Anda di halaman 1dari 128

Diare

Seorang bayi laki-laki berusia 1 tahun BB 6 kg. Di bawa ibunya ke dokter keluarga
dengan keluhan muntah dan BAB encer/diare sejak 3 hari yll. Dari anamnesis diketahui
bahwa beberapa hari sebelumnya diberikan susu formula, selain ASI, saat diare
diberikan tambahan minum oralit. Pada pemfis diperoleh; nadi 150 x/menit,
pernapasan 50x/menit, suhu 38,80C. Ibunya mengatakan anaknya BAK sangat kurang.
Ubun-ubun dan mata cekung.

Step 1

Identifikasi Kata Sukar dan Kata Kunci

1. Identifikasi Kata Sukar :


Pada skenario ini kelompok satu tidak menemukan dan mendapati adanya kata
sukar.

2. Identifikasi Kata/Kalimat kunci :


1) Bayi laki-laki 1 tahun
2) BB 6 kg
3) Keluhan muntah, BAB encer sejak 3 hari yll
4) Nadi 150 x menit
5) Pernapasan 50x/menit
6) Suhu 38,8 c
7) Diberikan susu formula
8) Ubun-ubun dan mata cekung
9) Saat diare diberikan oralit
10) BAK sangat kurang

1
Step 2

Identifikasi Masalah dan Pertanyaan


1. Bagaimana tanda vital normal pada bayi?
2. Bagaimana prosedur pemenuhan gizi pada bayi?
3. Bagaimana pencegahan yang harus dilakukan oleh sang ibu?
4. Bagaimana pengobatan yang harus dilakukan?
5. Bagaimana mekanisme terjadinya diare?
6. Bagaimana tata alur diagnosa diare?
7. Apa hubungan diare dengan konsumsi susu formula?
8. Apa factor-faktor penyebab diare?
9. Apa hubungan mata cekung dengan keluhan?
10. Bagaimana mekanisme muntah?
11. Apa hubungan keluhan dengan buang air kecil sangat kurang?
12. Bagaimana tindakan promotif yang harus dilakukan kepada pasien diare?
13. Bagaimana tindakan preventif yang harus dilakukan kepada pasien diare?
14. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis diare?
15. Sebutkan dan jelaskan derajat dehidrasi berdasarkan WHO?
16. Bagimana edukasi yang diberikan kepada pasien diare?
17. Bagimana cara penanggulangan yang dilakukan pemerintah untuk penyakit
diare pada negara kepulauan?
18. Mengapa bayi rentan terkena diare apabila tidak diberikan ASI eksklusif?
19. Bagaimana prevalensi diare di Indonesia?
20. Berapa banyak angka kematian akibat diare untuk bayi?
21. Bagaimana mekanisme pertahanan imun bayi terhadap diare?
22. Bagaimana pengobatan diare untuk bayi?

2
Step 3

Jawaban Atas Pertanyaan Step 2

1. Tanda vital normal bayi yaitu nadi 120-130x/menit, suhu 36,60-37,20,


pernapasan 30-40x/menit, tekanan darah 70-90 mmHg. Pada skenario bayi ini
memiliki peningkatan suhu, pernapasan, dan nadi.

2. Prosedur pemenuhan gizi padabayi dimulai dari pemberian ASI eksklusif


selama 6 bulan pertama, Keluarga Sadar Gizi (KADAZI), memantau berat
badan anak secara teratur, Pemberian makanan beraneka ragam yang harus
mengndung protein mineral lemak vitamin dll, pemberian garam beriodium,
suplemen gizi bagi seluruh anggota keluarga, selain itu berdasarkan Buku
KIAtahun 2015 pada bayi yang berusia6 bulan akan diberikan ASI dan
makanan lumat, 9-11 bulan diberikan ASI, makan cincang yang mudah ditelan,
dan makan selingan yang dapat dipegang anak.

3. Pencegahan diare yang harus dilakukan oleh sang Ibu yaitu membuat susu
formula dengan air yang dididihkan (1000), diperhatikan lingkungan bermain
anak, mencuci botol minum susu bayi dengan sabun khusus, serta sterilisasi,
membiasakan cuci tangan untuk ibu dan orang disekitar bayi, memberikan ASI
secara eksklusif. Pencegahan yang harus dilakukan tenaga kesehatan dan
pemerintah yaitu dilakukan penyuluhan tentang diare, meningkatkan
kompetensi dokter di kepulauan kecil untuk penangan dehidrasi, salah satunya
dengan vena sectio untuk infus.

4. Pengobatan yang harus dilakukan dengan oralit, yang dilarutkan di air (22),
Penggunaan pada bayi; setelah dilarutkan diberikan sedikit demi sedikit hingga
larutan oralit habis, Pemberian cairan untuk memenuhi kekurangan cairan

3
sesuai derajat dehidrasi, Kalau terinfeksi E.Coli diberikan colistin, kalau
shigella diberikan ampicilin.

5. Diare terjadi karena adanya malabsorbsi karbohidrat salah satunya laktosa


karena belum mempunyai enzim lactase, maka dari itu laktosanya tidak dicerna
sehingga laktosa akan berlanjut ke usus besar yang menyebabkan penarikan air
oleh laktosa ke dalam lumen usus besar oleh karena itu pada lumen usus besar
terdapat banyak cairan dan pada akhirnya menyebabkan diare.

6. Alur diagnosis dimulai dari anamnesis sampai pemeriksaan fisik


a) Anamnesis  alloanamnesis
Karena pasiennya merupakan seorang bayi maka akan lakukan anamnesis
dengan ibunya atau keluarga yang mengantar bayi ini, sehingga disebut
alloanamenesis. Awal anamnesis ditanyakan identitas bayi dan ibunya,
selanjutnya ditanyakan
1) Makanan apa yg biasa dimakan?
2) Apakah makanan teratur?
3) Berapa kali sehari?
4) Apakah masih memberi ASI atau ada makanan pendamping lainnya?
5) Keluhan utama?
6) Sejak kapan?
7) Sering terjadi?
8) Berapa kali dalam sehari BAB?
9) BAB warna? Bau?
10) Apakah ada darah?
11) Kapan diare timbul ataupun kapan keluhan berkurang. Selain diare ada
mutah? Demam? Lingkungan sekitar?
12) Apakah ada yg mengalami diare juga?
13) Riwayat berpergian.

4
14) Keadaan sosiol ekonomi keluarga.
15) Faktor lingkungan: disediakan kakus atau tidak?
16) Kebersihan air di lngkungan rumah?
17) Penggunaan air mendidih saat membuat susu formula?

b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: melihat dari head to toe, melihat tanda – tanda dehidrasi melalui ubun
- ubunnya, mata cekung, bibir kering,bentuk muka, leher cekung atau tidak,
pernapasan cepat, perut kembung atau cekung.
Palpasi: Perkusi abdomen: apakah hipersonor karena ruang kosong terisi udara.
Auskultasi : untuk mendengar suara peristaltik usus.

7. Diare dapat terjadi saat seorang anak mengkosumsi susu formula, yang
diakibatkan kemasan kaleng atau bungkusan susu formula, dalam jangka waktu
penyimpanan yang lama, terdapat bakteri Clostridium botulinum di kaleng
tersebut. Apabila dikonsumsi oleh bayi dapat menyebabkan diare. Bayi
menderita intoleransi laktosa belum memiliki enzim laktase sehingga tidak bisa
menyerap laktosa terjadi diare.

8. Faktor penyebab diare yaitu bayi mengalami intoleransi laktosa, toksin bakteri,
penyakit limfoma, faktor usia, faktor status gizi, faktor lingkungan, pendidikan
orang tua, pekerjaan orang tua, hygene personal.

9. Mata cekung karena dehidrasi, sehinggasel-sel mengkerut hingga membentuk


cekung.

10. Muntah terjadi karena adanya stimulus aferen vagus ke medula oblongata yang
kemudian merangsang saraf eferen di lambung dan duodenum untuk
melakukan distensi perut sehingga bisa muntah, selain merangsang saraf aferen
juga terjadi pengeluaran histamin sehingga terjadi peningkatan gerakan
peristaltik di usus dan mengakibatkan muntah.

5
11. Diare menyebabkan pengeluaran cairan berlebihan (melalui BAB dan muntah)
sehingga terjadi dehidrasi karena adanya retensi cairan oleh tubuh sehingga
cairan dikeluarkan melalui urine pengurangan.

12. Tindakan promotif yang harus dilakukan kepada pasien yaitu mengajarkan
masyarakat khususnya orang tua bayi membuat susu formula yang benar,
mengedukasi orang tua untuk memperhatikan kandungan gizi susu formula

13. Tindakan preventif yang harus dilakukan kepada pasien diare membuat susu
formula denganair yang dididihkan (1000), diperhatikan lingkungan bermain
anak, mencuci botol minum susu bayi dengan sabun khusus, serta sterilisasi,
membiasakan cuci tangan untukibu dan orang disekitar bayi, memberikan ASI
secara eksklusif.
Pencegahan yang harus dilakukan tenaga kesehatan dan pemerintah yaitu
dilakukan penyuluhan tentangdiare, meningkatkan kompetensi dokter di
kepulauan kecil untuk penangan dehidrasi, salah satunya dengan vena sectio
untuk infus.

14. Jenis – jenis diare yaitu


1) Diare akut yang terjadi kurangdari14 hari
2) Diare kronik terjadi lebih dari 14 hari
3) Diare disentri terlihat BAB disertai darah
4) Diare persisten merupakan diare kronik dan mengalami gangguan
metabolisme
5) BAB meningkat berlangsung 3-5 kali dalam sehari akibat makanan-
makanan tertentu, misalnya cabai (krn mengandung kapsasin yang
meningkatkan peristaltik usus)
6) Diare Patologis merupakan diare yang terjadi 5x sehari akibat faktor infeksi
bakteri.

6
7) Diare osmotik merupakan diare akibat peningkatan tekanan osmotik di
usus. Timbul karena tidak bisa menyerap bahan-bahan dalam usus (mis
intoleransi laktosa)
8) Diare sekretorik meripakan diarekarena usus kecil dan besar mengeluarkan
NaCl dan air ke dalam lumen usus, karena efek toksin.
9) Diare eksudatif terjadi jika lapisan usus besar mengalami peradangan, akan
melepaskan darah dan cairan lainnya. misalnya pada penyakit limfoma,
kanker.
10) Diare psikogenik yang timbul akibat misalnya pada keadaan gugup oleh
pelepasan hormon tertentu.

15. Derajat dehidarsi menurut WHO yaitu :


- Dehidrasi ringan : sadar dengan baik, mata normal, ada air mata, mulut
basah.
- Diare sedang : khawatir atau bayi rewel, mata cekung, tdk ada air mata,
mulut kering.
- Diare berat : bayi lesu, mata sangat cekung tidak ada air mata, mulut sangat
kering. Dilakukan pemeriksaan turgor kulit; ringan  kembali cepat,
sedang lambat, berat sangat lambat.

16. Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien diare dan ibunya yaitu membuat
susu formula air dididihkan (1000), diperhatikan lingkungan bermain anak,
Mencuci botol minum susu bayi dengan sabun khusus, serta sterilisasi ,
Mebiasakan cuci tangan ibu dan orang disekitar bayi, Memberikan ASI secara
eksklusif dilakukan penyuluhan, Peningkatan kompetensi dokter di kepulauan
kecil untuk penangan dehidrasi, salah satunya dengan vena sectio untuk infus.

7
17. Pemerintah melakukan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan di kepualaun
kecil untuk penanganan dehidrasi, salah satunya dengan vena section untuk
infus.

18. Bayi rentan terkena diare karena ASI mengandung kolostrum, yang keluar saat
pemberian ASI pertama. Apabila, bayi tidak mendapat kolostrum pada bayi,
bayi kekurangan igA yang dapat memudahkan bayi terinfeksi bakteri seperti
E.Coli. ASI juga mengandung laktoferin dan lisozim merupakan protein yang
merupakan kandungan untuk imunitas disaluran cerna.

19. Menurut RISKEDAS 2013 padatahun 2007 prevalensidiare di Indonesia yaitu


9,0% danpadatahun 2013 menurunmenjadi 3,5%.

20. Angka kematian diare untuk yaitu 42/1000.

21. Mekanisme pertahanan imun bayi terhadap diare yaitu saat terjadi infeksi maka
akan disekresi IgA ke lumen usus sehingga terjadi hiperperistaltik usus dan
mengakibatkan diare.

22. Pengobatan yang harus dilakukan dengan oralit, yang dilarutkan di air (22),
Penggunaan pada bayi; setelah dilarutkan diberikan sedikit demi sedikit hingga
larutan oralit habis, Pemberian cairan untuk memenuhi kekurangan cairan
sesuai derajat dehidrasi, Kalau terinfeksi E.Coli diberikan colistin, kalau
shigella diberikan ampicilin.

8
Step 4

Mind Mapping

Anak 1 tahun
Pemeriksaan Fisik : BB 6kg
1. Nadi 150x/menit
2. Pernapasan
50x/menit
3. Suhu 38,8 ̊C
Muntah dan BAB Reaksi Keluahan :
Anamnesis :
encer/diare
1. BAK kurang
1. BAK kurang 2. Ubun-ubun dan
2. Ubun-ubun dan mata cekung
mata cekung

Patomekanisme Penatalaksaan
Diare Diare

Faktor Penyebab
Diare

Tindakan Tindakan
Preventif Kuratif
Tindakan
Promotif

9
Step 5

Learning Objectives

1. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme diare.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh pemberian susu kepada bayi.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan status gizi normal pada anak.

4. Mahasiwa mampu menjelaskan prevalensi diare di Indonesia.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan vena sectio.

6. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi diare.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan cara pemberian oralit yang benar.

8. Mahasiswa mampu menjelasakan alur diagnosis terkait status.

9. Mahasiswa mampu menjelaskan komposisi ASI.

10. Mahasiswa mampu menjelaskan jadwal imunisasi.

11. Mahasiswa mampu menjelaskan skor dan derajat dehidrasi menurut WHO.

12. Mahasiswa mampu menjelaskan personal hygiene.

10
Step 6

Belajar Mandiri

( Hasil belajar mandiri akan dibahas padastep 7 yaitu Jawaban Atas Learning

Objektif )

Step 7

Jawaban Atas Learning Objectives

Diskusi dan Presentasi Hasil Belajar Mandiri

11
1. Mahasiswa mampu menjelaskan patomekanisme diare.

Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan buang air besar tiga kali atau
lebih dalam sehari dengan perubahan konsistensi tinja menjadi lebih berair atau
lembek.Maksud dari konsistensi yang berair ialah kandugan air di tinja lebih
banyak dibandingkan feses itu sendiri.Hal tersebut perlu dibedakan, karena
konsistensi tinja pada neonatus normal adalah semi-solid bukan berair.Penyakit ini
apabila tidak ditangani dengan baik, dapat menimbulkan dehidrasi hingga
kematian. Kejadian diare juga dapat dipengaruhi oleh buruknya sanitasi dan
higenitas.1

Menurut World Health Organization, diare dapat diklasifikasikan menjadi tiga,


yaitu:1
1. Diare akut, terjadi kurang dari 14 hari.
2. Diare persisten, terjadi lebih dari 14 hari.
3. Disentri, yaitu diare disertai darah, dengan atau tanpa mukus. Biasanya disentri
terjadi karena infeksi Shigella.

