2
MINGGU 2 : BERBAGAI PENYAKIT DARAH
Kelompok 3A :
Ibu Suni tiba- tiba dibangunkan oleh suaminya, alangkah terkejutnya ibu Suni karena
suaminya terlihat sesak nafas hebat dan hampir tidak bisa lagi berkata-kata. Nafas beliau
sesak tiba-tiba saat bangun tidur, dan terlihat sangat kepayahan dan berkeringat banyak.
Segera Ibu Suni membawa suaminya ke puskesmas. Sesampai di puskesmas, suami Bu Suni
terlihat makin kepayahan dan segera dilakukan pemasangan infus dan selang oksigen
dihidungnya dengan pasien dalam posisi Semi Fowler. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan
Darah 80/50 mmHg, nadi 120 kali permenit, suhu 36,5 C dan frekuensi nafas 28 x/menit,
ujung tangan dan kakinya teraba dingin dan terlihat berkeringat banyak. Ditemukan
peningkatan JVP 5+2 cmH2O dan jantungnya dinilai membesar, terdapat cairan di perut dan
sembab di kedua kakinya. Pasien kemudian diputuskan untuk dirujuk ke RS M Djamil
Sesampai di IGD, suami Bu Suni dilakukan pemeriksaan laboratorium, EKG dan foto
thorak. Dari alloanamnesis dokter kepada Bu Suni, diketahui bahwa suami Bu Suni memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dan penyakit Diabetes Mellitus sejak 10 tahun terakhir.
Meskipun rajin mengkonsumsi obat namun kadang kurang patuh dalam menjaga diet dan
aktifitasnya. Dokter memutuskan untuk merawat suami Bu Suni di Intensive Unit (CVCU), Bu
Suni hanya bisa memandang suaminya dengan sedih, dan masih belum mengerti apa yang
terjadi pada suaminya.
Bagaimana anda menerangkan keadaan ini?
Langkah 1 :
1. Hepatosplenomegali : Pembesaran hati dan limpa.
2. Retikulosit : Eritrosit yang belum matang, yang juga terdapat RNA di dalamnya.
3. Gambaran Darah Tepi : Sediaan hapus dengan meneteskan darah dikaca objek dibawah
mikroskop.
4. LED : Kecepatan sel darah mengendap di dalam tabung uji dengan satuan mm/jam untuk
mengetahui anemia atau pemantauan infeksi.
5. Observasi anemia : Pemantauan anemia
6. Sklera non-ikterik : Sklera tidak kuning
7. Anemia : Penurunan jumlah eritrosit , kuantitas HB dan jenis leukosit
Langkah 2 :
1. Mengapa badan Vano kurus, letih dan tidak bergairah seperti anak anak lainnya?
2. Apakah ada hubungan kondisi vano dengan kondisi keluarga vano ?
3. Apa maksud dari pemeriksaan fisik yang diterima oleh Vano?
4. Apa tujuan dari pemeriksaan darah rutin?
5. Apa maksud dari pemeriksaan leukosti 0/5/1/64/24/6 ?
6. Apa indikasi Vano dirujuk ?
7. Mengapa perlu dilakukan pemeriksaan lab ulang ?
8. Bagaimana interpretasi dari hasil lab teman sebaya Vano ?
9. Apa perbedaan diagnosis Vano dan teman sebaya vano ?
Langkah 3 :
1. A. Kurus kurang makanan bergizi, rendah lemak, kurang protein.
B. Letih kekurangan glukosa.
2. Sosio ekonomi dari keluarga Vano , yang ayahnya seorang pemulung kemungkinan dapat
membawa bibit penyakit dari hasil mulungnya sehingga bisa menjadi penyebab sakit Vano
6. Untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dan untuk dilakukan tindakan transfusi darah
7. - Untuk memastikan hasil lab tersebut
- Untuk melihat apakah terjadi penurunan kembali
Langkah 4 :
Pucat,lesu,tidak bergairah
Anemia
Apalsia
Langkah 5 :
1. Menjelaskan pengertian dan jenis-jenis anemia
2. Menjelaskan epidemiologi anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
3. Menjelaskan etiologi dan factor resiko terjadinuya anemia def. besi dan aplasia pada anak
dan dewasa
4. Menjelaskan pathogenesis dan patofisiologi terjadinya anemia def. besi dan aplasia pada
anak dan dewasa
5. Menjelaskan gejala dan tanda anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
6. Menjelaskan prinsip diagnosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
7. Menjelaskan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
8. Menjelaskan penatalaksanaan anemia def. besi dan aplasia secara holistic dan
komprehensif pada anak dan dewasa
9. Menjelaskan komplikasi dan prognosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
10. Menjelaskan kasus anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
Langkah 6 :
1. Menjelaskan pengertian dan jenis-jenis anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Anemia
bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri {disease entity), tetapi merupakan gejala
berbagai macam penyakit dasar {underlying disease).
