT DARAH

Kelompok 3A :

Rauffi Hayatul Putri(1710311024)


Harvin Ramadhian (1710312039)
Najdah Fakhirah karami(1710312052)
Yazid Alrasyid (1710312054)
Lucy Patmasari (1710312065)
Rana Anasya Taqy (1710312080)
Fadhila Anas Z(1710312097)
Fhadlan Khawary Pane(1710313055)
Chyntia Fitri (1710313058)
Ayu Octarin Hermafasya(1710313059)

Dosen Tutor : Dr. dr. Aisyah Elliyanti, SpKN, M.Kes

Tahun Pembelajaran : 2019/2020


Skenario 4: PAYAH KAH JANTUNGKU ?

Ibu Suni tiba- tiba dibangunkan oleh suaminya, alangkah terkejutnya ibu Suni karena
suaminya terlihat sesak nafas hebat dan hampir tidak bisa lagi berkata-kata. Nafas beliau
sesak tiba-tiba saat bangun tidur, dan terlihat sangat kepayahan dan berkeringat banyak.
Segera Ibu Suni membawa suaminya ke puskesmas. Sesampai di puskesmas, suami Bu Suni
terlihat makin kepayahan dan segera dilakukan pemasangan infus dan selang oksigen
dihidungnya dengan pasien dalam posisi Semi Fowler. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan
Darah 80/50 mmHg, nadi 120 kali permenit, suhu 36,5 C dan frekuensi nafas 28 x/menit,
ujung tangan dan kakinya teraba dingin dan terlihat berkeringat banyak. Ditemukan
peningkatan JVP 5+2 cmH2O dan jantungnya dinilai membesar, terdapat cairan di perut dan
sembab di kedua kakinya. Pasien kemudian diputuskan untuk dirujuk ke RS M Djamil
Sesampai di IGD, suami Bu Suni dilakukan pemeriksaan laboratorium, EKG dan foto
thorak. Dari alloanamnesis dokter kepada Bu Suni, diketahui bahwa suami Bu Suni memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dan penyakit Diabetes Mellitus sejak 10 tahun terakhir.
Meskipun rajin mengkonsumsi obat namun kadang kurang patuh dalam menjaga diet dan
aktifitasnya. Dokter memutuskan untuk merawat suami Bu Suni di Intensive Unit (CVCU), Bu
Suni hanya bisa memandang suaminya dengan sedih, dan masih belum mengerti apa yang
terjadi pada suaminya.
Bagaimana anda menerangkan keadaan ini?

Langkah 1 :
1. Hepatosplenomegali : Pembesaran hati dan limpa.
2. Retikulosit : Eritrosit yang belum matang, yang juga terdapat RNA di dalamnya.
3. Gambaran Darah Tepi : Sediaan hapus dengan meneteskan darah dikaca objek dibawah
mikroskop.
4. LED : Kecepatan sel darah mengendap di dalam tabung uji dengan satuan mm/jam untuk
mengetahui anemia atau pemantauan infeksi.
5. Observasi anemia : Pemantauan anemia
6. Sklera non-ikterik : Sklera tidak kuning
7. Anemia : Penurunan jumlah eritrosit , kuantitas HB dan jenis leukosit

Langkah 2 :
1. Mengapa badan Vano kurus, letih dan tidak bergairah seperti anak anak lainnya?
2. Apakah ada hubungan kondisi vano dengan kondisi keluarga vano ?
3. Apa maksud dari pemeriksaan fisik yang diterima oleh Vano?
4. Apa tujuan dari pemeriksaan darah rutin?
5. Apa maksud dari pemeriksaan leukosti 0/5/1/64/24/6 ?
6. Apa indikasi Vano dirujuk ?
7. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan lab ulang ?
8. Bagaimana interpretasi dari hasil lab teman sebaya Vano ?
9. Apa perbedaan diagnosis Vano dan teman sebaya vano ?

Langkah 3 :
1. A. Kurus  kurang makanan bergizi, rendah lemak, kurang protein.
B. Letih  kekurangan glukosa.

