Anda di halaman 1dari 19

RESPONSI ILMU KESEHATAN ANAK Divisi Gastroenterologi

Oleh: Kashi A. R. Resi P. Samiyah 010810042 010810496 010810498

Pembimbing: Prof. Dr. Subijanto, MS, dr., Sp.A(K)

DEPARTEMEN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK-RSUD Dr. SOETOMO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2013

BAB 1 PENDAHULUAN Diare merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak dan dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab dengan variasi penyakit dari yangringan hingga berat. Diare yang terjadi pada anak-anak biasanya disebabkanoleh karena infeksi, meskipun demikian diet makanan yang tidak sesuai,terjadinya malabsorpsi makanan, dan berbagai macam gangguan pada saluran cerna juga dapat menyebabkan keadaan tersebut. Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadisalah satu penyakit yang menyebabkan mortilitas dan malnutrisi pada anak. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyabab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1,5 juta per tahun. Pada negaraberkembang, anak-anak usia di bawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh sehinga menurut data WHO tahun 2009 diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak.3. Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausadiare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta.U ntuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efekstif harus dilakukan secararasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberianc airan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yangtak terkontrol dan terganggunya masukan oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan denganvaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotikayang spesifik dan antiparasit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diare Diare ialah keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam 3. Dalam literatur lain menyebutkan bahwa pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg BB/ 24 jam disebut diare, sedangkan pada umur 3 tahun yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume lebih dari 200 g/ 24 jam disebut diare1. Sehingga dapat dikatakan bahwa diare adalah peningkatan fluiditas atau volume faeces dan frekuensi defekasi. Volume tinja pada bayi sulit dinilai karena seringkali sulit dipisah dengan kencingnya. Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi diare akut yaitu 3-5 hari, berkepanjangan yaitu lebih dari 7 hari,, dan kronis yaitu lebih dari 14 hari1,3. 2.2 Etiologi Penyebab diare pada anak umunya terjdi karena infeksi. Baik infeksi dari saluran cerna (enteral) atau parenteal. Pada diare kronis perlu dicari juga kemungkinan adanya malabsorbsi, intoleransi, malnutrisi4. Infeksi enteral : Virus: Rotavirus, adenovirus, dan lain-lain Bakteri : Salmonella, shigella, E-Coli, Yersinia, Campylobacter. Parasit, Protozoa (Ent. Histolitika). Jamur . dll. Intoksikasi makanan Infeksi parenteral : ISPA, infeksi saluran kemih, OMA, dll. 2.3 Patofisiologi Berdasarkan patofisiologinya diare dapat digolongkan menjadi diare osmotik, sekretorik, dan diare akibat motilitas usus yang meningkat. A. Diare Osmotik Istilah diare osmotik digunakan bila terjadi malabsorbsi dari solut yang menimbulkan beban osmotik di bagian distal usus kecil dan kolon sehingga menyebabkan bertambahnya cairan yang hilang. Malabsorbsi dari karbohidrat pada bayi biasanya disebabkan karena kerusakan difus mukosa usus3. Patogen usus menyebabkan kerusakan mukosa usus dengan menginvasi mukosa (contoh: Rotavirus), memproduksi enterotoksin (contoh: Vibrio cholera, Enterotoxigenic E. Coli), serta invasi dan destruksi
3

