Anda di halaman 1dari 35

BAB IV

STRAIN DAN SPRAIN

A. STRAIN
1. Definisi Strain
a. Strain (kram otot)adalah cedera yang disebabkan oleh terpuntir atau tertariknya
suatu otot atau tendon (Chris Brooker, Ensiklopedia Keperawatan, 2008. EGC)
b. Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlebihan, peregangan
berlebihan, atau stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikropkopis tidak
komplit dengan perdarahan ke dalam jaringan. Dalam hal ini pasien mengalami
rasa sakit atau nyeri tekan lokal pada pemakaian otot dan kontraksi isometrik.
(Smeltzer Suzanne, KMB Brunner & Suddarth)
c. Strain adalah trauma pada suatu otot atau tendon, biasanya terjadi ketika otot
atau tendon teregang melebihi batas normalnya. Starin dapat mencakup robekan
atau ruptur suatu jaringan. Inflamasi terjadi pada cedera otot atau tendon yang
menyebabkan nyeri dan pembengkakan jaringan (Elizabeth J. Corwin, Buku
Saku Patofisiologi , 2009)
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa strain
adalah kerusakan pada jaringan otot yang terjadi baik secara langsung maupun tidak
langsung akibat dari peregangangan atau penggunaan yang berlebihan.

2. Etiologi Strain
a. Pada strain akut
Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
b. Pada strain kronis
Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan / tekanan
berulang-ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
Predileksi : punggung, otot harmstring, dan kaki, umumnya disebakan karena
olahraga

3. Klasifikasi Strain
Berdasarkan berat ringannya cedera (Sadoso, 1995: 15), strain dibedakan
menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a. Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi
robekan pada jaringan muscula tendineus.
b. Strain Tingkat II

Kelompok 4, S1 Keperawatan, 1
UPN”Veteran”Jakarta
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini
menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
c. Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus.
Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat
ditetapkan.

4. Patofisiologi Strain
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau
tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang
salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha
bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan
daerah sekitar cedera memar dan membengkak.

5. Manifestasi Klinik Strain


a. Nyeri mendadak
b. Nyeri tekan lokal
c. Kontraksi isometrik
d. Bengkak pada persendian yang terkena memar atau kemerahan lokal

PATHWAY STRAIN
6. KOMPLIKASI
a. Tendonnitis
Tendonitis atau tendinitis adalah peradangan atau iritasi tendon. Regangan
terus-menerus, penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan tendon yang
menyebabkan cedera stres berulang, atau cedera akut yang serius dapat
menyebabkan tendonitis.
Gejala tendonitis adalah nyeri, kekakuan, dan rasa terbakar di tendon dan
daerah sekitarnya. Nyeri dapat memburuk selama dan setelah aktivitas yang
melibatkan tendon.
Tendonitis biasanya terjadi pada ibu jari, siku, bahu, pinggul, lutut, dan
pergelangan tangan, tetapi dapat terjadi di mana saja terdapat tendon.
b. Strain dapat berulang
c. Perioritis
d. Perubahan patologi
Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun
tanda perdarahan yang besar.
B. SPRAIN
1. Definisi Sprain
a. Sprain (terkilir) adalah cidera pada jaringan lunak di sekililing suatu sendi, dan
menyebabkan perubahan warna, pembengkakan dan nyeri. (Chris Brooker,
Ensiklopedia Keperawatan, 2008. EGC)
b. Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar. (Suratun, Klieen Gangguan Sistem Muskuloskeletal)
c. Sprain adalah trauma pada sendi biasanya terjadi pada ligamen. Pada sprain yang
berat ligamen dapat putus. Sparin inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
(elizabeth J. Corwin, Buku Saku Patofisiologi , 2009)
d. Sprain adalah cedera struktur ligamen disekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar. Fungsi ligamen adalah stabilitas namun masih memungkinkan
mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangna kemampuan stabilitasnya.
Pembuluh darah akian terputus dan terjadilah edema; sendi terasa nyeri tekan
dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus
meningkat selama 2-3 jam setelah cedera akibat pembengkakan dan perdarahan
yang terjadi. Pasien harus diperiksa dengan sinar-x untuk mengevaluasi bila ada
cedera tulang. Fraktur avulsi (suatu fragmen tulang tertarik oleh ligamen atau
tendon) dapat terjadi pada sprain (Smeltzer, Suzzane C. Buku ajar KMB Brunner
Suddarth, 2001).
Jadi, sprain adalah kerusakan pada ligamen, jaringan fibrosa yang
menghubungkan tulang ke tulang karena trauma hingga teregang melebihi batas
normal.

