Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di Indonesia, ranah psikologi tampaknya dibedakan bagi dua jenis mahluk, yaitu
Ilmuwan Psikologi dan Psikolog. Pembagian ini, seolah menyiratkan kasta kemampuan.
Lantas menjadi tidak relevan ketika kasta itu dikaitkan dengan praktikalitas yang diistilahkan
sebagai praktik psikologi, karena ketika dirunut pada aturannya, pembagian itu sama sekali
tak mengarakterisasi, apalagi mencerminkan perbedaan kualitas kemampuan. Ada sesuatu
yang luput dari cermatan di sini, bahwa di tengah percepatan perkembangan dunia beserta
kultur di masyarakat, segala bentuk hirarki, sentralisasi, kategori justru akan mematikan.
Diakui atau tidak, saat ini masyarakat justru secara radikal melepaskan diri dari keterpusatan
dan menyebar, mengindividu, mendiferensiasi. Jika dulu konsumsi cenderung mass
consumption dan oleh karenanya menjadi masuk akal mass production (yang memungkin
adanya hirarki, sentralisasi, kategori) saat ini pemasaran justru masuk ke ceruk-ceruk pasar
(niche). Inilah yang agaknya tak tertangkap oleh siapapun yang mengategorikan Ilmuwan
Psikologi dan Psikolog.Saya yakin, tidak ada kesuksesan yang didapat tanpa usaha, kerja
keras, dan disiplin diri yang tinggi. Dan tidak ada kesuksesan yang bertahan lama tanpa
dedikasi, profesionalisme dan integritas yang tinggi.

Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai
psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk
membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-
baiknya tanpa adanya hambatan dan factor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan
kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat
menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.

Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara


negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun.
Mereka dapat menjadi tegang. denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil
pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali
menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun
menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.

Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai. mengapa mereka
berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan
ketrampilan psikologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.

Gangguan Stres Pasca Trauma merupakan gangguan mental pada seseorang yang
muncul setelah mengalami suatu pengalaman traumatik dalam kehidupan atau suatu peristiwa
yang mengancam keselamatan jiwanya. Sebagai contoh peristiwa perang, perkosaan atau
penyerangan secara seksual, serangan yang melukai tubuh, penyiksaan, penganiayaan anak,
peristiwa bencana alam seperti : gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang, kecelakaan lalu
lintas atau musibah pesawat jatuh. Orang yang mengalami sebagai saksi hidup kemungkinan
akan mengalami gangguan stres.
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi pengendalian diri ditinjau dari aspek psikologi?
2. Bagaimanakah pengaruh psikologi olahraga dapat membantu atlet agar memiliki
mental atau pengendalian diri yang tangguh?
3. Mengapa psikologi olahraga dalam hal ini pengendalian diri sangat diperlukan dalam
olahraga?

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Definisi Pengendalian Diri

Pengendalian diri atau Penguasaan diri ( Self Regulation ) merupakan satu aspek
penting dalam kecerdasan emosi ( Emotional Quotient ). Aspek ini penting sekali dalam
kehidupan manusia sebab musuh terbesar manusia bukan berada di luar dirinya, namun justru
berada di dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, kemana pun seseorang pergi, maka orang
tersebut selalu diikuti oleh “Musuh” nya.

Sekalipun terkadang banyak orang berdalih bahwa lingkungannyalah yang membuat


tidak bisa berkembang atau lingkungannya pula yang membuat dia stress, namun jika
dicermati lebih lanjut, kemungkinan besar aspek penguasaan diri inilah yang belum
berkembang secara optimal. Itulah sebabnya, Jack Paar pernah bertutur bijak tentang dirinya
sendiri, “Kalau menoleh ke belakang, kehidupan saya rupanya seperti jalan panjang penuh
rintangan, dengan diri saya sebagai rintangan utamanya”.

Pengendalian diri atau penguasaan diri merupakan aspek yang perlu dilatih sejak dini.
Tidak ada aspek kemampuan untuk menguasai diri yang turun dari langit, melainkan
diperoleh dari proses yang panjang dalam pengalaman hidup selama berhubungan dengan
orang-orang sekitar. Bahkan dalam sebuah kata bijak tertulis, “Siapa yang menguasai diri
ibarat mengalahkan sebuah kota”. Diri yang kita bawa-bawa sekarang ini dapat menguasai
kita atau kita yang menguasainya, dapat menjadi sahabat atau malah menjadi lawan.
Tergantung pilihan kita menjalani hidup ini.