Berdasarkan mekanisme terjadinya diare, diare dapat dibedakan menjadi empat,


yaitu:
1. Diare Osmotik
Jenis diare ini dapat terjadi karena konsumsi bahan-bahan yang tidak dapat
diserap oleh usus, misalnya garam magnesium, atau malabsorbsi karbohidrat
akibat defisiensi laktase. Bahan-bahan tersebut akan meningkatkan osmolaritas
dalam lumen dan akan menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.2,3

12
Gambar 1.1 Diare Osmotik
sumber: Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Thieme, 2006.3

Pada Gambar diatas, dapat dilihat perubahan osmolaritas serta volume air dalam
mekanisme diare osmotik ini. Misalnya, asupan zat yang tidak diserap sebesar
150 mmol dalm 250 ml air, dengan konsentrasi zat = [ZAT] = 600 mmol/l, akan
mulai “menarik” air secara osmotik di duodenum. Hal tersebut ditunjukkan oleh
peningkatan volume air menjadi 750 ml dan menyebabkan [ZAT] menjadi 200
mmol/l. Osmolaritas lumen akan menurun menjadi 290 mOsm/l dari 600
mOsm/l, yaitu sama dengan osmolaritas plasma. Kesetimbangan osmolaritas
plasma dan lumen usus menyebabkan tidak lagi adanya perpindahan air secara

13
osmotik.Osmolaritas 290 mOsm/l pada lumen usus disebabkan oleh konsentrasi
zat tidak terlarut dan ion-ion yang disekresi dan diabsorbsi sepanjang usus.
Volume air pada ileum hingga kolon akan mengalami penurunan oleh karena
absorpsi natrium di bagian tersebut diikuti oleh perpindahan air ke plasma.3

Pada kasus malabsorpsi karbohidrat, penurunan absorpsi natrium di duodenum


akan menurunkan absorpsi air. Hal tersebut akan meningkatkan osmolaritas
lumen sehingga menarik air lebih banyak. Karbohidrat yang tidak dapat
diabsorpsi tidak menyebabkan diare apabila dikonsumsi dalam jumlah sedikit.
Bakteri flora normal di usus halus dapat memetabolisme karbohidrat tersebut,
yaitu sekitar 80 g/hari atau 3-4 g/jam, dan menghasilkan gas dalam jumlah
besar, serta asam organik yang akan diserap bersama air dalam kolon. Namun,
apabila karbohidrat yang tidak diserap dikonsumsi lebih dari batas tersebut
dapat menimbulkan diare. Selain itu, konsumsi antibiotik spektrum luas juga
dapat membunuh flora normal tersebut, sehingga diare akan lebih mudah terjadi
pada orang yang sering mengonsumsi antibiotik spektrum luas dalam jangka
panjang.3

2. Diare Sekretorik
Diare sekretorik timbul apabila terdapat gangguan transport elektrolit baik
absorpsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat.2 Penurunan
absorpsi misalnya terjadi akibat defek kotranspor natrium, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2. Peningkatan sekresi terjadi akibat sekresi Cl- di
usus halus menjadi aktif. Sekresi Cl-menjadi aktif secara sekunder oleh
peningkatan konsentrasi cAMP dalam sel epitel usus meningkat.3
Peningkatan cAMP timbul akibat laksatif non osmotik, asalm lemak rantai
pendek, pengaruh garam empedu, ataupun toksin bakteri tertentu. Bakteri
yang dapat menyebabkan diare karena toksinnya, misalnya Clostridium
difficile, dan Vibrio cholerae.2,3

14
Sel tumor pankreas juga dapat menyebabkan diare oleh karena pembentukan
VIP (vasoactive intestinal peptide). VIP akan menyebabkan tingginya kadar
cAMP di mukosa usus sehingga mengakibatkan diare yang berlebihan dan
mengancam nyawa.2,3

15
Gambar 1.2 Malabsorpsi karbohidrat
sumber: Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Thieme, 2006.3

16
Gambar 1.3 Peningkatan sekresi Cl- yang menyebabkan diare sekretorik
sumber: Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Thieme, 2006.3

17
3. Diare Eksudatif
Inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa usus halus maupun usus
besar.Penyakit-penyakit dengan eksudat inflamatorik, seperti darah, pus, dan
sebagainya dapat menimbulkan diare.eksudat inflamatorik tersebut
meningkatkan volume feses dan frekuensi BAB, serta merubah proses
absorpsi cairan serta elektrolit. Inflamasi mukosa dapat terjadi pada
diverticulitis, inflamatory bowel disease (IBD), gluten sensitive enteropathy,
radiasi, ataupun infeksi bakteri, seperti shigella, salmonella,
ataucampylobacter.2,4

4. Diare akibat peningkatan motilitas usus


Hal ini misalnya terjadi pada tirotoksikosis, sindroma usus halus iritabel atau
diabetes melitus. Peningkatan motilitas usus menyebabkan tidak adekuatnya
proses absorpsi di usus, sehingga volume feses di kolon pun akan
meningkat.2
Selain empat mekanisme yang telah dijelaskan diatas, diare juga dapat terjadi
pada pasien yang melakukan reseksi ileum dan sebagian kolon. Garam
empedu normalnya akan diabsorpsi di ileum pada siklus enterohepatik. Oleh
karena reseksi ileum, makan absorpsi garam empedu di ileum tidak terjadi.
Garam empedu akan mempercepat aliran yang melalui kolon sehingga
absorpsi air akan menurun. Garam empedu yang tidak diserap juga akan
dimetabolisme oleh bakteri di kolon menjadi metabolit yang merangsang
sekresi NaCl dan air.Ileum juga merupakan tempat utama absorpsi Na+. Jadi,
reseksi bagian ileum akan menyebabkan penurunan absorpsi Na+ dan air.
Kedua hal tersebutlah yang menyebabkan timbulnya diare pada pasien
reseksi ileum.3

18
Gambar 1.4 Mekanisme diare karena reseksi ileum dan sebagian kolon
sumber: Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Thieme, 2006.3

19
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh susu formula kepada bayi.

A. Pengertian susu formula


Susu formula menurut WHO (2004) yaitu susu yang diproduksi oleh industri
untuk keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu formula kebanyakan
tersedia dalam bentuk bubuk. Perlu dipahami susu cair steril sedangkan susu
formula tidak steril.5
Pemberian susu formula diindikasikan untuk bayi yang karena sesuatu hal tidak
mendapatkan ASI atau sebagai tambahan jika produksi ASI tidak mencukupi
kebutuhan bayi. Penggunaan susu formula ini sebaiknya meminta nasehat
kepada petugas kesehatan agar penggunaannya tepat (Nasar, dkk, 2005).5
Walaupun memiliki susunan nutrisi yang baik, tetapi susu sapi sangat baik
hanya untuk anak sapi, bukan untuk bayi. Oleh karena itu, sebelum
dipergunakan untuk makanan bayi, susunan nutrisi susu formula harus diubah
hingga cocok untuk bayi. Sebab, ASI merupakan makanan bayi yang ideal
sehingga perubahan yang dilakukan pada komposisi nutrisi susu sapi harus
sedemikian rupa hingga mendekati susunan nutrisi ASI (Khasanah, 2011).5

B. Jenis susu formula


Ada beberapa jenis susu formula menurut Khasanah (2011), yaitu:5
1) Susu Formula Adaptasi atau Pemula
Susu formula adaptasi (adapted) atau pemula adalah susu formula yang
biasa digunakan sebagai pengganti ASI oleh bayi baru lahir sampai umur 6
bulan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya (Kodrat, 2010).
Susu formula adaptasi ini disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi.
Komposisinya hampir mendekati komposisis ASI sehingga cocok diberikan
kepada bayi yang baru lahir hingga berusia 4 bulan (Bambang, 2011).
Zat gizi Formula Adaptasi ASI
Lemak (g) 3,4-3,64 3,0-5,5

20
Protein (g) 1,5-1,6 1,1-1,4
Whey (g) 0,9-0,96 0,7-0,9
Kasein (g) 0,6-0,64 0,4-0,5
Karbohidrat (g) 7,2-7,4 6,6-7,1
Energi (kkal) 67-67,4 65-70
Mineral (g) 0,25-0,3 0,2
Natrium (g) 15-24 10
Kalium (mg) 55-72 40
Kalsium (mg) 44,4-60 30
Fosfor (mg) 28,3-34 30
Klorida (mg) 37-41 30
Magnesium (mg) 4,6-5,3 4
Zat besi (mg) 0,5-0,2 0,2

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi susu formula dengan komposisi ASI.


sumber: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/149/jtpunimus-gdl-nurazizahg-7428-
3-babii.pdf.5

2) Susu Formula Awal Lengkap


Formula awal lengkap (complete starting formula) yaitu susunan zat
gizinya lengkap dan dapat diberikan setelah bayi lahir. Keuntungan dari
formula bayi ini terletak pada harganya. Pembuatannya sangat mudah maka
ongkos pembuatan juga lebih murah hingga dapat dipasarkan dengan harga
lebih rendah. Susu formula ini dibuat dengan bahan dasar susu sapi dan
komposisi zat gizinya dibuat mendekati komposisi ASI (Nasar, dkk, 2005).
Komposisi zat gizi yang dikandung sangat lengkap, sehingga diberikan
kepada bayi sebagai formula permulaan (Bambang, 2011).

C. Kandungan Susu Formula

21
Susu formula yang dibuat dari susu sapi telah diproses dan diubah kandungan
komposisinya sebaik mungkin agar kandungannya sama dengan ASI tetapi
tidak 100% sama. Proses pembuatan susu formula, kandungan karbohidrat,
protein dan mineral dari susu sapi telah diubah kemudian ditambah vitamin
serta mineral sehingga mengikuti komposisi yang dibutuhkan sesuai untuk bayi
berdasarkan usianya (Suririnah, 2009).5 Menurut Khasanah (2011) ada
beberapa kandungan gizi dalam susu formula yaitu, lemak disarankan antara
2,7-4,1 g tiap 100 ml, protein berkisar antara 1,2-1,9 g tiap 100 ml dan
karbohidrat berkisar antara 5,4-8,2 g tiap 100 ml.5

D. Kelemahan Susu Formula


Praptiani (2012) menjelaskan telah teridentifikasi adanya kerugian berikut ini
untuk bayi yang diberikan susu formula yaitu:5
1. Susu formula kurang mengandung beberapa senyawa nutrien.
2. Sel-sel yang penting dalam melindungi bayi dari berbagi jenis pathogen.
3. Faktor antibodi, antibakteri dan antivirus (misalnya IgA, IgG, IgM dan
laktoferin).
4. Hormon (misalnya hormon prolaktin dan hormon tiroid).
5. Enzim dan prostaglandin.

E. Efek atau dampak negatif pemberian susu formula


Roesli (2008) menjelaskan berbagai dampak negatif yang terjadi pada bayi
akibat dari pemberian susu formula, antara lain:5

22
1. Gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)
Judarwanto (2007) menjelaskan bahwa anak yang diberi susu formula lebih
sering muntah/gumoh, kembung, “cegukan”, sering buang angin, sering
rewel, susah tidur terutama malam hari. Saluran pencernaan bayi dapat
terganggu akibat dari pengenceran susu formula yang kurang tepat,
sedangkan susu yang terlalu kental dapat membuat usus bayi susah
mencerna, sehingga sebelum susu dicerna oleh usus akan dikeluarkan
kembali melalui anus yang mengakibatkan bayi mengalami diare
(Khasanah, 2011).

2. Infeksi saluran pernapasan


Gangguan saluran pencernaan yang terjadi dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang sehingga mudah terserang
infeksi terutama ISPA (Judarwanto, 2007). Susu sapi tidak mengandung sel
darah putih hidup dan antibiotik sebagai perlindungan tubuh dari infeksi.
Proses penyiapan susu formula yang kurang steril dapat menyebabkan
bakteri mudah masuk (Khasanah, 2011).

3. Meningkatkan resiko serangan asma


ASI dapat melindungi bayi dari penyakit langka botulism, penyakit ini
merusak fungsi saraf, menimbulkan berbagai penyakit pernapasan dan
kelumpuhan otot (Nasir, 2011). Peneliti sudah mengevaluasi efek
perlindungan dari pemberian ASI, bahwa pemberian ASI melindungi
terhadap asma dan penyakit alergi lain. Sebaliknya, pemberian susu formula
dapat meningkatkan resiko tersebut (Oddy, dkk, 2003) dalam (Roesli,
2008).
4. Meningkatkan kejadian karies gigi susu
Kebiasaan bayi minum susu formula dengan botol saat menjelang tidur
dapat menyebabkan karies gigi (Retno, 2001). ASI mengurangi penyakit

23
gigi berlubang pada anak (tidak berlaku pada ASI dengan botol), karena
menyusui lewat payudara ada seperti keran, jika bayi berhenti menghisap,
otomatis ASI juga akan berhenti dan tidak seperti susu botol. Sehingga ASI
tidak akan mengumpul pada gigi da menyebabkan karies gigi (Nasir, 2011).

5. Menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif


Susu formula mengandung glutamate (MSG-Asam amino) yang merusak
fungsi hypothalamus pada otak – glutamate adalah salah satu zat yang
dicurigai menjadi penyebab autis (Nasir, 2011). Penelitian Smith, dkk
(2003) dalam Roesli (2008), bayi yang tidak diberi ASI mempunyai nilai
lebih rendah dalam semua fungsi intelektual, kemampuan verbal dan
kemampuan visual motorik dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI.

6. Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)


Kelebihan berat badan pada bayi yang mendapatkan susu formula
diperkirakan karena kelebihan air dan komposisi lemak tubuh yang berbeda
dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI (Khasanah, 2011). Penelitian
yang dilakukan oleh Amstrong,dkk (2002) dalam Roesli (2008)
membuktikan bahwa kegemukan jauh lebih tinggi pada anak-anak yang
diberi susu formula. Kries dalam Roesli (2008) menambahkan bahwa
kejadian obesitas mencapai 4,5%- 40% lebih tinggi pada anak yang tidak
pernah diberikan ASI.

7. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah


ASI membantu tubuh bayi untuk mendapat kolesterol baik, artinya
melindungi bayi dari penyakit jantung pada saat sudah dewasa. ASI
mengandung kolesterol tinggi (fatty acid) yang bermanfaat untuk bayi
dalam membangun jaringan-jaringan saraf dan otak. Susu yang berasal dari
sapi tidak mengandung kolesterol ini (Nasir, 2011). Hasil penelitian
Singhal, dkk (2001) dalam Roesli, 2008; menyimpulkan bahwa pemberian

24
ASI pada anak yang lahir prematur dapat menurunkan darah pada tahun
berikutnya.

8. Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar
Pembuatan susu formula di rumah tidak menjamin bebas dari kontaminasi
mikroorganisme patogen. Penelitian menunjukkan bahwa banyak susu
formula yang terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen (Sidi, et al.
2004:11). Kasus wabah Enterobacteri zakazakii di Amerika Serikat,
dilaporkan kematian bayi berusia 20 hari yang mengalami demam,
takikardia, menurunnya aliran darah dan kejang pada usia 11 hari (Weir
(2002) dalam Roesli, 2008).

9. Meningkatkan kurang gizi


Pemberian susu formula yang encer untuk menghemat pengeluaran dapat
mengakibatkan kekurangan gizi karena asupan kurang pada bayi secara
tidak langsung. Kurang gizi juga akan terjadi jika anak sering sakit,
terutama diare dan radang pernafasan (Roesli, 2008).

