Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Metode latihan yang salah merupakan penyebab paling sering dari cedera pada otot dan
sendi. Penderita tidak memberikan waktu pemulihan yang cukup setelah melakukan olah raga atau
tidak berhenti berlatih ketika timbul nyeri. Setiap kali otot tertekan oleh aktivitas yang intensif,
beberapa otot mengalami cedera dan otot yang lainnya menggunakan cadangan energinya yang
tersimpan sebagai glikogen karbohidrat. Penyembuhan serat-serat otot dan penggantian glikogen
memerlukan waktu lebih dari 2 hari. Sebagian besar program olah raga diselenggarakan secara
bergantian; hari ini melakukan latihan berat, hari berikutnya beristirahat atau melakukan latihan
ringan. Hanya perenang yang bisa melakukan latihan yang berat dan ringan setiap hari tanpa
mengalami cedera. Kemungkinan daya ampung dari air membantu melindungi otot dan sendi para
perenang.
B. Rumusan Masalah
1. Faktor faktor apa saja yang bisa menyebabkan cedera ?
2. Sebutkan beberapa jenis cedera olahraga?

1
BAB II
PEMBAHASAN

CEDERA OLAH RAGA

1. DEFINISI

Cedera Olah Raga adalah cedera pada sistem otot dan rangka tubuh yang disebabkan oleh kegiatan
olah raga. Cedera olahraga yang sering terjadi adalah:
- Patah tulang karena tekanan
- Shin splints
- Tendinitis
- Lutut pelari
- Cedera urat lutut
- Punggung altit angkat besi
- Sikut petenis
- Cedera kepala
- Cedera kaki.

2. PENYEBAB

Olahraga adalah kebutuhan bagi setiap individu yang ingin kondisi tubuhnya selalu sehat dan fit, banyak
sekali olahraga yang bisa kita lakukan, baik yang jenis olahraga yang dapat kita lakukan seperti : Jalan,
jogging, senam aerobik dan masih banyak lagi yang lainnya. Tetapi tahukah anda ? bahwa apabila di dalam
melakukan olahraga ini tidak dengan pemanasan atau di lakukan secara benar maka itu akan menjadikan
potensial cedera bagi kita. nah anda ingin mengetahui faktor faktor apa saja yang bisa menyebabkan
cedera ? Di bawah beberapa faktor yang bisa menyebabkan cedera :
a. metode latihan yang salah
b. kelainan struktural yang menekan bagian tubuh tertentu lebih banyak daripada bagian tubuh lainnya
c. kelemahan pada otot, tendon dan ligamen.
Kebanyakan cedera ini disebabkan oleh penggunaan jangka panjang, dimana terjadi pergerakan
berulang yang menekan jaringan yang peka.

2
a. Metode Latihan Yang Salah.
Metode latihan yang salah merupakan penyebab paling sering dari cedera pada otot dan sendi.
Penderita tidak memberikan waktu pemulihan yang cukup setelah melakukan olah raga atau tidak berhenti
berlatih ketika timbul nyeri. Setiap kali otot tertekan oleh aktivitas yang intensif, beberapa otot mengalami
cedera dan otot yang lainnya menggunakan cadangan energinya yang tersimpan sebagai glikogen
karbohidrat. Penyembuhan serat-serat otot dan penggantian glikogen memerlukan waktu lebih dari 2 hari.
Sebagian besar program olah raga diselenggarakan secara bergantian; hari ini melakukan latihan berat, hari
berikutnya beristirahat atau melakukan latihan ringan. Hanya perenang yang bisa melakukan latihan yang
berat dan ringan setiap hari tanpa mengalami cedera. Kemungkinan daya ampung dari air membantu
melindungi otot dan sendi para perenang.