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa
eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Harga
normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis
kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu perlu
ditentukan titik pemilah {cut off point) di bawah kadar mana kita anggap terdapat anemia.
Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dl dan 12
g/dl pada perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain memberikan angka
yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11 g/dl
(hematokrit 36%) untuk perempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena :
a) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang;
b) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); dan
c) Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
2. Menjelaskan epidemiologi anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
30% penduduk dunia menderita anemia dan ½ nya ADB.
Prevalensi ADB (SKRT tahun 2001):
a. bayi 0-6 bulan 61,3%
b. bayi 6-12 bulan 64,8% dan
c. anak balita 48,1%.
Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju: 3 –
6 kasus/1 juta penduduk/tahun. Epidemiologi anemia aplastik di negara Timur jauh
mempunyai pola yang berbeda dengan di negara Barat. Di negara Timur (Asia
Tenggara dan Cina) insidennya 2 – 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan di
negara Barat. Insiden anemia aplastik di dapat di eropa dan Israel sebanyak 2 kasus
per 1 juta penduduk. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita,
faktor lingkungan, mungkin infeksi virus, antara lain virus hepatitis, diduga
memegang peranan penting.
3. Menjelaskan etiologi dan factor resiko terjadinuya anemia def. besi dan aplasia pada
anak dan dewasa
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
penyerapan, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun
dapat berasal dari:
- saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaiansalisilat atau OAINS, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
- saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia.
- saluran kemih: hematuria
- saluran napas: hemoptoe.
Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging).
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan.
Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagaipenyebab
utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki iaIah perdarahan gastrointestinal, di
negara tropic paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam
masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.
Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di rumah
sakit atau praktek klinik. Anemia defisiensi besi di lapangan pada umumnya disertai anemia
ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di
lapangan faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Bakta, pada penelitian di
Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran hanya pada
sekitar 30% kasus. Faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus, terutama pada
anemia derajat ringan sampai sedang. Adapun di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta,
ternyata perdarahan kronik memegang peran penting. Pada laki-laki didapatkan infeksi cacing
tambang (54%) dan hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid
dan infeksi cacing tambang masing-masing 17%.
ETILOGI ANEMIA APLASTIK
Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik, yaitu penyebabnya tidak
diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam mencari penyebab ini karena penyakit ini terjadi
secara perlahan-lahan dan karena belum adanya model binatang percobaan yang tepat. Penyebab
anemia aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan sekunder (Bakta, 2006).
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
1. Faktor kongenital
Anemia aplastik yang diturunkan : sindroma fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain
seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan sebagainya.(Aghe, 2009)
[if !supportLists] [endif]Anemia Fanconi, adalah kelainan autosomal resesif yang di tandai
oleh defek pada DNA repair dan memiliki predisposisi ke arah leukimia dan tumor padat
(Wijanarko, 2007).
[if !supportLists] [endif]Diskeratosis kongenita, adalah sindrom kegagalan sumsum tulang
diwariskan yang secara klasik muncul dengan triad pigmentasi kulit abnormal, distrofi kuku, dan
leukoplakia mukosa. Diskeratosis kongenita autosomal dominan disebabkan mutasi pada gen
TERC (yang menyandi komponen RNA telomerase) dan pada akhirnya mengganggu aktivitas
telomerase dan pemendekan telomer abnormal (Wijanarko, 2007).