2. Sosio ekonomi dari keluarga Vano , yang ayahnya seorang pemulung kemungkinan dapat
membawa bibit penyakit dari hasil mulungnya sehingga bisa menjadi penyebab sakit Vano

3. Pucat  Aliran darah tidak stabil.


Lesu  ATP turun maka energy turun.
Konjungtiva anemis  aliran darah tidak sampai ke perifer.
Anemia : defesiensi dan hemolitik.

4. Pemeriksaan darah rutin  tujuan : untuk menunjang diagnosis klinik

5. 0%  Basofil normal : 0-1%


5%  Eosinofil normal : 1-3%
1%  Netrofil batang normal : 3-5%
64%  Netrofil segmen normal : 50-70%
24%  Limfosit normal : 25-35%
6%  Monosit normal : 4-6%

6. Untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan untuk dilakukan tindakan transfusi darah
7. - Untuk memastikan hasil lab tersebut
- Untuk melihat apakah terjadi penurunan kembali

8. A. Hb : 6,4 g/dl (rendah), normal  Perempuan :12-16 g/dl


Laki-laki : 14-18 g/dl
B. Leukosit : 7.200/m3 (rendah), normal  9.000-12.000/m3
C. LED : 52/jam  Laki-laki : <15 mm/jam
Perempuan : <50 mm/jam
9. Vano : Anemia Defisiensi
Teman Vano : Anemia Aplasia

Langkah 4 :

Vano 5 thn Anak sebaya


Vano

Pucat,lesu,tidak bergairah
Anemia
Apalsia

Langkah 5 :
1. Menjelaskan pengertian dan jenis-jenis anemia
2. Menjelaskan epidemiologi anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
3. Menjelaskan etiologi dan factor resiko terjadinuya anemia def. besi dan aplasia pada anak
dan dewasa
4. Menjelaskan pathogenesis dan patofisiologi terjadinya anemia def. besi dan aplasia pada
anak dan dewasa
5. Menjelaskan gejala dan tanda anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
6. Menjelaskan prinsip diagnosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
7. Menjelaskan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
8. Menjelaskan penatalaksanaan anemia def. besi dan aplasia secara holistic dan
komprehensif pada anak dan dewasa
9. Menjelaskan komplikasi dan prognosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
10. Menjelaskan kasus anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa

Langkah 6 :
1. Menjelaskan pengertian dan jenis-jenis anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Anemia
bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri {disease entity), tetapi merupakan gejala
berbagai macam penyakit dasar {underlying disease).
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa
eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga
normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis
kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu perlu
ditentukan titik pemilah {cut off point) di bawah kadar mana kita anggap terdapat anemia.
Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dl dan 12
g/dl pada perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain memberikan angka
yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11 g/dl
(hematokrit 36%) untuk perempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena :
a) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang;
b) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); dan
c) Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).

Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis


A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
 Anemia defisiensi besi
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12

2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi


 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
 Anemia aplastik
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada keganasan hematologi
 Anemia diseritropoietik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
 Gangguan membran eritrosit (membranopati)
 Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
 Thalassemia
 Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
 Anemia hemolitik autoimun
 Anemia hemolitik mikroangiopatik
 Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks.

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologis


dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia
dibagi menjadi tiga golongan:
1). Anemia hipokromikmikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg;
2). Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27- 34 pg;
3). Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl.
Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi
I. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi B12, termasuk anemiapernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroidisme
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

2. Menjelaskan epidemiologi anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
 30% penduduk dunia menderita anemia dan ½ nya ADB.
 Prevalensi ADB (SKRT tahun 2001):
a. bayi 0-6 bulan 61,3%
b. bayi 6-12 bulan 64,8% dan
c. anak balita 48,1%.
 Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju: 3 –
6 kasus/1 juta penduduk/tahun. Epidemiologi anemia aplastik di negara Timur jauh
mempunyai pola yang berbeda dengan di negara Barat. Di negara Timur (Asia
Tenggara dan Cina) insidennya 2 – 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di
negara Barat. Insiden anemia aplastik di dapat di eropa dan Israel sebanyak 2 kasus
per 1 juta penduduk. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita,
faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus hepatitis, diduga
memegang peranan penting.