b. Kelainan Struktural.
Kelainan struktural bisa menyebabkan seseorang lebih peka terhadap cedera olah raga karena adanya
tekanan yang tidak semestinya pada bagian tubuh tertentu. Misalnya, jika panjang kedua tungkai tidak sama,
maka pinggul dan lutut pada tungkai yang lebih panjang akan mendapatkan tekanan yang lebih besar. Faktor
biokimia yang menyebabkan cedera kaki, tungkai dan pinggul adalah pronasi (pemutaran kaki ke dalam
setelah menyentuh tanah).
Pronasi sampai derajat tertentu adalah normal dan mencegah cedera dengan cara membantu
menyalurkan kekuatan menghentak ke seluruh kaki. Pronasi yang berlebihan bisa menyebabkan nyeri pada
kaki, lutut dan tungkai. Pergelangan kaki sangat lentur sehingga ketika berjalan atau berlari, lengkung kaki
menyentuh tanah dan kaki menjadi rata. Jika seseorang memiliki pergelangan kaki yang kaku, maka akan
terjadi kebalikannya, yaitu pronasi yang kurang.Kaki tampak memiliki lengkung yang sangat tinggi dan
tidak dapat menyerap goncangan dengan baik, sehingga meningkatkan resiko terjadinya retakan kecil dalam
tulang kaki dan tungkai (fraktur karena tekanan).
c. Kelemahan Otot, Tendon & Ligamen.
Jika mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada kekuatan alaminya, maka otot, tendon dan
ligamen akan mengalami robekan.Sendi lebih peka terhadap cedera jika otot dan ligamen yang
menyokongnya lemah. Tulang yang rapuh karena osteoporosis mudah mengalami patah tulang (fraktkur).
Latihan penguatan bisa membantu mencegah terjadinya cedera. Satu-satunya cara untuk memperkuat otot
adalah berlatih melawan tahanan, yang secara bertahap kekuatannya ditambah.

3
3. GEJALA

Nyeri pertama kali muncul jika serat-serat otot atau tendon yang jumlahnya terbatas mulai
mengalami robekan. Menghentikan latihan pada saat nyeri terjadi, akan mengurangi cedera pada serat-serat
tersebut, sehingga pemulihan lebih cepat terjadi. Jika latihan tidak segera dihentikan, maka jumlah serat
yang robek akan lebih banyak, sehingga kerusakannya lebih luas dan penyembuhannya menjadi lebih lama.

4. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, keterangan dari penderita mengenai aktivitas yang
dilakukannya dan hasil pemeriksaan fisik.Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi:
- CT scan
- MRI
- Artroskopi Elektromiografi
- Pemeriksaan dengan bantuan komputer lainnya untuk menilai fungsi otot dan sendi.

5. PENGOBATAN

Pengobatan segera untuk hampir semua cedera olah raga adalah istirahat, kompres es batu dan
pengangkatan. Bagian yang terluka segera diistirahatkan untuk meminimalkan perdarahan dalam dan
pembengkakan serta untuk mencegah bertambah parahnya cedera. Es batu menyebabkan pembuluh darah
mengkerut, membantu mengurangi peradangan dan nyeri. Daerah yang mengalami cedera dengan perban
elastik dan mengangkatnya sampai diatas jantung, `akan membantu mengurangi pembengkakan.
Pengompresan dengan es batu dilakukan selama 10 menit. Suatu perban elastik bisa dililitkan secara longgar
di sekeliling kantong es batu.
Bagian yang mengalami cedera tetap diangkat, tetapi kompres es dilepaskan selama 10 menit, setelah
itu dikompres lagi selama 10 menit. Hal ini dilakukan secara bergantian dalam waktu 1-1,5 jam. Tindakan
diatas bisa diulang sebanyak beberapa kali selama 24 jam pertama. Es mengurangi nyeri dan pembengkakan
melalui beberapa cara. Daerah yang mengalami cedera mengalami pembengkakan karena cairan merembes
dari dalam pembuluh darah. Dengan menyebabkan mengkerutnya pembuluh darah, maka dingin akan
mengurangi kecenderungan merembesnya cairan sehingga mengurangi jumlah cairan dan pembengkakan di
daerah yang terkena. Menurunkan suhu kulit di sekitar daerah yang terkena bisa mengurangi nyeri dan
kejang otot. Dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan karena proses seluler yang lambat.
Pengompresan dengan es batu terlalu lama bisa merusak jaringan. Jika suhu sangat rendah (sampai
sekitar 15 derajat Celsius), kulit akan memberikan reaksi sebaliknya, yaitu menyebabkan melebarkan