Pengendalian diri adalah merupakan suatu keinginan dan kemampuan dalam


menggapai kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai
individu dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Pengertian Serasi, Selaras Dan Seimbang Dalam Pengendalian Diri :

 Serasi adalah kesesuaian / kesamaan antar semua unsur pendukung agar menghasilkan
keterpaduan yang utuh.
 Seimbang adalah jumlah yang sama besar antara hak dan kewajiban.
 Selaras adalah suatu hubungan baik yang dapat menciptakan ketentraman lahir dan
batin.

Di dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari terdapat nilai dan norma yang berlaku
secara umum serta harus kita hormati dan jalankan sebagai warga masyarakat yang baik.
Hukum pun ada untuk mengatur warga masyarakatnya secara paksa untuk mengendalikan
setiap manusia yang ada di masyarakat tersebut.

Contoh Sikap Dan Perilaku Pengendalian Diri :

1. Dalam Keluarga

 Hidup sederhana dan tidak suka pamer harta kekayaan dan kelebihannya.
 Tidak mengganggu ketentraman anggota keluarga lain.
 Tunduk dan taat terhadap aturan serta perintah orang tua.

2. Dalam Masyarakat

3
 Mencari sahabat sebanyak-banyaknya dan membenci permusuhan
 Saling menghormati dan menghargai orang lain
 Mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
 Mengikuti segara aturan yang berlaku dalam masyarakat

3. Dalam Lingkungan Sekolah Dan Kampus

 Patuh dan taat pada peraturan di sekolah


 Menghormati dan menghargai teman, guru, karyawan, dll
 Berani mengatakan tidak pada ajakan dan paksaan tawuran pelajar / tawuran
mahasiswa serta perbuatan tercela
 Hidup penuh kesederhanaan, tidak sombong dan gengsian

B. Aspek-aspek Psikologis yang berperan dalam Olahraga

Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet
tersebut bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling
sering timbul di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan
masa latihan.

1. Berpikir Positif

Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan sesuatu ke arah
positif, melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi terlebih-
lebih bagi pelatih yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka akan
berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi, dan
menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir positif merupakan modal utama untuk
dapat memiliki ketrampilan psikologis atau mental yang tangguh.

Pikiran positif akan diikuti dengan tindakan dan perkataan positif pula, karena pikiran
akan menuntun tindakan. Sebagai contoh, jika dalam bermain bulutangkis terlintas pikiran
negatif seperti, "takut salah, takut out, takut bola pukulannya tanggung" dan sebagainya,
maka kemungkinan terjadi akan lebih besar. Karena itu cobalah dan biasakan untuk selalu
berpikir positif, hindari yang negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada
atlet. Daripada mengatakan: "Kamu ini susah sekali sih diajarnya..., salah terus...! Awas,
jangan berhenti sebelum bisa!", lebih baik mengatakannya dengan cara yang positif
walaupun maksudnya sama: "Ayo, coba lagi pelan-pelan, kamu pasti bisa melakukannya.
Perhatikan, tangannya, begini... langkahnya, ke sini... kena bolanya, di sini... ayo dicoba".

Sebagai pelatih, tunjukkan Anda percaya bahwa atlet Anda memiliki peluang untuk
dapat berprestasi baik. Cemooh, celaan, dan kritik yang pedas yang tidak pada tempatnya,
justru akan membuat atlet bereaksi negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang
diikuti dengan penurunan prestasi.

2. Penetapan Sasaran

Penetapan sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih perlu
membantu setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan maupun

4
dalam pertandingan. Sasaran tersebut mulai dan sasaran jangka panjang, menengah, sampai
sasaran jangka pendek yang lebih spesifik.

Untuk menetapkan sasaran, ada tiga syarat yang perlu diingat agar sasaran itu
bermanfaat, yaitu:

a. Sasaran harus menantang.

Sasaran yang ditentukan harus sedemikan rupa, sehingga atlet merasa tertantang
untuk dapat mencapai sasaran tersebut.

b. Sasaran harus dapat dicapai.