10. Meningkatkan resiko kematian


Chen dkk (2004) dalam Roesli (2008), bayi yang tidak pernah diberi ASI
berisiko meninggal 25% lebih tinggi dalam periode sesudah kelahiran
daripada bayi yang mendapat ASI. Pemberian ASI yang lebih lama akan
menurunkan resiko kematian bayi. Praptiani (2012), menyusui adalah
tindakan terbaik karena memberikan susu melalui botol dapat
meningkatkan resiko kesehatan yang berhubungan dengan pemberian susu
formula diantaranya yaitu; Peningkatan infeksi lambung, infeksi otitis
media, infeksi perkemihan, resiko penyakit atopik pada keluarga yang
mengalami riwayat penyakit ini, resiko kematian bayi secara mendadak,
resiko diabetes melitus bergantung insulin, Penyakit kanker dimasa kanak-
kanak.

25
F. Faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula
Arifin (2004), menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian
susu formula pada bayi usia 0-6 bulan yaitu:5

1. Faktor pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas akan lebih
bisa menerima alasan untuk memberikan ASI eksklusif karena pola
pikirnya yang lebih realistis dibandingkan yang tingkat pendidikan rendah
(Arifin, 2004).

2. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif adalah hal yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang memadainya
pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan penyebab atau
masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli, 2008).

3. Pekerjaan
Bertambahnya pendapatan keluarga atau status ekonomi yang tinggi serta
lapangan pekerjaan bagi perempuan berhubungan dengan cepatnya
pemberian susu botol. Artinya mengurangi kemungkinan untuk menyusui
bayi dalam waktu yang lama (Amirudin, 2006).
Penelitian Erfiana (2012), ibu yang tidak memberikan susu formula
sebagian besar oleh ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak 32 responden
(88,9%) sehingga status pekerjaan dapat mempengaruhi pemberian susu
formula pada bayi.
4. Ekonomi
Hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/ penghasilan ibu dimana
ibu yang mempunyai ekonomi rendah mempunyai peluang lebih memilih
untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial ekonomi tinggi kerena

26
ibu yang ekonominya rendah akan berfikir jika ASI nya keluar maka tidak
perlu diberikan susu formula karena pemborosan (Arifin, 2004).

5. Budaya
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru Negara barat
mendesak para ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu
buatan atau susu formula sebagai jalan keluarnya (Arifin, 2004).

6. Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita


Terdapat anggapan bahwa ibu yang menyusui akan merusak penampilan.
Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu mengalami perubahan
payudara, walaupun menyusui atau tidak menyusui (Arifin, 2004).

7. Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI


Cara menyusui yang benar dan pemasaran yang dilancarkan secara agresif
oleh para produsen susu formula merupakan faktor penghambat
terbentuknya kesadaran orang tua dalam memberikan ASI eksklusif
(Nuryati, 2007).

3. Mahasiswa mampu menjelaskan status gizi normal pada anak.

A. Penilaian Statuz Gizi6


Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada seorang anak balita
(bawah lima tahun). Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia
yang dikenal dengan antropometri. Antropometri gizi merupakan penilaian

27
status gizi dengan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain
: berat badan, tinggi badan , lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada,
dan lapisan lemak bawah kulit.

B. Pengertian Antropometri6
Asal kata: antropos (tubuh) dan metros (ukuran); anthropometri (ukuran
tubuh). Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguanini biasanya
terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak,
otot dan jumlah air dalam tubuh.

Jenis pengukuran antropometri, antara lain :6


1. Berat Badan (BB)
Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan pada
bayi baru lahir (neonatus). Selain itu dapat digunakan sebagai indikasi:
a. Digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR.
b. Pada masa bayi-balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis
(dehidrasi, asites, edema, atau adanya tumor).
c. Dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan.
d. Menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral pada tulang.
e. Pada remaja, lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun.

Pada pasien dengan edema dan asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh.
Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi
pada orang kekurangan gizi. Pengukuran berat badan merupakan pemilihan

28
terbaik, dikarenakan : Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan
dalam waktu singkat karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.

2. Lingkar kepala6
Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah,
murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah
diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan
lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas mencerminkan cadangan energi,
sehingga dapat mencerminkan:
a) Status KEP pada balita
b) KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: risiko bayi BBLR
Alat yang dipergunakan untuk mengukur lingkar lengan atas adalah suatu pita
pengukur dari fiber glass atau sejenis kertas tertentu berlapis plastik.

C. Cara mengukur LLA6


Ada 7 urutan pengukuran LLA, yaitu :
1) Tetapkan posisi bahu dan siku
2) Letakkan pita antara bahu dan siku
3) Tentukan titik tengah lengan
4) Lingkarkan pita LLA pada tengah lengan
5) Pita jangan terlalu ketat
6) Pita jangan terlalu longgar
7) Cara pembacaan skala yang benar
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LLA adalah pengukuran
dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri (kecuali orang
kidal dilakukan pada lengan kanan). Lengan harus dalam posisi bebas,
lengan baju dan otot lenga dalam keadaan tidak tegan atau kencang. Alat
pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat
sehigga permukaannya sudah tidak rata.

29
Ambang batas (Cut of Points) dari lingkar lengan atas adalah:
a. LLA WUS dengan risiko KEK di Indonesia < 23.5 cm
b. Pada bayi 0-30 hari : ≥9.5 cm
c. Balita dengan KEP <12.5 cm

Kelemahan parameter lingkar lengan atas adalah:


a. Baku LLA yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang
memadai untuk digunakan di Indonesia
b. Kesalahan pengukuran relatif lebih besar dibandingkan pada TB
c. Sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang
sensitif untuk golongan dewasa

3. Tinggi Badan (TB)6


Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal (Pengukuran Antropometri Gizi, 2009) Untuk
bayi, pengukuran pertumbuhan linear adalah panjang badan; untuk anak yang
lebih tua, pengukurannya berdasarkan tinggi badan. (Nelson, 2004) Tinggi
Badan merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan
keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat, serta dapat
digunakan sebagai ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan BB terhadap TB (quack stick ) faktor umur dapat
dikesampingkan.

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)6


Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah Quetelet’s index memiliki formula berat
badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2 IMT mulai disosialisasikan untuk
penilaian status mutrisi pada anak dalam kurva CDC (Center for Disease
Center) tahun 2004.

30
Tingkat kelebihan berat badan harus dinyatakan dengan SD dari mean (rerata)
IMT untuk populasi umur tertentu. Mean IMT juga bervariasi seperti pada berat
badan normal pada status gizi dan frekuensi kelebihan beratpada rerata IMT
dan standard deviasi.

Gambar tabel 3.1 Klasifikasi IMT Dewasa


sumber : http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-
anak.doc.6

5. Lingkar Dada.6
Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada
pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat
digunakan sebagai indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada
dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala tumbuh lebih lambat daripada
lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi pertumbuhan lingkar dada yang
lambat dengan rasio lingkar dada dan kepala < 1.

31
6. Tinggi Lutut6
Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan
didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia. Pada
lansia digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi penurunan masa
tulang, bertambah bungkuk, sehimgga bertambah sukar untuk mendapatkan
data tinggi badan akurat. Data tinggi badan lansia dapat menggunakan formula
atau nomogram bagi orang yang berusia >59 tahun.

7. Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur6


Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit
(skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya: lengan atas (tricep
dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah
garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaka,
paha, tempurung lutut (suprapatellar), pertengahan tungkai bawah (medial
calv).
Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg) dan secara relatif (%) terhadap
berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi ditentukan oleh jenis
kelamin dan umur. Lemak bawah kulit pria 3.1 kg, wanita 5.1 kg.

8. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul6


Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam
lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan
tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan
penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh.
Ukuran yang umur digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul.
Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih
dan posisi pengukuran harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran

32
memberikan hasil yang berbeda.Suatu studi prospektif menunjukkan rasio
pinggang-pinggul berhubungan dengan penyakit kardiovaskular.

Gambar tabel 3.2 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
sumber : http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-
anak.doc.6

33
Gambar tabel 3.3 Standar Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
sumber : http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-
anak.doc.6

34
Gambar tabel 3.4 Pola pemberian makan pada bayi menurut umur
sumber : http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-
anak.doc.6

D. Kebutuhan gizi7
1. Energi : 100 – 120 Kkal/kg BB/hr, energi diperlukan untuk :
0
1) 50% untuk Metabolisme Basal, tiap kenaikan 1 C menyebabkan
kenaikan Metabolisme basal 10%
2) 5-10% untuk thermogenic effect of food (TEF)
3) 12 % untuk pertumbuhan
4) 25% untuk aktifitas fisik (15-25 kkal/kg/BB)

35
5) terbuang melalui feses

2. Protein : 2,5 g/kg BB


3. Lemak : lemak sebagai sumber energi tinggi (9 kkal/g) juga berfungsi sbg
pelarut vitamin ADEK dan sumber asam lemak esensial . Lemak diperlukan
15-20% dari kebutuhan total energi.
4. Karbohidrat: 60-70% total energi
5. Vitamin& mineral : dapat dilihat selengkapnya dalam angka Kecukupan
Gizi tahun 2004
6. Air : sebagai bagian terbesar dari tubuh bayi, kehilangan cairan yang
banyak (pada diare dan muntah) dapat mengakibatkan kematian.

E. Angka Kecukupan Gizi Bayi7

Gambar tabel 3.5 Angka kecukupan gizi


sumber : http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-
anak.doc.6

36
Gambar tabel 3.6 Kecukupan energi sehari bayi dan anak menurut umur
(Kkal/kg/BB)
sumber : http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-
anak.doc.6

F. Cara Menghitung kebutuhan Energi Bayi7


Berat badan x kebutuhan energi/kg BB sesuai dg umur dan jenis kelamin
Contoh :
Bayi laki-laki dengan BB = 6 kg, umur 1 Thn. Kebutuhan energi sehari = 6 x
110 - 120 Kkal, yaitu antara (6 x 110 = 660) (6 x 120 = 720 )
Jadi, kebutuhan energi yang di perlukan oleh bayi ini adalah 660 – 720 Kkal.

37
G. Kebutuhan Air bagi Bayi7

Gambar tabel 3.7 Kebutuhan air sehari menurut umur


sumber : http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-
anak.doc.6

Kebutuhan air/hr tergantung pada umur dan berat badan


Bayi berumur 1 tahun, berat 6 kg membutuhkan cairan (6 x 120 ml = 720ml),
(6 x 135 ml = 810 ml). Bila bayi tersebut diberi susu formula maka jumlah susu
yang diberikan sehari adalah 720 – 810 ml. Konsentrasi susu formula sesuai
dengan jumlah takaran susu pada label cara pembuatan susu.

H. Perhitungan kebutuhan gizi bayi dan balita7

1. Bayi (0-12 bln)

38
1) Penentuan BBI (Berat badan Ideal)
Bila tidak diketahui Berat Badan Lahir :
a. BBI = (USIA : 2) + 3 S/D 4 kg
Bila diketahui Berat Badan Lahir :
a. Usia 6 bulan : 2 X BBL
b. Usia 12 bulan: 3 X BBL

2) Estimasi Kebutuhan Energi dan Zat Gizi total per hari


a. Energi = 100-120 kalori/ kg BBI
b. Protein= 10 % X Energi atau = 2,5 – 3 gr/kg BBI
c. Lemak = 10- 20 % X Energi
d. KH = 60- 70 % X Energi

2. Balita
1) Penentuan BBI (Berat badan Ideal)
Usia lebih dari 12 bulan = (usia dalam tahun X 2) + 8 kg
2) Estimasi Kebutuhan Energi dan Zat Gizi total per hari
a. Energi = 1000 + (100 X usia dalam tahun)
Usia 1-3 tahun : 100 kalori/ kg BBI
Usia 4-6 tahun : 90 kalori/ kg BBI
b. Protein = 10 % X Energi atau = 1,5 -2,0 gr/kg BBI
c. Lemak = 10- 20 % X Energi
d. KH = 60- 70 % X Energi

39
I. Cara Menghitung Z-Skor

Gambar tabel 3.8 Rumus menghitung Z skor


sumber : http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-
anak.doc.6

40
4. Mahasiswa mampu menjelaskan prevalensi diare.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR
penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk,
tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR
yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah
kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di
24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR
1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.).8

Salah satu langkah dalam pencapaian target MDG’s (Goal ke-4) adalah
menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset
Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat
diare adalah tatalaksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tatalaksana yang cepat
dan tepat.

41
Gambaran Berdasarkan Survei dan Penelitian
1. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007)

42
Gambar grafik 4.1 Prevalensi diare menurut provinsi
sumber: Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan.vol 2.triwulan 2.8

Prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 diukur dengan menanyakan apakah


responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga kesehatan dalam satu bulan
terakhir. Responden yang menyatakan tidak pernah, ditanya apakah dalam satu
bulan tersebut pernah menderita buang air besar >3 kali sehari dengan kotoran

43
lembek/cair. Responden yang menderita diare ditanya apakah minum oralit atau
cairan gula garam.8
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%). Berdasarkan
grafik di bawah, prevalensi diare menurut umur yang tertinggi ada pada
Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Sementara
Maluku berada pada urutan ketiga dari bawah (sebanyak 4,5) jika dibandingkan
dengan NAD. Jadi dapat disimpulkan bahwa prevalensi diare tertinggi pada
provinsi NAD sebesar 18,9 % dari total prevalensi maksimal menurut
provinsi.8

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7% dan
yang paling rendah di kelompok umur 15-24 sebanyak 7,2 %. Jadi dapat

44
disimpulkan bahwa prevalensi penyakit diare tertinggi pada usia 1-4 tahun 16,7
% dari 18 % total prevalensi maksimal menurut kelompok umur.8

45
Gambar grafik 4.2 Prevalensi diare menurut provinsi
sumber: Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan.vol 2.triwulan 2.8

46
2. SDKI

47
Gambar grafik 4.3 Prevalensi diare menurut provinsi
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan.vol 2.triwulan 2.8

Pada SDKI tahun 2007 dibahas mengenai prevalensi dan pengobatan penyakit
pada anak. SDKI mengumpulkan data beberapa penyakit infeksi utama pada
anak umur di bawah lima tahun (balita), seperti infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA), pneumonia, diare, dan gejala demam. 8
Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam waktu
dua minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11
persen). Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti
umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan seperti pada gambar di bawah. Dengan
demikian seperti yang diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-
35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi.8
Prevalensi diare sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki (14,8%) dibandingkan
dengan anak perempuan (12,5%) dan lebih tinggi pada balita di perdesaan
(14,9%) dibandingkan dengan perkotaan (12,0%).8

3. Data Laporan Puskesmas

48
Gambar grafik 4.4 Prevalensi diare menurut provinsi
sumber: Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan.vol 2.triwulan 2.8

Data mengenai diare yang bisa didapatkan dari laporan puskesmas berupa data
jumlah penderita yang dating ke puskesmas, cakupan pelayanan penderita diare
KLB diare.8
Jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan tahun 2000 s/d 2009
(dalam ribuan) sebagai berikut :
Jumlah penderita diare yang dating ke rumah sakit tertinggi ada pada tahun
2004 sebanyak 20483 orang dan yang terendah ada pada tahun 2002 sebanyak
1594.8 orang. Jadi dapat disimpulkan bahwa penderita diare yang dating ke
rumah sakit tertinngi pada tahun 2004 (20483 orang) dari jumlah maksimal

