Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi

Diare merupakan buang air besar dengan bentuk cair atau setengah cair,

kandungan air pada feses lebih banyak dari pada biasanya, lebih dari 200g

atau 200 ml/24 jam. Definisi lain menyatakan bahwa diare adalah buang

air besar cair lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar tersebut dapat disertai

dengan lendir atau darah. Setiap proses yang meningkatkan frekuensi

defekasi atau volume feses dan menjadi cair karena konsistensi feses yang

lunak namun berbentuk tersebut ditentukan oleh penyerapan air yang

tergantung waktu (Sari, Lukito dan Astria, 2017).

2.1.2 Etiologi

1. Infeksi

- Virus : Rotavirus, Adenovirus, dan Norwalk.

- Bakteri : Shigella sp., Salmonella sp., E. coli, Vibrio sp.

- Parasit :

Protozoa: E. hystolytica, G. lamblia, Balantidium coli.

Cacing: Ascaris sp., Trichuris sp., Strongyloides sp.

Jamur: Candida sp.

2. Alergi makanan

Alergi susu sapi, protein kedelai, dan alergi multipel.


3. Malabsorpsi : Intoleransi laktosa, lemak, dan protein

4. Keracunan makanan

5. Lain-lain: obat-obatan atau kelainan anatomi (Pudjiadi, Hegar,

Hardyastuti, Idris, & Gandaputra, 2017).

2.1.3 Faktor Risiko

1. Faktor umur

Diare terjadi pada anak umur 6-11 bulan yang terjadi pada saat anak

tersebut diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan karena

adanya efek penurunan antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,

dan makanan yang diberikan kemungkinan terkontaminasi dengan zat

infeksius.

2. Faktor musim

Diare dapat terjadi berdasarkan variasi letak geografis dari suatu

wilayah. Di Indonesia sering terjadi diare yang disebabkan oleh

rotavirus. Kejadian diare dapat meningkat pada saat musim kemarau.

Diare yang disebabkan oleh bakteri lebih sering terjadi pada musim

hujan.

3. Faktor lingkungan

kepadatan perumahan, sarana air bersih, dan kualitas air bersih (Juffrie,

Soenarto, & Oeswari, 2012).

2.1.4 Patofisiologi

Diare merupakan hasil dari rendahnya absorpsi air oleh usus atau

peningkatan sekresi air. Sebagian besar kasus diare akut disebabkan oleh
infeksi. Diare kronik biasanya terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu encer,

berlemak (malabsorpsi), atau infeksi.

Intoleransi laktosa merupakan tipe diare encer yang disebabkan oleh

peningkatan sekresi air masuk ke lumen usus. Laktose dipecah di lumen

usus oleh enzim lactase. Produk ini siap diserap oleh sel epitel. Ketika

enzim lactase menurun atau tidak ada, laktosa tidak dapat diabsorpsi dan

menetap pada lumen usus. Laktose merupakan zat osmotik aktif dan

menyebabkan air tertarik ke usus yang menyebabkan diare encer.

Penyebab paling umum dari diare berlemak adalah pankreatitis kronik.

Pankreas melepaskan enzim yang dibutuhkan untuk memecah makanan.

Enzim dilepaskan dari pankreas dan digunakan untuk mencerna lemak,

karbohidrat, dan protein. Setelah dipecah, produk ini siap untuk diangkut ke

usus. Pasien dengan pankreatitis kronik memiliki insufisiensi enzim yang

akan mengakibatkan malabsorpsi. Gejala yang sering muncul adalah nyeri

abdomen atas, sering flatus, dan feses tebal pucat disebabkan oleh

malabsorpsi lemak.

Pada diare yang disebabkan oleh bakteri atau virus, feses encer disebabkan

oleh adanya kerusakan pada epitel usus. Sel epitel yang terdapat pada

saluran usus dan berfungsi untuk menyerap usus, elektrolit, dan larutan lain.

Infeksi menyebabkan kerusakan pada sel epitel sehingga menyebabkan sel

epitel tidak dapat menyerap air dari lumen usus dan menyebabkan adanya

feses yang encer (Nemeth dan Pfleghaar, 2021).


2.1.5 Klasifikasi Diare

1. Diare Akut

Diare akut merupakan pasase tinja yang cair atau lembek dengan

jumlah yang lebih banyak dari normal, yang berlangsung kurang dari

14 hari.

2. Diare Kronis

Diare kronis merupakan diare yang berlangsung selama lebih dari 15

hari (Sari, Lukito dan Astria, 2017).

2.1.6 Tanda dan Gejala

Onset, durasi, keparahan, serta frekuensi diare harus diperhatikan dengan

karakteristik feses yang juga harus diperhatikan (encer, berdarah, berlendir,

purulent, pucat). Pasien harus dievaluasi untuk tanda-tanda dehidrasi,

termasuk penurunan urine output, haus, pusing, dan perubahan status

mental. Muntah lebih sering terjadi pada kasus yang disebabkan oleh toksin

bakteri.Gejala yang lebih merujuk ke infeksi bakteri adalah demam,

tenesmus, dan feses yang tampak berdarah (Barr dan Smith, 2014).