Buatlah sasaran itu cukup tinggi, akan tetapi tidak terlalu tinggi. Atlet harus merasa
bahwa sasaran yang ditetapkan itu dapat tercapai jika ia berusaha keras. Jika sasaran terlalu
tinggi, sehingga atlet merasa mustahil dapat mencapainya, maka motivasi berlatihnya akan
menurun. Demikian pula, jika sasaran tersebut terlalu mudah untuk dapat dicapai, maka atlet
merasa tidak perlu berlatih keras karena ia akan dapat mencapai sasaran tersebut.

c. Sasaran harus meningkat.

Mulai dari sasaran yang relatif rendah, kemudian buatlah sasaran tersebut makin lama
makin tinggi, semakin sulit tercapainya jika atlet tidak berlatih keras. Dalam setiap latihanpun
biasakanlah selalu ada sasaran yang harus dicapai. Dan target yang bersifat umum, lalu
uraikan lagi secara lebih spesifik. Dan target untuk suatu kompetisi jangka panjang, uraikan
menjadi target atau sasaran jangka pendek, sampai target untuk setiap latihan. Sasaran yang
ditetapkan tersebut, hendaknya juga ditetapkan kapan harus tercapainya, dan bagaimana pula
cara mengukumya atau apa ukurannya secara objektif. Sedapat mungkin, buatkan grafik
pencapaian sasaran tersebut agar terlihat jelas arah dan peningkatannya.

3. Motivasi

Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan
sesuatu sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan
bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu.

Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang
berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik).
Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat
memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat
memenangkan pertandingan.

Motivasi yang baik tidak mendasarkan dorongannya pada faktor ekstrinsik seperti
hadiah atau penghargaan dalam bentuk materi. Akan tetapi motivasi yang baik, kuat, dan
lebih lama menetap adalah faktor intrinsik yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang
lebih mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada hal-hal yang material.

Untuk mengembangkan motivasi intrinsik ini, peran pelatih dan orangtua sangat
besar. Pelatih perlu melakukan pendekatan dan menumbuhkan kepercayaan diri pada atlet

5
secara positif. Ajarkan atlet untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh karena itu, pelatih harus
memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara konsekuen.

4. Emosi

Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara
pribadi terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya. Bentuk-bentuk
emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya.
Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan
di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri
sendiri.

Pengendalian emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu


kemenangan. Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet
asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan kehidupan sehari-
hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat atletnya marah, senang,
sedih, takut, dan sebagainya. Dengan demikian pelatih perlu juga mencari data-data untuk
mengendalikan emosi para atlet asuhannya. yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang
satu dengan atlet lainnya.

Gejolak emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit


perut, kejang otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis maka
konsentrasi pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali
seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum
pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia tidak dapat
melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan dan penonton pun
tidak berpihak padanya, maka dapat dibayangkan atlet tersebut tidak akan dapat bermain
baik. Konsentrasinya akan buyar, strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan,
bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.

Disinilah perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress mana- gement).


Sebelum pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya. terlebih dulu harus diketahui
sumber-sumber ketegangan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan adanya komunikasi
yang baik antara pelatih dengan atlet. Berikut ini dijelaskan secara terpisah mengenai aspek-
aspek yang berkaitan dengan emosi.

5. Kecemasan dan Ketegangan

Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu,


kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya.
Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia terjun ke
dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal. Untuk itu,
telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang
penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.

Sebagai usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya dalam
menghadapi pertandingan, lakukanlah beberapa teknik berikut ini :

a. Identifikasikan dan temukan sumber utama dan permasalahan yang menimbulkan


kecemasan.

6
b. Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan
sesungguhnya.
c. Usahakan untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat ketika
mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.
d. Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau pengendoran
otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
e. Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematis
memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.
f. Lakukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara
sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.
g. Dengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian).
h. Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
i. Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan
sesuatu yang diperlukan saat itu.
j. Lain-lain yang dapat mengurangi ketegangan.

6. Kepercayaan Diri

Dalam olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu
suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap
kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil di bawah kemampuannya. Karena
itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang ia telah
berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman bertanding yang memadai.

