Anda di halaman 1dari 14

HAKEKAT PSIKOLOGI OLAHRAGA

(Dosen Pengampu : : Faridz Ravsamjani, S.Si., M.Or)

Kelompok 1 :

Fajar Shidiq (6211121003)

Farhan Alba A. (6211121008)

Gabe Siringoringo (6211121006)

Haris Alfarisi (6211121005)

Joshua Sitompul (6211121012)

M. Rifqi Ezidane (6211121009)

PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
OKTOBER 2023
BAB I
LATAR BELAKANG

Ada beberapa pendekatan yang dipilih manusia untuk memahami, mengolah dan menghayati
dunia beserta isinya. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah takwa kepada Allah, ilmu
pengetahuan, seni dan agama. psikologi olahraga adalah usaha untuk memahami atau
mengerti seorang atlet dalam hal makna dan nilai-nilainya.Bidang dalam psikologi tersebut
sangat luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh fikiran. Psikologi
olahraga berusah untuk memahami kondisi seorang atlet-atlet yang berusaha untuk
berprestasi di kanca internasional.
Oleh karena itu psikologi olahraga merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap
kehidupan dan dunia seorang atlet. Psikologi olahraga berusaha untuk menyatukan jiwa raga
seorang atlet dengan pelatihnya, yang akhirnya menjadikan satu orang menjadi seorang atlet
yang berprestasi.
Pada mulanya kata psikologi olahraga yaitu segala ilmu pengetahuan yang menyankut
masalah keperibadian seorang atlit dan dapat ditrapkan didalamnya.
BAB II
ISI

HAKEKAT PSIKOLOGI OLAHRAGA


Psikologi olahraga adalah ilmu psikologi yang diterapkan dalam bidang olahraga, meliputi
faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap atlet dan faktor-faktor di luar atlet
yang dapat mempengaruhi penampilan atlet. Psikologi olahraga merupakan salah satu dari
tujuh sub-disiplin ilmu keolahragaan yang telah berkembang selain sport medicine, sport
biomechanics, sport pedagogy, sport sociology, sport history dan sport philosophy.

SEJARAH
Pada awalnya, psikologi olahraga muncul di Amerika Utara pada tahun 1898. Pada saat
itu Norman Triplett, seorang psikolog dari Universitas Indiana ingin mengetahui mengapa
atlet balap sepeda akan mengendarai sepeda lebih cepat saat bertanding dalam kelompok atau
berpasangan, dibandingkan ketika atlet-atlet tersebut bersepeda sendirian. Triplett pun
menyimpulkan adanya pengaruh psikologis tertentu pada penampilan atlet balap sepeda yang
ia sebut sebagai faktor keberadaan orang lain. Triplett juga melakukan
penelitian eksperimen terhadap anak-anak yang memancing. Ia menemukan bahwa separuh
dari jumlah anak dipengaruhi oleh keberadaan orang lain sehingga ada pengaruh lingkungan
sosial sebagai faktor munculnya sikap kompetitif. Sehubungan dengan penelitian-penelitian
yang dilakukan Triplett, maka ia disebut sebagai orang pertama yang melakukan studi di
bidang Psikologi Olahraga.

Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?

Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif,
baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka
dapat menjadi tegang. denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil
pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali
menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun
menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.

Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai. mengapa mereka
berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan
ketrampilan psikologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.

Aspek-aspek Psikologis yang berperan dalam Olahraga

Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet tersebut
bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling sering timbul
di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan masa latihan.

1. Berpikir Positif

Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan sesuatu ke arah positif,
melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi terlebih-lebih bagi
pelatih yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka akan berpengaruh
sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi, dan menjalin
kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir positif merupakan modal utama untuk dapat
memiliki ketrampilan psikologis atau mental yang tangguh.

Pikiran positif akan diikuti dengan tindakan dan perkataan positif pula, karena pikiran akan
menuntun tindakan. Sebagai contoh, jika dalam bermain bulutangkis terlintas pikiran negatif
seperti, "takut salah, takut out, takut bola pukulannya tanggung" dan sebagainya, maka
kemungkinan terjadi akan lebih besar. Karena itu cobalah dan biasakan untuk selalu berpikir
positif, hindari yang negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada atlet.
Daripada mengatakan: "Kamu ini susah sekali sih diajarnya..., salah terus...! Awas, jangan
berhenti sebelum bisa!", lebih baik mengatakannya dengan cara yang positif walaupun
maksudnya sama: "Ayo, coba lagi pelan-pelan, kamu pasti bisa melakukannya. Perhatikan,
tangannya, begini... langkahnya, ke sini... kena bolanya, di sini... ayo dicoba".

Sebagai pelatih, tunjukkan Anda percaya bahwa atlet Anda memiliki peluang untuk dapat
berprestasi baik. Cemooh, celaan, dan kritik yang pedas yang tidak pada tempatnya, justru
akan membuat atlet bereaksi negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang diikuti
dengan penurunan prestasi.

2. Penetapan Sasaran

Penetapan sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih perlu membantu
setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan maupun dalam
pertandingan. Sasaran tersebut mulai dan sasaran jangka panjang, menengah, sampai sasaran
jangka pendek yang lebih spesifik.

Untuk menetapkan sasaran, ada tiga syarat yang perlu diingat agar sasaran itu bermanfaat,
yaitu:

a. Sasaran harus menantang.

Sasaran yang ditentukan harus sedemikan rupa, sehingga atlet merasa tertantang untuk dapat
mencapai sasaran tersebut.

b. Sasaran harus dapat dicapai.

Buatlah sasaran itu cukup tinggi, akan tetapi tidak terlalu tinggi. Atlet harus merasa bahwa
sasaran yang ditetapkan itu dapat tercapai jika ia berusaha keras. Jika sasaran terlalu tinggi,
sehingga atlet merasa mustahil dapat mencapainya, maka motivasi berlatihnya akan menurun.
Demikian pula, jika sasaran tersebut terlalu mudah untuk dapat dicapai, maka atlet merasa
tidak perlu berlatih keras karena ia akan dapat mencapai sasaran tersebut.

c. Sasaran harus meningkat.

Mulai dari sasaran yang relatif rendah, kemudian buatlah sasaran tersebut makin lama makin
tinggi, semakin sulit tercapainya jika atlet tidak berlatih keras. Dalam setiap latihanpun
biasakanlah selalu ada sasaran yang harus dicapai. Dan target yang bersifat umum, lalu
uraikan lagi secara lebih spesifik. Dan target untuk suatu kompetisi jangka panjang, uraikan
menjadi target atau sasaran jangka pendek, sampai target untuk setiap latihan. Sasaran yang
ditetapkan tersebut, hendaknya juga ditetapkan kapan harus tercapainya, dan bagaimana pula
cara mengukumya atau apa ukurannya secara objektif. Sedapat mungkin, buatkan grafik
pencapaian sasaran tersebut agar terlihat jelas arah dan peningkatannya.

3. Motivasi

Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu
sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan bahwa
dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu.

Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang berasal
dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik). Dengan
pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat memperlihatkan
motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat memenangkan
pertandingan.

Motivasi yang baik tidak mendasarkan dorongannya pada faktor ekstrinsik seperti hadiah
atau penghargaan dalam bentuk materi. Akan tetapi motivasi yang baik, kuat, dan lebih lama
menetap adalah faktor intrinsik yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang lebih
mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada hal-hal yang material.

Untuk mengembangkan motivasi intrinsik ini, peran pelatih dan orangtua sangat besar.
Pelatih perlu melakukan pendekatan dan menumbuhkan kepercayaan diri pada atlet secara
positif. Ajarkan atlet untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh karena itu, pelatih harus
memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara konsekuen.

4. Emosi

Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara pribadi
terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi
dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-
bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini
adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.

Pengendalian emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu


kemenangan. Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet
asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan kehidupan sehari-
hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat atletnya marah, senang,
sedih, takut, dan sebagainya. Dengan demikian pelatih perlu juga mencari data-data untuk
mengendalikan emosi para atlet asuhannya. yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang
satu dengan atlet lainnya.

Gejolak emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit perut,
kejang otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis maka konsentrasi
pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali seorang atlet
mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai.
Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia tidak dapat melakukan awalan dengan
baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan dan penonton pun tidak berpihak padanya, maka
dapat dibayangkan atlet tersebut tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan buyar,
strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.

Disinilah perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress mana- gement). Sebelum
pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya. terlebih dulu harus diketahui sumber-sumber
ketegangan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan adanya komunikasi yang baik antara
pelatih dengan atlet. Berikut ini dijelaskan secara terpisah mengenai aspek-aspek yang
berkaitan dengan emosi.

5. Kecemasan dan Ketegangan

Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu,


kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya.
Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia terjun ke
dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal. Untuk itu,
telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang
penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.

Sebagai usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya dalam
menghadapi pertandingan, lakukanlah beberapa teknik berikut ini :

 Identifikasikan dan temukan sumber utama dan permasalahan yang menimbulkan


kecemasan.
 Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan
sesungguhnya.
 Usahakan untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat ketika
mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan.
 Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau pengendoran
otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
 Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematis
memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.
 Lakukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara
sadar bernapas dengan menggunakan diafragma.
 Dengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian).
 Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
 Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan
sesuatu yang diperlukan saat itu.
 Lain-lain yang dapat mengurangi ketegangan.

6. Kepercayaan Diri

Dalam olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu
suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap
kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil di bawah kemampuannya.
Karena itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang ia
telah berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman bertanding yang
memadai.

Peran pelatih dalam menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat besar. Syarat untuk
untuk membangun kepercayaan diri adalah sikap positif. Beritahu pemain di mana letak
kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Buatkan program latihan untuk setiap atlet
dan bantu mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya agar target dapat
tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan kritik membangun dalam
melakukan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik negatif bahkan akan mengurangi rasa
percaya diri.

Jika pemain telah bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah), tunjukkan
penghargaan Anda sebagai pelatih. Jika pemain mengalami kekalahan (apalagi tidak
dengan bermain baik), hadapkan ia pada kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana
yang telah dilakukannya secara benar dan mana yang salah, serta tunjukkan bagaimana
seharusnya. Menemui pemain yang baru saja mengalami kekalahan harus dilakukan
sesegera mungkin dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja mencetak
kemenangan.

7. Komunikasi

Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet dengan
pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi yang baik
antara pelatih dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang menyebabkan atlet
merasa diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka terhadap pelatih.
Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap pelatih.

Untuk menghindari terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu menyesuaikan teknik-


teknik komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan asas individual. Keterbukaan
pelatih dalam hal pogram latihan akan membantu terjalinnya komunikasi yang baik,
asalkan dilakukan secara objektif dan konsekuen. Atlet perlu diberi pengertian tentang
tujuan program latihan dan fungsinya bagi tiap-tiap individu.

Sebelum program latihan dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat peraturan mengenai tata
tertib latihan dan aturan main lainnya termasuk sanksi yang clikenakan jika terjadi
pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah untuk
memberlakukan suatu sanksi yang belum pernah diberitahukan sebelumnya. Misalnya,
seorang atlet minum Coca Cola dalam latihan, lalu dihukum oleh pelatih. Atlet tersebut
bingung dan bertanya-tanya mengapa ia dihukum karena ia tidak pernah dijelaskan
sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang minum minuman bersoda.

Demikian pula dalam hal pelaksanaanya. Peraturan yang sudah dibuat, haruslah
dijalankan secara konsekuen. Artinya, jika seorang atlet dihukum karena melanggar
peraturan tertentu, maka jika ada atlet lain yang melanggar peraturan yang sama ia pun
harus mendapat hukuman yang sama. Demikian pula jika atlet yang sama melakukannya
lagi di kemudian hari.

Pelatih pun perlu bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap objektif maksudnya
adalah bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta apa adanya tanpa menyangkutpautkan
dengan hal lain. Jika pelatih marah terhadap atlet karena misalnya si atlet datang
terlambat dalam latihan, maka hukumlah atlet itu hanya atas keterlambatannya, jangan
dihubungkan dengan hal-hal lain (ingat, hukuman tersebut harus sudah tertera dalam tata
tertib latihan).

8. Konsentrasi

Konsentrasi merupakan suatu keadaan di mana kesadaran seseorang tertuju kepada suatu
obyek tententu dalam waktu tertentu. Makin baik konsentrasi seseorang, maka makin
lama ia dapat melakukan konsentrasi. Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting
peranannya. Dengan berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat latihan,
apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.

Dalam olahraga, masalah yang paling sering timbul akibat terganggunya konsentrasi
adalah berkurangnya akurasi lemparan, pukulan, tendangan & tembakan sehingga tidak
mengenai sasaran. Akibat lebih lanjut jika akurasi berkurang adalah strategi yang sudah
dipersiapkan menjadi tidak jalan, sehingga atlet akhimya kebingungan, tidak tahu harus
bermain bagaimana dan pasti kepercayan dirinya pun akan berkurang. Untuk menghindari
keadaan tersebut, perlu dilakukan latihan berkonsentrasi.

9. Evaluasi Diri

Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi pada
dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan dan
kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan
keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan maupun target
pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hal-
hal yang telah dilakukannya, sehingga memungkinkan untuk mengulangi penampilan
terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.

Oleh karena itu, pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan
harian mengenai latihan dan pertandingan. Minta pemain untuk menuliskan kelemahan
dan kelebihan diri sendiri, baik dalam segi fisik, teknik, maupun mental. Kemudian
koreksilah jika menurut Anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau ada yang
kurang.

Biasakan agar atlet mengisi buku tersebut secara teratur. Ajak atlet untuk menuliskan di
dalam bukunya hal-hal yang intinya sebagai berikut:
1) Target jangka panjang, menengah, dan jangka pendek dalam latihan dan
pertandingan.
2) Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan.
3) Suatu gerakan atau penampilan mengesankan.
4) Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan
strategi menghadapinya.
5) Hasil dan jalannya pertandingan.
6) Hal yang mengganggu emosi atau membuat penampilan jadi buruk.
7) Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.

Pastikan bahwa buku tersebut diisi secara teratur oleh setiap atlet. Namun perlu
diingat bahwa pelatih jangan terlalu memaksa untuk membaca buku harian atlet.
Biarkan itu menjadi bagian dan rahasia pribadi mereka. Yang perlu dipantau oleh
pelatih adalah bahwa atlet mempunyai bahan bagi dirinya sendiri untuk
melakukan evaluasi.
Teori Psikologi Olahraga Menurut Para Ahli

1. Bucher Apruebo (2005)


Psikologi olahraga adalah cabang psikologi yang menggunakan prinsip, konsep, fakta, dan
metode psikologis dan menerapkannya pada aspek kegiatan olahraga seperti pembelajaran,
keterampilan, kinerja, pelatihan, dan pengembangan. Psikologi olahraga juga menyangkut
perasaan nyaman dan sejahtera serta keharmonisan kepribadian.
Dengan kata lain, olahraga teratur memiliki efek tertentu pada kondisi psikologis seseorang,
yang memengaruhi kualitas kepribadiannya. Keadaan psikologis memiliki efek positif
melalui latihan dan membentuk aspek positif dalam sifat kepribadian juga.
2. Williams dan Straub (1993)
Menurut Williams dan Straub menjelaskan bahwa psikologi olahraga adalah ilmu yang
mempelaiari tentang faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi partisipasi dalam olahraga
dan latihan serta pengaruh-pengaruh psikologis yang diperoleh dari partisipasi olahraga
tersebut. Psikologi olahraga adalah studi ilmiah tentang individu dan perilaku mereka dalam
olahraga dan latihan.
3. Kontos dan Feltz (2008)
Psikologi olahraga adalah bidang studi yang menerapkan prinsip-prinsip psikologis pada
lingkungan olahraga. Psikologi olahraga adalah bidang studi yang menerapkan prinsip-
prinsip psikologis pada lingkungan olahraga, baik individu maupun tim, yang ditandai
dengan banyak interaksi dengan orang lain dan situasi eksternal yang menstimulasinya
(Singer, 1980; Sudibyo, 1989).
4. Singgih D Gunarsa (2005)
Psikologi olahraga didefinisikan sebagai psikologi terapan olahraga, yang mencakup atlet
sebagai individu atau tim yang bersaing, serta faktor-faktor lain yang memengaruhi
kepribadian dan penampilan atlet tersebut.
Kemudian ia menegaskan bahwa psikologi olahraga tidak dapat terlepas dari sejumlah
cabang psikologi seperti Psikopatologi, Psikologi Klinis, Psikologi Konseling dan
Psikoterapi, Psikologi Perkembangan, Psikologi Eksperimen, Psikologi Kepribadian,
Psikologi Sosial, Psikologi Belajar, dan Psikologi Faal. Bidang psikologi yang berbeda ini
diteliti dan dikembangkan di universitas yang mengelola psikologi.
Oleh karena itu apabila kajian-kajian itu dapat diaplikasikan dalam bidang Psikologi
Olahraga, maka Psikologi Olahraga akan berkembang dan dapat memberi kontribusi nyata
dalam pembinaan olahraga prestasi di Indonesia. Artinya bila bangsa ini ingin
mengembangkan olahraga prestasi, maka yang menjadi perhatian tidak semata-mata aspek
fisik, alat dan fasilitas olahraga, dan dana yang dikembangkan.
Ada pengaruh yang besar pada bidang ilmu olahraga secara umum dan khususnya pada
kajian psikologi olahraga yang diterapkan pada perkembangan performa olahraga.
5. Cox (2002)
Psikologi olahraga adalah ilmu pengetahuan yang menerapkan prinsip-prinsip psikologi di
dalam situasi/lingkungan olahraga, dengan tujuan meningkatkan penampilan/prestasi
seseorang dalam suatu kegiatan olahraga. Kegiatan ini diatur sedemikian rupa yang
berlandaskan pada ilmu psikologi olahraga yang bertujuan dalam perubahan perkembangan
individu.
6. Horn (1992)
Psikologi olahraga adalah pemahaman tentang perilaku psikologis manusia dalam
situasi/lingkungan olahraga dan aktivitas fisik lainnya. Dalam situasi ini segala aktivitasnya
diatur dalam hal olahraga yang meliputi waktu, kesehatan, kebugaran, perilaku, serta aktivitas
keseharian lainnya. Hal ini tentu akan sangat bermanfaat untuk mengatur kepribadian
seseorang agar lebih terarah.
7. Anshel (1991)
Psikologi olahraga berkaitan dengan pemantauan peristiwa di lingkungan olahraga,
menggambarkan gejala / peristiwa, menjelaskan secara sistematis faktor-faktor yang
mempengaruhi peristiwa tersebut, memprediksi peristiwa atau konsekuensi dari peristiwa
tersebut berdasarkan penjelasan yang sistematis dan dapat diandalkan, dan mengelola
peristiwa. atau kemungkinan suatu kejadian.
8. Dimyati (2006)
Menyampaikan bahwa psikologi olahraga menyangkut kajian Ilmu-ilmu keolahragaan,
khususnya psikologi olahraga belum dikelola dan dikembangkan sebagai bagian yang penting
di Perguruan Tinggi di Indonesia. Padahal pengetahuan merupakan bagian penting dalam
pengembangan prestasi olahraga.
Salah satu universitas yang serius mempelajari psikologi olahraga adalah Universitas
Indonesia (UI) yang telah membuka kurikulum psikologi dengan spesialisasi psikologi
olahraga terapan. Kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan olahraga
lintasan di Indonesia.
Sayang hal itu belum diikuti oleh perguruan tinggi lainnya, padahal kajian Ilmu-ilmu
keolahragaan khususnya psikologi olahraga harus dikelola dan dikembangkan sebagai bagian
yang penting di Perguruan Tinggi di Indonesia. Karena ilmu itu merupakan bagian yang
penting untuk menunjang dalam pembinaan olahraga prestasi.
9. Weinberg dan Gould (2003)
Menegaskan bahwa psikologi olahraga dilihat dari luas bidangnya, kaitan bidang-bidang
psikologi lainnya dengan psikologi olahraga sangat besar. Psikologi olahraga dapat
memanfaatkan dasar-dasar Psikometri untuk melakukan berbagai evaluasi psikologis.
Evaluasi tersebut dimulai pada tahap pembinaan dalam upaya mencetak atlet agar menjadi
atlet yang handal, melakukan deteksi maupun penempatan pada satu cabang olahraga atau
suatu tugas tertentu. Dasar-dasar penelitian dalam bidang psikologi juga dapat diterapkan
dalam bidang psikologi olahraga, misalnya untuk meneliti berbagal faktor yang menunjang
atau menghambat prestasi atlet.
10. Fuoss dan Troppmann (1981)
Psikologi olahraga adalah ilmu yang terus berusaha untuk mengaplikasikan fakta-fakta
kejiwaan serta prinsip-prinsip pembelajaran, penampilan, dan perilaku manusia yang terkait
dengan lingkungan olahraga. Misalnya, seorang pelatih olahraga harus memperhatikan
keunggulan faktor psikologis, emosional, dan sosial, bukan hanya faktor fisik.
Aktivitas fisik dapat berorientasi pada pendidikan dan oleh karena itu disebut olahraga
pendidikan, berorientasi pada prestasi dan karenanya olahraga prestasi, dan juga dapat
bersifat rekreasi dan oleh karena itu disebut olahraga rekreasi. Lalu, apa yang dimaksud
dengan psikologi olahraga.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Psikologi olahraga adalah psikologi yang diterapkan dalam bidang olahraga, meliputi faktor-
faktor yang berpengaruh secara langsung terhadap atlet dan faktor- faktor di luar atlet yang
dapat memengaruhi penampilan (performance) atlet tersebut
Lingkup Psikologi Olahraga meliputi, evaluasi Psikologi Olahraga, kepribadian dan prestasi
olahraga, kecemasan, motivasi, agresi dalam olahraga, dinamika kelompok, dan latihan
aspek-aspek kejiwaan dalam olahraga.
DAFTAR PUSTAKA

https://dosenpsikologi.com/teori-psikologis-olahraga-menurut-para-ahli
https://fik.um.ac.id/wp-content/uploads/2021/10/eBook-Psikologi-Olahraga.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_olahraga
https://www.academia.edu/37985753/MAKALAH_PSIKOLOGI_OLAHRAGA
https://www.google.com/search?q=psikologi+olahraga&oq=p&gs_lcrp=EgZja
HJvbWUqCwgAEEUYJxg7GIoFMgsIABBFGCcYOxiKBTILCAEQRRgnGDs
YigUyDwgCEEUYOxiDARixAxiABDIGCAMQRRhAMgYIBBBFGDkyBgg
FEEUYPDIGCAYQRRg8MgYIBxBFGDzSAQgyNzcxajBqMagCALACAA&
sourceid=chrome&ie=UTF-8

Anda mungkin juga menyukai