Target utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menilai derajat dehidrasi

pasien. Apabila pasien tampak lemas, membran mukosa kering, capillary

refill time lambat, peningkatan denyut jantung dapat menjadi tanda-tanda

dehidrasi berat (Barr dan Smith, 2014).


Derajat dehidrasi dapat dibagi menjadi sebagai berikut:

a. Diare tanpa dehidrasi

Keadaan umum baik, mata tidak cekung, tidak ada rasa haus, turgor

kulit kembali cepat.

b. Diare dehidrasi ringan atau sedang

Keadaan umum tampak gelisah dan rewel, mata cekung, terus menerus

memiliki keinginan untuk minum, turgor kulit kembali lambat.

c. Diare dehidrasi berat

Keadaan umum tampak lesu, lunglai, tidak sadar. Mata tampak cekung.

Pasien tampak malas minum. Turgor kulit kemali sangat lambat.

2.1.7 Tatalaksana

1. Rehidrasi yang adekuat

● Oral Rehydration Therapy (ORT)

Pemberian cairan pada kondisi tanpa dehidrasi adalah pemberian

larutan oralit dengan osmolaritas rendah. Oralit untuk pasien

diare tanpa dehidrasi diberikan sebanyak 10 ml/kgBB tiap kali

BAB. Rehidrasi pada pasien diare akut dengan dehidrasi ringan-

sedang dapat dibeirkan sesuai dengan berat badan penderita.

Volume oralit yang disarankan adalah sebanyak 75 ml/kgBB.

BAB berikutnya diberikan oralit sebanyak 10 ml/kgBB. Pada

bayi yang masih mengonsumsi ASI dapat diberikan.


● Parenteral

Pada kasusu diare dengan dehidrasi berat dengan atau tanpa

tanda-tanda syok memerlukan rehidrasi tambahan dengan cairan

parenteral. Pada bayi dengan usia <12 bulan diberikan ringer

laktat (RL) sebanyak 30 ml/kgBB selama satu jam dan dapat

diulang ketika nadi masih teraba lemah. Apabila denyut nadi

teraaba adekuat, maka ringer laktat dapat dilanjutkan sebanyak

70 ml/kgBB dalam lima jam.

Anak yang berusia >1 tahun dengan dehidrasi berat dapat

diberikan ringer laktat (RL) sebanyak 30 ml/kgBB selama

setengah sampai satu jam. Jika nadi teraba lemah atau tidak

teraba, langkah pertama dapat diulang. Apabila nadi sudah

kembali kuat, dapat dilanjutkan dengan memberikan ringer laktat

(RL) sebanyak 70 ml/kgBB selama dua setengah hingga tiga jam.

Penilaian dilakukan tiap satu hingga dua jam. Apabila status

rehidrasi belum dapat dicapai, jumlah cairan intravena dapat

ditingkatkan. Oralit diberikan sebanyak 5 ml/kgBB/jam jika

pasien sudah dapat mengonsumsi langsung. Pada bayi dilakukan

evaluasi pada enam jam berikutnya, sementara usia anak-anak

dapat dievaluasi tiga jam beirkutnya.

2. Suplemen Zinc
Suplemen zinc digunakan untuk mengurangi durasi diare,

menurunkan risiko keparahan penyakit, dan mengurangi episode

diare. Penggunaan mikronutrien untuk penatalaksanaan diare akut

didasarkan pada efek yang diharapkan terjadi pada fungsi imun,

struktur, dan fungsi saluran cerna utamanya dalam proses perbaikan

epitel sel saluran cerna. Secara ilmiah zinc terbukti dapat

menurunkan jumlah BAB dan volume tinja dan mengurangi risiko

dehidrasi. Zinc berperan penting dalam pertumbuhan jumlah sel

dan imunitas. Pemberian zinc selama 10-14 hari dapat mengurangi

durasi dan keparahan diare. Selain itu, zinc dapat mencegah

terjadinya diare kembali. Meskipun diare telah sembuh, zinc tetap

dapat diberikan dengan dosis 10 mg/hari (usia <6 bulan) dan 20

mg/hari (usia >6 bulan).

3. Nutrisi adekuat

Pemberian ASI dan makanan yang sama saat anak sehat diberikan

guna mencegah penurunan berat badan dan digunakan untuk

menggantikan nutrisi yang hilang. Makanan sesuai gizi seimbang

dan atau ASI dapat diberikan sesegera mungkin apabila pasien

sudah mengalami perbaikan. Pemberian nutrisi ini dapat mencegah

terjadinya gangguan gizi, menstimulasi perbaikan usus, dan

mengurangi derajat penyakit.

4. Antibiotik selektif

Pemberian antibiotik dilakukan terhadap kondisi-kondisi seperti:


● Pathogen sumber merupakan kelompok bakteria

● Diare berlangsung sangat lama (>10 hari) dengan kecurigaan

Enteropathogenic E coli sebagai penyebab.

● Apabila pathogen dicurigai adalah Enteroinvasive E coli.

● Agen penyebab adalah Yersinia ditambah penderita memiliki

tambahan diagnosis berupa penyakit sickle cell.

● Infeksi Salmonella pada anak usia yang sangat muda, terjadi

peningkatan temperature tubuh (>37,5°C) atau ditemukan kultur

darah positif bakteri (Rendang Indriyani dan Putra, 2020).

Anda mungkin juga menyukai