3. Menjelaskan etiologi dan factor resiko terjadinuya anemia def. besi dan aplasia pada
anak dan dewasa
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
penyerapan, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
 Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun
dapat berasal dari:
- saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaiansalisilat atau OAINS, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
- saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia.
- saluran kemih: hematuria
- saluran napas: hemoptoe.
 Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging).
 Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan.
 Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagaipenyebab
utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki iaIah perdarahan gastrointestinal, di
negara tropic paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam
masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.
Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di rumah
sakit atau praktek klinik. Anemia defisiensi besi di lapangan pada umumnya disertai anemia
ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di
lapangan faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Bakta, pada penelitian di
Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran hanya pada
sekitar 30% kasus. Faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus, terutama pada
anemia derajat ringan sampai sedang. Adapun di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta,
ternyata perdarahan kronik memegang peran penting. Pada laki-laki didapatkan infeksi cacing
tambang (54%) dan hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid
dan infeksi cacing tambang masing-masing 17%.
ETILOGI ANEMIA APLASTIK
Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik, yaitu penyebabnya tidak
diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari penyebab ini karena penyakit ini terjadi
secara perlahan-lahan dan karena belum adanya model binatang percobaan yang tepat. Penyebab
anemia aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan sekunder (Bakta, 2006).
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:

1. Faktor kongenital
Anemia aplastik yang diturunkan : sindroma fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain
seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.(Aghe, 2009)
[if !supportLists] [endif]Anemia Fanconi, adalah kelainan autosomal resesif yang di tandai
oleh defek pada DNA repair dan memiliki predisposisi ke arah leukimia dan tumor padat
(Wijanarko, 2007).
[if !supportLists] [endif]Diskeratosis kongenita, adalah sindrom kegagalan sumsum tulang
diwariskan yang secara klasik muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku, dan
leukoplakia mukosa. Diskeratosis kongenita autosomal dominan disebabkan mutasi pada gen
TERC (yang menyandi komponen RNA telomerase) dan pada akhirnya mengganggu aktivitas
telomerase dan pemendekan telomer abnormal (Wijanarko, 2007).
[if !supportLists] [endif]Sindrom Shwachman-Diamond, adalah kelainan autosomal resesif
yang ditandai dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum
tulang. Seperti pada anemia Fanconi, penyakit ini memiliki resiko myelodisplasia atau leukimia
pada usia yang sangat muda (Wijanarko, 2007).
[if !supportLists] [endif]Trombositopenia amegakryositik, adalah kelainan yang ditandai
dengan trombositopenia berat dan tidak adanya megakryosit pada saat lahir ( Wijanarko, 2007).
[if !supportLists] [endif]Aplasia sel darah merah murni/pure red cell anemia (PRCA), yaitu
anemia yang timbul karena kegagalan murni sistem eritroid tanpa kelainan sistem mieloid atau
megakaryosit (Bakta, 2006).

2. Faktor didapat
sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla dihubungkan dengan:

• bahan kimia:
[if !supportLists]1. [endif]Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena
[if !supportLists]2. [endif]Insektisida: chlorade atau DDT
[if !supportLists]3. [endif]Arsen anorganik (Bakta,2006)

• obat-obatan :
Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya
tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal tersebut,
reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik tanpa hubungan
dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu penelitian internasional
berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama
analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin,
allopurinol, dan garam emas. (Aghe, 2009)
Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu dapat digunakan
untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam atau gejala
infeksi virus) atau memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat
NSAID yang diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat secara
total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi dengan sangat
buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun dilaporkan hanya menyebabkan
anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya
lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus
kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic anemia
aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-
sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih rendah ketika penelitian berdasarkan populasi (
Harisson, 2008).

• Akibat kehamilan
Pada kehamilan kadang-kadang ditemikan pansitopenia yang disertai aplasia sumsum tulang yang
berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini disebabkan oleh estrogen dengan predisposisi
genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak adanya perangsang hematopoiesis.
Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat kambuh lagi pada kehamilan
berikutnya (Wijanarko, 2007).

