Anda di halaman 1dari 6

2.1 Patofisiologi cedera ligament sendi lutut.

2.1.1 Mekanisme cedera ligamen sendi lutut

Hampir seluruh cedera ligamen lutut terjadi saat lutut sedang

dalam posisi fleksi, dimana kapsul sendi dan ligamen dalam keadaan

rileks dan femur dapat dengan bebas berotasi pada tibia. Dorongan dari

femur dapat mengakibatkan tibia terdesak dan menghasilkan tekanan

yang dapat menyebabkan cidera pada ligamen pada sendi lutut. Salah

satu contoh dari mekanisme tersebut adalah saat seorang pemain

sepakbola melakukan tackle dimana terdapat kombinasi desakan femur

dan rotasi femur pada tibia. Cedera ligamen cruciatum dapat terjadi

tersendiri maupun bersamaan dengan cedera pada bagian yang lain.

Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah yang lebih sering terkena

cedera.

Ada dua jenis cedera dalam berolahraga yaitu cedera langsung

atau Traumatik injury maupun tidak langsung Overuse injury. Traumatik

injuri disini dapat dilihat dengan jelas penyebabnya Misalnya Jatuh, salah

gerak, tertabrak dan lain-lain sehingga menyebabkan robekan/putusnya

jaringan lunak (soft tissue) seperti ligamen, otot, tendon hingga

terjadinya fraktur.

Sedangkan Overuse injury yaitu cedera yang diakibatkan karena

pemakaian jaringan yang berlebih berhubungan dengan beratnya beban

latihan, istirahat yang kurang. Perawatan cedera sebelumnya yang kurang

tepat serta persiapan dalam pertandingan seperti warming up, stretching


dan cooling down setelah pertandingan yang kurang maksimal dan

efektif.

Selain itu cedera dapat terjadi oleh sebab-sebab non traumatik

seperti post arthritis, tendinitis kronik, serta mekanik tubuh yang buruk

misalnya adanya kelemahan otot-otot, kondisi struktur sendi valgus dapat

juga mengalami cedera.

2.1.2 Gejala dan Tanda Klinis Cedera Ligamen


Ketika seseorang mengalami cedera maka akan terjadi kerusakan

struktur jaringan sekitarnya dan menimbulkan banyak problem

diantaranya :

1. Nyeri

Nyeri timbul segera setelah cedera ketika adanya aktivitas

pembebanan pada jaringan seperti pada ektensi maupun fleksi lutut

atau pada penguluran ligamen kolateral medial, dimana daerah yang

mengalami kerobekan terproteksi dengan timbulnya iritan noxious

yang mengisyaratkanadanya suatu kerusakan jaringan. Ujung- ujung

saraf pada daerah tersebut mengeluarkan tachykinine yang

mengakibatkan sensitisasi yang ditimbulkan dari mekanosensori.

2. Sweling atau inflamasi

Inflamasi atau peradangan dapat timbul setelah 24 – 36 jam

setelah cedera yang meruan suatu reaksi setempat daripada jaringan

tubuh terhadap trouma atau rangsangan yang hasilnya merupakan

pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari yang

bersirkulasi ke dalam jaringan- jaringan interstisial pada daaerah

cedera atau ischemik.

Adanya peradangan tersebut akan menimbulkan iritasi

kimiawi, pelengketan antara jaringan. Sistem metabolisme terganggu,

gangguan keseimbangan asam basa jaringan, spasme otot dan timbul

rasa nyeri.

3. Kekakuan

Kekakuan disebabkan oleh spasme otot tonik yang bertanda


adanya proteksi cedera pada sekeliling otot-otot tersebut. Kekakuan

terproteksi pada ruang gerak sendi yang terbatas baik gerak aktif

maupun pasif, pada ekstensi lutut secara pasif ruang gerak sendi

terbatas dengan rasa nyeri yang tajam menyebar kesekeliling lutut dan

sampai ke proximal maupun ke distal.

2.1.3 Tingkat cedera ligamen

Beberapa orang yang mengalami cedera igamen sering

melaporkan adanya bunyi “ceklek” atau “letupan” saat terjadi cedera.

Setelah cedera terjadi, pasien mengalami gangguan gerak dan fungsi

tergantung dari derajat kerusakan yang diakibatkan oleh cedera tersebut.

Cedera ligament dapat dikelompokkan menjadi 3 derajat berdasarkan

derajat kerusakannnya, yaitu :

1. Derajat I, ditandai dengan :

1) Cedera ringan, nyeri ringan, sedikit bengkak, dan mungkin

muncul kekakuan sendi.

2) Stretch ligamen atau kerobekan kecil pada ligamen.

3) Biasanya terjadi pada ligament krusiatum anterior.

4) Penurunan fungsi yang minimal.

5) Dapat kembali beraktivitas dalam beberapa hari setelah injury

(dengan menggunakan brace atau taping).

2. Derajat II, ditandai dengan :

1) Nyeri yang sedang sampai nyeri hebat, pembengkakan, dan

muncul kekakuan sendi.

2) Kerobekan parsial pada ligamen sendi .


3) Penurunan fungsi yang cukup berat dengan kesulitan berjalan.

4) Membutuhkan waktu 2 – 3 bulan sebelum memperoleh kembali

kekuatan dan stabilitas sendi.

3. Derajat III, ditandai dengan :

1) Timbul nyeri hebat setelah cidera, yang kemudian diikuti oleh

sedikit nyeri atau tanpa nyeri akibat kerusakan total dari serabut

saraf.

2) Pembengkakan yang besar dan sendi menjadi kaku selama

beberapa jam setelah cidera.

3) Ruptur secara komplet pada ligament kolateral (laxity yang

berat).

4) Biasanya memerlukan beberapa bentuk immobilisasi selama

beberapa minggu.

5) Hilangnya fungsi secara komplet (functional disability) dan

memerlukan kruk.

6) Biasanya memerlukan terapi konservatif dengan program

rehabilitasi exercise, tetapi dalam jumlah yang kecil

memerlukan pembedahan.

7) Masa recovery selama 4 bulan

Sementara itu, cedera ligamen kronik dapat terjadi pada penderita

atau olahragawan yang mengalami overstretch (injury) ringan dan

terjadi berulang kali tanpa mendapatkan pengobatan yang adequat.

Cedera ini sering menjadi kronik cedera karena pasien tidak begitu

memperhatikan cedera yang dialaminya sehingga tidak diobati atau


mendapatkan pengobatan yang tidak adequat. Pada kronik cedera

ligamen, nyeri yang dirasakan adalah dull aching (sakit tumpul),

bersifat intermitten atau kadang-kadang konstan, nyeri cenderung

meningkat jika melakukan aktivitas atau olahraga yang melibatkan

lutut.

Anda mungkin juga menyukai