49
jumlah penderita diare yang dating ke Puskesmas tahun 2000-2009 sebanyak
6000 orang.8

4. Riskesdas 2013
Riskesdas 20013 mengumpulkan informasi insiden diare agar bias
dimanfaatkan program, dan period prevalens diare agar bias dibandingkan
dengan Riskesdas 2007.9
Period prevalens diare pada Riskesdas 2013 (3,5%) lebih kecil dari Riskesdas
2007 (9,0%). Penurunan period prevalen yang tinggi ini dimungkinkan karena
waktu pengambilan sampel yang tidak sama antara 2007 dan 2013. Pada
Riskesdas 2013 sampel diambil dalam rentang waktu yang lebih singkat dan
juga karena factor pendidikan orang tua yang rendah sehingga terkendala dalam
mengambil data. Insiden diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia
adalah 3.5 persen.9

50
Gambar grafik 4.5 Prevalensi diare menurut provinsi
sumber: Riset Kesehatan Dasar 2013.9

Pada grafik di atas digambarkan bahwa periode prevalensi menurut provinsi


tahun 2007 tertinggi pada 33 provinsi yaitu Aceh dan terendah ada pada DIY ,
Malut dan Maluku. Sementara untuk tahun 2013 paling tinggi pada provinsi
Papua dan terendah ada pada Bangka Belitung. Jadi dapat disimpulkan periode
prevalensi diare menurut provinsi di Indonesia mengalami penurunan yaitu dari
tahun 2007 (9,0 %) menjadi (3,5%) di tahun 2013.9

5. Mahasiswa mampu menjelaskan vena sectio

A. Definisi
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan akses vena dengan cara
pembedahan yang dilakukan jika akses vena perifer sulit karena kollaps
pembuluh darah perifer (misalnya karena syok, dehidrasi) atau karena
thrombosis vena perifer setelah penusukan berulang atau diperlukan akses yang
lebih besar daripada vena perifer.10,11 Vena seksi juga dilakukan bila vena
punksi sulit dilakukan misalnya pada orang gemuk, bayi, atau bila semua
tempat telah habis terpakai vena punksi.10

51
B. Kegunaan dan fungsi10
1. Sebagai akses intra vena
2. Tranfusi
3. Infus
4. Nutrisi parenteral
5. Terapi parenteral
6. Kepentingan diagnostik

C. Posisi anatomi untuk melakukan vena section


1. Vena Saphena Magna
Vena saphena magna merupakan lanjutan dari ujung medial arcus venosus
dorsalis pedis dan berjalan ke atas tepat di depan malleolus medialis.
Kemudian vena berjalan ke atas bersama-sama dengan nervus saphenus, di
dalam fascia superficialis pada sisi medial tungkai bawah. Vena ini berjalan
di belakang lutut dan melengkung ke depan di sekitar sisi medial tungkai
atas. Vena ini menembus fascia profunda di bagian bawah hiatus saphenus
untuk bermuara ke vena femoralis kira-kira 4 cm di bawah dan lateral
terhadap tubercuium pubicum. Vena saphena magna mempunyai banyak
katup dan berhubungan dengan vena saphena parva rnelalui satu atau dua
cabang yang berjalan di belakang lutut. Sejumlah venae perforantes
menghubungkan vena saphena magna dengan vena-vena profunda
sepanjang sisi medial betis.12,13

Vena yang bermuara ke Vena Saphena Magna.


Vena saphena magna menerima sejumlah cabang vena subcutan, dan
ujungnya di dekat hiatus saphenus di dalam fascia profunda,vena saphena
magna menerima tiga cabang vena : 12,13
a) Vena circumflexa ilium superficialis.

52
b) Vena epigastrica superficialis.
c) Vena pudenda extelna superficialis.

Vena-vena ini diikuti oleh ketiga cabang arteria femoralis yang terdapat di
regio ini. Sebuah vena tambahan dikenal sebagai vena saphena accessoria,
biasanya bergabung dengan vena utama kira-kira di pertengahan tungkai
atas atau lebih ke atas pada hiatus saphenus. 12,13

53
Gambar 5.1 Lokalisasi vena saphena magna pada ekstremitas inferior.
sumber : Clinical Anatomy. 11th .2006.13

54
Gambar 5.2 Vena-vena superficialis ekstremitas inferior dextra. Terdapat pula vena
perforates yang berkatup dalam “pompa vena”.
sumber : Anatomi klinis berdasarkan sistem. 2012.12

55
2. Vena Basilica

Vena basilica berasal dari pinggir medial arcus venosus dorsale manus dan
membelok di sekitar pinggir medial lengan bawah; kemudian vena ini naik
di dalam fascia superficialis pada permukaan posterior lengan bawah. Tepat
di bawah siku, pembuluh miring ke depan untuk mencapai fossa cubiti.
Kemudian vena berjalan ke atas di sisi medial musculus biceps brachii,
menembus fascia profunda dekat pertengahan lengan atas untuk bermuara
ke venae commitantes arteria brachialis unfuk membentuk vena axillaries.
Vena basilica menerima darah dari vena mediana cubiti dan beberapa aliran
vena lainnya dari permukaan medial dan posterior extremitas
superior.12,13,14,15

56
Gambar 5.3 Vena superficialis lengan bawah.
sumber : Anatomi klinis berdasarkan sistem. 2012.12

57
D. Alat-alat
Alat dan bahan yang perlu disediakan sama dengan tindakan bedah minor
lainnya, tambahannya adalah venocath (selang kateter vena) atau abbocath
(needle vein catheter) yang ukurannya disesuaikan dengan ukuran vena.10,11

E. Teknik Operasi10,11
Jika menggunakan selang venocath10,11
1. Pasien dalam posisi terlentang, kalo anak-anak harus dipegang
2. Di disinfeksi atau diberi cairan antiseptik
3. Identifikasi lokasi vena saphen magna pada mata kaki. Vena berlokasi pada titik
2 cm anterior dan superior dari malleolus medialis.
4. Lidocaine 1% diinfiltrasikan pada kulit pada area seluas 1 inchi sekitar vena
yang diincar.
5. Incisi kulit transverse 1,5-2cm sampai subkutis.
6. Dilakukan diseksi tumpul dengan menggunakan klem pean bengkok.
7. Identifikasi vena saphena magna
8. Vena dibebaskan dengan jaringan sekitarnya dengan klem sampai sekitar 3 cm
(vena “telanjang”).
9. Luksir vena dari dasarnya dengan klem, kembali bebaskan dasar sepanjang 3
cm.
10. Masukan klem kebawah vena dan pasang benang silk 3-0 di distal dan
proksimal.
11. Daerah vena yang distal diikat dengan silk 3-0, sisakan benang sampai panjang.
12. Vena sedikit ditarik, lalu dibuat incisi pada aspek anterior dengan bisturi no 11.
13. Masukan venocath dengan bantuan pinset 3-5 cm.
14. Aspirasi dari ujung venocath untuk meyakinkan tidak ada tahanan dan
sekaligus menarik agar tidak ada udara dalam venocath.
15. Masukan cairan infus melalui canul di ujung venocath.

58
16. Jika lancar, ikatkan benang dibagian proksimal untuk memfiksasi venocath,
hati-hati jangan terlalu kuat hingga lumen venocath tertutup.
17. Luka dijahit dengan silk 3-0.
18. Fiksasi venocath dengan plester dibeberapa tempat.
19. Tutup luka dengan hypafix atau dermafilm.

Jika menggunakan Abbocath (needle venocath) 10,11


1. Setelah tindakan ke 11, angkat tepi insisi inferior dengan pinset.
2. Tusukan abbocath ke kulit 0.5 – 1 cm inferior tepi insisi (jangan sampai vena
tertusuk) sampai ujungnya keluar dan terlihat diatas vena.
3. Angkat benang bagian atas, identifikasi kembali vena dan tusukan abbocath
sampai masuk lumen.
4. Tarik ujung jarum agar tidak melukai dinding vena, sambil venocath didorong.
5. Perhatikan aliran vena pada abbocath
6. Pasang selang infuse, yakinkan cairan dapat mengalir dengan lancar.
7. Ikat benang di bag proksimal, hati-hati jangan terlalu kencang agar lumen
abbocath tidak tertutup.
8. Jahit luka insisi.
9. Fiksasi abbocat dengan jahitan ke kulit di ujung canulnya.
10. Balut luka dengan dermafilm atau kassa dan hypafix.
11. Harap diperhatikan bahwa jika abbocath melekuk apalagi terlipat maka
lumennya akan menyempit bahkan tertutup. Hati-hati selama melakukan
manuver-manuver agar abbocat tidak melekuk/bengkok.

59
Gambar 1.4. Cutis, subcutis dibuka, diseksi secara tumpul, vena diidentifikasi
sumber : Medicine Article. Vena Section.10

Gambar 1.5. Kontrol proksimal dan distal dengan silk 2-0


sumber : Medicine Article. Vena Section.10

60
Gambar 1.6. Insersi vecocath setelah vena diinsisi, bag proksimal dan distal diikat
sumber : Medicine Article. Vena Section.10

Gambar 1.7. Insersi Abbocath setelah menusuk kulit dahulu


sumber : Medicine Article. Vena Section.10

61
F. Komplikasi10,11
1. Tromboflebitis dapat mulai dalam 24 jam
2. Robekan syaraf dan atau arteri
3. Hematome
4. Selulitis

G. Pasca Bedah10,11
1. Dilakukan desinfeksi kulit sekali lagi dengan teliti, bila perlu diberi salep
2. antibiotik pada luka insisi
3. Difiksasi dengan bidai/spalk
4. Dilakukan ganti verban setiap hari dengan tindakan asepsis

62
6. Mahasiwa Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi diare.

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Prevalensi diare
klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi Nanggo Aceh
Darusalam (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi
mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua)
yang dapat dilihat pada grafik di bawah ini:16,17,18

Gambar Grafik 6.1 Prevalensi Diare Menurut Provinsi di Indonesia


sumber: Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi Kesehatan
vol 2.triwulan 2.16

63
Bila dilihat per kelompok umur, diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
Sedangkan menurut jenis kelamin, prevalensi laki-laki dan perempuan hampir
sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi diare
menurut kelompok umur dapat dilihat pada grafik dibawah ini:16,17,18

Gambar Grafik 6.2 Prevalensi Diare Menurut Kelompok Umur


sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi Kesehatan
vol 2.triwulan 2.16

Prevalensi diare lebih banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan, yaitu


sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi
pada kelompok pendidikan rendah, dan bekerja sebagai petani atau nelayan dan
buruh, yang dapat dilihat pada grafik di bawah ini:16,17,18

64
Gambar Grafik 6.3 Prevalensi Diare Menurut Pendidikan
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi Kesehatan
vol 2.triwulan 2.16

Gambar Grafik 6.4 Prevalensi Diare Menurut Pekerjaan


sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi Kesehatan
vol 2.triwulan 2.16

65
Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab
kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan
penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah
TB dan Pneumonia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:16,17,18

Gambar Tabel 6.5 Penyebab Kematian dan Proporsi Kematian


sumber : Riset kesehatan dasar tahun 2007.17

66
Juga didapatkan bahwa penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang
terbanyak adalah diare (31,4%) sedangkan yang sisa lainnnya disebabkan
karena pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak balita
(usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia
(15,5%).16,17,18

Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam waktu
dua minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11
persen). Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti
umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan seperti pada Gambar 5. Dengan
demikian seperti yang diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-
35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi berikut
adalah grafik datanya:16,17,18

Gambar Grafik 6.6 Presentasi balita yang diare dua minggu sebelum survei,
berdasarkan tingkat pendidikan ibu dan indeks kekayaan kuantil
sumber: Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi Kesehatan
vol 2.triwulan 2.16

67
Gambar Grafik 6.7 Persentase balita yang diare dua minggu sebelum survei,
berdasarkan tingkat pendidikan ibu
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi
Kesehatan vol 2.triwulan 2.16

68
Gambar Grafik 6.8 Persentase balita yang diare dua minggu sebelum survei,
berdasarkan sumber air minum
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi
Kesehatan vol 2.triwulan 2.16
A. Morbiditas Diare
Kejadian Diare juga menpunyai tren yang semakin naik pada periode tahun
1996-2006. Sedangkan dari tahun 2006 sampai tahun 2010 terjadi sedikit
penurunan angka kesakitan, yaitu dari 423 menjadi 411 per 1000 penduduk.
Hasil Survei Morbiditas Diare dari tahun 2000 sampai dengan 2010 dapat
dilihat grafik berikut:16,17,18

69
Gambar Grafik 6.9 Angka kesakitan diare per 1000 penduduk pada semua
umur tahun 1996-2010
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi
Kesehatan vol 2.triwulan 2.16

70
Gambar Grafik 6.10 Angka kesakitan diare balita tahun 2000-2010 (per
1000)
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi
Kesehatan vol 2.triwulan 2.16

Berikut ini dapat dilihat pada tabel dibawah bisa diketahui bahwa proporsi
terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok umur 6 – 11 bulan yaitu
sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok
umur 24-29 bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok
umur 54 – 59 bulan yaitu 2,06%.16,17,18

71
Gambar Tabel 6.11 Proporsi tervesar penderita diare pada balita kelompok
umur 6-11 bulan
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi
Kesehatan vol 2.triwulan 2.16

Dan untuk pengobatannya sendiri masih sebagian besar penderita diare tidak
datang berobat ke sarana kesehatan. Ada yang mengobati sendiri, ada yang
berobat ke praktek dokter swasta, ada ke Puskesmas, Rumah Sakit, dan ada
yang tidak kemana-mana seperti terlihat pada grafik di bawah ini:16,17,18

72
73
Gambar Grafik 6.12 Gambaran tempat pengobatan penderita diare balita
tahun 2000-2010
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jemdela Data dan Informasi
Kesehatan vol 2.triwulan 2.16

Kejadian Luar Biasa Diare, 2009 – 2010


Pada peta di bawah ini menggambarkan sebaran frekuensi KLB diare yang umumnya
lebih banyak di wilayah Sulawesi bagian tengah kemudian Jawa bagian timur

74
Gambar 6.13 Peta frekuensi KLB diare tahun 2010
sumber : Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan vol 2.triwulan 2.16

Jumlah kasus KLB Diare pada tahun 2010 sebanyak 2.580 dengan kematian sebesar
77 kasus (CFR 2.98%). Hasil ini berbeda dengan tahun 2009, dimana kasus pada KLB
diare sebanyak 3.037 kasus, kematian sebanyak 21 kasus (CFR 0.69%). Perbedaan ini
tentu saja perlu dilihat dari berbagai faktor, terutama kelengkapan laporannya. Selain
itu faktor perilaku kesadaran dan pengetahuan masyarakat, ketersediaan sumber air
bersih, ketersediaan jamban keluarga dan jangkauan layanan kesehatan perlu
dipertimbangkan juga sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian luar biasa diare.1,2,3

7. Mahasiswa mampu menjelaskan cara pemberian oralit yang benar

Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl),


kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosaanhidrat. Yang
berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat

75
terjadi diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, akan tetapi
air minum yang tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh tidak berperan dalam
penganan diare sehingga lebih diutamakan oralit. Komposisi campuran glukosa dan
garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita
diare. Sehingga oralit ini harus segera diberikan bila anak diare, sampai diare
berhenti. Oralit ini dapat diperoeh di apotek-apotek, toko obat, posyandu, polindes,
puskesmas pembantu, puskesmas, rumah sakit atau ditempat-tempat pelayanan
kesehatan lainnya.19

Gambar Tabel 7.1 Kandungan oralit untuk dewasa


sumber: Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare, 2011.19

76
Gambar Tabel 7.2 Kandungan oralit untuk dewasa
sumber: Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare, 2011.19

Perbedaannya terletak pada tingkat osmolaritas. Osmolaritas oralit baru lebih


rendah yaitu 245 mmol/l dibanding total osmolaritas oralit lama yaitu 331
mmol/l.
Dari penelitan menunjukkan bahwa oralit formula baru mampu:
1. Mengurangi volume tinja hingga 25%
2. Mengurangi mual-muntah hingga 30%
3. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena.
Karena oralit formula lama biasanya menyebabkan mual dan muntah, sehingga
ibu merasa tidak perlu memberikan oralit formula lama kepada anaknya.
Namun, apabila masih ditemukan juga oralit formula lama tetap bisa digunakan
sampai stok tersebut habis. Akan tetapi jika sudah tersedia oralit baru,
pertimbangkanlah untuk segera menggunakan oralit baru. Sesuai yang telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF bahwa negara-negara di dunia

77
untuk menggunakan dan memproduksi oralit dengan osmolaritas rendah (oralit
baru).19
Cara pemberian oralit
1. Tanpa dehidrasi
Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-
10 mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia, yaitu umur < 1 tahun
sebanyak 50-100 mL, umur 1-5 tahun sebanyak 100-200 mL setiap diare
cair. Bila muntah, tunggu hingga 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi
sedikit.