2. Etiologi Sprain
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh tahun
kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun
pada usia tiga puluh tahun.
b. Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan
ligamen mengalami sprain.
c. Terpelintir
d. Adanya tekanan pada tubuh yang menyebabkan sendi bergeser, sehingga terjadi
cidera ligamen
e. Pukulan
Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi dan
menyebabkansprain.
f. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan. Dengan
melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur

3. Tingkatan/Klasifikasi Sprain
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain
menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya
beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan,
pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
b. Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih
separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri
tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat
menggerakkan persendian tersebut.
c. Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah.
Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam
persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat
gerakan–gerakan yang abnormal.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 47


4. Derajat Strain
Cedera strain terbagi menjadi derajat satu, dua dan tiga.
a. Strain derajat pertama
Peregangan ringan dari otot/tendon menghasilkan ketegangan pada saat
dipalpitasi, memungkinkan ketegangan otot, tetapi tidak mengalami kehilangan
rentang gerak sendi (ROM), edema, atau ekimosis. Penangannannya adalah
mengukur kenyamanan dengan tindakan pengompresan dingin secara intermitten
pada 24 jam pertama, kemudian pengompresan hangat, relaksan otot, analgesic
ringan dan obat anti imflamasi.
b. Strain derajat kedua
Peregangan sedang atau sobekan pada otot atau tendon yang mengasilkan
spasme otot yang berat, nyeripada gerakan yang pasif, dan edema segera setelah
luka, diikuti dengan ekimosis. Penangannannya sama dengan strain derajat
pertama, kecuali pada penggunaan es digunakan secara intermediet selama lebih
dari 48 jam, setelah kompres hangat dilakukan. Mobilitas dibatasi selama 4-6
minggu, kemudian diikuti latihan yang bertahap. Tindakan pembedahan
diperlukan pada kasus berat.
c. Strain derajat ketiga
Peregangan berat dan penggerusan komplit dari tendon/ otot yang
menyebabkan spasme otot, ketegangan, edema, dan kehilangan pergerakan.
Penanganannya sama dengan derajat kedua.
Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan
teraba pada bagian otot yang mengaku. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak
bisa berkontraksi dan terbentuk benjolan. Cidera strain membuat daerah sekitar
cedera memar dan membengkak. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi
perubahan warna, ada tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot
mengalami kekejangan.

Therapist mengkategorikan sprain dan strain berdasarkan berat ringannya


cidera. Derajat I (ringan) berupa beberapa stretching atau kerobekan ringan pada
otot atau ligament. Derajat II (sedang) berupa kerobekan parsial tetapi masih
menyambung. Derajat III (berat) berupa kerobekan penuh pada otot dan ligament,
yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 48


5. Patofisiologi
Adalah kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi,
yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau
mendorong/mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja. Kebanyakan
keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada
trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut.
Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang
tidak semestinya tanpa diselingi peredaan.