4
pembuluh darah. Kulit tampak merah, teraba hangat dan gatal, juga bisa terluka. Efek tersebut biasanya
terjadi dalam waktu 9-16 menit setelah dilakukan pengompresan dan akan berkurang dalam waktu sekitar 4-
8 menit setelah es diangkat. Karena itu es harus diangkat sebelum efek ini terjadi atau setelah 10 menit, baru
dikompreskan lagi 10 menit kemudian.
Penyuntikan kortikosteroid ke dalam sendi yang terluka atau jaringan di sekitarnya bisa mengurangi
nyeri dan pembengkakan. Tetapi penyuntikan ini bisa memperlambat penyembuhan, meningkatkan resiko
terjadinya kerusakan tendon dan tulang rawan dan memperburuk cedera karena memungkinkan penderita
menggunakan sendinya yang terluka sebelum sembuh total. Terapi fisik bisa berupa pemanasan,
pendinginan, listrik, gelombang suara, penarikan (traksi) atau latihan di air, bisa dilakukan sebagai tambahan
terhadap terapi latihan. Lamanya dilakukan terapi fisik tergantung kepada berat dan kompleksnya cedera
yang terjadi.
Aktivitas atau olah raga yang menyebabkan cedera sebaiknya dihindari sampai cedera benar-benar
sembuh. Lebih baik mengganti jenis olah raga daripada tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali, karena
sama sekali tidak melakukan kegiatan bisa menyebabkan otot kehilangan massa, kekuatan dan
ketahanannya.

6. PENCEGAHAN

Pemanasan sebelum melakukan latihan yang berat dapat membantu mencegah terjadinya cedera.
Latihan ringan selama 3-10 menit akan menghangatkan otot sehingga otot lebih lentur dan tahan terhadap
cedera. Metode pemanasan yang aktif lebih efektif daripada metode pasif seperti air hangat, bantalan
pemanas, ultrasonik atau lampu infra merah. Metode pasif tidak menyebabkan bertambahnya sirkulasi darah
secara berarti.
Pendinginan adalah mengurangi latihan secara bertahap sebelum latihan dihentikan. Pendinginan
mencegah terjadinya pusing dengan menjaga aliran darah. Jika latihan yang berat dihentikan secara tiba-tiba,
darah akan terkumpul di dalam vena tungkai dan untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke kepala. Pendinginan juga membantu membuang limbah metabolik (misalnya asam laktat dari otot),
tetapi pendinginan tampaknya tidak mencegah sakit otot pada hari berikutnya, yang disebabkan oleh
kerusakan serat-serat otot.
Latihan peregangan tampaknya tidak mencegah cedera, tetapi berfungsi memperpanjang otot
sehingga otot bisa berkontraksi lebih efektif dan bekerja lebih baik. Untuk menghindari kerusakan otot
karena peregangan, hendaknya peregangan dilakukan setelah pemanasan atau setelah berolah raga, dan
setiap gerakan peregangan ditahan selama 10 hitungan. Pelapis sepatu (ortotik) seringkali dapat
memperbaiki masalah kaki seperti pronasi. Pelapis ini sifatnya bisa lentur, agak kaku atau kaku dan
panjangnya bervariasi, disesuaikan dengan sepatu yang digunakan. Sepatu lari yang baik memiliki:

5
- sudut tumit yang kaku untuk mengendalikan gerakan bagian belakang kaki
- sebuah penyangga di sepanjang pelapis untuk mencegah pronasi yang berlebihan
- sebuah lubang sepatu yang diberik bantalan untuk menyokong pergelangan kaki.
Ukuran ortotik biasanya 1 nomor lebih kecil daripada ukuran sepatu yang digunakan.

6
BAB III

JENIS CEDERA OLAHRAGA

Secara umum macam-macam cedera yang mungkin terjadi adalah: cedera memar, cedera
ligamentum, cedera pada otot dan tendo, perdarahan pada kulit, dan pingsan (Taylor, 1997: 63). Struktur
jaringan di dalam tubuh yang sering terlibat dalam cedera olahraga adalah: otot, tendo, tulang, persendian
termasuk tulang rawan, ligamen, dan fasia (Mirkin & Hoffman, 1984: 107).

a. Memar

Memar adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. Jaringan di bawah
permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke
jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63). Memar ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada
kulit. Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang terbatas disebut hermatoma
(Hartono Satmoko, 1993:191). Nyeri pada memar biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan yang
menyertai sedang sampai berat.

Adapun memar yang mungkin terjadi pada daerah kepala, bahu, siku, tangan, dada, perut dan kaki.
Benturan yang keras pada kepala dapat mengakibatkan memar dan memungkinkan luka sayat

1. Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penanganan pada cedera memar adalah sebagai berikut:
Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan kapiler.
2. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan jaringan-jaringan
lunak yang rusak.
3. 3) Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun pertandingan berikutnya.

b. Cedera pada Otot atau Tendo dan Ligamen

Menurut Hardianto Wibowo (1995: 22) ada dua jenis cedera pada otot atau tendo dan ligamentum,
yaitu

1) Sprain

Menurut Sadoso (1995: 11-14) “sprain adalah cedera pada ligamentum, cedera ini yang paling sering
terjadi pada berbagai cabang olahraga.” Giam & Teh (1993: 92) berpendapat bahwa sprain adalah cedera

7
pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena stress berlebihan yang
mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.

Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain menjadi tiga
tingkatan, yaitu:

a) Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut
yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada daerah
tersebut.
b) Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut
ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi, (cairan
yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
c) Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah. Persendian yang
bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat
bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan–gerakan yang abnormal.

2. Strain

Menurut Giam & Teh (1992: 93) “strain adalah kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo karena
penggunaan yang berlebihan ataupun stress yang berlebihan.” Berdasarkan berat ringannya cedera (Sadoso,
1995: 15), strain dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:

a. Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi robekan pada
jaringan muscula tendineus.
b. Strain Tingkat II
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini menimbulkan
rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan berkurang.
c. Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada unit musculo tendineus. Biasanya hal ini
membutuhkan tindakan pembedahan, kalau diagnosis dapat ditetapkan.

Menurut Depdiknas (1999: 632) “otot merupakan urat yang keras atau jaringan kenyal dalam tubuh
yang fungsinya untuk menggerakkan organ tubuh”. Pengertian tendo menurut Hardianto Wibowo (1995: 5)
8
adalah jaringan ikat yang paling kuat (ulet) berwarna keputih-putihan, bentuknya bulat seperti tali yang
memanjang. Adapun strain dan sprain yang mungkin terjadi dalam cabang olahraga renang yaitu punggung,
dada, pinggang, bahu, tangan, lutut, siku, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.

Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16) penanganan yang dilakukan pada cedera tendo dan
ligamentum adalah dengan diistirahatkan dan diberi pertolongan dengan metode RICE. Artinya:

R (Rest) : diistirahatkan pada bagian yang cedera.

I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit.

C (Compress) : dibalut tekan pada bagian yang cedera dengan bahan yang elastis, balut tekan di
berikan apabila terjadi pendarahan atau pembengkakan.

E (Elevate) : ditinggikan atau dinaikan pada bagian yang cedera.

Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih, tim medis atau lifeguard menurut Hardianto wibowo
(1995:26) adalah sebagai berikut:

(a) Sprain/strain tingkat satu (first degree)


Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada tingkat ini cukut diberikan istirahat saja
karena akan sembuh dengan sendirinya.
(b) Sprain/strain tingkat dua (Second degree).
Kita harus memberi pertolongan dengan metode RICE. Disamping itu kita harus memberikan
tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat
digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
(c) Sprain/strain tingkat tiga (Third degree).

Kita tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan urutanya kemudian dikirim kerumah sakit untuk
dijahit/ disambung kembali.

c. Dislokasi

Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempatnya yang seharusnya. Dislokasi yang sering
terjadi pada olahragawan adalah dislokasi di bahu, sendi panggul (paha), karena terpeleset dari tempatnya
maka sendi itupun menjadi macet dan juga terasa nyeri (Kartono Mohammad, 2001: 31). Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibanya, sendi itu akan mudah
mengalami dislokasi kembali. Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan

9
reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu memanjang, imobilisasi
dengan spalk pada jari-jari, di bawa kerumah sakit bila perlu dilakukan resistensi jika terjadi fraktur.

d. Patah Tulang

Patah tulang adalah suatu keadaan yang mengalami keretakan, pecah atau patah, baik pada tulang
maupun tulang rawan. Menurut Mirkin dan Hoffman (1984: 124-125) patah tulang dapat digolongkan
menjadi dua yaitu:

1. Patah tulang komplek, dimana tulang terputus sama sakali.


2. Patah tulang stress, dimana tulang retak, tetapi tidak terpisah.

Menurut Depdiknas (1999: 124) patah tulang dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Patah tulang terbuka dimana fragmen (pecahan) tulang melukai kulit diatasnya dan tulang
keluar.
2. Patah tulang tertutup dimana fragmen (pecahan) tulang tidak menembus permukaan kulit.