[if !supportLists] [endif]Sindrom Shwachman-Diamond, adalah kelainan autosomal resesif
yang ditandai dengan disfungsi eksokrin pankreas, disostosis metafiseal, dan kegagalan sumsum
tulang. Seperti pada anemia Fanconi, penyakit ini memiliki resiko myelodisplasia atau leukimia
pada usia yang sangat muda (Wijanarko, 2007).
[if !supportLists] [endif]Trombositopenia amegakryositik, adalah kelainan yang ditandai
dengan trombositopenia berat dan tidak adanya megakryosit pada saat lahir ( Wijanarko, 2007).
[if !supportLists] [endif]Aplasia sel darah merah murni/pure red cell anemia (PRCA), yaitu
anemia yang timbul karena kegagalan murni sistem eritroid tanpa kelainan sistem mieloid atau
megakaryosit (Bakta, 2006).
2. Faktor didapat
sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik sebagian lanilla dihubungkan dengan:
• bahan kimia:
[if !supportLists]1. [endif]Hidrokarbon siklik: benzena & trinitrotoluena
[if !supportLists]2. [endif]Insektisida: chlorade atau DDT
[if !supportLists]3. [endif]Arsen anorganik (Bakta,2006)
• obat-obatan :
Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya
tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal tersebut,
reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik tanpa hubungan
dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu penelitian internasional
berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai pengaruh obat, terutama
analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa psikotropika, penisilamin,
allopurinol, dan garam emas. (Aghe, 2009)
Tidak semua hubungan selalu menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu dapat digunakan
untuk mengatasi gejala pertama dari kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam atau gejala
infeksi virus) atau memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat
NSAID yang diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat secara
total, reaksi idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi dengan sangat
buruk. Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun dilaporkan hanya menyebabkan
anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya sebenarnya
lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan kasus
kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic anemia
aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi kegagalan sum-
sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih rendah ketika penelitian berdasarkan populasi (
Harisson, 2008).
• Akibat kehamilan
Pada kehamilan kadang-kadang ditemikan pansitopenia yang disertai aplasia sumsum tulang yang
berlangsungnya bersifat sementara. Mungkin ini disebabkan oleh estrogen dengan predisposisi
genetik, adanya zat penghambat dalam darah atau tidak adanya perangsang hematopoiesis.
Anemia ini sembuh setelah terminasi kehamilan dan dapat kambuh lagi pada kehamilan
berikutnya (Wijanarko, 2007).
• infeksi :
Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia, dan
kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan kejadian. Pasien
biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan sebelumnya;
pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, non-B, non-C, non-G)
dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi. Kegagalan hepar fulminan
pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan kegagalan sum-sum terjadi pada lebih
sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus
Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai
riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia
hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan
sum-sum tulang yang luas. Penurunan hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan
penyakit beberapa infeksi bakteri dan virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir
(Harrison, 2008).
• Radiasi
Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan
progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang
aktif seperti jaringan hematopoiesis sangat sensitif. Bila stem sel hematopoiesis yang terkena
maka terjadi anemia aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan
menyebabkan fibrosis (Aghe,2009).
Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya paparan
sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan
dosis tinggi tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak
mengenai sebagian besar sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek
radiasi tergantung dari dosis yang diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis
kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau 100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat
berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan 2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan
stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi. Bahkan pasien dapat
meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv kecuali pasien
menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna juga
dapat menyebabkan anemia aplastik. (Solander, 2006).
4. Menjelaskan pathogenesis dan patofisiologi terjadinya anemia def. besi dan aplasia
pada anak dan dewasa
Patogenesis
Patofisiologi
Fe untuk hemopoiesis atau pembentukan darah dan diperlukan untuk berbagai enzim sebagai
factor penggiat ex: mengangkut sitokrom dan mengaktifkan oksigen/oksigenase.
Akibat penurunan asam folat dan vitamin B 12 terjadi gangguan pembentukan eritrosit dimana sel
eritroblast dengan ukuran yang lebih besar, susunan kromatin yang lebih longgar hingga disebut
sel megaloblastic. Sel megaloblastic fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih didalam SST
(hemolysis intramedular) sehingga terjadi eritropoiesis infektif dan masa hidup eritrosit yang lebih
pendek.
Kerusakan sel induk menyebabkan pansitopenia, yaitu menurunnya jumlah 3 seri sel darah.