• infeksi :
Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia, dan
kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien
biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya;
pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G)
dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar fulminan
pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih
sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus
Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai
riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia
hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan
sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan
penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir
(Harrison, 2008).

• Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan
progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang
aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena
maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan
menyebabkan fibrosis (Aghe,2009).
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya paparan
sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan
dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak
mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek
radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis
kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat
berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan
stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat
meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien
menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga
dapat menyebabkan anemia aplastik. (Solander, 2006).

4. Menjelaskan pathogenesis dan patofisiologi terjadinya anemia def. besi dan aplasia
pada anak dan dewasa

Patogenesis

3 tahapan anemia defisiensi besi :


1. Iron deplete state, berkurangnya cadangan besi dalam tubuh ferritin. Hb normal
2. Iron deficiency erythropoiesis, penyediaan untuk eritripoiesis berkurang. Hb masih
normal.
3. Iron deficiency anemia, timbul anemia mikrositer hipokrom. Hb turun.
Anemia megaloblastic disebabkan oleh defisiensi vitamin B 12 dan asam folat. Vit B 12 berfungsi
untuk pembentukan DNA dan myelin. Asam folat berfungsi untuk sintesis DNA dan RNA. Akibat
gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast, maka maturase inti lebih lambat, sehingga kromatin
lebih longgar. Sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel lambat.
Pada anemia aplastic, mekanisme terjadinya anemia diperikirakan melalui, akibat kerusakan sel
induk, kerusakan lingkungan mikro, dan mekanisme imunologik.

Patofisiologi

Fe untuk hemopoiesis atau pembentukan darah dan diperlukan untuk berbagai enzim sebagai
factor penggiat ex: mengangkut sitokrom dan mengaktifkan oksigen/oksigenase.
Akibat penurunan asam folat dan vitamin B 12 terjadi gangguan pembentukan eritrosit dimana sel
eritroblast dengan ukuran yang lebih besar, susunan kromatin yang lebih longgar hingga disebut
sel megaloblastic. Sel megaloblastic fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih didalam SST
(hemolysis intramedular) sehingga terjadi eritropoiesis infektif dan masa hidup eritrosit yang lebih
pendek.
Kerusakan sel induk menyebabkan pansitopenia, yaitu menurunnya jumlah 3 seri sel darah.

5. Menjelaskan gejala dan tanda anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
Gejala umum anemia

Biasanya muncul secara perlahan, sehingga kadang tampak asymptomatic. Tampak jelas
saat Hb sudah di bawah 7-8 g/dL. Gejalanya yaitu lemah, lesu, lelah, mata berkunang-kunang,
telinga mendengung. Pada pemeriksaan fisik tampak anemis, terutama konjungtiva dan jaringan
di bawah kuku.

Gejala anemia aplastik


Dapat muncul secara perlahan ataupun akut dengan gejala-gejala yang menunjukkan
kondisi anemia, neutropenia, atau thrombositopenia. Gejala kerentanan terhadap infeksi
akibat neutropenia, terutama pada mulut dan kerongkongan, dan infeksi biasa menjadi lebih
berbahaya. Gejala perdarahan akibat thrombositopenia, misalnya memar, gusi berdarah,
mimisan, perdarahan uterus abnormal (menorrhagia dan metrorrhagia). Gejala anemia misalnya
fatig, dispnea, jantung berdebar-debar. Jarang ditemukan hepatomegali, kalaupun ditemukan
biasanya berhubungan dengan penyebab selain anemia aplastik. Splenomegali tidak pernah
ditemukan, kalau ditemukan justru meragukan diagnosis anemia aplastik.