sel epitel dengan memproduksi sitotoksin (contoh: Shigella, Clostridium difficile). Diare osmotik dapat pula disebabkan karena pemberian obat pencahar seperti laktulosa atau susu magnesium. Selain itu terdapat pula keadaan dengan malabsorbsi selektif seperti defisiensi laktase. Pemberian minuman makanan yang tinggi karbohidrat dapat menyebabkan kekambuhan diare pada anak yang baru sembuh dari enteritis akut oleh virus yang menyebabkan ganggguan pada proses absorbsinya1,3. Rendahnya kadar elektrolit pada diare osmotik memberi petunjuk adanya bahan lain yang ikut dalam memberikan beban osmotik yang biasanya isotonis yang dikeluarkan melalui kolon. Dengan demikian karakteristik dari diare sekretorik menurut Venderhoof 1993 ialah: 3 1. Diare berhenti dengan puasa/ pengehentian minuman / makanan 2. Adanya osmotic gap yang cukup besar (biasanya >50 m Osm) 3. Kadar elektrolit tinja rendah 4. pH tinja < 5.5 B. Diare Sekretorik Diare sekretorik adalah suatu bentuk diare dalam jumlah yang besar yang disebabkan karena sekresi mukosa yang berlebihan dari cairan dan elektrolit 3. Sebenarnya, kelainan yang menyebabkan kerusakan vili usus sering menimbulkan diare yang komponenya bersifat sekretorik, namun banyak juga yang terjadi pada usus dengan morfologi normal. Hal ini dapat terjadi karena adanya bahan yang memacu sekresi aktif seperti empedu, asam lemak hidroksi, cAMP, atau cGMP. Peningkatan kadar second massenger ini akan mengubah saluran konduksi pembawa protein sehingga menghambat masuknya NaCl dalam vili dan merangsang sekresi Cl. Khas pada diare sekretori adalah volumenya yang besar dan bersifat cair. Karena diare sekretorik tidak tergantung dengan adanya solut yang masuk, berbeda dengan diare osmotik, maka diare tidak terpengaruh dengan mempuasakan penderita. Kadar na dan Cl meningkat dalam tinja penderita3. 2.4 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala diare dapat diamati mulai dari anamnesa. Kita harus mengetahui apa ini suatu kedaan frekuensi dan konsistensi tinja yang fisiologis atau tidak. Pada bayi dengan ASI yang cukup, dapat terjadi frekuensi buang air besar 6 hingga 8 kali/ hari namun dengan klinis pasien yang tampak baik dan peningkatan berat
4

badan yang optimal6. Hal ini ialah hal yang fisiologis. Selain frekuensi dan konsistensi, kita perlu menanyakan juga lama mencret, perkiraan volume tinja, warna, kejadian muntah, jenis makanan yang dimakan, kejadian KLB, dan tanda-tanda invaginasi5. Semua anak dengan diare harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan klasifikasikan derajat dehidrasinya. Berikut ini klasifikasi dehidrasi akibat diare menurut WHO 20091: KLASIFIKASI Tanda & Gejala Tatalaksana Ada 2 atau lebih tanda di bawah ini: - Letargis/ tidak sadar - Mata cekung Lihat rencana terapi C - Tak mau minum/ malas minum - Cubitan kulit perut kembali sangat lambat Lihat rencana terapi B Ada 2 atau lebih tanda di bawah ini: Setelah rehidrasi, - Rewel/ gelisah nasihati ibu utk - Mata cekung penanganan di rumah - Minum dgn lahap/ haus & kapan kembali. - Cubitan kulit kembali lambat Kembali dalam waktu 5 hari jika tidak membaik. Tidak cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi Lihat rencana terapi A ringan atau sedang

Dehidrasi Berat

Dehidrasi Ringan-Sedang

Tanpa Dehidrasi

Sedangkan ini adalah kriteria penentuan derajat dehidrasi menurut Haroen Noerasid (Modifikasi)4

Ditambah :

Ditambah :

2.5

Komplikasi Komplikasi awal dapat berupa gangguan keseimbangan air, dehidrasi, elektrolit

dan asam basa, intoleransi klinik akut terhadap karbohidrat dan lemak. Apabila tidak diatasi dengan baik maka dapat terjadi diare yang berkepanjangan (prolonged diarrhea), serta intoleransi klinik hidrat arang yang berkepanjangan4. 2.6 Diagnosa Diagnosa etiologis secara klinis akan sulit dibedakan, namun dapat dilakukan kultur faeces untuk mengetahui dignosa pastinya. Langkah selanjutnya untuk mendiagnosa diare adalah menentukan status dehidrasinya. Perlu dilakukan juga diagnosa untuk menentukan adanya gangguan elektrolit dan gangguan gas darah. Pada diare yang kronis perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis faeces, tes-tes untuk mengetahui adanya malabsorbsi, seperti floating test atau Rosipal test bila curiga malabsorbsi lemak, atau pemeriksaan pH dan Clini test bila curiga terjadi malabsorbsi karbohidrat1,3. Terkadang untuk menentukan sumber infeksi dilakukan juga pemeriksaan pada urin dan darah. 2.7 Tatalaksana Penatalaksanaan awal diare pada anak sesuai derajat dehidrasinya. Terapi Cairan Standar (Iso Hiponatremia) Untuk Segala Usia Kecuali Neonatus
Derajat Dehidrasi Berat Sedang 6-9 % *) B Ringan +50 ml/kg//3 jam = 3- 4 tts/kg/mnt +10-20 ml/kg/ setiap kali diare HSD/ oralit Larutan RT / oralit Oral 3 jam T.I.V/ 3 Jam T.I.G/ 3 Jam Oral sampai diare berhenti Cara/Lama Pemberian T.I.V/ 3 Jam atau lebih cepat T.I.V/ 3 Jam T.I.G/ 3 Jam