2. Dehidrasi ringan-sedang
Cairan rehidrasi oral (CRO) hiposmolar dibrikan sebanyak 75 mL/kgBB
dalam 3 jam pertama untuk menggatikan cairan yang telah hilang dan
sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare cair.

3. Dehidrasi berat
Diberikan cairan parenteral dengan ringer laktat atau NaCl 0,9% (bila RL
tidak tersedia) 100 mL/kgBB.19,20,21

Penghitungan pemberian oralit pada kasus dehidrasi ringan-sedang


Untuk 3 jam pertama = 75mL/kgBB
= 75 x 6 kg
= 450 mL
Setiap diare cair = 5-10 mL/kgBB
= 10 mL x 6 kg
= 60 mL

Jadi pada 3 jam pertama untuk mengganti kehilangan cairan eletrolit pada bayi
tersebut dapat diberikan 450 mL dan 60 mL untuk setiap kali diare cair.

78
8. Mahasiswa mampu menjelaskan alur diagnosis terkait kasus

1. Anamnesis
Anamnesis ini sangat penting dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis suatu penyakit karena sekitar + 80% dari anamnesis merupakan
penentu dari diagnosa suatu penyakit. Misalnya dalam hal ini ditemukan adanya
suatu gejala diare pada anak, karena penyakit dengan gejala diare banyak untuk
menentukan diagnosis yang tepat terhadap pasien oleh karena itu penting untuk
dilakukan suatu anamnesis yang tepat dan terpimpin. Anamnesis terbagi atas
anamnesis secara langsung yang disebut sebagai autoanamnesis dan
alloanamnesis melalui perantara baik itu orang tua, polisi, dan teman dengan
keadaan.22,23

a) Pasien dengan penurunan atau perubahan kesadaran


b) Pasien bayi, anak-anak atau orang tua
c) Untuk konfirmasi autoanamnesis

Dalam skenario ini karena pasiennya adalah seorang bayi 1 tahun, jadi akan
menggunakan teknik alloanamnesis dengan ibu si bayi, atau keluarga yang
membawa si bayinya. Anamnesis sebaiknya dilakukan di ruangan yang tertutup
dan terdapat cukup cahaya. Selain itu, gunakanlah bahasa yang mudah di
pahami pasien. Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting untuk
mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai
gambaran keluhan yang menurut pasien paling penting. Keluhan utama didapat
dengan membiarkan pasien berbicara tanpa dipotong. Langkah–langkah
anamnesis terpimpin dimulai dengan identitas pasien, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial
dan lingkungan.24

79
Hal pertama yang dilakukan sebelum masuk ke tahap perkenalan adalah
informed consent. Dokter meminta ijin kepada pasien untuk dilakukan Tanya-
jawab terkait keluhan yang menyebabkan pasien datang.24

Gambar 8.1 Hubungan dengan Pasien


sumber : At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik24

Untuk mendapatkan informasi, diperlukan beberapa pertanyaan untuk


mengetahui masalah medis yang dialami pasien, diantaranya :24,25,26
a) Menanyakan identitas pasien.
b) Mengguanakan kalimat tanya terbuka, dilakukan berulang untuk
mendapatkan informasi lebih jelas.
c) Tidak mendominasi percakapan dan menanyakan beberapa pertanyaan
sekaligus.
d) Menggali perjalanan penyakit pasien

80
Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis merupakan
anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya sehingga ini adalah
cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk
menceritakan apa yang sebenarnya dirasakan. Meskipun demikian, dalam
prakteknya tidak selalu dapat dilakukan autoanamnesis. Pada pasien yang
hilang kesadarannya, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab
pertanyaan, atau juga pada pasien anak-anak maka diperlukan pihak yang
mewakili pasien untuk menceritakan permasalahnnya. Informasi yang didapat
dari melakukan anamnesis dengan pihak kedua yang mewakili pasien disebut
alloanamnesis atau heteroanamnesis.

Dalam melakukan anamnesis seorang dokter harus memiliki aspek sambung


rasa sehingga seorang dokter bukan saja mampu berorientasi dengan penyakit
yang pasien derita namun dapat berorientasi pula dengan pasien itu sendiri.
Selain itu, dalam melakukan anamnesis terpimpin dokter juga harus memiliki
kemampuan untuk menggali informasi tentang kondisi pasien. Secara
struktural, anamnesis terpimpin dimulai dari fase perkenalan, fase kerja, dan
fase terminasi.
Laporan PBL DDP Kelompok 5 | Skenario 1 Trauma Fraktur 29
1. Fase Perkenalan22,23,24,25
Fase ini berupa dokter memperkenalkan diri, dokter meminta izin kepada
pasien atau pihak kedua yang mewakili pasien dan pasien atau wakilnya
diminta untuk memberikan identitas atau data diri dari pasien sendiri.
Identitas atau data diri pasien dapat berupa nama pasien, umur, tempat
tinggal, pendidikan, nama orang tua pekerjaan orang tua, serta agama dan
suku bangsa.

81
2. Fase Kerja22,23,24,25
Fase ini berupa dokter menggali informasi mengenai riwayat penyakit
sekarang, dimana dokter memberikan pertanyaan terbuka kepada pasien
atau pihak kedua yang mewakili pasien mengenai keluhan utama yang
membuatnya berkonsultasi serta memberikannya kesempatan untuk
bercerita mengenai keluhan yang dirasakan serta perjalanan penyakit yang
digali sebagai berikut time, severity, regio, quality/quantity dan juga
progressivity serta keluhan penyerta dan lainnya yang menyertai keluhan
utama. Riwayat pribadi, berupa penyakit dahulu yang pernah dialami (jika
diperlukan atau berkaitan dengan penyakit yang dialami).

Latar belakang lingkungan (jika diperlukan atau berkaitan dengan penyakit


yang dialami). Kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan pasien sehingga
dapat berdampak pada penyakit yang dialami pasien. Serta riwayat keluarga
karena terkadang ada penyakit yang bersifat genetik atau menurun.25,26

Diare bisa terjadi akibat penyakit yang bisa sembuh sendiri, akibat infeksi,
atau akibat manifestasi penyakit serius, seperti colitis, ulseratif, keganasan
usus, atau malabsorpsi. Oleh sebab itu penting untuk menentukan :24
a) Penyebab diare.
b) Adakah kekurangan cairan atau elektrolit
c) Kehilangan darah yang substansial
d) Adakah tanda yang menunjukan sebab dasar yang serius yaitu misalnya
penyakit radang usu, obstruksi usu subakut, atau tanda – tanda
malabsorpsi.

1) Riwayat penyakit Sekarang24,25


Dalam riwayat penyakit sekarang didalamnya terdapat keluhan utama.
Keluhan utama yang dinyatakan oleh pasien merupakan dasar utama
untuk memulai evaluasi masalah pasien.keluhan utama merupakan

82
penyebab utama yang membuat pasien datang dan berkonsultasi dengan
dokter. Di dalam riwayat penyakit dapat dilihat tanda dan juga gejala dari
pasien, gejala merupakan keluhan pasien atau pengakuan tentang sesuatu
yang abnormal.

Sedangkan tanda dapat dilihat dari pemeriksaan fisik pada pasien.


Adapun pertanyaan yang dapat diberikan kepada pasien terkait kasus
adalah : “ Apa keluhan utama yang mengantarkan ibu datang ke saya?”
Jika sang ibu mengatakan keadaan anak terkait skenario yaitu diare. Diare
merupakan keluhan utama. Selanjutnya dapat diidentifikasi dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti:
a) Apa yand dimaksud pasien dengan diare ?
b) Berapa sering buang air besar ?
c) Buang air besar lunak, atau encer ?
d) Apakah volume feses meningkat ?
e) Apakah fesesnya sangat berair ?
f) Adakah makanan yang tidak dicerna dalam feses?
g) Apa warna dan konsistensi fesesnya ?
h) Apakah fesesnya mengapung (akibat steatorea)
i) Adakah darah, lender, atau nanah dalam fesesnya ?
j) Kronologis waktu : sejak kapan diare mulai dirasakan?
k) Sifat terjadinya gejala : apakah gejala diare pada pasien timbul
mendadak?
l) Kualitas dan kuantitas : seberapa berat penyakitnya? Intensitasnya
bagaimana? pola timbul dari diare?
m) Jika ada darah, apakah tercampur dalam tinja, melapisi permukaan,
atau hanya ada di kertas toilet (ini akan menujukan hemoroid)
n) Pertimbangkan kemungkinan diare yang terus terjadi akibat
konstipasi ?

83
o) Adakah kekurangan cairan (misalnya hilang kesadaran, pingsan,
pusing, postural)?
p) Adakah gejala sistemik seperti demam, ruam, atau artalagia ?
q) Adakah tanda – tanda malabsorpsi (misalnya penurunan berat bada,
gejala anemia)?
r) Adakah kontak dengan orang lain yang mengalami diare ?
s) Keluhan penyerta : selain diare apakah ada keluhan lain yang muncul
pada anak? Bayi mengalami muntah.
t) Upaya yang dialakukan: apakah pada saat diare dan muntah sudah
diberikan obat-obatan atau penanganan awal sebelumnya dan
bagaimana hasilnya? (antibiotic tidak dianjurkan )
u) Adakah kebiasaan tidak mencuci tangan atau barang-barang yang
digunakan oleh bayi ?
v) Bagaimana cara membuat susu formula untuk bayi?
w) Adakah tindakan sterilisasi untuk perlengkapan bayi ?

84
Gambar 8.2 Anamnesis Keluhan Utama
sumber : At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik24

2) Riwayat penyakit dahulu23,24


Riwayat penyakit dahulu berarti penilaian menyeluruh dari kesehatan
pasien sebelum penyakit sekarang. Pada riwayat penyakit dahulu dapat
diberikan beberapa pertanyaan :
a) Keadaan umum pasien
“apakah pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya?”
b) Kelahiran dan perkembangan diri
Riwayat Alergi: “apakah pasien menderita alergi pada
makanan,minuman, atau benda-benda tertentu?”
Riwayat imunisasi : “apakah pasien sudah melakukan semua proses
imunisasi secara lengkap?”

85
c) Penyakit-penyakit yang diderita sebelumnya
Dapat ditanyakakan penyakit-penyakit yang pernah diderita? Apakah
pernah mengalami diare sebelumnya, penyakit saluran cerna yang
doketahui ?danTerkait masalah psikiatrik,medis, atau pembedahan

3) Riwayat penyakit keluarga23,24


Riwayat keluarga dapat mencangkup informasi anggota keluarga. Dapat
diberikan pertanyaan seperti :
“Jumlah anggota kelurga ?
“apakah dalam keluarga ada yang menderita keluhan yang sama?
“adakah penyakit yang dapat diturunkan dari keluarga? (penyakit-
penyakit terkait genetika, penyakit radang usus, atau keganasan saluran
cerna)

4) Riwayat Sosial, Pendidikan, dan Lingkungan23,24


Riwayat lingkungan social mencangkup tempat dan keadaan dimana
pasien tinggal. Dapat ditanyakan pula,
“keadaan tempat tinggal pasien? Dalam kompleks perkumuhan atau yang
teratur?
“keadaan sosial tempat tinggal apakah riuh atau tenang, bersih atau tidak?
“kebersihan,sanitasi air, dan sumur apakah mencukupi kebutuhan?
Riwayat berpergian ke tempat tertentu juga dapat dimasukan ke dalam
anamnesis bila dicurigai, adanya kejadian luar biasa seperti kolera dll
riwayat berpergian ke tempat-tempat endemis.

3. Fase Terminasi
Pada fase ini yang dilakukan dokter adalah berupa memberi hasil diagnosis
sementara dan memberikan edukasi dan informasi atau saran serta dokter
juga memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya mengenai

86
masalah kesehatannya atau kepada pihak kedua yang mendampingi pasien
jika pasien dalam keadaan kesulitan bicara.

2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan pencarian tanda pada pasien dengan pengamatan
menggunakan mata dan indera penciuman. Dalam mempelajari inspeksi
dibutuhkan praktek, penglihatan adalah kecakapan, sedangkan melihat adalah
sebuah seni. Proses inspeksi meliputi melihat keadaan penderita mungkin
tampak lemah atau pucat. Tingkat kesadaran apakah sadar, koma,
disorientasi. Suhu tubuh meningkat apabila terjadi infeksi. Kulit kering,
adanya ulkus di kulit, luka yang tidak kunjung sembuh. Adanya akral dingin,
capillarry refill kurang dari 3 detik, adanya pitting edema. Melihat raut wajah,
pengkajian kontak mata saat diajak berkomunikasi, fokus atau tidak fokus.