KELUHAN PASIEN ANEMIA APLASTIK (Salonder, 1983)

Jenis Keluhan %
Perdarahan 83
Badan lemah 30
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33
Nafsu makan menurun 29
Pucat 26
Sesak napas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13

Gejala anemia defisiensi besi

1. Koilonychia, kuku sendok, spoon nail : Kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal, cekung
sehingga mirip seperti sendok.
2. Atrofi papila lidah : Permukaan lidah menjadi licin, mengkilap.
3. Stomatitis angularis, cheilosis : Peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
pucat keputihan.
4. Disfagia : Akibat kerusakan epitel hipofaring
5. Atrofi mukosa gaster
6. Pica : Keinginan makan yang aneh, misalnya tanah liat, lem, dsb.

Gejala anemia defisiensi B12

1. Ikterus akibat pemecahan Hb berlebih akibat peningkatan erithropoiesis yang inefektif.


2. Neuropathy
3. Kelainan pigmentasi kulit yang reversibel

Gejala anemia defisiensi folat


Secara umum serupa dengan anemia defisiensi B12, kecuali anemia defisiensi folat
tidak menyebabkan neuropathy.

6. Menjelaskan prinsip diagnosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
ANEMIA APLASTIK
 Manifestasi Klinis
Kejadian : Semua Umur, dengan puncak kejadian sekitar 30 tahunan dan lebih banyak pada
wanita
Anemia Aplastik bisa berbahaya atau akut dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang
menghasilkan anemia, neutropenia, atau trombositopenia. Infeksi, khususnya mulut dan
tenggorokan, hal biasa dan infeksi umum yang bisa mengancam nyawa; pendarahan gusi, epistasis
dan menorrhagia adalah wuhud hemorrage yg paling sering terlihat.
 Penemuan Laboratotium
- Anemia normochromic, normovytic of normochromic (MCV 95-110). Rendahnnya
retikulosit berhubungan dengan keparahan anemia.
- Leukopenia. Terdaat penurunan granulosit, biasanya, tetapi tidak selalu turun < 1,5 x 109 ./L.
Di kasus yang parah, hitung leukosit juga rendah tetapi neutrofil normal.
- Trombositopenia selalu ada
- Tidak ada sel abnormal di daerah tepi
- Hipoplasia SST, dengan penurunan dari jaringan hemapoesis dan digantikan oleh jaringan
lemak hingga 75%

Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) dan perlahan-lahan.
Anemia : Fatigue, dispnea, jantung berdebar-debar
Trombositopenia : Mudah memar, perdarahan mukosa
Neutropenia : Rentan Infeksi
Pasien mungkin mengeluh sakit kepala dan demam

 Keluhan Pasien
Jenis Keluhan %
Perdarahan 83
Lemah 30
Pusing 69
Jantung debar 36
Demam 33
Tidak ada nafsu makan 29
Pucat 26
Sesak Nafas 23
Penglihatan Kabur 19
Telinga dengung 13

ANEMIA DEFISIENSI BESI


 Gejala Umum
- Hb <7-8,9/dL
- 5L
- Mata berkunang-kunang
- Telinga dengung
 Gejala Khas
- Kolonychia, spoon nail, kuku menjadi raph, garis2 vertikal, cekung
- atrofi papila lidah, permukaan lidah licin dan mengilao
- Stomatitis Angularis (Cheilosis) : Radang pada sudut mulutu sehingga tampak bercak pucat
putih
- Disfagia karena kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster
- Pica : keinginan untuk makan tak lazim

ANEMIA DEFISIENSI B12 dan FOLAT


- Makrositik anemia (MCV > 110fl), ekstrim: RBC ukuran morfologi beda
- RBC berubah oval makrosit, poikilositosis
- Hipersegmen netrofil
- Leukompenoa dan Trombositopenia
- SST : Perubahan megaloblast, ditandai dengan hiperplasia eritorid dengan banyak prekursor
eritroid yg terlalu dini, terbukanya atipikal pola nuklir kromatin
- peningkatan cadangan Fe
- Penurunan serum B12
- Peningkatan LDF, Ineffective Erytropoesis

7. Menjelaskan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang


diagnosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
1. Kadar hb dan eritrosit menurun
Anemia hipokromik mikrositter dijumpai dengan penurunan kadar hb dari ringan sampai
berat. Ditandai dengan nilai MCV menurun sampai kurang dari 70 fl dan MCH juga
menurun pada anemia defesiensi besi. MCHC menurun pada anemia defesiensi besi yang
lebih berat dan berlangsung lama.