PATHWAY

MK : gg. mobilitas mobilisasi


nyeri
Tertekan ujung-ujung saraf perifer

MK : Imobilisasi

MK: Risiko
Kelompok 4c, iSd1erKaeperawatan, UPN”Veteran”Jakarta 49
6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri tekan (derajat nyeri meningkat selama 2-3 jam akibat pembengkakan dan
perdarahan yang terjadi)
b. Edema
c. Sulit menggerakkan sendi-sendi
d. Memar
e. Bengkak di sekitar persendian tulang yang terkena cedera, termasuk perubahan
warna kulit.
f. Terjadi haemarthrosis atau perdarahan sendi

7. Komplikasi

Kelompok 4, S1 Keperawatan, 50
UPN”Veteran”Jakarta
Strain dan Sprain : Strain dan sprain yang berulang dapat menyebabkan
Tendonitis dan Perioritis , dan perubahan patologi adanya inflasi serta dapat
mengganggu/robeknya jaringan otot dan tendon dari intensitas ringan–berat
tergantung tipe strain yang didapatkan. Strain dapat mengakibatkan ptah tulang
karena robeknya ligament , membuat tulang menjadi kaku dan mudah patah bila
salah mobilisasi.

C. Asuhan Keperawatan Strain Dan Sprain


1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
a. Menderita/merasaka rasa sakit yang sangat dan bahkan sendi yang terkena tidak
dapat digunakan untuk menahan beban sedikitpun.
b. Pada sendi yang terkena terlihat adanya memar selain adanya bengkak
c. Sendi yang terkena tidak dapat digerakkan
d. Tidak dapat berjalan lebih dari 4 langkah tanpa rasa sakit
e. Sendi anda terasa bergeser saat akan digerakkan
f. Sendi yang terkena terasa baal

2. Pemeriksaan Penunjang
a. MRI
Magnetic Resonance Imaging adalah jenis alat kedokteran untuk pemeriksaan
diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang
tubuh atau organ manusia. MRI tidak memberikan rasa sakit akibat radiasi
karena tidak menggunakan sinar X dalam proses tersebut.
Contoh Hasil MRI
b. Artroskopi
Merupakan prosedur endoskpis yang memungkinkan pandangan langsung ke
dalam sendi.
Contoh Hasil artroskopi

c. Elekt
romy
ograf
i

Pemeriksaan ini memberi informasi mengenai potensi listrik otot dan sarafnya.
Tujuan prosedur ini adalah menentukan setiap abnormalitas fungsi unit.

d.

Foto Rontgen
Foto rontgen merupakan alat yang memanfaatkan sinar X yang sebetulnya
memiliki efek samping akibat dari radiasi.Namun, pasien tidak perlu khawatir
karena manfaat yang didapat dari teknologi ini lebih banyak, jika dilakukan
dengan benar.
Contoh hasil rontgen :
e.

CT Scan
Prosedur ini menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit dan
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen atau
tendon.Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya
patah tulang di daerah yang sulit di evaluasi.
Contoh hasil ct-scan :

D. Penatalaksanaan Strain Dan Sprain


1. Pengurangan nyeri dan bengkak
2. Rehabilitasi
Untuk memperbaiki kondisi bagian yang cedera untuk memulihkan fungsinya.
Biasanya dilakukan oleh para ahli fisioterapi adalah menerapkan program latihan
yang dirancang untuk mencegah kekakuan, memperbaiki, dan mempertahankan
rentang gerakan (range of movement) yang normal, dan memulihkan fleksibilitas
serta kekuatan normal sendi.

3. Penatalaksanaan Terapi Masase Untuk Mengobati Strain dan

Sprain pada Lutut dan Pergelangan Kaki (Engkel)


a. Masase Terapi pada Rehabilitasi Cedera Lutut
Masase terapi yang dilakukan pada rehabilitasi cidera lutut yaitu menggunakan
teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan teknik gerusan
(friction) dengan teknik gosokan (effleurage) yang menggunakan ibu jari untuk
merilekkan atau menghilangkan ketegangan otot. Setelah itu dilakukan
penarikan (traksi) dan pengembalian (reposisi) sendi lutut pada tempatnya
(Ali:2004)
1) Posisi Tidur Terlentang

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage). Pada otot quadriceps
femoris ke arah atas.

