Anda di halaman 1dari 5

KRAM OTOT

1). Pengertian
Menurut Basoeki (2005) kram otot merupakan kontraksi otot tertentu yang berlebihan, terjadi
secara mendadak tanpa disadari. Otot yang mengalami kram sulit untuk menjadi rileks
kembali. Bisa dalam hitungan menit bahkan jam untuk meregangkan otot yang kram itu.
Kontraksi dari kram otot sendiri dapat terjadi dalam waktu beberapa detik sampai beberapa
menit. Selain itu, kram otot dapat menimbulkan keluhan nyeri. Kram otot dapat mengenai
otot lurik atau bergaris, otot yang berkontraksi secara kita sadari. Kram otot dapat juga
mengenai otot polos atau otot yang berkontraksi tanpa kita sadari. Kram otot dapat terjadi
pada tangan, kaki, maupun perut.

2). Mekanisme Kram Otot
Ganong (1998) menguraikan bahwa rangsang berulang yang diberikan sebelum masa
relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap elemen kontraktil, dan tampak
adanya respon berupa peningkatan kontraksi. Fenomena ini dikenal sebagai penjumlahan
kontraksi. Tegangan yang terbentuk selama penjumlahan kontraksi jauh lebih besar
dibandingkan dengan yang terjadi selama kontraksi kedutan otot tunggal. Dengan rangsangan
berulang yang cepat, penggiatan mekanisme kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum
sampai pada masa relaksasi. Masing-masing respon tersebut bergabung menjadi satu
kontraksi yang berkesinambungan yang dinamakan tetanik atau kontraksi otot yang
berlebihan (kram otot).
Menurut Corwin (2000) setiap pulsa kalsium berlangsung sekitar 1/20 detik dan
menghasilkan apa yang disebut sebagai kedutan otot tunggal. Penjumlahan terjadi apabila
kalsium dipertahankan dalam kompartemen intrasel oleh rangsangan saraf berulang pada
otot. Penjumlahan berarti masing-masing kedutan menyebabkan penguatan kontraksi.
Apabila stimulasi diperpanjang, maka kedutan-kedutan individual akan menyatu sampai
kekuatan kontraksi maksimum. Pada titik ini, terjadi kram otot sampai dengan tetani yang
ditandai oleh kontraksi mulus berkepanjangan.
Menurut Ganong (1998) satu potensial aksi tunggal menyebabkan satu kontraksi singkat yang
kemudian diikuti relaksasi. Kontraksi singkat seperti ini disebut kontraksi kedutan otot.
Potensial aksi dan konstraksi diplot pada skala waktu yang sama. Kontraksi timbul kira-kira 2
mdet setelah dimulainya depolarisasi membran, sebelum masa repolarisasi potensial aksi
selesai. Lamanya kontraksi kedutan beragam, sesuai dengan jenis otot yang dirangsang.
3). Penyebab Kram Otot
Menurut Mohamad (2001) kram otot dapat terjadi karena letih, biasanya terjadi pada malam
hari, dapat pula karena dingin, dan dapat pula karena panas. Pada otot bergaris, kram dapat
disebabkan kelelahan, dehidrasi atau kekurangan cairan dan elektrolit (terutama kekurangan
kalium dan natrium), dapat juga akibat trauma pada tulang dan otot yang bersangkutan, atau
kekurangan magnesium. Selanjutnya Basoeki (2005) menegaskan bahwa beberapa obat juga
dapat menyebabkan terjadinya kram otot, seperti obat pelancar kemih, penurun lemak,
kekurangan vitamin B1 (thiamine), vitamin B5 (pantothenic acid) dan B6 (pyridoxine). Kram
otot juga dapat terjadi akibat sirkulasi darah ke otot yang kurang baik.
4). Hubungan Hemodialisa dengan Kram Otot
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan
beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dializer (NKF 2006). Dengan adanya
sebagian darah pasien yang keluar dari tubuh dan beredar dalam sebuah mesin
(extracorporeal) bisa menyebabkan sirkulasi darah ke otot kurang baik sehingga dapat
mengakibatkan kram otot.
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) alat dialisa juga dapat dipergunakan untuk memindahkan
sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan
hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit
larutan) melalui membran. Adanya penarikan cairan (ultrafiltrasi) selama hemodialisa
menyebabkan dehidrasi atau kekurangan cairan yang dapat menyebabkan terjadinya kram
otot.
Menurut Price dan Wilson (1995) komposisi cairan dialisat diatur sedemikian rupa sehingga
mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki
gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum
terdiri dari Na+ , K+, Ca++ , Mg++ , Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan
fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak
terdapat dalam dialisat. Adanya perbedaan unsur-unsur elektrolit dalam dialisat dengan
komposisi elektrolit darah pasien bisa mengakibatkan kekurangan elektrolit. Adanya
kekurangan cairan dan elektrolit bisa mengakibatkan kram otot (Basoeki, 2005).
5). Pencegahan Kram Otot
Biasanya kram otot dapat berhenti dengan meregangkan otot yang mengalami kram, agar otot
itu menjadi rileks kembali (Basoeki, 2005). Sedangkan, kram otot yang terus menerus dan
sering terjadi dapat menyebabkan distonia. Jika terjadi kram otot selama tindakan
hemodialisa segera lakukan pengobatan dengan langsung memulihkan volume cairan
intravaskuler melalui pemberian bolus cairan isotonic saline natrium clorida (NaCL 0,9 %)
(NKF, 2006)
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko cidera olah raga :
Metode Latihan Yang Tidak Tepat
Hal ini merupakan penyebab paling sering dari cedera pada otot dan sendi. Penderita
tidak memberikan waktu pemulihan yang cukup setelah melakukan olah raga atau tidak
berhenti berlatih ketika timbul nyeri.
Beberapa otot mengalami cedera setiap kali mengalami penekanan oleh aktivitas yang
intensif, dan otot yang lainnya menggunakan cadangan energinya. Penyembuhan serat-serat
otot dan penggantian energi yang telah digunakan memerlukan waktu pemulihan hingga
berhari-hari.
Sebaiknya latihan olah raga dilaksanakan secara bergantian, misalnya hari ini
melakukan latihan berat, hari berikutnya beristirahat atau melakukan latihan ringan.
Kelainan Bentuk Anatomi Tubuh
Kelainan bentuk anatomi tubuh bisa menyebabkan seseorang lebih peka terhadap
cedera olah raga karena adanyatekanan yang tidak semestinya pada bagian tubuh tertentu.
Misalnya, jika panjang kedua tungkai tidak sama, maka pinggul dan lutut pada tungkai yang
lebih panjang akan mendapatkan tekanan yang lebih besar sehingga meningkatkan resiko
terjadinya retakan kecil dalam tulang kaki dan tungkai (fraktur karena tekanan).
Kelemahan Otot, Tendon & Ligamen.
Jika mendapatkan tekanan yang lebih besar dari pada kekuatan alaminya, maka otot,
tendon dan ligamen akan mengalami robekan. Sendi lebih peka terhadap cedera jika otot dan
ligamen yang menyokongnya lemah. Tulang yang rapuh karena osteoporosis mudah
mengalami patah tulang (fraktkur).
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 22) ada dua jenis cedera pada otot atau tendo dan
ligamentum, yaitu
1. Sprain
Menurut Sadoso (1995: 11-14) sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera ini
yang paling sering terjadi pada berbagai cabang olahraga. Giam & Teh (1993: 92)
berpendapat bahwa sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada
ligamentum, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan
berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain menjadi tiga
tingkatan, yaitu:
a) Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa
serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada
daerah tersebut.
b) Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh
serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan,
efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
c) Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah.
Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian,
pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan-gerakan yang
abnormal.

2. Strain
Menurut Giam & Teh (1992: 93) strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau
tendo karena penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan. Berdasarkan
berat ringannya cedera (Sadoso, 1995: 15), strain dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a) Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan
pada jaringan muscula tendineus.
b) Strain Tingkat II
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini
menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
c) Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus. Biasanya hal
ini membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat ditetapkan.
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16) penanganan yang dilakukan pada cedera tendo dan
ligamentum adalah dengan diistirahatkan dan diberi pertolongan dengan metode RICE.
Artinya:
R (Rest) : diistirahatkan pada bagian yang cedera.
I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit.
C (Compress) : dibalut tekan pada bagian yang cedera dengan bahan yang elastis, balut
tekan di berikan apabila terjadi pendarahan atau pembengkakan.
E (Elevate) : ditinggikan atau dinaikan pada bagian yang cedera.
Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih, tim medis atau lifeguard menurut Hardianto
wibowo (1995:26) adalah sebagai berikut:
(a) Sprain/strain tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukut diberikan istirahat
saja karena akan sembuh dengan sendirinya.
(b) Sprain/strain tingkat dua (Second degree).
Kita harus memberi pertolongan dengan metode RICE. Disamping itu kita harus
memberikan tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera
tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama
3-6 minggu.
(c) Sprain/strain tingkat tiga (Third degree).
Kita tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan urutanya kemudian dikirim
kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali.

Anda mungkin juga menyukai