Pemeriksaan mata melihat kesimetrisan mata, refleks pupil terhadap cahaya,


terdapat gangguan penglihatan apabila sudah mengalami retinopati diabetik.
Telinga : fungsi pendengaran mungkin menurun. Pemeriksaan di hidung
adanya sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman saraf penghidu
menurun. Mulut : mukosa bibir kering, inspeksi bagian leher untuk melihat
adanya pada tekanan vena jugularis. Pada saat inspeksi maka akan
dilihatyaitu :
a) Tampak sakit ringan atau berat dari tangisan bayi, dan raut wajah bayi.
b) Tanda – tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat yaitu rewel atau
gelisah, Letargis / kesadaran berkurang, mata cekung, bayi pucat, anemia,
membrane mukosa kering, dan menangis dengan keras, cubitan perut
kembalinya lambat atau sangat lambat, haus/minum dengan lahap atau
malas minum atau tidak bisa minum, adanya darah dalam tinja, tanda

87
invaginasi (massa antra abdominal, tinja hanya lendir dan darah), perut
kembung, tanda – tanda gizi buruk.24,25,26

2. Palpasi
Palpasi merupakan suatu kerja yang mengunakan perasaan dengan indra
peraba, namun sangat terbatas. Saat menggunakan tanngan pada pasien, saat
kita mengamati tanda dengan sensasi taktil, suhu, dan kinetik. Palpasi untuk
mengidentifikasi tanda-tanda vital, yaitu suhu, nadi, tekanan darah,
pernapasan. Denyut jantung cepat atau lambat, adanya bunyi jantung
tambahan apabila diawali dari penyakit jantung. Adanya nyeri tekan pada
bagian pankreas, distensi abdomen, suara bising usus yang meningkat. Pada
palpasi terdapat kualitas spesifik seperti: tekstur, kelembapan, temperatur,
sifat massa, atau nyeri tekan rektal, dan menghitung Indeks Massa Tubuh
bayi.24,25,26

3. Perkusi
Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding
abdomen dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut
ditekan kedinding dada sejajar dinding abdomen pada daerah yang akan
diperkusi. Bagian tengah falang medial tangan kiri tersebut kemudian diketuk
denganmenggunakan ujung jari tengah tangan kanan, dengan sendi tangan
kanan sebagai penggerak. Berdasarkan patogenesis, bunyi ketukan yang
terdengar dapat bermacam – macam yaitu sonor, hipersonor, redup (pull),
pekak (flat atau stony dull), dan timpani.untuk mengecek kembali adanya
komplikasi yang sudah terjadi saat seseorang mengalami obesitas, ataupun
gizi buruk.24,25,26

88
4. Auskulasi
Auskultasi merupakan penggunaan pendengaran untuk memperoleh tanda
fisik dengan menggunakan stetoskop. Teknik ini digunakan untuk
mendengankan suara pasien, batuk, keluhan atau pekikan yang berguna
dalam melengkapi tana diagnosis. Auskultasi untuk mendengar bunyi-bunyi
pernapasan. Mengukur tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi.
Pernapasan reguler ataukah ireguler, adanya bunyi napas tambahan,
respiration rate (RR) normal untuk bayi 30-80 kali/menit, pernapasan dalam
atau dangkal. Denyut nadi reguler atau ireguler, adanya takikardia, denyutan
kuat atau lemah. Untuk mendengar suara peristaltic usus , bising usus normal,
hiperaktif, atau mendenting dengan nanda tinggi yang dapat menunjukan
adanya obstruksi atau tidak. 24,25,26

89
9. Mahasiswa mampu menjelaskan komposisi ASI

Gambar 9.1 Struktur Kelenjar Mammae


sumber : Fox’s human physiology. Ed 12.27

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak dan
larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh
kelenjar mammae pada manusia. ASI merupakan salah satu-satunya makanan
alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi sejak lahir hingga
berusia 2 tahun atau lebih.28,29

ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi
baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual.ASI mengandung nutrisi, hormon,
unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi.Nutrisi dalam
ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan.28,29

90
ASI yang pertama keluar disebut dengan fore milk dan selanjutnya disebut
dengan hind milk.Fore milk merupakan ASI awal yang banyak mengandung
air, sedangkan hind milk lebih banyak mengandung karbohidrat dan lemak.
Pernyataan ini juga didukung oleh Suraatmaja bahwa komposisi ASI tidak
konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu karena komposisi dipengaruhi
stadium laktasi, ras, diit ibu dan keadaan gizi.27,29

Keunggulan dan keistimewaan Air Susu Ibu (ASI) sebagai nutrisi untuk bayi
sudah tidak diragukan lagi.Masyarakat luas khususnya kaum ibu telah paham
benar kegunaan dan manfaat ASI, berbagai tulisan yang membahas masalah
ASI telah banyak dipublikasi. Dalam makalah ini akan dibahas nilai nutrisi
yang terkandung dalam ASI dan keunggulannya dibanding nutrisi lain untuk
bayi, dengan demikian diharapkan para ibu akan lebih percaya diri dalam
memberikan ASI kepada bayinya.29

Seperti halnya nutrisi pada umumnya, ASI mengandung komponen makro dan
mikro nutrien.Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat, protein dan
lemak sedangkan mikronutrien adalah vitamin & mineral. Air susu ibu hampir
90%nya terdiri dari air. Volume dan komposisi nutrien ASI berbeda untuk
setiap ibu bergantung dari kebutuhan bayi.Perbedaan volume dan komposisi di
atas juga terlihat pada masa menyusui (kolostrum, ASI transisi, ASI matang
dan ASI pada saat penyapihan).Kandungan zat gizi ASI awal dan akhir pada
setiap ibu yang menyusui juga berbeda. Kolostrum yang diproduksi antara hari
1-5 menyusui kaya akan zat gizi terutama protein.29

ASI transisi mengandung banyak lemak dan gula susu (laktosa). ASI yang
berasal dari ibu yang melahirkan bayi kurang bulan (prematur) mengandung
tinggi lemak dan protein, serta rendah laktosa dibanding ASI yang berasal dari
ibu yang melahirkan bayi cukup bulan.29

91
Pada saat penyapihan kadar lemak dan protein meningkat seiring bertambah
banyaknya kelenjar payudara. Walapun kadar protein, laktosa, dan nutrien yang
larut dalam air sama pada setiap kali periode menyusui, tetapi kadar lemak
meningkat.29

Jumlah total produksi ASI dan asupan ke bayi bervariasi untuk setiap waktu
menyusui dengan jumlah berkisar antara 450 -1200 ml dengan rerata antara
750-850 ml per hari. Banyaknya ASI yang berasal dari ibu yang mempunyai
status gizi buruk dapat menurun sampai jumlah hanya 100-200 ml per hari.29

ASI mengandung air sebanyak 87.5%, oleh karena itu bayi yang mendapat
cukup ASI tidak perlu lagi mendapat tambahan air walaupun berada di tempat
yang mempunyai suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai dengan saluran
cerna bayi, sedangkan susu formula lebih kental dibandingkan ASI. Hal
tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya diare pada bayi yang mendapat
susu formula.29

92
Gambar Grafik 9.2 Diagram Komposisi ASI
sumber :http://www.linkagesproject.org/media/publications/ENA-
References/Indonesia/Ref4.7%20.pdf.29

Gambar Tabel 9.3 Komposisi ASI Berbagai Spesies


sumber : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-ibu.html.30

93
Kolostrum
Adalah ASI yang keluar pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan,
berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental, lebih banyak mengandung
protein dan vitamin berfungsi untuk melindungi bayi dari penyakit
infeksi.28,30,32

Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu
sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali
lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula.30,31,32
Namun demikian angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat
mencerna laktosa (intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang
mendapat ASI.31 Hal ini disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik
dibanding laktosa susu sapi atau susu formula.30,32 Kadar karbohidrat dalam
kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa
pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini
maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil.28

Protein
Protein berguna untuk pembentukan sel pada bayi yang baru lahir. Kandungan
protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang
terdapat dalam susu formula. Protein dalam ASI lebih bisa diserap oleh usus
bayi dibandingkan dengan susu formula. Kandungan protein ASI cukup tinggi
dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi.
Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan Casein. Protein
dalam ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap
oleh usus bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein Casein
yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein Casein yang terdapat

94
dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung protein ini dalam
jumlah tinggi (80%).28,29,33

Gambar Tabel 9.4 Komposisi Protein ASI dan Susu Sapi


sumber : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-ibu.html.30

95
Disamping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang banyak
terdapat di protein susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini
merupakan jenis protein yang potensial menyebabkan alergi.28

Gambar Tabel 9.5 Kandungan Biokimia Protein Dalam ASI


sumber:http://ajcn.nutrition.org/content/42/6/1299.full.pdf?origin=publicatio
n_detail.31

96
Kualitas protein ASI juga lebih baik dibanding susu sapi yang terlihat dari profil
asam amino (unit yang membentuk protein). ASI mempunyai jenis asam amino
yang lebih lengkap dibandingkan susu sapi. Salah satu contohnya adalah asam
amino taurin. Asam amino ini hanya ditemukan dalam jumlah sedikit di dalam
susu sapi.28,30

Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak karena asam


amino ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada jaringan otak yang sedang
berkembang. Taurin ini sangat dibutuhkan oleh bayi prematur, karena
kemampuan bayi prematur untuk membentuk protein ini sangat rendah.29,31,32

ASI juga kaya akan nukleotida (kelompok berbagai jenis senyawa organik yang
tersusun dari 3 jenis yaitu basa nitrogen, karbohidrat, dan fosfat) dibanding
dengan susu sapi yang mempunyai zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping
itu kualitas nukleotida ASI juga lebih baik dibanding susu sapi.27,28 Nukleotida
ini mempunyai peran dalam meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus,
merangsang pertumbuhan bakteri baik dalam usus dan meningkatkan
penyerapan besi dan daya tahan tubuh.31,33

Taurin
Adalah suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI. Taurin
berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting untuk proses maturasi
sel otak. Selain sebagai neurotransmitter taurin juga berfungsi sebagai asam
amino.28

Lemak
Lemak berfungsi untuk pertumbuhan otak bayi.Kandungan lemak dalam ASI
sekitar 70-78%. 14.Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu
sapi dan susu formula. Kadar lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk

97
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Terdapat beberapa
perbedaan antara profil lemak yang ditemukan dalam ASI dan susu sapi atau
susu formula. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan
otak bayi banyak ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI juga mengandung
banyak asam lemak rantai panjang diantaranya asam dokosaheksanoik (DHA)
dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap perkembangan jaringan
saraf dan retina mata.28,29,30, 32,33

98
Gambar Tabel 9.6 :Perubahan Kadar DHA pada Bayi
sumber : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-ibu.html.30

Susu sapi tidak mengadung kedua komponen ini, oleh karena itu hampir
terhadap semua susu formula ditambahkan DHA dan ARA ini. Tetapi perlu
diingat bahwa sumber DHA & ARA yang ditambahkan ke dalam susu formula
tentunya tidak sebaik yang terdapat dalam ASI. Jumlah lemak total di dalam
kolostrum lebih sedikit dibandingkan ASI matang, tetapi mempunyai persentasi
asam lemak rantai panjang yang tinggi.28,30,32,33

99
Gambar 9.7 Rata-rata kadar AA dan DHA plasma bayi
sumber : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-
ibu.html.30

ASI mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh yang seimbang dibanding
susu sapi yang lebih banyak mengandung asam lemak jenuh. Seperti kita
ketahui konsumsi asam lemah jenuh dalam jumlah banyak dan lama tidak baik
untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.28,30,31,32

Gambar 9.8 :Ratio kadar AA dan DHA


sumber : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-
ibu.html. 30

Karnitin

100
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang
diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh. ASI mengandung kadar
karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di
dalam kolostrum kadar karnitin ini lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi
yang mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu
formula.33

Vitamin
Sumber vitamin yang terdapat didalam ASI antara lain :

Vitamin K
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai faktor
pembekuan. Kadar vitamin K ASI hanya seperempatnya kadar dalam susu
formula. Bayi yang hanya mendapat ASI berisiko untuk terjadi perdarahan,
walapun angka kejadian perdarahan ini kecil. Oleh karena itu pada bayi baru
lahir perlu diberikan vitamin K yang umumnya dalam bentuk suntikan.28

Vitamin D
Seperti halnya vitamin K, ASI hanya mengandung sedikit vitamin D. Hal ini
tidak perlu dikuatirkan karena dengan menjemur bayi pada pagi hari maka bayi
akan mendapat tambahan vitamin D yang berasal dari sinar matahari. Sehingga
pemberian ASI eksklusif ditambah dengan membiarkan bayi terpapar pada
sinar matahari pagi akan mencegah bayi menderita penyakit tulang karena
kekurangan vitamin D.28

Vitamin E
Salah satu fungsi penting vitamin E adalah untuk ketahanan dinding sel darah
merah.Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya kekurangan darah

101
(anemia hemolitik).Keuntungan ASI adalah kandungan vitamin E nya tinggi
terutama pada kolostrum dan ASI transisi awal.28

Vitamin A
Selain berfungsi untuk kesehatan mata, vitamin A juga berfungsi untuk
mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan.ASI
mengandung dalam jumlah tinggi tidak saja vitamin A dan tetapi juga bahan
bakunya yaitu beta karoten.Hal ini salah satu yang menerangkan mengapa bayi
yang mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya tahan tubuh yang
baik.28

Vitamin yang larut dalam air


Hampir semua vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B, asam folat,
vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi ibu berpengaruh
terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan B2 cukup tinggi
dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat mungkin rendah pada
ibu dengan gizi kurang. Karena vitamin B6 dibutuhkan pada tahap awal
perkembangan sistim syaraf maka pada ibu yang menyusui perlu ditambahkan
vitamin ini. Sedangkan untuk vitamin B12 cukup di dapat dari makanan sehari-
hari, kecuali ibu menyusui yang vegetarian.28

Mineral
Zat besi dan kalsium di dalam ASI merupakan mineral dan jumlahnya tidak
terlalu banyak dalam ASI. Mineral ini berfungsi sebagai pembentukan atau
pembuatan darah dan pembentukan tulang.7Tidak seperti vitamin, kadar
mineral dalam ASI tidak begitu dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi
ibu dan tidak pula dipengaruhi oleh status gizi ibu. Mineral di dalam ASI
mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah diserap dibandingkan
dengan mineral yang terdapat di dalam susu sapi.28,29,31,32

102
Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang mempunyai
fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf
dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI lebih rendah dari susu
sapi, tapi tingkat penyerapannya lebih besar.28,29,31,33

Penyerapan kalsium ini dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium, vitamin D


dan lemak.31 Perbedaan kadar mineral dan jenis lemak diatas yang
menyebabkan perbedaan tingkat penyerapan. Kekurangan kadar kalsium darah
dan kejang otot lebih banyak ditemukan pada bayi yang mendapat susu formula
dibandingkan bayi yang mendapat ASI. 28,29,31,33

Kandungan zat besi baik di dalam ASI maupun susu formula keduanya rendah
serta bervariasi. Namun bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko yang lebih
kecil utnuk mengalami kekurangan zat besi dibanding dengan bayi yang
mendapat susu formula. Hal ini disebabkan karena zat besi yang berasal dari
ASI lebih mudah diserap, yaitu 20-50% dibandingkan hanya 4 -7% pada susu
formula. Keadaan ini tidak perlu dikuatirkan karena dengan pemberian
makanan padat yang mengandung zat besi mulai usia 6 bulan masalah
kekurangan zat besi ini dapat diatasi. 28,29,31,33

Mineral zinc dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan mineral yang banyak
membantu berbagai proses metabolisme di dalam tubuh. Salah satu penyakit
yang disebabkan oleh kekurangan mineral ini adalah acrodermatitis
enterophatica dengan gejala kemerahan di kulit, diare kronis, gelisah dan gagal
tumbuh.Kadar zincASI menurun cepat dalam waktu 3 bulan menyusui. Seperti
halnya zat besi kandungan mineral zink ASI juga lebih rendah dari susu
formula, tetapi tingkat penyerapan lebih baik. Penyerapan zinc terdapat di
dalam ASI, susu sapi dan susu formula berturut-turut 60%, 43-50% dan 27-
32%. Mineral yang juga tinggi kadarnya dalam ASI dibandingkan susu formula
adalah selenium, yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan cepat. 28,29,31,33

103
Gambar 9.9 Kadar Mineral dalam ASI dan Susu Formula
sumber : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-
ibu.html. 30