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effleurage), pada samping
lutut/ligamen lutut pada bagian dalam dan luar.

Kelompok 4, S1 Keperawatan, 55
UPN”Veteran”Jakarta
Kelompok 4, S1 Keperawatan, 56
UPN”Veteran”Jakarta
Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan
teknik terusan (friction) dan gosokan (effleurage), pada otot-ototfleksor/otot
fastrocnenius bagian depan ke arah atas.
2) Posisi Tidur Telungkup

Lakukan
teknik
masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan teknik terusan
(friction) dan gosokan (effleurage), pada otot hamstring ke arah atas.

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effleurage), pada ligamen sendi lutut
bagian belakang ke arah atas.

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effleurage), pada otot gastrocnemius
ke arah atas.
3) Posisi Traksi dan Reposisi pada Lutut dengan Posisi Tidur Terlentang

Lakukan traksi dengan posisi kedua tangan memegang satu pergelangan


kaki. Kemudian traksi/tarik ke arah bawah secara pelan-pelan dan putar
tangkai setengah lingkaran ke arah samping dalam dan samping luar dengan
kondisi tangkai dalam keadaan tertarik.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, 56
UPN”Veteran”Jakarta
b. Masase Terapi pada Rehabilitasi Cedera Pergelangan Kaki (Engkel)
Masase terapi yang dilakukan pada rehabilitasi sendi pergelangan kaki
(engkel) yaitu menggunakan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara
menggabungkan teknik gerusan (friction) dengan teknik gosokan (effleurage)
yang menggunakan ibu jari untuk merilekkan atau menghilangkan ketegangan
otot. Setelah itu dilakukan penarikan (traksi) dan pengembalian (reposisi) sendi
pergelangan kaki (engkel) pada tempatnya.
1) Posisi Tidur Terlentang

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada otot-otot fleksor/otot
gastrocnemius bagian depan ke arah atas.

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada otot punggung kaki
atau otot fleksor pada kaki bagian muka kearah atas.

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada ligament sendi
pergelangan kaki ke arah atas.
2) Posisi Tidur Telungkup

Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan


teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada otot gastrocnemius
ke arah atas.
Lakukan teknik masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan
teknik gerusan (friction) dan gosokan (effluarage), pada otot di belakang
mata kaki atau tendo achilles ke arah atas.
3) Posisi Traksi dan Reposisi pada Pergelangan Kaki dengan Posisi Badan
Tidur Terlentang.

Lakukan traksi dengan posisi satu tangan memegang tumit dan satu tangan
yang lain memegang punggung kaki. Kemudian traksi/tarik kearah bawah
secara pelan-pelan dan putarkan kaki (engkel) dengan kondisi pergelangan
kaki dalam keadaan tertarik.

E. Penatalaksanaan Medis Strain dan Sprain


1. Strain
a. Farmakoterapi .
Dengan analgetik seperti Aspirin (300 – 600 mg/hari) atau Acetaminofen (300 –
600 mg/hari).
b. Elektromekanis.
Penerapan dingin dikompres dengan kantong es.
c. Pembalutan atau wrapping eksternal.
d. Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.
e. Posisi ditinggikan atau diangkat.
f. Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.
g. Latihan ROM : Latihan pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48
jam.
h. Penyangga beban, dilakukan sampai dapat menggerakan bagian yang sakit.

2. Sprain
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
b. Farmakoterapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan
peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4
jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
Penerapan dingin dikompres dengan kantong es.
d. Pembalutan / wrapping eksternal.
e. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung).
f. Posisi ditinggikan atau diangkat.
g. Latihan ROM : Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan – pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan
yang sakit.
h. Penyangga beban : Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk
selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.