5. Menjelaskan gejala dan tanda anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
Gejala umum anemia
Biasanya muncul secara perlahan, sehingga kadang tampak asymptomatic. Tampak jelas
saat Hb sudah di bawah 7-8 g/dL. Gejalanya yaitu lemah, lesu, lelah, mata berkunang-kunang,
telinga mendengung. Pada pemeriksaan fisik tampak anemis, terutama konjungtiva dan jaringan
di bawah kuku.
Jenis Keluhan %
Perdarahan 83
Badan lemah 30
Pusing 69
Jantung berdebar 36
Demam 33
Nafsu makan menurun 29
Pucat 26
Sesak napas 23
Penglihatan kabur 19
Telinga berdengung 13
1. Koilonychia, kuku sendok, spoon nail : Kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal, cekung
sehingga mirip seperti sendok.
2. Atrofi papila lidah : Permukaan lidah menjadi licin, mengkilap.
3. Stomatitis angularis, cheilosis : Peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak
pucat keputihan.
4. Disfagia : Akibat kerusakan epitel hipofaring
5. Atrofi mukosa gaster
6. Pica : Keinginan makan yang aneh, misalnya tanah liat, lem, dsb.
6. Menjelaskan prinsip diagnosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
ANEMIA APLASTIK
Manifestasi Klinis
Kejadian : Semua Umur, dengan puncak kejadian sekitar 30 tahunan dan lebih banyak pada
wanita
Anemia Aplastik bisa berbahaya atau akut dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang
menghasilkan anemia, neutropenia, atau trombositopenia. Infeksi, khususnya mulut dan
tenggorokan, hal biasa dan infeksi umum yang bisa mengancam nyawa; pendarahan gusi, epistasis
dan menorrhagia adalah wuhud hemorrage yg paling sering terlihat.
Penemuan Laboratotium
- Anemia normochromic, normovytic of normochromic (MCV 95-110). Rendahnnya
retikulosit berhubungan dengan keparahan anemia.
- Leukopenia. Terdaat penurunan granulosit, biasanya, tetapi tidak selalu turun < 1,5 x 109 ./L.
Di kasus yang parah, hitung leukosit juga rendah tetapi neutrofil normal.
- Trombositopenia selalu ada
- Tidak ada sel abnormal di daerah tepi
- Hipoplasia SST, dengan penurunan dari jaringan hemapoesis dan digantikan oleh jaringan
lemak hingga 75%
Anemia aplastik mungkin muncul mendadak (dalam beberapa hari) dan perlahan-lahan.
Anemia : Fatigue, dispnea, jantung berdebar-debar
Trombositopenia : Mudah memar, perdarahan mukosa
Neutropenia : Rentan Infeksi
Pasien mungkin mengeluh sakit kepala dan demam
Keluhan Pasien
Jenis Keluhan %
Perdarahan 83
Lemah 30
Pusing 69
Jantung debar 36
Demam 33
Tidak ada nafsu makan 29
Pucat 26
Sesak Nafas 23
Penglihatan Kabur 19
Telinga dengung 13
3. Konsentrasi besi serum menurun pada anemia defesiensi besi dan TIBC (total iron binding
capacity) meningkat. Pada anemia defesiensi besi nilai besi serum kurang dari 50 mikrogram/dl
dan nilai TIBC meningkat menjadi besar dari 350mikrogram/dl dengan saturasi transferin kuran
dari 15%.
4. Feritin serum merupakan indikator terbaik untuk menilai cadangan besi kecuali apabila ada
keganasan). Pada anemia defesiensi besi didapatkan nilai feritin serum kurang dari 12mikrogram/l
atau beberapa rumah sakit ada yang menetapkan kurang dari 15mikrogram/l. Sedangkan apabila
nilai feritin serum besar dari 100mikrogram/l dapat disingkirkan kemungkinan anemia defesiensi
besi.
5. Portoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme. Apabila sintesis heme
tergabggu karena defesiensi besi maka portoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Nilai
normalnya adalah besar sama dari 100mg/dl.