Plan C

Kebutuhan Cairan +30 ml/kg/1 jam = 10 tts/kg/mnt +70 ml/kg/3 jam = 5 tts/kg/mnt

Jenis Cairan RL

HSD/ Oralit

Tanpa Dehidrasi

Keterangan

T.I.V : tetes intra venus , T.I.G : tetes intra gastrik

Perkecualian : A. Neonatus ( < 3 bulan ) D10%/0,18NaCl D10%/0,18NaCl HSD HSD C. Hipernatremia : HSD 320 ml/kg.BB 48 jam Setelah melewati resusitasi cepat (1-2 jam) diberikan cairan HSD secara lambat. Pada dasarnya tatalaksana diare meliputi 5 pilar di bawah ini sesuai dengan pedoman WHO: 30 ml/kg.BB 70 ml/kg.BB 30 ml/kg.BB 70 ml/kg.BB 2 jam 6 jam 2 jam 6 jam

B. Penyakit Penyerta (Bronkopneumonia., Malnutrisi berat, dsb)

1. Rehidrasi dengan Oralit Upaya rehidrasi oral dilakukan pada pasien diare dengan dehidrasi sedang-ringan atau tanpa dehidrasi. Rehidrasi oral dapat dilakukan dengan oralit ataupun cairan rumah tangga lainnya. Usia Bayi s/d 1 tahun (BB + 6 kg) Bayi s/d 5 tahun (BB + 13 kg) Bayi > 5 tahun Dehidrasi Ringan Sedang 3 jam pertama (50ml/kg) 1,5 gelas 3 gelas 6 gelas Tanpa Dehidrasi - jam selanjutnya (10-20 ml/kg/setiap diare) 0,5 gelas 1 gelas 2 gelas

2.

Pemberian suplemen Zn Zinc merupakan mikronutrien penting untuk kesehatan dan perkembangan anak. Zinc hilang dalam jumlah banyak selama diare. Penggantian zinc yang hilang ini penting untuk membantu kesembuhan anak dan menjaga anak tetap sehat di bulanbulan berikutnya. Telah dibuktikan bahwa pemberian zinc selama episode diare mengurangi lamanya dan tingkat keparahan diare dan menurunkn kejadian diare 23 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak dengan diare harus diberi zinc segera setelah anak tidak muntah. Dibawah umur 6 bulan diberikan tablet zinc (10 mg) per hari selama 10 hari. Umur 6 bulan ke atas diberikan 1 tablet zinc 920 mg) per hari selama 10 hari.

3.

Teruskan pemberian ASI/ makanan Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan peningkatan kebutuhan nutrisi, sering bersama-samamenyebabkan penurunan berat badan dan berlanjut ke gagal tumbuh. Pada gilirannya gangguan gizi dapat menyebabkan diare menjadi lebih parah, lebih lama, dan lebih sering terjadi, dibandingkan dengan kejadian diare pada anak yang tidak menderita gangguan gizi. Lingkaran setan ini dapat diputus dengan dengan tetap memberikan makanan bergizi selama anak diare dan ketika sehat.

4.

Antibiotik selektif Gunakan antibiotik hanya bermanfaat pada diare berdarah (kemungkinan besar sgigellosis), suspek kolera, dan infeksi berat lainnya yang tidak berhubungan dengan saluran cerna, misalnya pneumonia. Obat anti protozoa jarang digunakan. Obat-obatan anti diare tidak boleh diberikan pada anak kecil dengan diare akut atau diare persisten atau disentri. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatakan status gizi anak, malah berbahaya dan kadang berakibat fatal. dapat menimbulkan efek samping

5.

Nasihat pada ibu Mengedukasikan pada ibu mengenai tatalaksana diare di rumah meliputi cara pembuatan oralit, cara pemberian zinc serta asupan makanan yang cukup.