Yang Perlu diketahui


1. Pijat tidak hanya menghilangkan ketegangan otot
Siapapun dan apapun pekerjaannya anda pasti pernah mengalami saat-saat
yang penuh stress dan melelahkan. Stress mental dan fisik dapat timbul dari beban
kegiatan fisik maupun kegiatan mental, dan juga suasana kejiwaan. Stress pada otot
tentu saja sangat terasa tidak nyaman dan pijat adalah salah satu terapi terbaik yang
dapat mengatasinya. Sebenarnya pijat tidak hanya bertujuan mengendurkan otot
yang tegang, tetapi juga membawa manfaat lain seperti:
a. Mengurangi rasa kaku pada otot
b. Mengurangi rasa sakit dan nyeri pada otot dan persendian
c. Mempercepat penyembuhan persendian yang sakit/bengkak
d. Meningkatkan kinerja otot saat berolahraga
e. Melancarkan aliran darah dan cairan getah bening
f. Memperbaiki postur tubuh
g. Mengurangi ketegangan mental
h. Menciptakan mood (suasana hati) positip, dan lain-lain.

2. Jangan diurut
Apabila terjadi cedera otot, sering kali ditemukan kasus-kasus ini ditangani
dengan pengurutan. Padahal, tidak selalu harus demikian. Orang yang mengalami
cedera, bisa saja ada pembuluh darah pada jaringan otot yang robek sehingga timbul
perdarahan. Sebaiknya, dalam kasus ini bagian yang cedera jangan diurut atau diberi
param karena cedera justru akan semakin parah.
Pengurutan hanya akan menimbulkan inflamasi yang pada akhirnya malah
menjadi bengkak karena pembuluh darah yang robek makin melebar dan biasanya
menjadi lama sembuhnya. Padahal, jika dikompres dengan es, pembuluh darah yang
pecah pun tidak semakin pecah, justru bisa makin kuat karena terjadi pembekuan.
Bila cedera otot ini sudah cukup berat maka tindakan dokter adalah memberikan
gips, karena biasanya cedera sudah mengarah pada keretakan tulang dan sendi.

F. Pencegahan Strain dan Sprain


Langkah-langkah berikut dapat membantu Anda mengurangi risiko terkilir atau keseleo:
1. Lakukan pemanasan sebelum melakukan latihan atau aktivitas berat.
2. Kenakan pelindung atau pembalut sendi elastis saat melakukan aktivitas fisik yang
kuat.
3. Lakukan senam peregangan secara teratur untuk menjaga kekuatan dan kelenturan
otot-otot dan sendi.
4. Terapkan diet sehat dan seimbang untuk menjaga otot-otot yang kuat dan
mempertahankan berat badan yang ideal.
5. Gunakan langkah-langkah keselamatan untuk mencegah jatuh (misalnya, pastikan
tangga, jalan setapak, pekarangan, dan jalan masuk bebas dari benda-benda licin
yang dapat membuat terpeleset).
6. Pakailah sepatu yang pas. Ganti sepatu olah raga yang solnya sudah aus terpakai
sehingga tidak rata.
7. Hindari berolahraga atau beraktivitas ketika lelah atau sakit.
8. Selalu memilih berjalan di permukaan yang rata.

G. Asuhan Keperawatan Pada Klien Strain & Sprain


1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat.
2) Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan ,
Suku, Agama, Alamat.
3) Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan
menurun.
2) Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah,
nafsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
3) Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK,
terpapar bahan kimia.
4) Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif.
Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati
pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
c. Pengkajian fungsional kesehatan
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola
konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito
(2001).
1) Persepsi kesehatan
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa yang
akan dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.
2) Pola nutrisi metabolic
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status
nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor
kulit serta observasi adanya oedema anasarka.
3) Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi
perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
4) Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda
kelelahan,
5) Kebutuhan istirahat tidur
Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit
6) Pola persepsi kognitif
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit
yang di deritanya.
7) Pola persepsi diri
Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri,
konsep diri.
8) Pola hubungan social
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.
9) Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
10) Pola mekanisme koping
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya
11) Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.
d. Pemeriksaan fisik
Strain dan sprain : Pemeriksan fisik mencakup kelemahan, ketidakmampuan
penggunaan sendi, udema pada sprain, perubahan warna kulit, perdarahan, dan
mati rasa.