2. Gambaran darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositter, anisositosis, dan poikilositosis.


Pada gambaran akan terlihat sel cincin, sel memanjanh seperti elips atau sel pensil, dan kadang-
kadang dijumpai sel target.

3. Konsentrasi besi serum menurun pada anemia defesiensi besi dan TIBC (total iron binding
capacity) meningkat. Pada anemia defesiensi besi nilai besi serum kurang dari 50 mikrogram/dl
dan nilai TIBC meningkat menjadi besar dari 350mikrogram/dl dengan saturasi transferin kuran
dari 15%.

4. Feritin serum merupakan indikator terbaik untuk menilai cadangan besi kecuali apabila ada
keganasan). Pada anemia defesiensi besi didapatkan nilai feritin serum kurang dari 12mikrogram/l
atau beberapa rumah sakit ada yang menetapkan kurang dari 15mikrogram/l. Sedangkan apabila
nilai feritin serum besar dari 100mikrogram/l dapat disingkirkan kemungkinan anemia defesiensi
besi.

5. Portoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme. Apabila sintesis heme
tergabggu karena defesiensi besi maka portoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Nilai
normalnya adalah besar sama dari 100mg/dl.

6. Kadar reseptor transferin meningkat pada anemia defesiensi besi sekitar 1.5

7. Pemeriksaan untuk menentukan penyebab anemia contohnya pemeriksaan feses untuk


kemungkinan defesiensi besi karena cacing tambang.

8. Menjelaskan penatalaksanaan anemia def. besi dan aplasia secara holistic dan
komprehensif pada anak dan dewasa
A. Tatalaksanan Anemia Defisiensi Besi

Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia

defisiensi besi dapat berupa :

1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang,

pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan

kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacemen theraphy).

a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan

aman). Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis

anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi

elemental. Pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi

besi 50 mg/hari dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.

Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate,

dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas

dan efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus.

b. Terapi besi parenteral

Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih

mahal. Indikasi :

. intoleransi terhadap pemberian oral

. kepatuhan terhadap berobat rendah

. gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi

. penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi


. keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup

dikompensasi oleh pemberian besi oral.

. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan

trisemester tiga atau sebelum operasi.

. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada

anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.

Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml)

iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric

gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan

secara intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat timbul

adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri

perut dan sinkop.

Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar

hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg.

Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut :

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali

pemberian.

c. Pengobatan lain

. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein

terutama yang berasal dari protein hewani.

. Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan

absorpsi besi.
. Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi

darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi

besi adalah :

- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.

- Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan

gejala pusing yang sangat menyolok.

- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat

seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.

Respon terhadap terapi

Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan memberikan

respon baik bila : Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah

hari 10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-

10 minggu.

Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan :

1. Dosis besi kurang

2. Masih ada pendarahan cukup banyak

3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum

4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun,

atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat.

5. Diagnosis defisiensi besi salah

Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan ambil

tindakan yang tepat.


B. Tatalaksanan Anemia Aplastik

Manajemen awal anemia aplastik:


1. Menghentikan semua obat-obatan atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi
penyebab anemia aplastik.
2. Anemia : tranfusi PCR bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
3. Pendarahan hebat akibat trombositopenia : tranfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.
4. Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat
5. Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak
dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan berkurang
dan infeksi ada (misalnya ole bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan tranfusi
granulosit dari donor yang belum mendapat terapi G-CSF.
6. Assessment untuk stem sel allogenik : pemeriksaan histokompatibilitas pasien, orang
tua, dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi stem
sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau
pemberian dosis tinggi siklofosfamid. Terapi standar untuk anemia aplastik melipti imunosupresi
atau transplantasi sumsum tulang.
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas:
1. Terapi kausal
2. Terapi Suportif
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang : terapi untuk merangsang pertumbuhan
sumsum tulang
4. Terapi definitif yang terdiri atas :
a. Pemakaian anty-lymphocyte globuline
b. Transplantasi sumsum tulang
1. Terapi kausal.
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan
lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi hal ini sulit dilakukan karena
etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif
Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia.
a. Untuk mengatasi infeksi antara lain:
 Higiene mulut
 Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat.
Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika spektrum luas yang dapat mengatasi
kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat pennicilin semisintetik
(ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai Sefalosporin generasi
ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan antibiotika dengan hasil tes
kepekaan. Jika dalam 5-7 hari panas tidak turun, pikirkan infeksi jamur, dapat
diberikan amphotericin-B atau Flukonasol parenteral.
 Transfusi Granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman gram negatif,
dengan netropenia berat yang tidak menimbulkan respon pada antibiotika adekuat.
Granulosit konsentrat sangat sulit dibuat dan masa efektifnya sangat pendek.
b. Usaha untuk mengatasi anemia :
Berikan transfusi Packed red cell (PRC) jika Hb < 7 g/dl atau ada tanda payah jantung
atau anemia yang sangat simptomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 g%, tidak perlu sampai
Hb normal, karena akan menekan eritropoesis internal. Pada penderita yang akan
ddipersiapakan untuk transplantasi sumsum tulang pemberian transfusi harus lebih
berhati-hati.
c. Usaha untuk mengatasi pendarahan:
Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat pendarahan major atau trombosit
<20.000 / mm3. Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektifitas trombosit
karena timbulnya antibody antitrombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi
pendarahan kulit.
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Beberapa tindakan dibawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan sumsum
tulang meskipun penelitian menunjukkan hasil yang tidak memuaskan, contohnya :
a. Anabolik steroid ; dapat diberikan oksimetolon atau stanozol. Oksimetolon diberikan
dalam dosis 2-3 mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12 minggu. Awasi efek
samping vilrilasidan gangguan fungsi hati.
b. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah : fungsi steroid dosis rendah belum
jelas. Ada yang memberikan prednison 60-100mg/hari, jika dalam 4 minggu tidak ada
respon sebaliknya digantikan karena memberikan efek samping yang serius.
c. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil, tetapi
harus diberikan terus-menerus. Eritropoetin juga dapat diberikan juga untuk
mengurangi kebutuhan transfusi sel darah merah.
4. Terapi definitif
Adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi
definitif untuk anemia aplastik terdiri dari 2 pilihan terapi:
a. Terapi Immunosupresif antara lain:
 Pemberian antilimpocyte globuline : antilympocyte globuline (ALG) atau
antitimocyte globuline (ATG) dapat menekan proses imunologi. ALG mungkin
juga bekerja melalui peningkatan pelepasan Haemopoietic growth factor. Sekitar
40-70% kasus memberi respons pada ALG, meskipun sebagian respons bersifat
tidak komplit (ada defek kualitatif/kuantitatif). Pemberian ALG merupakan
pilihan utama untuk anemia aplastik yang berumur diatas 40 tahun.
 Terapi imunosupresif lain : pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan/atau
sisklosporin-A dilaporkan memberikan hasil pada bebebrapa kasus, tetapi masih
memerlukan konfirmasi lebih lanjut. Pernah juga dilaporkan keberhasilan
pemberian siklosfosfamid dosis tinggi.
b. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitf yang memberikan harapan
kesembuhan tetapi, biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan canggih, serta
adanya kesulitan mencari donor kompatibel. Transplantasi sumsum tulang, yaitu :
 Merupakan pilihan untuk kasus berumur dibawah 40 tahun ;
 Diberikan siklosporin-A untuk mengatasi GvHD (Graft versus Host disease) ;
Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang.