BAB 3 LAPORAN KASUS I. Identitas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama No register Tanggal lahir Umur Jenis kelamin Alamat Tanggal pemeriksaan Orangtua A. Ayah Nama Umur Pendidikan Pekerjaan B. Ibu Nama Umur Pendidikan Pekerjaan II. Anamnesis Keluhan utama : mencret Riwayat penyakit sekarang : Mencret sejak 3 hari sebelum MRS. Berak cair, berampas, warna kuning, ada lendir, tidak ada darah, sehari sebelum MRS pasien mencret sekitar 5x/ hari, volume masing-masing kurang lebih gelas aqua. Mencret dirasakan lebih banyak volumenya dibandingkan jumlah susu yang diminum. Setelah mencret pasien tampak semakin lemas dan tampak haus. Mencret tidak berkurang meskipun pasien tidak diberi susu. Tidak didapatkan riwayat muntah sebelum mencret. Sebelumnya pasien setiap hari biasa minum ASI dan susu formula tetapi tidak pernah mencret. Dua hari sebelum mencret, pasien dicoba diberi makan
9

: An. I : 12.24.76.96 : 3 April 2013 : 1 bulan 29 hari : Laki-laki : Dukuh Kupang, Surabaya : 1 Juni 2013

: Tn. Y : 39 tahun : SMA : Swasta : Ny. C : 40 tahun :SMP :Ibu rumah tangga

pisang. Pasien juga mengalami demam sejak 3 hari sebelum MRS, sifatnya sumer-sumer, cepat membaik dengan pemberian obat penurun panas. Tidak ada keluhan batuk pilek, tidak ada sesak, tidak nyeri perut, tidak ada keluhan perut kembung, tidak menangis saat kencing, tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga. Buang Air Kecil dirasakan lebih sedikit dari biasanya. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak memiliki riwayat MRS. Pasien juga tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat Antenatal : Selama kehamilan ibu kontrol rutin di bidan tidak pernah sakit panas, diare ataupun batuk lama. Ibu tidak pernah minum obat-obatan selain vitamin yang diberikan bidan. Riwayat Natal : Pasien lahir saat usia kehamilan 9 bulan. Ditolong dokter di VK bersalin RS Dr Soetomo. Lahir spontan belakang kepala. Berat lahir 3500 g, panjang badan saat lahir 51 cm. Pasientidak langsung menangis saat lahir, baru menangis setelah diberi oksigen. Tidak biru, sempat kuning, dan setelah diterapi dengan sinar, kuning menghilang. Pasien juga tidak pernah kejang. Riwayat keluarga : Tidak ada keluarga yang sakit diare

Riwayat Imunisasi : Pasien telah menerima imunisasi dari Posyandu, antara lain: BCG + DPT I - II - III Hepatitis B O + Polio I + II - III Campak -

10

Riwayat tumbuh kembang : Saat ini pasien belum bisa mengangkat kepala

Riwayat gizi : Pasien mendapat asupan ASI saja mulai lahir sampai usia 15 hari, setelah itu ASI diberikan bersamaan dengan susu formula hingga saat ini. Pasien baru dicoba makan pisang sekitar 5 hari sebelum MRS, tetapi setelah 2 hari kemudian pasien mengalami mencret. Riwayat sosial : Pasien tinggal di sebuah rumah yang berada di daerah pemukiman padat perkotaan. Sehari-hari air yang digunakan untuk minum dan keperluan lain adalah air dari PDAM. Pasien dan keluarga menggunakan kamar mandi pribadi. Pasien memiliki 2 botol susu, yang dipakai secara bergantian, sebelum membuat susu, biasanya botol dicuci dengan sabun, dan dibilas hingga bersih, tanpa direbus, atau disiram dengan air panas. III. Pemeriksaan Fisik (29 Mei 2013)
1. Keadaanumum

Keadaan umum Derajatsakit Pucat


2. Vital sign

: tampak lemah : ringan : tidak ada

Tekanan Darah Nadi Temperatur 3. Anthropometri Status gizi BB PB


11

: : 120 kali/menit : 36.5 Celcius

Respiratory Rate (RR) : 40 kali/menit

: 4800 g : 54 cm

LK Kesan

: 37 cm : -2 < WAZ <0 -3< LAZ <-2 1 <WLZ <2 -2 < HCZ < 0 Gizi baik

4. Kepala / leher Bentukkepala Mata Telinga Hidung : ubun-ubun besar belum menutup , cekung : mata cowong (+),anemis (-), ikterus (-), edema palpebra (-) : Tidak didapatkan kelainan : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung membesar/ bermembran putih (-), karang gigi (-), sariawan (-) Leher Kulit 5. Thoraks PULMO Inspeksi Bentuk dada Pergerakan kanankiri Retraksi Iga dan ruang antar iga Frekuensi napas Pemanjangan ekspirasi Palpasi Gerak dada Perkusi Perbandingan kanan-kiri : Simetris, sonor-sonor Auskultasi Suaranapas Pemanjangan ekspirasi
12