6. Kadar reseptor transferin meningkat pada anemia defesiensi besi sekitar 1.5
8. Menjelaskan penatalaksanaan anemia def. besi dan aplasia secara holistic dan
komprehensif pada anak dan dewasa
A. Tatalaksanan Anemia Defisiensi Besi
Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacemen theraphy).
a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan
dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas
Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih
mahal. Indikasi :
. gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric
gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan
secara intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat timbul
adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali
pemberian.
c. Pengobatan lain
absorpsi besi.
. Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi
besi adalah :
respon baik bila : Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah
hari 10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-
10 minggu.
Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan ambil
5. Terpai kombinasi:
Kombinasi obat-obat imunosupresan pada terapi pasien anemia aplastik hasilnya Iebih
memuaskan dibandingkan dengan imunosupresan tunggal. Kombinasi ALG, metilprednisolon
dan siklosporin A menghasilkan remisi parsial atau total sebesar 65%.5,23 Kombinasi lain
antara ATG, siklosporin A dan G-CSF dilaporkan memberikan respon hematopoetik yang
memuaskan dengan penurunan angka kematian. Penelitian yang dilakukan Stephen Rosenfeld
dkk, dengan metode kohort pada 122 pasien yang diberikan 40 mg/kg berat badan /hari
dengan ATG selama 4 hari dan 10-12 mg/kg berat badan /hari, siklosporin A selama 6 bulan
dan pemberian jangka pendek kortikosteroid didapatkan kurang lebih setengah dan pasien
anemia aplastik berat mempunyai waktu penyembuhan yang lebih baik dengan hasil jangka
panjang yang memuaskan. Penelitian terbaru yang mengkombinasikan ATG dengan
siklosporin pada pasien anemia aplastik berat didapatkan hasil peningkatan angka kesintasan
7 tahun yang memuaskan pada 55% kasus. Kombinasi ATG dan CsA merupakan terapi
imunosupresan lini pertama untuk pasien dengan anemia aplastik berat.
9. Menjelaskan komplikasi dan prognosis anemia def. besi dan aplasia pada anak dan
dewasa
Anemia Defisiensi
Prognosis anemia defisiensi besi (ADB) umumnya baik. Prognosis juga bergantung pada
penyakit penyerta dan komplikasi yang timbul.
Komplikasi
Prognosis
Dengan terapi yang adekuat dan tepat, prognosis pasien ADB umumnya baik. Prognosis dapat
lebih buruk apabila ADB terjadi komplikasi atau terdapat penyakit penyerta seperti gangguan
ginjal, tumor, dan lainnya.
Anemia aplastik
Jadi, pada anemia aplastik terdapat ke¬lompok yang berprognosis buruk dan kelompok lainnya
berprognosis relatif baik. Berbagai pe-tunjuk prognostik telah dibuat untuk membeda-kan arrtara
anemia aplastik berat dengan prog¬nosis buruk dengan anemia aplastik lebih ringan dengan
prognosis yang lebih baik. Dengan kemajuan pengobatan prognosis menjadi lebih baik. Dengan
pengobatan kortikosteroid, androgen, kombinasi androgen dan kortikosteroid (kelompok
terbanyak), serta pengobatan suportif, maka dari 59 pasien anemia aplastik yang diikuti selama 8
tahun, penulis menemukan remisi komplet 5%, remisi sebagian 17%, masih aplasi 9%,
meninggal 66% (di antaranya, 37% meninggal dalam 6 bulan sejak gejala awal), 2 pasien (3%)
tidak dapat diikuti tetapi diketahui masih hidup hingga akhir penelitian.
Penggunaan imunosupresif dapat me-ningkatkan keganasan sekunder. Pada penelitian di luar
negeri dari 103 pasien yang diobati dengan ALG, 20 pasien diikuti jangka panjang berubah
menjadi leukemia akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi hepatoma. Kejadian ini
mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit walaupun komplikasi tersebut lebih jarang
ditemukan pada transplantasi sumsum tulang.
Anemia aplastik konstitusional yang semula memberikan respons dengan androgen atau
kortikosteroid, akhirnya fatal kecuali bila dapat disembuhkan oleh transplantasi sumsum tulang.
Kira-kira 10% daripadanya berubah menjadi leukemia akut non limfoblastik.
10. Menjelaskan kasus anemia def. besi dan aplasia pada anak dan dewasa
1.Tingkat Kemampuan menurut SKDI 2012