5. Terpai kombinasi:
Kombinasi obat-obat imunosupresan pada terapi pasien anemia aplastik hasilnya Iebih
memuaskan dibandingkan dengan imunosupresan tunggal. Kombinasi ALG, metilprednisolon
dan siklosporin A menghasilkan remisi parsial atau total sebesar 65%.5,23 Kombinasi lain
antara ATG, siklosporin A dan G-CSF dilaporkan memberikan respon hematopoetik yang
memuaskan dengan penurunan angka kematian. Penelitian yang dilakukan Stephen Rosenfeld
dkk, dengan metode kohort pada 122 pasien yang diberikan 40 mg/kg berat badan /hari
dengan ATG selama 4 hari dan 10-12 mg/kg berat badan /hari, siklosporin A selama 6 bulan
dan pemberian jangka pendek kortikosteroid didapatkan kurang lebih setengah dan pasien
anemia aplastik berat mempunyai waktu penyembuhan yang lebih baik dengan hasil jangka
panjang yang memuaskan. Penelitian terbaru yang mengkombinasikan ATG dengan
siklosporin pada pasien anemia aplastik berat didapatkan hasil peningkatan angka kesintasan
7 tahun yang memuaskan pada 55% kasus. Kombinasi ATG dan CsA merupakan terapi
imunosupresan lini pertama untuk pasien dengan anemia aplastik berat.

9. Menjelaskan komplikasi dan prognosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan
dewasa

Anemia Defisiensi
Prognosis anemia defisiensi besi (ADB) umumnya baik. Prognosis juga bergantung pada
penyakit penyerta dan komplikasi yang timbul.

Komplikasi

Komplikasi yang umum terjadi pada ADB antara lain adalah:


 Gagal jantung
 Persalinan prematur
 Gangguan konsentrasi dan kemampuan kognitif
 Penyakit akibat transfusi darah

Prognosis

Dengan terapi yang adekuat dan tepat, prognosis pasien ADB umumnya baik. Prognosis dapat
lebih buruk apabila ADB terjadi komplikasi atau terdapat penyakit penyerta seperti gangguan
ginjal, tumor, dan lainnya.
Anemia aplastik

Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa:


1. Berakhir dengan remisi sempurna.
Hal ini jarang terjadi kecuali bila iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna
biasanya terjadi segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun
Hal ini terjadi pada kebanyakan kasus.
3. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Membaik dan bertahan hidup lama namun
kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.

Jadi, pada anemia aplastik terdapat ke¬lompok yang berprognosis buruk dan kelompok lainnya
berprognosis relatif baik. Berbagai pe-tunjuk prognostik telah dibuat untuk membeda-kan arrtara
anemia aplastik berat dengan prog¬nosis buruk dengan anemia aplastik lebih ringan dengan
prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan pengobatan prognosis menjadi lebih baik. Dengan
pengobatan kortikosteroid, androgen, kombinasi androgen dan kortikosteroid (kelompok
terbanyak), serta pengobatan suportif, maka dari 59 pasien anemia aplastik yang diikuti selama 8
tahun, penulis menemukan remisi komplet 5%, remisi sebagian 17%, masih aplasi 9%,
meninggal 66% (di antaranya, 37% meninggal dalam 6 bulan sejak gejala awal), 2 pasien (3%)
tidak dapat diikuti tetapi diketahui masih hidup hingga akhir penelitian.
Penggunaan imunosupresif dapat me-ningkatkan keganasan sekunder. Pada penelitian di luar
negeri dari 103 pasien yang diobati dengan ALG, 20 pasien diikuti jangka panjang berubah
menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi hepatoma. Kejadian ini
mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit walaupun komplikasi tersebut lebih jarang
ditemukan pada transplantasi sumsum tulang.
Anemia aplastik konstitusional yang semula memberikan respons dengan androgen atau
kortikosteroid, akhirnya fatal kecuali bila dapat disembuhkan oleh transplantasi sumsum tulang.
Kira-kira 10% daripadanya berubah menjadi leukemia akut non limfoblastik.
10. Menjelaskan kasus anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
1.Tingkat Kemampuan menurut SKDI 2012

Daftar Penyakit Tingkat Kemampuan


Anemia defisiensi besi 4A
Anemia hemolitik 4A
Anemia Makrositik 3A
Anemia Aplasia 2
Anemia Megaloblastik 2

2. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 6 mg%).


3. Untuk anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter layanan primer,
dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.

4. Jika didapatkan kegawatan(missal perdarahan aktif atau distress pernafasan)

Anda mungkin juga menyukai