2. Data Fokus
Data Subyektif Data Obyektif
1) Klien mengatakan 1) Kesadaran CM
jatuh dari 2) Klien terlihat tidak bisa berdiri dan mengalami luka-
ketinggian 30 m luka
2) Klien mengatakan 3) Nampak terpasang bidai pada tungkai kiri klien dan
nyeri dan bengkak terpasang mitela pada bahu kiri
pada sendi bahu kiri 4) Terlihat tungkai bawah terkulai
5) Pada pemeriksaan terlihat adanya pembengkakan,
disertai nyeri tekan dan nyeri sumbu pada cruris
sinistra 1/3 dibagian depan dan daerah deltoid kosong
Data Tambahan
1) Kemungkinan pasien mengatakan tidak 1) Kemungkinan klien terlihat
bisa menggerakkan tangan kiri dan kaki meringis kesakitan
kirinya
2) Kemungkinan pasien mengatakan
kesulitan dalam membolak-balik posisinya

3. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
1 DS :
1) Klien mengatakan jatuh dari ketinggian 30 m
2) Klien mengatakan nyeri dan bengkak pada sendi bahu
kiri
spasme otot,
DO :
gerakan
1) Kesadaran CM
Nyeri fragmen
2) Pada pemeriksaan terlihat adanya pembengkakan,
(akut) tulang, edema,
nyeri tekan dan nyeri sumbu pada cruris sinistra 1/3
cedera pada
dibagian depan dan daerah deltoid kosong
jaringan lunak
3) Kemungkinan klien terlihat meringis kesakitan karena
nyeri dan tungkai bawah terkulai
4) Nampak terpasang bidai pada tungkai kiri klien dan
terpasang mitela pada bahu kiri
2. DS : Gangguan cedera jaringan
1) Kemungkinan pasien mengatakan tidak bisa
menggerakkan tangan kiri dan kaki kirinya
2) Kemungkinan pasien mengatakan kesulitan dalam sekitar fraktur
membolak-balik posisinya dan kerusakan
mobilitas
DO : rangka
fisik
1) Klien terlihat tidak bisa berdiri dan mengalami luka- neuromuskuler.
luka
2) Klien terlihat meringis kesakitan karena nyeri dan
tungkai bawah terkulai

4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur
dan kerusakan rangka neuromuskuler.
c. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah
permukaan; perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret/immobilisasi fisik.
d. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan
pembentukan trombus.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit dan trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
5. Intervensi Keperawatan
a. Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil:
 Klien menyatakan nyeri berkurang.
 Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
 Edema berkurang/hilang.
 Tekanan darah normal.
 Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi:
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 ± 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk /keefektifan analgesic.
2) Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembeban, dan traksi.
Rasional: Meminimalkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang/tegangan jaringan yang cedera.
3) Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional: Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
4) Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional: Mempertahankan kekuatan/mobilisasi otot yang sakit dan
memudahkan resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan yang terkena.
5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
6) Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan
kelelahan otot.
7) Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan udema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
8) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme
otot.