104
Zat Kekebalan
Zat kekebalan terhadap beragam mikro-organisme diperoleh bayi baru lahir
dari ibunya melalui plasenta, yang membantu melindungi bayi dari serangan
penyakit.28,30

Gambar 9.10 Faktor Protektif dalam ASI


sumber : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-susu-
ibu.html.30

105
10. Mahasiswa mampu menjelaskan jadwal imunisasi

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dananak dengan


memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh bayimembuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Imunisasi yang diwajibkan merupakan
sebuah program pengembangan imunisasi (PPI) yang wajib diberikan kepada bayi
usia satu tahun ke bawah.34,35

Imunisasi yang diwajibkan merupakan program resmi pemerintah (Departemen


Kesehatan) yang pelaksanaannya memperoleh subsidi. Umumnya imunisasi ini
dilaksanakan di puskesmas-puskesmas atau di rumah sakit milik pemerintah.32,33
Imunisasi diberikan untuk meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu
penyakit tertentu, sehingga bila kelak ia terpapar penyakit tersebut tidak akan sakit
atau sakit ringan.34,35,36

Gambar : Jadwal imunisasi anak umur 0-18 tahun


Sumber : http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-
idai.html 36

106
A. Cara dan tempat pemberian vaksin
Vaksin dapat diberikan secara subkutan, intramuskular, intrakutan
(intradermal), dan per-oral sesuai dengan petunjuk yang tertera dalam
kemasan. Cara pemberian vaksin selalu tertera pada label vaksin, maka
harus dibaca dengan baik. Vaksin harus diberikan pada tempat yang dapat
memberikan respons imun optimal dan memberikan kerusakan minimal
terhadap jaringan sekitar, pembuluh darah maupun persarafan.34,37

Suntikan subkutan tidak mengganggu sistem neurovaskular, biasanya


diberikan untuk vaksin hidup dan vaksin yang menghasilkan
imunogenisitas yang tinggi apabila diberikan secara subkutan. Vaksin yang
seharusnya diberikan intramuskular (misalnya Hepatitis B) akan menurun
imunogenisitasnya apabila diberikan subkutan. 34,37

Suntikan subkutan pada bayi diberikan pada paha atas bagian anterolateral
atau daerah deltoid untuk anak besar. Jarum yang dipergunakan berukuran
5/8-3/4 inci yaitu jarum ukuran 23-25. Kulit dan jaringan di bawahnya
dicubit tebal perlahan dengan mempergunakan jempol dan jari telunjuk
sehingga terangkat dari otot, kemudian jarum ditusukkan pada lipatan kulit
tersebut dengankemiringan kira-kira 45 derajat. 34,37

Suntikan intramuskular secara umum direkomendasikan pada vaksin yang


berisi ajuvan, apabila diberikan secara subkutan atau intradermal dapat
menyebabkan iritasi pada kulit setempat, menimbulkan indurasi, kulit
menjadi pucat, reaksi inflamasi, dan pembentukan granuloma, Pemilihan
tempat dan ukuran jarum harus mempertimbangkan volume vaksin, tebal
jaringan subkutan, dan tebal otot. M.quadricep pada anterolateral tungkai
atas dan M.deltoideus merupakan pilihan untuk suntikan intramuskular,
dengan mempergunakan jarum nomor 22-25. Menurut pedoman WHO,

107
pada suntikan intramuskular, jarum harus masuk 5/8 inci atau 16 mm
sedangkan FDA menganjurkan kedalaman 7/8-1 inci atau 22-25 mm. 34,37

Suntikan intradermal diberikan pada BCG dan kadang-kadang pada vaksin


rabies dan tifoid, pada lengan atas atau daerah volar. Ukuran jarum 3/8-3/4
inci atau jarum nomor 25-27. Untuk vaksin oral, apabila dalam 10 menit
anak muntah sebaiknya pemberian vaksin diulang; tetapi bila kemudian
muntah lagi ulangan diberikan pada keesokan harinya. 34,37

Vaksin Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat


paling tidak 3,9% ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko
transmisi maternal kurang lebih sebesar 45%. Pemberian imunisasi
hepatitis B harus berdasarkan status HBsAg ibu pada saat melahirkan.
Jadwal pemberian berdasarkan status HBsAg ibu adalah sebagai
berikut:34,36,37
a. Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui. Diberikan
vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 mg atau Engerix B 10 mg) atau vaksin
plasma derived 10 mg, secara intramuskular, dalam waktu 12 jam
setelah lahir. Dosis kedua diberikan umur 1-2 bulan dan dosis ketiga
umur 6 bulan. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui ibu
HbsAg-nya positif, segera berikan 0,5 ml HBIG (sebelum 1 minggu).
34,36,37

b. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif. Dalam waktu 12 jam setelah lahir,
secara bersamaan, diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan (HB
Vax-II 5 mg atau Engerix B 10 mg), intramuskular di sisi tubuh yang
berlainan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan sesudahnya dan dosis ketiga
diberikan pada usia 6 bulan. 34,36,37

108
c. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg negatif. Diberikan vaksin
rekombinan (HB Vax-II dengan dosis minimal 2,5 mg (0,25 ml) atau
Engerix B 10 mg (0,5ml), vaksin plasma derived dengan dosis 10 mg
(0,5 ml) secara intra muskular, pada saat lahir sampai usia 2 bulan.
Dosis kedua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ketiga diberikan 6
bulan setelah imunisasi pertama. 34,36,37
d. Ulangan imunisasi hepatitis B (HepB4) dapat dipertimbangkan pada
umur 10-12 tahun. Idealnya dilakukan pemeriksaan anti BHs (paling
cepat) 1 bulan pasca imunisasi hepatitis B ketiga. 34,36,37
e. Telah dilakukan suatu penelitian multisenter di Thailand dan Taiwan
terhadap anak dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh
imunisasi dasar 3x pada masa bayi. Pada umur 5 tahun, sejumlah 90,7%
diantaranya masih memiliki titer antibodi anti HBs yang protektif (titer
anti HBs >10 mg/ml). Mengingat pola epidemiologi hepatitis B di
Indonesia mirip dengan pola epidemiologi negara tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa imunisasi ulang (booster) pada usia 5 tahun, tidak
diperlukan. Idealnya, pada usia ini dilakukan pemeriksaan anti HBs.
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh
imunisasi hepatitis B, maka diberikan secepatnya (catch-up
vaccination). 34,36,37

1. Vaksin BCG
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Pada dasarnya, untuk
mencapai cakupan yang lebih luas, pedoman Depkes perihal imunisasi
BCG pada umur antara 0-12 bulan, tetap disetujui. Dosis untuk bayi < 1
tahun adalah 0,05 ml dan anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah
insersio M. deltoideus kanan. BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena
manfaatnya diragukan mengingat (1) efektivitas perlindungan hanya 40%,
(2) 70% kasus TBC berat (meningitis) ternyata mempunyai parut BCG, dan

109
(3) kasus dewasa dengan BTA (bakteri tahan asam) positif di Indonesi
cukup tinggi (25-36%) walaupun mereka telah mendapat BCG pada masa
kanak-kanak. BCG tidak diberikan pada pasien imunokompromais
(leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, infeksi HIV, dan lain
lain). Apabila BCG diberikan pada umur >3bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu.35,37

2. Vaksin Polio
Untuk imunisasi dasar (polio 1, 2, 3), vaksin diberikan 2 tetes per-oral,
dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Mengingat Indonesia
merupakan daerah endemik polio, sesuai pedoman PPI untuk men-dapatkan
cakupan imunisasi yang lebih tinggi, diperlukan tambahan imunisasi polio
yang diberikan segera setelah lahir (pada kunjungan I). Imunisasi polio
ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio ke 3, selanjutnya saat
masuk sekolah (5-6 tahun).35,37

3. Vaksin DPT
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan dengan interval 4-
6 minggu, DPT 1 diberikan pada umur 2-4 bulan, DPT 2 pada umur 3-5
bulan dan DPT 3 pada umur 4-6 bulan. Ulangan selanjutnya (DPT 4)
diberikan satu tahun setelah DPT 3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT
5 pada saat masuk sekolah umur 5-7 tahun. Sejak tahun 1998, DT 5 dapat
diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar (BIAS). Ulangan DT 6
diberikan pada 12 tahun, mengingat masih dijumpai kasus difteria pada
umur >10 tahun. Sebaiknya ulangan DT 6 pada umur 12 tahun diberikan dT
(adult dose), tetapi di Indonesia dT belum ada di pasaran. Dosis DPT/ DT
adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun
ulangan.35,37

110
4. Vaksin Hib (H.influenzae tipe b)
Vaksin conjungate H.influenzae tipe b ialah Act HIB [Pasteur Merieux]
diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan. Bila dipergunakan vaksin PRP-outer
membrane protein complex (PRP-OMPC) yaitu Pedvax Hib, [MSD]
diberikan pada umur 2 dan 4 bulan, dosis ketiga (6 bulan) tidak diperlukan.
Ulangan vaksin Hib diberikan pada umur 18 bulan. Apabila anak datang
pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali. Satu dosis vaksin Hiba
berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuscular.35,37

5. Vaksin pneumokokus (PCV)


Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan
interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun
keduanya perlu booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal
2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.35,37

6. Vaksin rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya
vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan
tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen : dosis ke-
1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4
minggu).35,37

7. Vaksin influenza
Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang setiap
tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak

111
umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu.
Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.35,37

8. Vaksin Campak
Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-
kutan dalam, pada umur 9 bulan. Hasil penelitian terhadap titer antibodi
campak pada anak sekolah kelompok usia 10-12 tahun didapat hanya 50%
diantaranya masih mempunyai antibodi campak di atas ambang
pencegahan, sedangkan 28,3% diantara kelompok usia 5 – 7 tahun pernah
menderita campak walaupun sudah diimunisasi saat bayi. Berdasarkan
penelitian tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulangan pada
saat masuk sekolah dasar (5-6 tahun), guna mempertinggi serokonversi.
Vaksin campak kedua tidak perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila
MMR sudah diberikan pada 15 bulan.35,37

9. Vaksin varisela
Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.35,37

B. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi :


1. Hepatitis B
Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati. Penularan penyakit secara horizontal yaitu
dari darah dan produknya, melalui suntikan yang tidak aman, melalui
transfusi darah dan melalui hubungan seksual; dan penularan secara
vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan.35

2. Difteri

112
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik (bahan eksudat
dari lesi di kulit) dan pernafasan.35

3. Pertusis
Pertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis.
Penyebaran pertusis adalah melalui percikan ludah (droplet infection)
yang keluar dari batuk atau bersin.35

4. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke
orang, tetapi melalui kotoran yang masuk ke dalam luka yang dalam.35

5. Campak (Measles)
Campak adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Myxovirus
viridae. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah
penderita campak sewaktu bersin atau batuk. Pada anak yang sehat dan
bergizi baik penyakit ini jarang berakibat serius.35

Gejala penyakit :
a. Gejala awal penyakit adalah demam
b. Bercak kemerahan (Bercak Koplik)
c. Batuk dan pilek
d. Konjunctivitis (mata merah)
e. Selanjutnya timbul ruam (bintik kemerahan) pada muka dan leher,
kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki

Komplikasi:

113
a. Diare hebat yang menyebabkan kekurangan cairan (dehidrasi) dan
kematian
b. Peradangan pada telinga (otitis media)
c. Infeksi saluran napas (pneumonia).

6. Poliomielitis
Poliomyelitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan
oleh satu dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2 atau
3. Secara klinis penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang
menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis = AFP).35

11. Mahasiswa mampu menjelaskan skor dan derajat dehidrasi menurut WHO

114
Dehidrasi adalah kehilangan air dari tubuh atau jaringan atau keadaan yang
merupakan akibat kehilangan air abnormal (Ramali & Pamoentjak, 1996). Menurut
Guyton (1995), dehidrasi adalah hilangnya cairan dari semua pangkalancairan
tubuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dehidrasi merupakan keadaan
kehilangan cairan tubuh.38

Dehidrasi dapat terjadi karena :


1) Kekurangan air (water depletion)
2) Kekurangan Natrium (sodium depletion)
3) Water and sodium depletion terjadi bersama-sama

1. Dehidrasi primer terjadi karena masuknya air sangat terbatas,akibat :


a. Penyakit yang menghalangi masuknya air
b. Penyakit mental yang disertai menolak air atau ketakutan dengan air
(hydrophobia)
c. penyakit sedemikian rupa,sehingga si penderita sangat lemah dan tidak
dapat minum air lagi
d. Koma yang terus-menerus

2. Dehidrasi sekunder atau sodium depletion terjadi karena tubuh kehilangan


cairan tubuh yang mengandung elektrolit. Kekurangan intake garam biasanya
tidak menimbulkan sodium depletion oleh karena ginjal,bila perlu,dapat
mengatur dan menyimpan natrium. Sodium depletion sering terjadi akibat
keluarnya cairan melalui saluran pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan
diare yang keras.

Penyebab timbulnya dehidrasi bermacam-macam, selain penyebab timbulnya


dehidrasi dapat dibedakan menjadi 2 hal yaitu :39

115
1) Eksternal (dari luar tubuh )
a. Akibat dari berkurangnya cairan akibat panas yaitu kekurangan zat
natrium;kekurangan air;kekurangan natrium dan air.
b. Latihan yang berlebihan yang tidak diiringi dengan asupan minuman yg
cukup.
c. Sinar panas matahari yang panas.
d. Diet keras dan drastis.
e. Adanya pemanas dalam ruangan.
f. Cuaca/musim yang tidak menguntungkan (terlalu dingin).
g. Ruangan ber AC , walaupun dingin tetapi kering.
h. Obat-obatan yang digunakan terlalu lama.

2) Internal (dari dalam tubuh)


Kehilangan cairan tubuh dapat bersifat :
a. Normal : Hal tersebut terjadi akibat pemakaian energi tubuh. Kehilangan
cairan sebesar 1 ml terjadi pada pemakaian kalori sebesar 1 kalori.
Misalnya keringat.
b. Abnormal :Terjadi karena berbagai penyakit atau keadaan lingkungan
seperti suhu lingkungan yang terlalu tinggi atau rendah. Pengeluaran
cairan yang banyak dari dalam tubuh tanpa diimbangi pemasukkan
cairan yang memadai dapat berakibat dehidrasi. Misalnya muntah,
diabetes, diare dll.