Peran pelatih dalam menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat besar. Syarat
untuk untuk membangun kepercayaan diri adalah sikap positif. Beritahu pemain di mana
letak kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Buatkan program latihan untuk setiap atlet
dan bantu mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya agar target dapat
tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan kritik membangun dalam
melakukan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik negatif bahkan akan mengurangi rasa
percaya diri.

Jika pemain telah bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah), tunjukkan
penghargaan Anda sebagai pelatih. Jika pemain mengalami kekalahan (apalagi tidak dengan
bermain baik), hadapkan ia pada kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana yang telah
dilakukannya secara benar dan mana yang salah, serta tunjukkan bagaimana seharusnya.
Menemui pemain yang baru saja mengalami kekalahan harus dilakukan sesegera mungkin
dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja mencetak kemenangan.

7. Komunikasi

Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet
dengan pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi yang
baik antara pelatih dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang menyebabkan
atlet merasa diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka terhadap pelatih.
Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap pelatih.

Untuk menghindari terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu menyesuaikan


teknik-teknik komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan asas individual.
Keterbukaan pelatih dalam hal pogram latihan akan membantu terjalinnya komunikasi yang

7
baik, asalkan dilakukan secara objektif dan konsekuen. Atlet perlu diberi pengertian tentang
tujuan program latihan dan fungsinya bagi tiap-tiap individu.

Sebelum program latihan dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat peraturan mengenai
tata tertib latihan dan aturan main lainnya termasuk sanksi yang clikenakan jika terjadi
pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah untuk
memberlakukan suatu sanksi yang belum pernah diberitahukan sebelumnya. Misalnya,
seorang atlet minum Coca Cola dalam latihan, lalu dihukum oleh pelatih. Atlet tersebut
bingung dan bertanya-tanya mengapa ia dihukum karena ia tidak pernah dijelaskan
sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang minum minuman bersoda.

Demikian pula dalam hal pelaksanaanya. Peraturan yang sudah dibuat, haruslah
dijalankan secara konsekuen. Artinya, jika seorang atlet dihukum karena melanggar peraturan
tertentu, maka jika ada atlet lain yang melanggar peraturan yang sama ia pun harus mendapat
hukuman yang sama. Demikian pula jika atlet yang sama melakukannya lagi di kemudian
hari.

Pelatih pun perlu bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap objektif maksudnya
adalah bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta apa adanya tanpa menyangkutpautkan
dengan hal lain. Jika pelatih marah terhadap atlet karena misalnya si atlet datang terlambat
dalam latihan, maka hukumlah atlet itu hanya atas keterlambatannya, jangan dihubungkan
dengan hal-hal lain (ingat, hukuman tersebut harus sudah tertera dalam tata tertib latihan).

8. Konsentrasi

Konsentrasi merupakan suatu keadaan di mana kesadaran seseorang tertuju kepada


suatu obyek tententu dalam waktu tertentu. Makin baik konsentrasi seseorang, maka makin
lama ia dapat melakukan konsentrasi. Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting
peranannya. Dengan berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat latihan,
apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.

Dalam olahraga, masalah yang paling sering timbul akibat terganggunya konsentrasi
adalah berkurangnya akurasi lemparan, pukulan, tendangan & tembakan sehingga tidak
mengenai sasaran. Akibat lebih lanjut jika akurasi berkurang adalah strategi yang sudah
dipersiapkan menjadi tidak jalan, sehingga atlet akhimya kebingungan, tidak tahu harus
bermain bagaimana dan pasti kepercayan dirinya pun akan berkurang. Untuk menghindari
keadaan tersebut, perlu dilakukan latihan berkonsentrasi.

9. Evaluasi Diri

Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi
pada dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan dan
kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan
keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan maupun target pertandingan
dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hal-hal yang
telahdilakukannya, sehingga memungkinkan untuk mengulangi penampilan terbaik dan
mencegah terulangnya penampilan buruk.

Oleh karena itu, pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan
harian mengenai latihan dan pertandingan. Minta pemain untuk menuliskan kelemahan dan

8
kelebihan diri sendiri, baik dalam segi fisik, teknik, maupun mental. Kemudian koreksilah
jika menurut Anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau ada yang kurang.

Biasakan agar atlet mengisi buku tersebut secara teratur. Ajak atlet untuk menuliskan
di dalam bukunya hal-hal yang intinya sebagai berikut:

 Target jangka panjang, menengah, dan jangka pendek dalam latihan dan
pertandingan.
 Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan.
 Suatu gerakan atau penampilan mengesankan.
 Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi
menghadapinya.
 Hasil dan jalannya pertandingan.
 Hal yang mengganggu emosi atau membuat penampilan jadi buruk.
 Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.

Pastikan bahwa buku tersebut diisi secara teratur oleh setiap atlet. Namun perlu
diingat bahwa pelatih jangan terlalu memaksa untuk membaca buku harian atlet. Biarkan itu
menjadi bagian dan rahasia pribadi mereka. Yang perlu dipantau oleh pelatih adalah bahwa
atlet mempunyai bahan bagi dirinya sendiri untuk melakukan evaluasi.

Tapi percaya atau tidak percaya, penentu akhir dari semua kesuksesan ataupun setiap
keputusan yang akan menghasilkan kesuksesan tersebut, bukanlah semua hal di atas.
Penentu akhir dari kesuksesan adalah kemampuan untuk mengendalikan diri. Terdengar
sederhana, terkesan mudah, tapi coba lakukan dengan refleks penuh, maka saya yakin kita
semua sependapat, mengendalikan diri adalah hal tersulit.

Mengendalikan diri termasuk mengendalikan ego, mengendalikan hawa nafsu,


mengendalikan emosi, mengendalikan rasa iri, mengendalikan kemalasan, mengendalikan
rasio, dan banyak lagi lainnya. Mengendalikan diri juga termasuk tidak memikirkan
keuntungan diri sendiri, tidak membeli sesuatu hanya karena kesenangan dan keinginan
semata, tidak mengeluh dan marah - marah tak jelas saat segalanya berjalan buruk, tidak takut
salah dan kalah, tidak mengundur - undur segala hal yang harus diselesaikan sekarang, tidak
terlambat saat janji, tidak moody, dan lainnya. Mengendalikan diri kita katakan sebagai hal
tersulit, karena lawan yang dihadapi adalah diri sendiri.

Apakah kita akan mampu mengalahkan semua ego dan sifat buruk yang mendegradasi
kemampuan kita, atau justru terbawa arus yang akhirnya akan menghancurkan semua sikap
positif yang telah di bangun bertahun - tahun.

Sebagaimana kita ketahui, memandang gajah di seberang sangatlah mudah, tapi


memandang semut di pelupuk mata sangatlah sulit. Maka begitu juga yang terjadi, saat
memandang dan mencari kesalahan orang lain adalah mudah, tapi melihat kesalahan dan
kekurangan diri sendiri adalah sulit. Tanpa pengenalan kemampuan serta kekurangan diri
yang benar, saya yakin kita tidak akan bisa mengendalikan diri sendiri. Biasanya
pengendalian diri yang tersulit justru saat posisi kita sedang nyaman.

9
Segalanya ada di tangan, dan semuanya hampir tercapai. Ibaratnya tinggal satu
sentuhan terakhir. Mengapa? Karena cenderungnya saat segalanya berada dalam kendali kita,
maka kita merasa berkuasa dan merasa semua yang kita putuskan akan menjadi benar. Dan
ibaratnya sedang bermain Uno Sticko, satu langkah salah, maka semua susunan akan rubuh
tak bersisa. Tanpa pengendalian diri yang kuat, tidak akan ada keputusan akhir yang
bijaksana, taktis, dan sukses. Mungkin untuk lebih pastinya, tanpa membiasakan diri dengan
pengendalian diri yang kuat, tidak akan ada refleks untuk membuat keputusan dan bertindak
penuh kebijaksanaan, taktis, dan sukses.

Mengapa saya menggunakan kata 'membiasakan diri' sebelum 'pengendalian diri'?


Karena sangat perlu untuk membiasakan diri untuk menciptakan refleks tersebut pada saat -
saat yang menentukan. Sebagaimana kita ketahui, 90% saat yang menentukan, datang tiba -
tiba dan tanpa aba - aba. Hanya satu kali, dan setelah itu berlalu, maka lewat dan selesailah
sudah. Kita sukses atau gagal. Kita semua juga tahu, tidak ada gunanya menyesali yang sudah
terjadi. Maka jauh lebih penting untuk mempersiapkan apa yang belum dan akan terjadi.
Itulah di mana fungsi membiasakan untuk menciptakan refleks itu diperlukan.

Pengendalian diri tanpa membiasakan diri adalah sama seperti orang sakit flu yang
pantang makan ice cream. Begitu sakitnya hilang, ia lupa, dan makan ice cream lagi banyak -
banyak. Kesalahan yang sama memiliki tingkat persentase yang lebih tinggi untuk terulang
kembali. Begitu juga dengan ketidaksuksesan dan kegagalan. Sedangkan orang yang terbiasa
mengendalikan diri adalah orang yang mengetahui takaran secara refleks kapan, di mana, dan
seberapa banyak ice cream yang bolek ia nikmati. (Ia nikmati, bukan ia makan) Kesalahan
dan ketidaksuksesan memiliki persentase yang sangat kecil hingga tidak mungkin, untuk bisa
terulang lagi.

Dan satu yang pasti, percaya atau tidak percaya, dengan membiasakan untuk
mengendalikan diri, maka kita telah mengerjakan separuh dari usaha, kerja keras, disiplin
diri, dedikasi, profesionalisme, dan integritas diri yang diperlukan untuk mencapai sebuah
kesuksesan.
Tentu saja kesuksesan yang saya maksud adalah sukses dalam segala bidang termasuk usaha
dan pekerjaan, hubungan antar manusia, dan yang paling berarti, yaitu: hidup.

Setiap orang berhak untuk bisa nyaman dalam menjalani hidup. Tetapi terkadang kita
sendirilah yang menciptakan ketidaknyamanan tersebut. Setiap orang bereaksi terhadap
makna dari informasi yang diterimanya. Baik melalui cerita orang lain maupun apa yang
dilihat dan dialaminya sendiri. Apa pun reaksi itu. Dan reaksi setiap orang tidak sama
meskipun informasi yang diterimanya sama. Karena tiap orang berbeda dalam memaknai
setiap informasi yang didapat.

Jika Anda menceritakan kabar gembira kepada orang dekat Anda, maka orang itu
akan bereaksi dengan merasa ikut gembira. Semua itu bukan karena suara Anda yang keras,
mengalun merdu, atau mendayu-dayu. Yang menyebabkan dia ikut gembira adalah karena isi
atau makna dari informasi yang telah Anda ceritakan tersebut. Karena, reaksi tiap orang
berbeda, maka jika orang dekat Anda itu tertawa gembira, mungkin orang lain yang
mendengar cerita yang sama dari Anda menangis gembira atau hanya tersenyum saja.

10
Tergantung bagaimana orang memaknai cerita Anda. Apakah Anda juga mengalaminya
ketika menonton acara lawak di televisi atau membaca buku komedi?

Tentu saja tidak ada masalah dengan informasi yang menggembirakan. Tetapi,
bagaimana dengan berita sedih, bahkan berita yang membuat kita menjadi marah, jengkel,
atau dendam? Tentu, ini akan mengganggu keseimbangan emosi kita. Apalagi jika
mengalaminya secara rutin, ini akan merusak jiwa kita. Sedangkan emosi yang terkendali dan
seimbang secara terus-menerus akan memperkuat jiwa kita.

Ada jargon yang saya kenal yaitu, “Dunia ini antara ada dan tiada”. Rasanya, ini pas
dengan pengendalian emosi menuju keseimbangan. Jika kita mendengar, melihat, dan
mengalami sesuatu yang akan membuat kita bereaksi negatif, hendaknya kita ambil jeda dan
tidak bereaksi atas makna informasi yang didapat saat itu juga. Ini untuk menghindari supaya
kita tidak salah dalam memaknai, atau mengendalikan diri kita dari makna informasi tersebut.

Jika kita melakukan itu, maka kita akan menyadari bahwa emosi negatif itu
sebenarnya tidak ada, jika kita dengan sengaja meniadakannya. Sebaliknya, emosi negatif itu
ada, jika kita membuatnya ada. Kita berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai karakter.
Karena itu, setiap perkataan atau perbuatan mereka yang tidak berkenan dengan kita,
hendaknya disikapi dengan sangat bijak. Ini yang akan membuat kita nyaman dalam
menjalani hidup.

Banyak kejadian yang tidak mengenakkan ada di hadapan kita. Di jalan raya ketika
tiba-tiba ada kendaraan yang melaju kencang mendahului, kita digunjing negatif, dikerjain
teman, dibenci oleh teman sekantor yang merasa tersaingi, ditipu, dan sebagainya. Itu semua
bukan masalah kita. Yang menjadi urusan kita adalah mengendalikan diri dan memperbaiki
kesalahan agar tidak terulang pada pola yang sama.

Pengendalian diri, yaitu membuat diri tenteram, damai, ikhlas, dan lain-lain. Jika ini
dilakukan secara terus menerus, berarti kita sedang menyusun dan membangun kekuatan otak
dan jiwa kita. Sedangkan jika kita marah, benci, dendam, jengkel secara terus-menerus,
berarti kita sedang merusak otak dan jiwa kita seperti halnya yang dilakukan oleh kanker atau
tumor otak.

Jika kita sudah terbiasa memelihara emosi positif, maka kejadian atau sesuatu yang
menjengkelkan sekalipun, tidak akan membuat kita bereaksi negatif. Tetapi sebaliknya, jika
kita secara sadar atau tidak sadar memelihara emosi negatif, maka kejadian-kejadian kecil
yang menjengkelkan akan membuat kita bereaksi tak terkendali. Bahkan, kadang kita salah
memaknai informasi atau kejadian yang sebenarnya netral. Sehingga, reaksi kita akan sangat
berlebihan atau merugikan.

Saya percaya, kita akan nyaman menjalani hidup dengan fokus dan terus
mengendalikan diri serta terus belajar memperbaiki diri agar lebih baik, dan tidak terjebak
kembali pada pola yang sama, yaitu emosi negatif yang merugikan.

C. Pelatih Sebagai Pembina Mental Atlit

Pelatih dalam olahraga dapat mempunyai fungsi sebagai pembuat atau pelaksana
program latihan, sebagai motivator, konselor, evaluator dan yang bertanggung jawab
terhadap segala hal yang berhubungan dengan kepelatihan tersebut. Sebagai manusia biasa,

11
pelatih sama halnya dengan atlet, mempunyai kepribadian yang unik yang berbeda antara
satu dengan lainnya. Setiap pelatih memiliki kelebihan dan kekurangan, karena itu tidak ada
pelatih yang murni ideal atau sempura.

Dalam mengisi peran sebagai pelatih, seseorang harus melibatkan diri secara total
dengan atlet asuhannya. Artinya, seorang pelatih bukan hanya melulu mengurusi masalah
atau hal-hal yang berhubungan dengan olahraganya saja, tetapi pelatih juga harus dapat
berperan sebagai teman, guru. orangtua, konselor, bahkan psikolog bagi atlet asuhannya.
Dengan demikian dapat diharapkan bahwa atlet sebagai seorang yang ingin mengembangkan
prestasi, akan mempunyai kepercayaan penuh terhadap pelatihnya.

Keterlibatan yang mendalam antara pelatih dengan atlet asuhannya harus dilandasi
oleh adanya empati dan pelatih terhadap atletnya tersebut.Empati ini merupakan kemampuan
pelatih untuk dapat menghayati perasaan atau keadaan atletnya, yang berarti pelatih dapat
mengerti atletnya secara total tanpa ia sendiri kehilangan identitas pnbadinya. Untuk mengerti
keadaan atlet dapat diperoleh dengan mengetahui atau mengenal hal-hal penting yang ada
pada atlet yang bersangkutan. Pengetahuan sekadarnya saia tidak cukup bagi pelatih untuk
mengetahui keadaan psikologi atletnya. Dasar dan sikap mau memahami keadaan psikologi
atletnya adalah pengertian pelatih bahwa setiap orang memiliki sifat-sifat khusus yang
memerlukan penanganan khusus pula dalam hubungan dengan pengembangan potensinya.

Kepribadian seorang pelatih dapat pula membentuk kepribadian atlet yang menjadi
asuhannya. Hal terpenting yang harus ditanamkan pelatih kepada atletnya adalah bahwa atlet
percaya pada pelatih bahwa apa yang diprogramkan dan dilakukan oleh pelatih adalah untuk
kebaikan dan kemajuan si atlet itu sendiri. Untuk bisa mendapatkan kepercayaan tersebut dari
atlet, pelatih tidak cukup hanya memintanya, tetapi harus membuktikannya melalui ucapan,
perbuatan, dan ketulusan hati. Sekali atlet mempercayai pelatih maka seberat apapun program
yang dibuat pelatih akan dijalankan oleh si atlet dengan sungguh-sungguh.

BAB III

PENUTUP

12
A. KESIMPULAN

Pengendalian diri adalah sebuah tantangan bagi setiap orang. Hanya kitalah yang
dapat mengendalikan selera dan hasrat kita. Pengendalian diri tidak dapat dibeli dengan uang
atau ketenaran. Itu adalah ujian tertinggi karakter kita. Itu memerlukan pendakian keluar dari
lembah yang dalam dan mengukur Puncak Everest kita sendiri.

Sebagai misionari penuh-waktu kita belajar pengendalian diri. Kita belajar bangun
ketika kita harus bangun, bekerja ketika kita harus bekerja, dan tidur ketika kita harus tidur.
Para misionari penuh-waktu umumnya dikagumi dan dihormati meskipun pesan mereka tidak
diterima sebaik seperti yang kita harapkan. Presidensi Utama dan para pembesar gereja
lainnya bertatap muka dengan banyak pemimpin negara, duta besar, dan menteri di seluruh
dunia. Sering kali, ketika sedang berbicara, orang-orang berkedudukan tinggi dan
berpengaruh besar ini menyatakan rasa kagum dan hormat terhadap para misionari yang
mereka lihat di negeri mereka.

Para penatua muda itu adalah contoh bagi kaum remaja. Ketika mereka pulang,
beberapa dikritik sebagai orang munafik sebab tetap mempertahankan penampilan mereka,
serta memangkas rambutnya pendek dan rapi. Saya tidak habis mengerti mengapa purna misi
dianggap munafik jika dia mencoba hidup sesuai dengan standar dan asas yang dia pelajari
sebagai wakil Tuhan bagi orang-orang di tempat dia melayani. Tentu saja purna misi tidak
diminta untuk berbaju putih dan berdasi sepanjang waktu. Tetapi dengan berpakaian
serampangan dan dandanan rambut aneh tidaklah pantas bagi seseorang yang telah menerima
perintah ilahi keimamatan. Para purna misi adalah teladan kaum muda Imamat Harun yang
akan menjadi misionari di masa mendatang. Sering kali apa yang dilihat oleh para pemegang
imamat Harun lebih berpengaruh daripada yang dikatakan.

Kaum lelaki dan perempuan sering kali mencoba mendapat perhatian dan dukungan
dari kelompok yang menerimanya. Tekanan kelompok demikian dapat membuat mereka
melakukan hal-hal yang tidak biasa. Perbuatan semacam itu berangkat dari kelemahan, bukan
kekuatan. Tuhan berjanji kepada kita melalui Moroni: "Dan jika manusia datang kepada-Ku
Aku akan memperlihatkan kepada mereka kelemahan mereka. Aku memberi kepada manusia
kelemahan supaya mereka menjadi rendah hati; dan kasih karunia-Ku adalah cukup bagi
semua manusia yang merendahkan diri di hadapan-Ku; karena jika mereka merendahkan diri
di hadapan-Ku, dan beriman dalam Aku, maka Aku akan membuat hal-hal yang lemah
menjadi kuat bagi mereka”.

B. KRITIK DAN SARAN

Kritik dan Saran dalam pembuatan makalah ini adalah:


1. Sebaiknya dalam pembuatan makalah harus mengambil pembahasan dari
beberapa sumber agar bisa membandingkan teori-teori yang ada.
2. Sebaiknya setiap pembuatan makalah harus mengetahui betul dan menguasai
judul makalahnya.

DAFTAR PUSTAKA

13
Bulutangkis.com

www.google.com

14

Anda mungkin juga menyukai