b. Dx.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar


fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan: Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil:
 Klien akan meningkat/mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan
yang lebih tinggi.
 Klien mempertahankan posisi/fungsional.
 Klien meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh.
 Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi:
1) Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional: Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik
aktual, mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam
meningkatkan kemajuan kesehatan pasien.
2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan
rangsang lingkungan.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan
membantu menurunkan isolasi sosial.
3) Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional: Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan
tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
respon kalsium karena tidak digunakan.
4) Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi
digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional: Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
5) Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
Rasional: Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol
pasien dalam situasidan meningkatkan kesehatan diri langsung.
6) Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera
mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi.
Rasional: Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh
flebitis) dan meningkatkanpenyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
7) Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional: Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring
lama dan dapat memerlukan intervensi khusus.
8) Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional: Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan
(contoh dekubitus, atelektasis dan pneumonia).
9) Auskultasi bising usus.
Rasional: Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam
kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.
10) Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional: Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi
urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
11) Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi
spesialis. Rasional: Berguna dalan membuat aktivitas
individual/program latihan.

c. Dx.2 Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka:


bedah permukaan; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi
eksresi atau sekret/immobilisasi fisik.
Tujuan: Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil:
 Penyembuhan luka sesuai waktu.
 Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi:
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional: Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang
mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
2) Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang
kering dan bebas kerutan.
Rasional: Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko
abrasi/kerusakan kulit.
3) Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
Rasional: Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.
4) Gunakan bed matres/air matres.
Rasional: Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota
tubuh yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.

d. Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan


dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan
pembentukan trombus.
Tujuan: Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
 Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi.
 Kulit hangat dan kering.
 Perabaan normal.
 Tanda vital stabil.
 Urine output yang adekuat
Intervensi :
1) Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari
fraktur.
Rasional: Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat
normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena
sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
2) Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik/fungsi sensorik.
Rasional: Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi
ketika sirkulasi kesaraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
3) Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional: Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko
terjadinya injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen
syndrome/malposisi dari peralatan traksi.
4) Monitor posisi/lokasi ring penyangga bidai.
Rasional: Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya
di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen.
5) Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit
dingin, perubahan mental.
Rasional: Inadekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi
jaringan.
6) Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasi
dengan adanya compartemen syndrome.
Rasional: Mencegah aliran vena/mengurangi edema.

e. Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,


kerusakan kulit dan trauma jaringan.
Tujuan: Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil:
 Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
 Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
 Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
1) Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional: Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat
memungkinkan terjadinya infeksi tulang.
2) Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau
adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak.
Rasional: Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan
dapat menimbulkan osteomielitis.
3) Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci
tangan.
Rasional: Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
4) Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit
kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional: Tanda perkiraan infeksi gangren.
5) Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional: Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia
menunjukkan terjadinya tetanus.
6) Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema
ektremitas cedera.
Rasional: Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
7) Lakukan prosedur isolasi.
Rasional: Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan
luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang.
8) Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus
toksoid.
Rasional: Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau
dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.

f. Dx.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
Tujuan: Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga
bertambah. Kriteria Hasil:
 Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
 Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
tindakan.
Intervensi:
1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi.
2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan
terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional: Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama
proses penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat
terjadi sekunder terhadap ketidak tepatan pengguanaan alat ambulasi.
3) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan
yang memerlukan bantuan.
Rasional: Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan
bantuan.
4) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di
bawah fraktur.
Rasional: Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
5) Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.
Rasional: Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh
lengkap dan kerjasama pasien dalam program pengobatan membantu untuk
penyatuan yang tepat dari tulang.
6) Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi (massa
ototkurang). Anjurkan untuk memberikan sokongan pada sendi di atas dan di
bawah bagian yang sakit dan gunakan alat bantu mobilitas, contoh verban
elastis, bebat, penahan, kruk, walker atau tongkat.
Rasional: Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri
sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan. (Ardinata, 2012).

6. Implementasi
Setelah rencana keperawatan di susun, maka rencana tersebut diharapkan
dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut
harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan
baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Implementasi ini juga dilakukan oleh
si pembuat rencana keperawatan dan di dalam pelaksanaan keperawatan itu kita
harus menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik.

7. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dilakukan untuk
mengetahui sampai dimana keberhasilan tindakan yang diberikan sehingga dapat
menentukan intervensi yang akan dilanjutkan.

Anda mungkin juga menyukai