Klasifikasi dehidrasi

116
Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi menjadi 3 yaitu
:40

1. Dehidrasi Ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan)
Gejala :
a. Muka memerah
b. Rasa sangat haus
c. Kulit kering dan pecah-pecah
d. Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya
e. Pusing dan lemah
f. Kram otot terutama pada kaki dan tangan
g. Kelenjar air mata berkurang kelembabannya
h. Sering mengantuk
i. Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang

2. Dehidrasi Sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat
badan)
Gejala:
a. Gelisah, cengeng
b. Kehausan
c. Mata cekung
d. Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera
kembali ke posisi semula.
e. Tekanan darah menurun
f. Pingsan
g. Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung
h. Kejang
i. Perut kembung
j. Gagal jantung

117
k. Ubun-ubun cekung
l. Denyut nadi cepat dan lemah

3. Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat
badan)
Gejala:
a. Berak cair terus-menerus
b. Muntah terus-menerus
c. Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk
d. Tidak bisa minum, tidak mau makan
e. Mata cekung, bibir kering dan biru
f. Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik
g. Kesadaran berkurang
h. Tidak buang air kecil
i. Tangan dan kaki menjadi dingin dan lembab
j. Denyut nadi semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba
k. Tekanan darah menurun drastis hingga tidak dapat diukur
l. Ujung kuku, mulut, dan lidah berwarna kebiruan
m. Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil
berkurang/kurang dari 6 popok/hari.
n. Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

118
Tabel 11.1 Derajat dehridrasi menurut WHO

Penilaian A B C

Lihat :
Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tdk sadar
Keadaan Umum
Normal Cekung Sangat cekung
Mata
Ada Tidak ada Kering
Air mata
Basah Kering Sangat kering
Mulut dan lidah
Minum biasa Haus Malas minum
Rasa haus

Periksa turgor kulit Cepat Lambat Sangat lambat

Dehidrasi
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang

Rencana Terapi Rencana Terapi Rencana Terapi


Terapi
A B C

Unsumber:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31863/4/Chapter%20II.pdf40

Untuk menilai derajat dehidrasi dapat digunakan skor menurut WHO dibawah
ini :

Skor : 6 : tanpa dehidrasi


7 – 12 : dehidrasi ringan-sedang
≥ 13 : dehidrasi berat

12. Mahasiswa mampu menjelaskan personal hygiene

119
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di
Indonesia. Menurut data dari riset kesehatan dasar tahun 2007, diare menyumbang
31,4% dari total 100% penyebab kematian pada bayi usia 29 hari sampai 11 bulan.
Seseorang dikatakan diare bila keluarnya tinja yang lunak atau cair dengan
frekuensi 3 sampai 5 kali atau lebih per hari dengan atau tanpa darah atau berlendir
dalam tinja atau biasanya pada bayi, ibu merasakan adanya perubahan konsistensi
frekuensi BAB pada anaknya. Diare dapat disebabkan karena infeksi virus, obat-
obatan maupun dari makanan atau minuman yang dikonsumsi. Pada bayi faktor
yang berperan besar pada diare yaitu adalah dari factor makan, dimana tingkat
kebersihan dari makan tersebut kurang di perhatikan. Sehingga bakteri E. coli yang
menjadi penyebab utama terjadinya diare dapat menginfeksi melalui makanan.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan personal hygiene
pada diri sendiri, peralatan makan, dan bahan yang digumakan untuk membuat
makanan. Oleh karena itu penting untuk diketahui cara melakukan personal
hygiene yang baik dan benar. 41

Pengertian Personal Hygiene


Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari 2 kata yaitu personal
dan hygiene. Personal yang artinya perorangan dan hygiene yang artinya sehat. Jadi
dapat di artikan, personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.41,42

Personal hygiene yang baik adalah dengan melakukan berbagai cara untuk
menghindarkan diri dan orang sekitar dari penyakit. Cara-cara tersebut dapat
berupa menghilangkan bau badan, bau mulut dan lain-lain. 42,43

Tujuan dari Personal Hygiene


Personal hygiene memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut: 41

120
1. Meningkatkan derajat kesehatan. Seseorang yang melakukan personal hygiene
dengan baik, tentunya akan lebih sehat karena terhindar dari berbagai virus dan
bakteri yang merupakan penyebab penyakit.
2. Memelihara kebersihan diri. Melakukan personal hygiene ini sama artinya
dengan memelihara kebersihan diri, dimana kita akan lebih memelihara
kebersihan tubuh kita seperti badan, kuku, dan lain-lain.
3. Mencegah penyakit. Sama halnya dengan meningkatkan derajat kesehatan,
seseorang yang melakukan personal hygiene akan mencegah ia terkena bakteri
dan virus yang menjadi penyebab dari berbagai penyakit.
4. Meningkatkan rasa percaya diri. Seseorang yang melakukan personal hygiene
tentunya akan merasa lebih percara diri, hal tersebut dikarenakan karena
keadaan tubuhnya yang bersih dan terhindar dari penyakit sehingga terlihat
lebih segar dan lebih percaya diri untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Cara Melakukan Personal Hygiene


Cara melakukan personal hygiene yang baik meliputi:41,42,43
1. Mandi setiap hari. Jika memungkinkan, setiap orang harus mandi setiap hari.
Namun, ada kalanya hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, misalnya, ketika
sedang di luar untuk berkemah atau kekurangan air di rumah. Jika terjadi hal
demikian maka yang dapat dilakukan yaitu, berenang atau mencuci seluruh
tubuh dengan menggunakan spons basah atau kain
2. Menyikat gigi setidaknya sekali sehari. Menyikat gigi setelah makan adalah
cara terbaik untuk menghindari penyakit gusi dan kerusakan gigi. Sangat
penting untuk membersihkan gigi setelah sarapan dan sebelum tidur.
3. Mencuci rambut dengan sabun atau shampoo setidaknya sekali seminggu
4. Mencuci tangan dengan sabun setelah pergi ke toilet
5. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau sebelum makan.
Selama melakukan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja dan bermain, banyak
kuman penyebab penyakit yang menempel di tangan dan di kuku. Jika kuman

121
tidak dicuci sebelum menyiapkan makanan atau sebelum makan, kuman-kuman
tersebut akan masuk ke tubuh melalui makanan.
6. Mencuci pakaian kotor hingga bersih. Sebelum digunakan, pakaian harus di
cuci sampai bersih menggunakan sabun cuci.
7. Menggantung pakaian di bawah sinar matahari sampai kering. Sinar matahari
akan membunuh beberapa kuman penyebab penyakit dan parasit
8. Berpaling dari orang lain dan menutupi hidung dan mulut dengan tisu atau
lengan tangan atas saat batuk atau bersin. Jika hal ini tidak dilakukan, tetesan
cairan yang mengandung kuman dari hidung dan mulut akan menyebar di udara
dan masuk ke saluran pernafasan orang disekitar kita, atau bisa terkena
makanan disekitar kita.

Hubungan Personal Hygiene dengan Kesehatan pada Bayi


Umumnya pada bayi, kebanyakan bakteri dan virus pembawa penyakit di tularkan
melalui orang-orang disekitarnya atau dari cara pencucian botol bayi yang tidak
benar. Sehingga perlu di terapkan personal hygiene yang baik dan benar dari
keluarga si bayi.

Berikut adalah hubungan personal hygiene dengan diare pada bayi:41,43, 44


1. Mandi setap hari. Keluarga terutama ibu dari sang bayi di harapkan mandi atau
menjaga kebersihan tubuhnya secara rutin, hal ini dikarenakan setelah
melakukan berbagai kegiatan, tubuh akan di penuhi keringat, dimana pada
keringat sendiri terdapat kuman yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit
pada bayi.
2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau sebelum makan. Pada
anak yang sudah diberi susu formula, sebelum menyiapkan botol susu, di
harapkan agar mencuci tangan terlebih dahulu sehingga kuman yang melekat
pada telapak tangan tidak sampai melekat pada botol si bayi. Ketika
menyiapkan MPA pun, selalu perhatikan hal ini.

122
3. Mencuci peralatan makanan sebelum digunakan. Peralatan seperti botol susu
perlu di cuci atau di sterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Yang perlu
diperhatikan adalah jika mencuci botol, harus digunakan sabun cuci khusus dan
jika di rumah tidak memiliki alat pensteril botol, dapat dilakukan dengan
merendam botol pada air yang di panaskan. Suhu dari air tersebut disesuaikan
dengan jenis botol, contohnya jika menggunakan botol plastik, suhunya tidak
boleh terlalu panas.
4. Mencuci pakaian kotor hingga bersih. Pakaian bayi juga harus di cuci setelah
digunakan, jangan memakaikan bayi dengan pakaian yang masih kotor atau
bekas pakai karna pakaian yang kotor atau bekas pakai merupakan sarang
penyakit.
5. Menggantung pakaian di bawah sinar matahari sampai kering. Setelah dicuci,
pakaiaan harus di gantung di bawah sinar matahari hingga kering sempurna.
Sinar matahari akan membunuh kuman yang masih melekat pada pakaian si
bayi.
6. Berpaling dan menutupi hidung dan mulut dengan tisu atau lengan tangan atas
saat batuk atau bersin. Hal ini penting dilakukan saat sedang bersama atau
berada di dikat bayi, hal ini mencegah agar kuman yang terdapat pada tetesan
air liur ketika bersin, tidak terkena atau di hirup si bayi.

REFERENCES

123
1. World Health Organization. Integrated management of childhood illness:
distance learning course [internet]. Geneva: WHO Press, 2014. Module 4,
Diarrhoea. [cited 2015 Jun 4]. Available from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/104772/6/9789241506823_Module-
4_eng.pdf?ua=1
2. Zein U, et al. Diare akut disebabkan bakteri [internet]. 2004 [cited 2015 Juni
04]. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3371/1/penydalam-
umar5.pdf
3. Silbernagl S, Lang F. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Setiawan I, alih
bahasa; Resmisari T, editor. Jakarta: EGC, 2006
4. Woods TA, Diarrhea. In: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical
methods: the history, physical, and laboratory examinations. 3rd Ed. Boston:
Butterworths, 1990.
5. Bab II: tinjauan pustaka [internet]. [cited on 2015 Juni 05]. Available on:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/149/jtpunimus-gdl-nurazizahg-7428-3-
babii.pdf
6. Penilaian status gizi anak [internet]. [cited on 2015 Juni 04]. Available from:
http://arali2008.files.wordpress.com/2008/08/penilaian-status-gizi-anak.doc.
7. Penilaian status nutrisi subbagian nutrisi dan penyakit metabolik dept ilmu
kesehatan anak FK USU/RSHAM [internet]. [cited on 2015 Juni 04].
Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22996/4/Chapter%20II.pdf
8. Riset Kesehatan Dasar 2013 [internet]. [cited on 2015 Juni 04] Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2
02013.pdf

9. Kementerian Kesehatan RI. Situasi diare di Indonesia. Buletin Jendela Data


dan Informasi. vol2.triwulan 2. Jakarta: Depkes, 2011.

124
10. Herman Asep. Teknik vena section. Artikel kedokteran.[Serial Online]. 2013.
Available from :http://download.portalgaruda.org/bedah/minor
11. Teknik Melakukan Vena Section.[Serial Online]. Available from:
http://www.repositoryusu.ac.id
12. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Sugiharto L, penerjemah;
Hartanto H, et al, editor. Jakarta: EGC, 2011
13. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed.6. Sugiharto L,
penerjemah; Hartanto H, et al, editor. Jakarta: EGC, 2006
14. Ellis H. Clinical anatomy a revision and applied anatomy for clinical student.
Ed 11. British: Blackwell publish, 2006
15. Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy & physiology. Ed 9. United states of
America: Pearson, 2011
16. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. Ed.13.
Hoboken: John Wiley & Sons, 2012
17. Situasi diare di Indonesia. Kementrian kesehatan RI [internet]. [cited on 2015
Juni 04]. Available from:
http://depkes.go.id/downloads/Buletin%20Diare_Final%281%29.pdf
18. Kementrian Kesehatan RI. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan–
Situasi Diare di Indonesia. Kemenkes RI: Jakarta, 2011.
19. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Bukus Saku Lintas Diare. Ed.11. Jakarta: Depkes RI,
2011.

20. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
IDAI, 2009.
21. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Menajemen Terpadu Balita Sakit.
Jakarta: Depkes, 2008.
22. Noya FCH, Rahawarin H. Penuntun Clinical Skills Lab Semester I. Ambon.
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura: 2012.

125
23. Brunside-Mc glynn, adam diagnosis fisik. Jakarta. EGC: 1995.p11
24. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta. Erlangga:
2005.
25. Boon, Nicholas A. Walker, Brian.Davidson’s Principles and Practice
of Medicine. 20thEdition. Elsevier. 2006.
26. Burnside, John W. Diagnosis Fisik. Ed. 17. Jakarta: EGC.1995.
27. Fox SI. Human physiology. Ed 12. New York : MC Graw Hill, 2011
28. Komposisi ASI. Tinjauan Pustaka; Journal of Sumatra Utarauniversity.
[Internet]. c2014. [cited 2012 april 6th ; updated 2014 june 24th]. Available
From : http://www.repositoryusu.ac.id
29. Masalah Pemberian ASI eksklusif atau ASI saja : satu-satunya cairan yang
dibutuhkan bayi saat ini. Linkages. [Internet]. c2014. [cited 2002 oktober 7th ;
updated 2014 june 20th]. Available From :
http://www.linkagesproject.org/media/publications/ENA-
References/Indonesia/Ref4.7%20.pdf
30. Masalah Kolik Pada Bayi ASI. International Breastfeeding Centre.[Internet].
c2014. [cited 2010 may 7th ; updated 2014 june 20th]. Available From
:http://www.nbci.ca/index.php?option=com_content&view=article&id=361:c
olic-in-the-breastfed-baby-indo&catid=29:information-
indonesian&Itemid=67
31. Suradi R. Spesifitas Biologis Air Susu Ibu. Tinjauan Pustaka. Volume 3 ; No
3. [Internet]. c2014. [cited 2001 december 5th ; updated 2014 june 20th].
Available From : http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilai-nutrisi-air-
susu-ibu.html
32. Lonnerdal BO. Biochemistry and physicological function of human milk’s
protein. Special Article. [Internet]. c2014. [cited 1985 december 5th ; updated
2014 june 20th] Available From :
http://ajcn.nutrition.org/content/42/6/1299.full.pdf?origin=publication_detail

126
33. Narang APS, et al. Serial composition of human milk in preterm and term
mohers. Indian Journal of clinical biochemistry. [Internet]. c2014 [cited 2006
june 25th ; updated 2014 june 20th]. Available From :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3453757/pdf/12291_2008_Art
icle_BF02913072.pdf
34. Nadersul, Dr. Handrawan. Membesarkan Bayi Jadi Anak Pintar-Panduan
Bagi Ibu. editor. Chris Verdiansyah. 2008. Kompas; Jakarta
35. Situasi diare di Indonesia. Kementrian kesehatan RI Available from:
http://depkes.go.id/downloads/Buletin%20Diare_Final%281%29.pdf
36. Jadwal imunisasi bayi. Available from : http://idai.or.id/public-
articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html
37. Sari pediatri. Jadwal imunisasi rekomendasi IDAI. Vol,2. No,1. Juni 2000.
Available from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-1-7
38. Kemp, Charles. Klien Sakit Terminal : Seri Asuhan Keperawatan
Ed.2. Jakarta: EGC,2009.
39. Diare [internet]. [Cited on 2015 Juni 03] Available from :
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6674

40. Diare [internet]. [Cited on 2015 Juni 03] Available from :


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31863/4/Chapter%20II.pdf
41. Naria E. Personal Hygiene di Indonesia [internet]. [cited 2015 juni 09].
Available from:
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30846/4/Chapter%20II.
pdf
42. Better Health Chanel. Personal hygiene [internet]. [cited 2015 juni09].
Available from:
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/personal_hygi
ene

127
43. The Departement of Health. Personal hygiene [internet]. [cited 2015 juni09].
Available from:
http://www.health.gov.au/internet/publications/publishing.nsf/Content/ohp-
enhealth-manual-atsi-cnt-l~ohp-enhealth-manual-atsi-cnt-l-ch3~ohp-enhealth-
manual-atsi-cnt-l-ch3.7
44. County M. Personal hygiene PDF [internet]. [cited 2015 juni09]. Available
from:
http://martin.ca.uky.edu/sites/martin.ca.uky.edu/files/YouthDev/hygiene.pdf

128

Anda mungkin juga menyukai