Muluttenggorok : Dalam batas normal, tenggorok hiperemik (-), tonsil

: Tidak didapatkan kelainan : cyanosis (-), anemis (-), edema (-)

: Normal - tidak ada deformitas : Simetris : Tidak didapatkan : Iga gambang (-) : 40 kali/menit : Tidak didapatkan : Simetris

: Vesikuler/vesikuler : Tidak didapatkan

Suaratambahan

:Stridor :Ronki :Wheezing

: Tidakdidapatkan : Tidak didapatkan : Tidak didapatkan

:Suara bronkial : Tidak didapatkan JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi : Impuls padaapeks (-) : Pulsasipadaapeks/ prekordialteraba kuat angkat, thrill (-) : Sulit dievaluasi Irama : Teratur : Tidakdidapatkan : Tidakdidapatkan Gallop/ iramaderap 6. Abdomen Inspeksi Bentuk Pantat Auskultasi Bising usus Palpasi : (+) meningkat : Hepar Lien Ginjal Tumor Turgor Perkusi 8. Extremitas Akral Kulit Edema Otot
13

Auskultasi : Suarajantung I-II tunggal Suaratambahan: Bising/murmur

: supel, flat : anus hiperemi (-)

Tumor/ mass/asites :Tidakdidapatkan

: Tidakteraba : Tidakteraba : Tidak membesar : Tidakdidapatkan : turun

Meteorismus : tidak didapatkan :timpani pada keempat kuadran, ascites/shiftingdullness(-)

: hangat, kering, merah, CRT<2 : Tidakdidapatkankelainandermatosis : : Dalambatas normal

Tulang

: Dalambatas normal

Pemeriksaan neurologis : kaku kuduk (-), refleks patologis (-/-), refleks fisiologis : KPR (+2/+2), APR (+2/+2)

IV. Pemeriksaan Penunjang 29 Mei 2013 Kimia Klinik : Glukosa Kalsium CRP Kimia Hematologi : WBC LY MO GR LY# MO# GR# RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV Elektrolit : Kalium Klorida Natrium 4.3 89 121 mmol/L mmol/L mmol/L (N:3,8-5,0 mmol/L) (N: 97-103mmol/L) (N: 136-144 mmol/L) 13.7 X 10^3/uL 30.1 % 24.8 % 45.1 % 4.1 x10^3/uL 3.4 x10^3/uL 6.2 x10^3/uL 3.12 x10^3/uL 9.7 g/dL 28.7 % 91.9 fL 31.1 pg 33.8 g/dL 19.1 % 726 x10^3/uL 7.6 fL (N: 4.5-10.5) (N: 20.5-51.1) (N:1.7-9.3) (N:42.2-75.2) (N:1.2-3.4) (N:0.1-0.6) (N:1.4-6.5) (N:4.0-6.0) (N:11,0-18,0) (N:35.0-60.0) (N:80.00-99.90) (N:27.0-31.0) (N:33.0-37.0) (N:11.60-13.70) (N:150.0-450.0) (N:7.8-11.0) 85 mg/dl 9.4 mg/dl 70.78 mg/L (N: 40-121) (N: 7.6- 11.0) (N: 0.00 10.00)

V. Problemlist / daftarmasalah
14

Anamnesis: Mencret 3 hari SMRS, cair, berampas,ada lendir, tidak ada darah Tidak ada riwayat muntah Mencret lebih banyak dibandingkan yang diminum Mencret tidak berkurang dengan penghentian minum susu Riwayat makan pisan , 2 hari sebelum mencret Panas sejak 3 hari SMRS, sumer-sumer Tidak ada keluhan perut kembung maupun nyeri perut BAK berkurang

Pemeriksaan Fisik Anak tampak lemah Ubun-ubun besar cekung Mata cowong Bising usus meningkat Turgor kulit turun

Pemeriksaan penunjang CRP kimia meningkat Leukositosis Anemia Trombositosis Hiponatremi Hipochlorida

VI. Analisis Tanda dan gejala diare dapat diamati mulai dari anamnesa. Kita harus mengetahui apa ini suatu kedaan frekuensi dan konsistensi tinja yang fisiologis atau tidak. Selain frekuensi dan konsistensi, kita perlu menanyakan juga lama mencret untuk menentukan apakah termasuk dalam diare akut, diare kronis, atau diare yang memanjang. Selain itu juga perlu ditanyakan perkiraan volume tinja, warna, kejadian muntah, jenis makanan yang dimakan, ada tidaknya gejala penyerta seperti panas, batuk pilek, nyeri perut, perut kembung, pantat merah dan
15

efek penghentian makan minum terhadap diare. Pada diare anak sering mengalami dehidrasi, oleh karena itu penentuan derajat dehidrasi menjadi sangat penting. Hal ini juga dapat diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Semua anak dengan diare harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan klasifikasikan derajat dehidrasinya. Berikut ini klasifikasi dehidrasi akibat diare menurut Haroen Noerasid.