Penanganan patah tulang yang dilakukan menurut Hardianto Wibowo (1995:28) sebagai berikut:
olahragawan tidak boleh melanjutkan pertandingan, pertolongan pertama dilakukan reposisi oleh dokter
secepat mungkin dalam waktu kurang dari lima belas menit, karena pada waktu itu olahragawan tidak
merasa nyeri bila dilakukan reposisi, kemudian dipasang spalk balut tekan untuk mempertahankan
kedudukan yang baru, serta menghentikan perdarahan.

e. Kram Otot

Kram otot adalah kontraksi yang terus menerus yang dialami oleh otot atau sekelompok otot dan
mengakibatkan rasa nyeri. (Hardianto Wibowo, 1995: 31) penyebab kram adalah otot yang terlalu lelah,
kurangnya pemanasan serta peregangan, adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju ke otot sehingga
menimbulkan kejang. Penyebab terjadinya kram:

1. otot terlalu lelah pada waktu berolahraga terjadi proses pembakaran yang menghasilkan sisa
metabolik yang menumpuk berupa asam laktat kemudian merangsang otot/ saraf hingga
terjadi kram.
2. kurang pemanasan (Warming Up) serta pendinginan (Cooling Down).
3. Adanya gangguan sirkulasi darah yang menuju keotot, sehingga menimbulkan kejang.

Kram yang mungkin terjadi yaitu:

10
a. Otot Perut (Abdominal)
b. Otot betis (Gastrocnenius)
c. Otot paha belakang (Hamstring)
d. Otot telapak kaki

Penanganan cedera pada umumnya terhadap kram otot yang dilakukan menurut Hardianto Wibowo,
(1995: 33) adalah sebagai berikut:

1. Atlet diistirahatkan, diberikan semprotan chlor ethyl spray untuk menghilangkan rasa
nyeri/sakit yang bersifat lokal, atau digosok dengan obat-obatan pemanas seperti conterpain,
dan salonpas gell untuk melebarkan pembuluh darah sehingga aliran darah tidak terganggu
karena kekuatan/kekejangan otot pada terjadi kram.
2. Pada saat otot kejang sampai kejangnya hilang. Menahan otot waktu berkontraksi sama
artinya dengan kita menarik otot tersebut supaya myiosin filament dan actin myosin dapat
menduduki posisi yang semestinya sehingga kram berhenti. Pada waktu ditahan dapat
disemprot dengan chlor etyl spray, hingga hilang rasa nyeri. \

f. Perdarahan

Perdarahan terjadi karena pecahnya pembuluh darah sebagai akibat dari trauma pukulan atau
terjatuh. Kemungkinan pendarahan yang terjadi pada cabang olahraga renang ialah pendarahan pada hidung,
mulut dan kulit. Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih atau tim medis menurut Hardianto Wibowo
(1995:21) adalah sebagai berikut:

a. pendarahan pada hidung


1. penderita didudukan, batang hidung dijepit sedikit kebawah tulang rawan hidung,
dalam posisi ibu jari berhadapan dengan jari-jari yang lain. Lakuka kurang lebih 5
menit dengan jari tangan. Sementara penderita dianjurkan bernafas melalui mulut
2. hidung dan mulut dibersihkan dari bekas-bekas darah. Biasanya pendarahan akan
berhasil dihentikan, sebaiknya diberikan kompres dingin disekitar batang hidung.
Sekitar mata hingga pipi.
3. Kalau pemijatan tidak berhasil, maka atlet harus diberi perlotongan oleh dokter atau
dibawa kerumah sakit.
4. Kalau pendarahan hidung tidak mau berhenti setelah pertolongan pertama ini,
kemungkinan besar disertai patah tulang, kadang-kadang deformitas dapat terjadi.
5. Bila terjadi fraktur atau retak pada tulang hidung, maka untuk menghentikan
pendarahan pada hidung tidak boleh dipijit, tetapi hanya diberi kompres dingin saja,
11
lalu dikirim kerumah sakit. Jangan sekali-kali meniupkan udara dari hidung dengan
paksa untuk mengeluarkan bekuan-bekuan darah, karena ini akan menimbulkan
pendarahan paru.
b. Pendarahan pada mulut
1. hentikan pendarahan dari bibir atau gusi dengan penekenan secara langsung dan
kompres dingin.
2. Bila gigi goyang atau fraktur, jangan mencabutnya. Kirim ke dokter gigi untuk
penanganan lebih lanjut.
c. Pendarahan pada kulit
1. Bersihkan luka terlebih dahulu dengan obat yang mengandung antiseptik.
2. setelah luka kering lalu diberi obat yang mengandung antiseptik seperti betadine,
apabila luka sobek lebih dari satu cm sebaiknya di jahit, apabila lepuh dan robek,
potonglah sisa-sisa kulitnya kemudian dibersihkan dan bebatlah dengan bahan yang
tidak melekat.

g. Pingsan Menurut Giam & Teh (1992: 242)

pingsan adalah keadaan kehilangan kesadaran yang bersifat sementara dan singkat, di sebabkan oleh
berkurangnya aliran darah, oksigen, dan glukosa. Hal merupakan akibat dari (1) Aktivitas fisik yang berat
sehingga mennyebabkan deposit oksigen sementara. (2) Pengaliran darah atau tekanan darah yang menurun
karena pendarahan hebat. (3) Karena jatuh dan benturan.

Menururt Kartono Mohammad (2001: 96-99) ada beberapa macam penyebab pingsan yaitu:

a. Pingsan biasa (saimple fainting) Pingsan jenis ini misalnya dijumpai pada orang-orang
berdiri berbaris diterik matahari, atau orang yang anemia (kurang darah), lelah, takut,
tidak tahan melihat darah.
b. Pingsan karena panas (heat exhaustion) Pingsan jenis ini terjadi pada orang-orang sehat
bekerja ditempat yang sangat panas.

Penanganan pingsan yang dilakukan menurut Hardianto Wibowo (1995: 36) sebagai berikut:

a. Menyadarkan olahragawan
b. Mengeluarkan atau membawa olahragawan ke tempat yang tenang dengan posisi
terlentang dan kepala tanpa bantal.

12
c. Melakukan pemeriksaan dengan lebih teliti lagi mengenai refleks pupil. Jika ditemukan
antara pupil mata kanan dan kiri (anisokur) ini berarti bukan semata-mata gegar ringan
tetapi dalam keadaan gawat.

h. Luka Menurut Hartono Satmoko (1993:187),

luka didefinisikan sebagai suatu ketidaksinambungan dari kulit dan jaringan dibawahnya yang
mengakibatkan pendarahan yang kemudian dapat mengalami infeksi. Luka dapat dibagi menjadi (1) Luka
lecet (Abrasi): cedera goresan pada kulit. (2) Lepuh: cedera gesekan pada kulit. Seluruh tubuh mempunyai
kemungkinan besar untuk mengalami luka, karena setiap perenang akan melakukan kontak langsung pada
saat latihan dan bisa juga luka karena peralatan yang dipakai. Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih
atau tim medis menurut Hardianto Wibowo (1995:21) adalah sebagai berikut:

a. Bersihkan terlebih dahulu luka tersebut, karena dikhawatirkan akan timbul infeksi. Cara
membersihkan luka pada kulit yaitu dibersihkan atau dicuci dengan Hidrogen peroksida
(H202) 3% yang bersifat antiseptik (membunuh bibit penyakit), Detol atau betadine, PK
(kalium permangat) kalau tidak ada bisa dengan sabun. Setelah luka dikeringkan lalu
diberikan obat-obatan yang mengandung antiseptik juga, misalnya: obat merah, yodium
tingtur, larutan betadine pekat. Apabila luka robek lebih dari 1cm, sebaiknya dijahit.
b. Bila lepuhnya robek, potonglah sisa-sisa kulitnya. Kemudian bersihkanlah dan bebatlah
dengan bahan yang tidak melekat. Bila lepuh utuh dan tidak mudah robek, biarkan atau
letakkan bebat untuk lepuh diatasnya. Bila lepuhnya tegang, nyeri atau terlihat akan pecah,
bersihkan dan kemudian tusuklah dengan jarum steril. Kemudian tutuplah dengan bebat yang
bersih.

13
BAB IV

PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN CEDERA OLAHRAGA

Pengobatan

Penatalaksanaan Cedera Olahraga Pada umumnya penatalaksanaan cedera olahraga menggunakan prinsip
RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation) yang selalu diterapkan pada awal terjadinya cedera sebelum
penanganan selanjutnya.

Indikasi RICE dilakukan pada cedera akut atau kronis eksaserbasi akut, seperti hematome (memar), sprain,
strain, patah tulang tertutup, dislokasi setelah dilakukan reposisi. Kontraindikasi RICE pada kram otot, patah
tulang terbuka, adanya luka pada kulit merupakan kontraindikasi penggunaan Ice dan Compression.

Penatalaksanaan cedera olahraga dengan:

a. Hentikan kegiatan olahraga


b. Lakukan prinsip RICE

1. Rest (istirahat).

Bagian tubuh yang cedera harus segera diistirahatkan, karena gerakan aktif akan meningkatkan
perdarahan dan pembengkakan yang terjadi sehingga nyeri akan berlanjut. Bagian yang terluka
segera diistirahatkan untuk meminimalkan perdarahan dalam dan pembengkakan serta untuk
mencegah bertambah parahnya cedera. 

2. Ice (es).

Bagian tubuh yang cedera dikompres dingin / es, bertujuan untuk terjadinya vasokontriksi lokal
(pengurutan pembuluh darah lokal),  mengurangi terjadinya perdarahan dan pembengkakan, 
mengurangi rasa nyeri,  mengurangi reaksi inflamasi (peradangan) dan spasme otot. Mula-mula
kompres dingin/es dilakukan selama 15-20 menit setiap 1-2 jam, kemudian frekwensi diturunkan
secara bertahap sampai 24-48 jam disesuaikan dengan berat ringannya cedera yang terjadi. Es batu
menyebabkan pembuluh darah mengkerut, membantu mengurangi peradangan dan nyeri.

3. Compression (balut tekan).

14
Penggunaan bandage untuk balut telan pada daerah yang mengalami cedera akan menurunkan
tingkat perdarahan dan mencegah terjadinya pembengkakan. Membungkus daerah yang mengalami
cedera dengan perban elastik dan mengangkatnya sampai diatas jantung, akan membantu
mengurangi pembengkakan.

Pengompresan dengan es batu dilakukan selama 10 menit. Suatu perban elastik bisa dililitkan
secara longgar di sekeliling kantong es batu. Es mengurangi nyeri dan pembengkakan melalui
beberapa cara. Daerah yang mengalami cedera mengalami pembengkakan karena cairan merembes
dari dalam pembuluh darah. Dengan menyebabkan mengkerutnya pembuluh darah,

maka dingin akan mengurangi kecenderungan merembesnya cairan sehingga mengurangi jumlah
cairan dan pembengkakan di daerah yang terkena. Menurunkan suhu kulit di sekitar daerah yang
terkena bisa mengurangi nyeri dan kejang otot. Dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan
karena proses seluler yang lambat.

Pengompresan dengan es batu terlalu lama bisa merusak jaringan. Jika suhu sangat rendah
(sampai sekitar 15 derajat Celsius), kulit akan memberikan reaksi sebaliknya, yaitu menyebabkan
melebarkan pembuluh darah. Kulit tampak merah, teraba hangat dan gatal, juga bisa terluka.

Efek tersebut biasanya terjadi dalam waktu 9-16 menit setelah dilakukan pengompresan dan akan
berkurang dalam waktu sekitar 4-8 menit setelah es diangkat.  Karena itu es harus diangkat sebelum
efek ini terjadi atau setelah 10 menit, baru dikompreskan lagi 10 menit kemudian.

4. Elevation (meninggikan).

Bagian badan yang mengalami cedera diposisikan lebih tinggi sehingga aliran arah ke bagian
yang cedera berkurang. RICE dilakukan selama 24-48 jam pertama sejak terjadinya cedera. Setelah
itu dapat dilakukan kombinasi kompres dingin dan hangat untuk memperbaiki vaskularisasi
(sirkulasi) jaringan yang cedera. Bagian yang mengalami cedera tetap diangkat, tetapi kompres es
dilepaskan selama 10 menit, setelah itu dikompres lagi selama 10 menit. Hal ini dilakukan secara
bergantian dalam waktu 1-1,5 jam.

Tindakan diatas bisa diulang sebanyak beberapa kali selama 24 jam pertama. Cara Lain
Penyuntikan kortikosteroid ke dalam sendi yang terluka atau jaringan di sekitarnya bisa mengurangi
nyeri dan pembengkakan. Tetapi penyuntikan ini bisa memperlambat penyembuhan, meningkatkan
resiko terjadinya kerusakan tendon dan tulang rawan dan memperburuk cedera karena
memungkinkan penderita menggunakan sendinya yang terluka sebelum sembuh total.

15
Pencegahan

Pemanasan sebelum melakukan latihan yang berat dapat membantu mencegah terjadinya cedera.
Latihan ringan selama 3-10 menit akan menghangatkan otot sehingga otot lebih lentur dan tahan terhadap
cedera. Metode pemanasan yang aktif lebih efektif daripada metode pasif seperti air hangat, bantalan
pemanas, ultrasonik atau lampu infra merah. Metode pasif tidak menyebabkan bertambahnya sirkulasi darah
secara berarti.

Pendinginan adalah mengurangi latihan secara bertahap sebelum latihan dihentikan. Pendinginan
mencegah terjadinya pusing dengan menjaga aliran darah. Jika latihan yang berat dihentikan secara tiba-tiba,
darah akan terkumpul di dalam vena tungkai dan untuk sementara waktu menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke kepala.

Pendinginan juga membantu membuang limbah metabolik (misalnya asam laktat dari otot), tetapi
pendinginan tampaknya tidak mencegah sakit otot pada hari berikutnya, yang disebabkan oleh kerusakan
serat-serat otot.

Latihan peregangan tampaknya tidak mencegah cedera, tetapi berfungsi memperpanjang otot
sehingga otot bisa berkontraksi lebih efektif dan bekerja lebih baik. Untuk menghindari kerusakan otot
karena peregangan, hendaknya peregangan dilakukan setelah pemanasan atausetelah berolahraga, dan setiap
gerakan peregangan ditahan selama 10 hitungan. Pelapis sepatu (ortotik) seringkali dapat memperbaiki
masalah kaki seperti pronasi. Pelapis ini sifatnya bisa lentur, agak kaku atau kaku dan panjangnya bervariasi,
disesuaikan dengan sepatu yang digunakan. Sepatu lari yang baik memiliki:

 sudut tumit yang kaku untuk mengendalikan gerakan bagian belakang kaki
 sebuah penyangga di sepanjang pelapis untuk mencegah pronasi yang berlebihan
 sebuah lubang sepatu yang diberik bantalan untuk menyokong pergelangan kaki.

Ukuran ortotik biasanya 1 nomor lebih kecil daripada ukuran sepatu yang digunakan

Pencegahan Olahraga:

a) Pemeriksaan awal sebelum melakukan olahraga untuk menentukan ada tidaknya


kontraindikasi dalam berolahraga
b) Melakukan olahraga sesuai dengan kaidah baik, benar, terukur dan teratur

16
c) Menggunakan sarana yang sesuai dengan olahraga yang dipilih (sepatu, kaos kaki,
pelindung , dll)
d) Memperhatikan kondisi prasarana olahraga seperti permukaan lapangan harus rata, dll
e) Memperhatikan lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban udara sekelilingnya

Terapi fisik bisa berupa pemanasan, pendinginan, listrik, gelombang suara, penarikan (traksi) atau
latihan di air, bisa dilakukan sebagai tambahan terhadap terapi latihan. Lamanya dilakukan terapi fisik
tergantung kepada berat dan kompleksnya cedera yang terjadi.

Aktivitas atau olah raga yang menyebabkan cedera sebaiknya dihindari sampai cedera benar benar
sembuh. Lebih baik mengganti jenis olah raga daripada tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali, karena
sama sekali tidak melakukan kegiatan bisa menyebabkan otot kehilangan massa, kekuatan dan
ketahanannya.

17
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pemanasan sebelum melakukan latihan yang berat dapat membantu mencegah terjadinya
cedera. Latihan ringan selama 3-10 menit akan menghangatkan otot sehingga otot lebih lentur dan
tahan terhadap cedera. Metode pemanasan yang aktif lebih efektif daripada metode pasif seperti air
hangat, bantalan pemanas, ultrasonik atau lampu infra merah. Metode pasif tidak menyebabkan
bertambahnya sirkulasi darah secara berarti.

Pendinginan adalah mengurangi latihan secara bertahap sebelum latihan dihentikan.


Pendinginan mencegah terjadinya pusing dengan menjaga aliran darah. Jika latihan yang berat
dihentikan secara tiba-tiba, darah akan terkumpul di dalam vena tungkai dan untuk sementara waktu
menyebabkan berkurangnya aliran darah k

B. Kritik Dan Saran


Kritik dan Saran dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Sebaiknya dalam pembuatan makalah harus mengambil pembahasan dari beberapa sumber agar
bisa membandingkan teori-teori yang ada.
2. Sebaiknya setiap pembuatan makalah harus mengetahui betul dan menguasai judul makalahnya.

18
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com

19

Anda mungkin juga menyukai