Ditambah:

Ditambah:

Pada pasien an. I, usia 2 bulan ini didapatkan mencret sejak 3 hari sebelum MRS itu berarti hal ini merupakan diare akut karena berlangsung kurang dari 7 hari. Pada anak I didapatkan keluhan anak terlihat lemas, tampak haus, dan buang air kecil berkurang dibandingkan dengan sebelum sakit. Dari pemriksaan fisik didapatkan mata cowong, ubun-ubun besar cekung, turgor kulit yang menurun. Dapat disimpulkan dari data diatas, pasien I, mengalami dehidrasi ringan sedang. Pada anak usia dibawah 6 bulan jarang didapatkan penyebab diare akut karena infeksi Rotavirus, ini disebabkan karena anak usia kurang dari 6 bulan, masih memiliki imunitas dari ibunya. Pada pasien ini, didapatkan gejala mencret dengan konsistensi cair, berampas, berlendir, tidak ada darah, volumenya dirasakan lebih banyak dibandingkan jumlah susu yang diminum, mencret tidak berkurang dengan penghentian susu, serta didapatkan gejala panas sumer-sumer. Ini sesuai dengan gejala diare sekretorik, dimana penyebab terbanyaknya adalah
16

infeksi bakteri. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan CRP kimia yang meningkat, leukositosis, dan mendukung adanya dugaan infeksi bakterial. Oleh karena itu, pada pasien ini dapat direncanakan kultur darah, urin dan feses untuk mencari penyebab diare. Penanganan yang terpenting untuk kasus ini adalah penggantian cairan untuk menggantikan cairan dan elektrolit yang keluar. Koreksi elektrolit juga diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotik diperlukan dalam kasus ini karena dugaan penyebab diare adalah infeksi bakterial. Penambahan vitamin A untuk membantu memperbaiki epitel dan mempengaruhi sekresi IgA yang berguna untuk ketahanan mukosa. Probiotik diharapkan sebagai kompetitif sehingga menyeimbangkan flora normal. ASI/PASI tetap dapat diberikan karena tidak mempengaruhi diare. VII. Diagnosis Diare akut dehidrasi ringan sedang VIII. Planning Diagnosa Feses lengkap Kultur darah, urin, feses

Terapi - infus Kaen 3B 340 cc/3jam sampai terehidrasi dilanjutkaninfus D10 0.18 saline 480 cc/24 jam - Inj Ampicillin Sulbactam 4x125 mg IV - probiotik 1x1 sachet - Zink 1x10 mg tablet - Pedialyte tiap kali mencret/ muntah - Koreksi Natrium dengan NaCl 15% 11 cc/6 jam - Thermoregulasi: kompres basah Paracetamol 3x50 mg peroral ( jika demam) - ASI/PASI ad lib - Inj Vit A 50.000 UI IM
17

Monitoring Keluhan Vital sign Tanda dehidrasi

Edukasi Menjelaskan kembali tentang penyakitnya Menjelaskan tentang komplikasi yang mungkin muncul terkait perjalanan penyakitnya. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang dan rencana terapi yang akan dilakukan

18

DAFTAR PUSTAKA
1

. Boyle, J.T. 2000. Diare Kronis Nelson Ilmu Kesehatan Anak ed. 15 Vol 2 ed Bahasa Indonesia. Jakarta: ECG Penerbit Buku Kedokteran.
2

. Pujirahayu, R. 2005. Faktor Risiko Kejadian Diare pada Anak Tuberkulosis di Instalasi Kesehatan Anak RS Dr Sardjito. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gajahmada.
3

. Sudarmo, S.M. dkk, 2004, Gastroenterologi Anak ed. 3. Sindroma Diare: Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan. Surabaya: Divisi Gastroenterologi SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
4

. Tim SMF Ilmu Kesehatan Anak RSDS. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi edisi III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo
5

. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai