Anda di halaman 1dari 87

RESUME PSIKOLOGIS OLAHRAGA

Diajukan sebagai syarat tugas pada mata pelajaran Psikologi Olahraga


Dosen Pengampu:
1. Azhar Ramadhana Sonjaya, S.Pd., M.Pd.
2. Hidayat, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Mochamad Rizky Baresi
24068119002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI


FAKULTAS PENDIDIKAN ISLAM DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS GARUT
2022
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I HAKIKAT PSIKOLOGI
A. Pengertian Psikologi
B. Tujuan Psikologis
C. Wilayah Kajian Psikologis
D. Model Pendekatan Dalam Psikologis Olahraga
E. Manfaat Psikologi
F. Masalah dan Tantangan Psikologi Olahraga Di Indonesia

i
BAB I
HAKIKAT PSIKOLOGIS
A. Pengertian Psikologis
Psikologis merupakan sebuah studi yang mempelajari segala faktor psikologis
yang bisa memengaruhi performa dan kekuatan fisik seseorang saat berolahraga. Pada
dasarnya, ilmu ini dipelajari oleh para psikolog untuk mendampingi para atlet
profesional dalam menjalani kariernya. Psikologi merupakan salah satu landasan
dalam pengembangan visi pendidikan yang harus dipertimbangkan oleh para
pengembang (Afifah et al., 2022). Psikologi merupakan sumber pengetahuan
kejiwaan, dan sosiologi merupakan sumber pengetahuan kemasyarakatan yang
semuanya terkait dengan manusia sebagai subjek dan objek didik (Al Mighwar et al.,
2022). Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Psikologis
merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari faktor kejiwaan seseorang
yang harus dikembangkan.

B. Tujuan Psikologis
Tujuannya adalah untuk membantu mereka menjadikan olahraga sebagai
sebuah kebutuhan dan kebiasaan sehari-hari. Psikologi bertujuan untuk seseorang
dalam memahami dirinya, mengenal aspek-aspek yang ada pada dirinya, dan menjadi
yakin untuk mengasah bakatnya (Pitaloka, R.A., 2022). Metode yang digunakan
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan psikolog olahraga lainnya. Para penggiat
olahraga akan diajak untuk membuat sebuah target untuk dirinya sendiri.

C. Wilayah Kajian Psikologis


Psikologi olahraga tumbuh dan berkembang menjadi cabang dari ilmu psikologi
karena adanya gejala-gejala khusus yang perlu di jadikan objek studi ilmu psikologi.
Psikologi olahraga merupakan bidang studi baru dalam perkembangan ilmu
psikologi, sejalan dengan perkembangan psikologi terapanatau “applied psychology”
dalam berbagai bidang kehidupan. objek studi psikologi pada umumnya adalah gejala

1
kejiwaan yang diselidiki dari tingkah laku dan pengalaman individu
(Khonstamm,1951).
Dalam konteks berolahraga, interaksi antar atlet, interaksi atlet dengan pelatih,
dan interaksi antara anggota tim yang satu dengan tim yang lainnya dapat
menimbulkan dampak dampak psikologis tertentu. Disamping itu situasi situasi yang
dibentuk penonton, media-media massa, lingkungan masyarakat sekitar, juga dapat
menimbulkan dampak psikologis tertentu terhadap atlet. bertitik tolak dari pandangan
tersebut maka secara khusus defenisi psikologi olahraga dapat diartikan sebagai ”
Psikologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku dan pengalaman
manusia dalam berolahraga dalam interaksi dengan manusia lain dan dalam situasi-
situasi sosial yang merangsangnya”. Untuk dapat memahami gejala-gejala psikogik
yang terjadi dalam olahraga dapat dilakukan dengan beberapa cara dan pendekatan,
yaitu pendekatan individual, pendekatan sosiologis, pendekatan interaktif, pendekatan
sistem, dan pendekatan multidimensional.

D. Model Pendekatan Dalam Psikologis Olahraga


1. Pendekatan Individual
Pendekakata individual adalah pendekatan dakam penerapan psikologi dalam
bidang olahraga yang didasarkan pada pandangan dan fakta yang menunjukkan
bahwa setiap individu berbeda dengan yang lainnya. Setiap individu memiliki bakat,
motif, sikap, metal, dan emosi yang berbeda – beda.

2. Pendekatan Sosiologik
Pendekatan ini adalah sebuah pendekatan dalam penerapan psikologi olahraga
yang didasarkan pada premis pokok tentang eksistensi manusia sebagai mahluk
sosial. Eksistensi tersebut nantinya akan menghubungkan dirinya dengan pribadi
orang lain dan lingkungan sosial disekitarnya untuk berinteraksi satu dengan yang
lainnya.

2
3. Pendekatan Multidimensional
Pendekatan ini adalah pendekatan pendekatan yang beranjak dari pandangan
dan kenyataan bahwa penampilan olahraga terkait dan mengait dimensi yang lebih
luas (ekstern), seperti misalnya dimensi sosial, politik, hukum, budaya dan yang
lainnya.

4. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem ini merupakan suatu pendekatan yang beranjak dari
pandangan mengenai pentingnya potimalisasai dan maksimalisasi pemanfaatan semua
komponen pembinaan olahraga, seperti dana, fasilitas, saarana prasarana, program
pembinaan, lingkungan atau iklim pembinaan, organisasi pengelola dan yang lain
sebagainya.

5. Pendekatan Interaktif
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang dilakukan saat memperhatikan
proses dan produk interaksi interpersonal. Individu dengan kelompok-kelompok
dengan kelompok, maupun kelompok dengan lingkungannya.

6. Pendekatan Attitude
Pendekatan ini merupakan pendekatan melalui pembentukan diri atau sikap
seorang atlet. Dengan melakukan pendekatan atau pembentukan ini kelak seorang
atlet dapat mengembangkan dirinya. Dengan cara nilah seorang atlet dapat
menumbuhkan sisi positif dalam dirinya.

7. Pendekatan Motivasi
Pendekatan motivasi merupakan pendekatan dengan cara menumbuhkan
semangat atau motivasi dalam diri seseorang yang memang motivasi tersebut berasal
dari diri sendiri si atlet tersebut. Selain itu, dengan mengundang kedatangan seorang
motivator untuk menumbuhkan motivasi dalam diri seseorang juga bisa dilakukan.

3
8. Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
psikologi olahraga ini. Dengan adanya komitmen dalam diri seseorang, maka hal
tersebut akan menjadi motvasi atau pendorong nagi seorang atlet untuk melakukan
kegiatan atau tanggung jawabnya sebaik mungkin sebagsi seorang atlet yang patut
dibanggakan.

9. Pendekatan Kecakapan Sosial


Pendekatan keapakan sosial ini bukan hanya berlaku bagi ornag–orang yang
menduduki posisi penting saja dalam suah instansi. Namun kecapakan sosial ini jga
layaknya harus dimiliki oleh seorang atlet, sebagian besar cabang olah raga sifatnya
individu, namun kecapakan sosial ini haruslah dimiliki oleh seorang atlet profesional.

10. Pendekatan Imajeri Mental


Pendekatan ini merupakan suatu proses latihan didalam pikiran yang
memungkinkan untuk menciptakan, merubah atau meningkatkan saluran–saluran
yang penting bagi koordinasi otot – otot. Nah sobay semua tidak usah ditanyakan
lagi yah hal ini tentunya sangatlah penting bagi psikologi olahraga untuk
meningkatkan ketangkasan seorang atlet.

11. Pendekatan Pengelolaan Kecemasan


Pendekatan yang satu ini merupakan pengelolaan untuk menghilangkan energi
negatif dalam diri seseornag serta mengembangkan atau meningkatkan energi positif
yang ada dalam diri seseorang. Karena seyogianya kecemasan tersebut bisa
meningkatkan aura atau energi negatif dalam diri seseorang yang bisa saja
mengurangi daya ingat atau konsentrasinya pada saat ada dilapangan.

4
12. Pendekatan Pengelolaan Konsentrasi
Pendekatan pengelolaan konsetrasi adalah pendekaatn yang dilakukan dengan
cara membuang semua apa yang menjadi beban pikiran seorang atlet, baik itu urusan
keluarga, urusan asmara atau urusan yang lainnya dan memang hanya memfokuskan
diri pada pertandingan yang ada di depan mata atau projek yang ada di depan mata
yang sudah menanti untuk ditaklukkan.

E. Manfaat Psikologi Olahraga


Psikologi olahraga sangat bermanfaat dalam meningkatkan prestasi atlet yang
dapat menjelaskan dan memahami tingkahlaku atlet dan gejala-gejala psikologik yang
terjadi dalam olahraga pada umumnya, dapat meramalkan atau membuat prediksi
dengan tepat kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada atlet, berkaitan
dengan masalah psikologik, dan dapat mengontrol atau mengendalikan gejala
tingkahlaku dalam olahraga (Hastira Effendi, 2016). Psikologi olahraga memiliki
banyak manfaat. Berikut ini adalah manfaat psikologi olahraga bagi para atlet
olahraga:
1) Mengendalikan stres
Pertandingan olahraga seringkali memberikan stres atau tekanan pada para atlet.
Selain keinginan mereka untuk menang tinggi, mereka tidak mau mengecewakan
negara dan semua pendukungnya sehingga meningkatkan stres. Stres ditandai dengan
peningkatan denyuut nadi, pernafasan, dan terlihat restless secara fisik. Stres pada
atlet ini bisa mengganggu penampilannya saat bersaing nanti, sehingga butuh
psikologi sebagai teknik penurunan tingkat stres pada para atlet saat bertanding.
2) Meningkatkan pikiran positif
Seorang atlet harus optimis sebelum bertanding dan selalu optimis untuk
pertandingan pertandingannya selanjutnya. Apabila atlet pesimis dari awal, sudah
pasti kemenangan tidak akan pernah diraih. Optimis berarti memiliki pokiran positif
atas kemungkinan kemenangan yang akan diraihnya sehingga dia bisa menampilkan
pertandingan yang baik.

5
3) Menentukan tujuan
Psikologis membantu para atlet untuk menemukan tujuan dari aktivitas yang
mereka lakukan. Tujuan yang merupakan hasil yang ingin dicapai akan suatu
aktivitas olahraga atau pertandingan. Misalnya tujuannya adalah untuk mendapatkan
medali atau membanggakan nama negara di kancah Internasional.
4) Mampu memprediksi kemampuan diri
Psikologi membantu para atlet untuk lebih memahami diri mereka sendiri dari
intelegensi, kemampuan, batas diri, untuk mendukung latihan atau olahraga yang
maksimal dan tujuan yang maksimal.

F. Masalah dan Tantangan Psikologi Olahraga Di Indonesia

1. Tidak Mampu Berpikir Positif


Seseorang yang memiliki pola pikir negatif biasanya akan cenderung
mengalami permasalahan dengan kemampuannya dalam mengoptimalkan
kemampuan fisiknya. Cenderung berpikir pesimis dan tidak mampu melakukan
sesuatu. Ini adalah hambatan yang seringkali terjadi terutama jika psikis seseorang
tidak dikelola dengan baik. Akibatnya, performa dalam berolahraga menurun dan
hilangnya semangat untuk berlatih. Oleh karenanya, berpikir positif cukup penting
untuk ditanamkan kepada individu khususnya yang berkecimpung di dunia olahraga.
2. Seseorang yang memiliki pola pikir negatif
Biasanya akan cenderung mengalami permasalahan dengan kemampuannya
dalam mengoptimalkan kemampuan fisiknya. Ia cenderung berpikir pesimis dan tidak
mampu melakukan sesuatu. Ini adalah hambatan yang seringkali terjadi terutama jika
psikis seseorang tidak dikelola dengan baik. Akibatnya, performa dalam berolahraga
menurun dan hilangnya semangat untuk berlatih. Oleh karenanya, berpikir positif
cukup penting untuk ditanamkan kepada individu khususnya yang b juga merupakan
sebuah hambatan bagi seseorang. Seseorang mungkin juga akan mengalami
perubahan mood yang dinamis, sehingga menjadikan dia tidak terlalu efektif dalam

6
berlatih. Emosi yang labil ini akan sangat berpengaruh terhadap tujuan dari
dilakukannya proses latihan. Mempertahankan emosi supaya tetap stabil bisa
dilakukan dengan dukungan lingkungan sekitar. Selain itu juga diperlukan kesadaran
diri yang baik untuk mampu berpikir secara rasional dan memperluas persepsi yang
dimiliki.
3. Komunikasi yang Kurang Baik
Percaya atau tidak, komunikasi ternyata bisa menjadi masalah yang dihadapi
dalam penerapan psikologi olahraga. Komunikasi merupakan bagian dari proses
interaksi antar individu. Manakala ini terjadi hambatan, maka penyampaian pesan
yang diberikan tidak berlangsung efektif. Sebagai contoh, seseorang mungkin merasa
kurang dihargai karena tidak pernah mendapatkan reinforcement (penguatan). Ini
tentu akan berdampak pada semangat dan motivasinya.
4. Kepercayaan Diri Rendah
Kepercayaan diri yang rendah bisa disebabkan oleh semua faktor yang telah
disebutkan sebelumnya. Perasaan yang semakin kehilangan kepercayaan diri tentu
akan menghilangkan keinginan seseorang dalam berlatih secara maksimal. Ini akan
berpengaruh banyak terhadap kemampuan fisiknya. Seseorang mungkin cenderung
akan mulai meninggalkan kebiasaan berolahraganya dan memilih untuk berdiam diri
hanya karena masalah kepercayaan diri yang semakin rendah ini. Faktor psikologis
yang mempengaruhi prestasi seseorang biasanya juga terkait dengan kepercayaan
diri.

7
BAB II
BELAJAR KETERAMPILAN GERAK DAN UMPAN BALIK
A. PENETAPAN DALAM BELAJAR GERAK
Banyak para ahli telah berusaha mengembangkan berbagai pendekatan
konseptual pembelajaran keterampilan gerak dengan mengelaborasi proses
pembelajarannya menjadi tahapan-tahapan tertentu. Dua pendekatan yang bisa
dijadikan rujukan untuk memahami lebih lanjut mengenai pentahapan dalam belajar
keterampilan gerak adalah pendekatan kognitif dan sosial kognitif. Pentahapan
belajar yang jelas dengan mendapatkan pemahaman konsep gerakan yang jelas dan
dapat diprakrtikkan dengan bimbingan guru secara lansung dapat meningkatkan hasil
belajar (Resanto et, al., 2012).
Perkembangan gerak merupakan suatu proses yang sejalan dengan
bertambahnya usia. Untuk mendapatkan kualitas gerak yang lebih baik maka
diperlukan suatu pola atau proses pembelajar tentang gerak dan perkem bangan gerak
yang tidak bisa dilepaskan, dari pendidikan jasmani yaitu proses pembelajaran yang
terlibat pada pembelajaran keterampilan gerak untuk gaya hidup aktif (Rahayu,
2013). Kemampuan gerak dan keterampilan gerak merupakan hasil dari suatu proses
pembelajaran (Hadiputra, 2017). Tahapan belajar keterampilan gerak dibagi ke dalam
empat tahapan : yaitu tahap observasi, imitasi, control diri, dan pengelolaan diri
(Bandura, 1986); Zimmerman, 1996). Keempat tahapan tersebut akan diuraikan
secara singkat sebagai berikut :
1. Tahap Observasi
2. Tahap Kontrol diri
3. Tahap Imitasi
4. Tahap Regulasi diri

B. VARIABEL-VARIABEL DETERMINAN
Banyak peneliti yang telah melakukan studi tentang variable-variable yang
mempengaruhi keberhasilan belajar keterampilan gerak. Misalnya Zaichowsky dan

8
Smith (1978) melaporkan dua variable pokok yang mempengaruhi belajar
keterampilan gerak, yaitu variable lingkungan yang terdiri atas sub variable umpan
balik, kondisi latihan, dan penonton serta variable individual yang merangkum sub
variable kemampuan perseptual dan kemampuan gerak. Tokoh lain nya pun
melaporkan hasil studinya bahwa belajar keterampilan gerak dipengaruhi oleh
variable proses belajar, pribadi, dan situasional atau lingkungan (Singer, 1975),
variable kemampuan gerak, pengalaman masa lalu kondisi latihan, umpan balik, dan
penguatan (Nichols, 1994), dan variable kesiapan, perkembangan gerak, motivasi,
penguatan, dan perbedaan individual seperti latar belakang sosial ekonomi,
pengalaman masa lalu, kemampuan gerak, kecerdasan, dan kepribadian (Wuest dan
Bucher 1995).
Dari hasil-hasil studi di atas bahwa secara umum belajar keterampilan gerak
dipengaruhi oleh dua variabel pokok yaitu variabel internal dan eksternal. Variabel
internal adalah variabel yang melekat pada diri siswa atau atlet , terdiri dari sub
variabel kemampuan gerak, pengalaman, kesiapan, dan motivasi. Sedangkan variabel
eksternal adalah variabel yang bersumber dari luar individu, terdiri dari sub variabel
kondisi proses pembelajaran dan lingkungan. Sub variabel proses belajar meliputi
indikator umpan balik, penguatan, dan kondisi latihan, sementara sub variabel
lingkungan mencakup indikator lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya.

C. KLASIFIKASI KETERAMPILAN GERAK


Munculnya beberapa klasifikasi tentang keterampilan gerak didasarkan pada
tujuan untuk menentukan perbedaan karakteristik pokok dari setiap keterampilan
gerak. Pembedaan ini dapat digunakan oleh para pendidik dan pelatih untuk
kepentingan aplikasi praksis dalam membuat pentahapan pembelatarannya. Lutan
1988). Rink (1991). dan Magill (1993) telah membagi keterampilan gerak menjadi
tiga sistem klasifikasi yaitu : (1) keterampilan gerak terbuka dan tertutup, (2)
keterampilan gerak diskrit, serial, dan kontinyu, dan (3) keterampilan gerak kasar dan
halus.

9
Sistem klasifikasi keterampilan gerak terbuka (open motor skill) dan
keterampilan gerak tertutup (closed motor skill) didasarkan pada interaksi antara
pelaksanaan gerak dengan kondisi lingkungan, seberapa jauh pelaksanaan
keterampilan gerak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Lutan (1988), Schmidt dan Wrisberg (2000), mengemukakan bahwa
keberhasilan dalam keterampilan gerak terbuka ditentukan oleh seberapa jauh
seseorang berhasil menyesuaikan perilakunya dengan perubahan dalam lingkungan.
Sebaliknya dalam keterampilan gerak tertutup kondisi lingkungan relatif stabil dan
dapat diperkirakan. Pelaku dapat merencanakan respons yang sesuai tanpa harus
dibatasi oleh lingkungan sekitar, karena itu penekanannya pada peningkatan
konsistensi dalam pola-pola gerakan.
1) Keterampilan gerak terbuka
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan gerak
terbuka adalah keterampilan gerak yang dilakukan dalam lingkungan yang sulit
diperkirakan yang menuntut individu untuk menyesuaikan gerakannya dengan kondsi
lingkungan yang dinamik, sedangkan keterampilan gerak tertutup dipahami sebagai
keterampilan gerak yang dilakukan dalam lingkungan yang stabil atau dapat
diperkirakan yang memungkinkan individu untuk merencanakan gerakannya.
2) Keterampilan Gerak Diskrit, Serial & Kontinyu
Pembagian gerak ini didasarkan pada cara-cara keterampilan tersebut
diorganisasikan dengan menentukan titik awal dan titik akhir dari Gerakan yang
dilakukan. Keterampilan gerak diskrit adalah semua keterampilan yang saat awal dan
saat akhir gerakaannya dapat ditentukan dengan mudah dan lebih sering berlangsung
dalam waktu singkat. Contoh keterampilan jenis ini antara lain shooting bola dan
menangkap bola, melempar lembing, memukul shuttlecock dan lain-lain. Menurut
(Schmidt & Wrisberg, 2000; Magill, 1993) kadang-kadang keterampilan gerak diskrit
dilakukan secara berangkai untuk membentuk satu keterampilan gerak yang baru dan
lebih kompleks.

10
3) Keterampilan Gerak Kasar & Halus
Pengklasifikasian keterampilan ini didasarkan pada ketepatan Gerakan atau
keterlibatan tubuh dalam pola gerak. Kedua keterampilan ini tidak bersifat dikotomis,
melainkan berada dalam sebuah kontinuitas seperti halnya keterampilan gerak
terbuka dan tertutup. Menurut Cratty (Lutan, 1988) kedua keterampilan ini dapat
dibedakan berdasarkan besar otot yang terlibat, jumlah tenaga yang dikerahkan atau
lebar ruang yang dipakai untuk melaksanakan gerakannya.
Menurut (Gallahue dan Ozmun, 2006) motorik kasar adalah penggunaan
beberapa otot besar untuk melakukan sebuah gerakan, kemampuan lokomotor
termasuk berlari, meloncat, melompat, mendorong, keterampilan manipulatif
termasuk menarik dengan kedua tangan, melambungkan bola, menangkap,
menendang, melempar dengan ayunan tangan yang tinggi, menggelinding dengan
ayunan rendah, dan komponen dari kemampuan motorik termasuk koordinasi,
keseimbangan, kecepatan, ketangkasan, kekuatan. Pendapat yang lain juga
dikemukakan oleh (Coker, 2004) bahwa kemampuan motorik kasar adalah sebuah
kemampuan motorik yang menempatkan sedikit tekanan pada ketelitian dan secara
khusus menghasilkan gerakan tungkai dan lengan.

D. UMPAN BALIK
Umpan balik atau Feed back dalam pembelajaran di definisikan sebagai
informasi yang dikomunikasikan kepada peserta didik yang bertujuan merubah
pemikiran atau perilakunya untuk memperbaiki proses pembelajaran. Pemberian
feedback atau umpan balik oleh guru dalam pembelajaran merupakan kegiatan
penting untuk memperbaiki pengetahuan, pemerolehan kemampuan, prestasi, dan
memotivasi belajar peserta didik. Feedback yang dilakukan guru antara Iain
memberikan penjelasan terhadap kesalahan yang dilakukan Siswa dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan kata Iain, feedback adalah koreksi terhadap jawaban-jawaban atas respons
Siswa dalam mengerjakan tes atau latihan. selain itu, feedback juga merupakan suatu

11
proses dengan hasil atau akibat dari suatu respons untuk mengontrolnya. Berikut ini
adalah beberapa pengertian tentang feedback :
1) Feedback menurut Apruebo lebih menekankan kepada aktivitas latihan
berkenaan dengan informasi dari pelatih terkait dengan tingkat motor Skill atau
penampilan atletnya sebagai dasar dalam mengembangkan penampilan atlet.
2) Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani, Adang Suherman (1998)
mengemukakan, Umpan balik (feedback) yaitu guru mengobservasi Siswa
secara individu dan menilai bagaimana Siswa melakukan aktivitas serta apa
yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan Siswa itu.
3) Schemp feedback is the response teachers give to students about the quality and
correctness oftheir skiliperformances. Artinya, umpan balik adalah respons
yang diberikan guru kepada siswa tentang kualİtas dan ketepatan penampilan
keterampilan mereka.
4) Beashel, Sibson, & Taylor (2004) umpan balik sangat pentİng untuk
pembelajaran keterampilan, akan terasa sangat sulİt untuk memperbaiki diri
tanpa pengetahuan tentang seberapa baik kita melakukan keterampilan tersebut

Dari beberapa pendapat di atas bisa disimpulkan bahwa umpan balik (feedback)
adalah informasi yang berkaitan dengan kemampuan siswa dan guru untuk lebih
meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh keduanya, baik dalam konteks
pembelajaran maupun dalam pelatihan olahraga. Informasi yang dimaksud adalah
berkaitan dengan apa yang sudah dilakukan, bagaimana hasilnya, dan apa yang harus
dilakukan untuk memperbaikinya.
Feedback berpengaruh terhadap keterampilan dan psikologi karena akan
menghasilkan keterampilan yang baik sesuaİ harapan dan menghilangkan kebiasaan
buruk atau teknik yang salah dalam berlatih. Feedback lebih menekankan pada
aktivitas latihan yang berkenaan dengan informasi dari pelatih terkaİt dengan tingkat
motor skili atau penampilan atlet sebagai dasar dalam mengembangkan penampilan
atlet tersebut.

12
a. Jenis-jenis Umpan Balik
Adang Suherman (1998) mengemukakan beberapa jenis umpan balik berdasarkan
kajian dari beberapa literatur. Jenis-jenis umpan balik tersebut di antaranya adalah
sebagai berikut :
1) Specifik feedback atau umpan balik khusus
2) Congruent feedback adalah umpan balik yang terfokus pada aktivitas belajar
3) Simplefeedback adalah umpan balik yang hanya terfokus pada satu komponen
keterampilan dalam satu saat.
4) Feedback netral adalah feedback yang tidak merujuk secara khusus kepada
siswa yang melakukan kesalahan melakukan tugas gerak
5) Feedback negatif
b. Fungsi Umpan Balik
1) Mendorong peningkatan upaya, motivasi atau keterlibatan untuk mengurangi
perbedaan antara capaİan saat İni dan tujuan yang ingin dicapai
2) Memberi informasi tentang strategi alternatif untuk memahami materi
3) Mengkonfirmasi siswa bahwa mereka benar atau salah, atau seberapajauh mereka
telah mencapai tujuan
4) Lebih banyak informasi tersedia atau dibutuhkan
5) Dapat menunjukkan arah yang dapat ditempuh siswa
6) Bisa mengarah pada restrukturisasi pemahaman.

13
BAB III
MOTIVASI DALAM PROSES BELAJAR
A. PENGERTIAN MOTIVASI
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti dorongan atau alasan. Motif
merupakan tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu
tenaga didalam diri manusia, yang menyebabkan manusia bertindak atau melakukan
sesuatu. Motivasi merupakan tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk
bertindak atau melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi belajar adalah keseluruhan
daya penggerak psikis didalam diri seseorang yang memberikan arahan pada kegiatan
belajar itu demi mencapai suatu tujuan.
Pengaruh motivasi terhadap seseorang tergantung seberapa besar motivasi itu
mampu membangkitkan motivasi seseorang untuk bertingkat laku. Dengan
motivasi yang besar, maka seseorang akan melakukan sesuatu pekerjaan dengan lebih
memusatkan pada tujuan dan akan lebih intensif pada proses pengerjaannya. Dalam
kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak
di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegaitan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar,
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik
(Sardiman, 2005:189). Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah
ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-
motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sejalan
dengan itu pula, Suryabrata (1994:72) juga membagi motivasi menjadi 2 yaitu: a)
motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari
luar; dan b) motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi meskipun tidak
mendapat rangsangan dari luar.

14
B. FUNGSI MOTIVASI
Fungsi yang ada pada motivasi yaitu:

 Sebagai pendorong untuk berbuat sesuatu dari setiap aktifitas yang dilakukan.

 Penentu arah perbuatan yaknikearah tujuan yang ingin dicapai.

 Menyeleksi perbuatan.

 Pendorongusahauntuk mencapai prestasi.

 Motivasi adalah sesuatu yang paling mendasar yang harus ada dalamproses
belajar karena hasil belajar akan optimal bila ada motivasi.

 Motivasi selalu berkaitan dengan suatu tujuan.

C. JENIS-JENIS MOTIVASI
Motivasi terdiri dari dua jenis yaitu (1) Motivasi positif, artinya melalui
pemberian hadiah bagi yang berprestasi, diharapkan mereka akan dapat lebih
berprestasi dan (2) Motivasi negatif yaitu dengan memberi hukuman bagi yang
bersalah, tentunya, agar mereka tidak mengulangi kesalahan. Pemberian hukuman,
memang efektif untuk mencegah/mengurangi kesalahan. Namun, sikap untuk tidak
berbuat salah, tidak otomatis meningkatkan gairah bekerja atau dapat meningkatkan
motivasi untuk menjadi lebih baik. Karena itu, umumnyakedua jenis motivasi ini
digunakan dalamporsi danwaktu yang tepat.

D. TENDENSI PENGAKTUALISASIAN DARI ROGERS


Pandangan humanistik banyak diterapkan dalam bidang psikoterapi dan
konseling. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman diri. Rogers mendasarkan
teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah
daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan
dan sudah menjadi ciri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang mendorong manusia

15
sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia
seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.

E. KEBUTUHAN BERTINGKAT DAN AKTUALISASI DIRI


Abraham Maslow memperkenalkan pemikirannya mengenai motivasi
dihubungkan dengan kebutuhan manusia melalui karyanya yang dipublikasin
dengan judul “Theory of Human Motivation” pada tahun 1943. Ia menjelaskan
mengenai hirarki kebutuhan manusia dengan konsep, “Piramid Kebutuhan
Maslow”. Melalui model ini, Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan manusia
bertingkat, mulai darikebutuhan mendasaryangharus dipenuhipadabagianbawah
piramid dan kebutuhan manusia meningkat terus ke atas apabila jenis kebutuhan
yang dasar sudah terpenuhi. Mulai dari kebutuhan yang paling dasar adalah
kebutuhan fisiologis, kemudian berlanjut ke kebutuhan akan keamanan dan
kebutuhan puncak, yaitu aktualisasi diri (self-actualization).

16
BAB IV
PROFIL KEPRIBADIAN DAN PERILAKU OLAHRAGA
A. PENGERTIAN KEPRIBADIAN
Istilah “kepribadian” (personality) seseungguhnya memiliki banyak arti. Hal ini
di sebabkan oleh adanya perbedaan dalam penyusunan, teori, penelitian, dan
pengukurannya. Kiranya patut diakui bahwa di antara ahli psikologi belum ada
kesepakatan tentang arti dan definisi kepribadian itu. Boleh dikatakan, jumlah arti dan
definisi kepribadian adalah sebanyak ahli yang mencoba menafsirkanya.
Pembahasan kita tentang arti kepribadian akan dimulai dengan membahas
pengertian kepribadian menurut orang awam atau kepribadian yang umum dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan dengan maksud mempermudah
pemahaman kita tentang arti kepribadian yang sesungguhnya menurut pengertian
yang ilmiah (psikologi). Menurut Ny. M. A, S Teko, Kepribadian adalah integrasi
sikap/sifat warisan maupun yang didapatkan dari lingkungan sehingga menimbulkan
kesan pada orang lain.
Menurut Cox (2002), kepribadian adalah cara-cara yang konet isten dimana
perilaku seseorang berbeda dari yang lain, terutama dalam tuasi sosial. Kalat (1999)
menyebutkan bahwa kepribadian adalah semua cara menetap dalam perilaku
seseorang yang berbeda dengan orang lain, terutam dalam situasi sosial. Definisi lain
diungkapkan oleh Phares (dalam Aprueho 2005) yang mengartikan kepribadian
sebagai pola yang khas dari fikiran perasaan, dan tingkah laku yang membedakan
seseorang dari orang lain dan tidak berubah dalam waktu dan situasi. Adapun
kepribadian menurut Pervin dan John (2001) diartikan sebagai representasi dari
karakteristik seseorang yang mengakibatkan pola yang menetap tentang perasaa,
fikiran, dan tingkah laku. Sesuai dengan keempat definisi tersebut di atas,
sesungguhnya ada empat persamaan yang menjadi karakteristik pokok untuk
memahami kepribadian, yaitu:
1) Kepribadian bersifat menetap. Artinya kepribadian adalah suatu sifat individu
yang bersifat tetap atau ajeg, tidak mudah berubah sepanjang waktu. Kalaupun

17
terjadi perubahan biasanya bersifat gradual dan karena merespon suatu kejadian
yang luar biasa;
2) Kepribadian bersifat umum. Dalam hal ini kepribadian dipergunakan untuk
menggambarkan sifat umum seseorang dalam hal fikiran dan perasaan yang
secara sistemik berpengaruh terhadap keseluruhan tingkah lakunya;
3) Kepribadian bersifat khusus atau khas. Artinya, kepribadian menunjuk ke- pada
sifat individu yang unik dan membedakannya dengan orang lain atau
menggambarkan bagaimana seseorang berbeda dengan orang lain. T1dak ada
satu individu yang benar-benar identik dengan individu yang lainy meskipun
mereka dilahirkan kembar;
4) Kepribadian bersifat kesatuan. Kepribadían dalam hal ini menggambarkan diri
individu sebagai sebuah unit tunggal, struktur yang membentuk kesatupaduan
organisasi dinamik dalam diri individu.

Merujuk kepada keempat karakteristik kepribadian seperti dijelaskii di atas,


maka kepribadian dapat diartikan sebagai suatu totalitas karakterns individu yang
menyebabkan pola-pola yang bersifat menetap dan khas dalan hal pikiran, perasaan,
dan tingkah lakunya sekaligus membedakannya dengan orang lain.
a. Pengertian Kepribadian menurut Psikologi
Pengertian kepribadian menurut disiplin ilmu psikologi bisa diambil dari
rumusan beberapa teoris kepribadian yang terkemuka. George Kelly , misalnya,
memandang kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan
pengalaman-pengalaman hidupnya. Teoritis yang lain, Gordon Allport, merumuskan
kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang membimbing
arah kepada seluruh tingkah lau individu yang bersangkutan. “Kepribadian adalah
suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan
tingkah laku dan pemikiran individu secara khas.”. Allport menggunakan istilah
‘sistem psikofisik’ dengan maksud meunjukan bahwa “jiwa” dan “raga” manusia
adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, seperti di

18
antara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku, sedangkan
istilah “khas” dalam batasan kepribadian Allport memiliki arti bahwa setiap individu
bertingkah laku dalam caranya sendiri karena setiap individu memiliki
kepribadiannya sendiri. Tidak ada dua orang pun yang bertingkah laku sama.
Sementara itu Sigmun Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang
terdiri dari tiga sistem, yakni id, ego dan superego. Dan tingkah laku menurut Freud
tidak lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian
tersebut.
Sesungguhnya berbeda, batasan-batasan kepribadian yang dirumusakan oleh
beberapa teoritis kepribadian tersebut di atas telah dapat menunjukan bahwa
pengertian kepribadian menurut disiplin ilmu psikologi adalah berbeda dan jauh
leboh luas dari pada pengertian kepribadian yang biasa dijumpai dakan percakapan
sehari-hari, baik dalam isi maupun dalam jangkauannya. Dan di balik perbedaan
rumusannya, sebagian besar definisi atau batasan yang disusun oleh para teoritis
kepribadian memiliki beberapa persamaan yang mendasar yakni:
a. Sebagian besar batasan melukiskan kepribadian sebagai suatu struktur atau
organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi
dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan perkataan lain, keoribadian
dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah
laku.
b. Sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-
perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu
ternyatakan. Dan melalui studi tentang kepribadian , sifat-sifat atau kumpulan
sifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan menjadi
menjadi jelas atrau dapat dipahami. Pendek kata, para teoritis kepribadian
memandang kepribadian sebagai sesuatu yang unik atau khas pada diri setiap
orang.
Sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut
“sejarah hidup”, perkembagan, dan perspektif. Kepribadian, menurut para teoritis

19
kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subjek atau individu atas
pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup faltor-faktor genetik atau
biologis, pengalaman-pengalaman sosial, dan perubahan lingkungan. Atau dengan
perkataan lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu ditentukan atau
dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan dan lingkungan.
b. Kepribadian menurut pengertian sehari-hari
Kata personality dalam bahasa inggris sedangkan dari bahasa kata latin:
persona. Pada mulanya kata persona ini menunjuk kepada topeng yang biasa
digunakan oleh para pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memaikan peranan-
peranannya. Pada waktu itu, setiap pemain sandiwara memainkan perannya masing-
masing sesuai dengan topeng yang dikenakannya. Dari sini lambat laun kata persona
(personality) berubah menjadi satu istilah yang mengacu kepada gambaran sosial
tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok atau masyarakatnya, di mana
kemudian individu tersebut di harapkan tingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan
gambaran sosial (peran) yang diterimanya itu. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa
menjumpai pengertian kepribadian semacam ini melalui ungkapan seperti: “Didi
berkepribadian pahlawan”, atau “Dewi memiliki kepribadian kartini sejati”.
Di samping itu, kepribadian juga sering diartikan atau dihubungkan dengan ciri-
ciri tertentu yang menonjol pada diri individu. Contohnya, kepada orang yang pemalu
dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”, kepada orang yang supel dikenakan
atribut “kepribadian supel”, dan kepada orang yang suka bertindak keras dikenakan
atribut “kepribadian keras”. Selain itu bahkan sering pula kita jumpai ungkapan atau
sebutan “tidak berkepribadian”. Yang terkahir ini biasanya dialamatkan kepada
orang-orang yang lemah, plin-plan, pengecut dan semacamnya.

B. PENGERTIAN KARAKTERISTIK
Kata karakteristik kepribadian manusia memiliki banyak arti dan
penjelasandikarenakan manusia merupakan makhluk kompleks, arti dalam bahasa
manusia berasal dari kata “manu”(Sansekerta), “mens”(Latin), yang berarti berpikir

20
berakal budi atau makhluk yang berakal budi (maupun menguasai makhluk lain).
Secara istilah manusia dapat diartikan konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau
realitas, sebuah keompok (genus) atau seorang individu. Berikut ini merupakan
penjelasan mengenai karakteristik kepribadian : Karakeristik merupakan bagian dari
kepribadian. Menurut kamus besar bahasa indonesia karakteristik memiliki
persamaan kata karakter atau watak yang berarti sifat batin yang mempengaruhi
segenap pikiran, prilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk
hidup lainnya. Arti lain dari karakter yaitu konsekuen tindaknya dalam mematuhi
etika perilaku, konsisten tindaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.

C. TEORI KEPRIBADIAN
Ada empat teori kepribadian yang utama, yaitu Teori Kepribadian Freud, Teori
Kepribadian Neo-Freud, Ciri (Trait Theory), Teori Konsep Diri. Keempat teori
tersebut dianggap banyak dipakai sebagai landasan teori dalam studi hubungan antara
perilaku konsumen dan kepribadian.
1. Teori Kepribadian Freud/Psikodinamik
Sigmund Freud mengemukakan suatu teori psikoanalitis kepribadian
(Psychoanalitic Theory of Personality). Teori tersebut dianggap sebagai landasan dari
psikologi modern. Teori ini menyatakan bahwa kebutuhan yang tidak disadari
(unconscious needs) atau dorongan dari dalam diri manusia (drive), seperti dorongan
seks dan kebutuhan biologis adalah inti dari motivasi dan kepribadian manusia.
Menurut Freud, kepribadian manusia terdiri dari tiga unsur yang saling berinteraksi,
yaitu Id, Superego, dan Ego.
 Id
Id adalah aspek biologis dalam diri manusia yang ada sejak lahir, yang
mendorong munculnya kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar, haus, dan nafsu seks.
Id menggambarkan naluri manusia yang secara biologis membutuhkan makanan,
minuman, dan seks. Manusia akan secara alami memenuhi kebutuhan tersebut untuk

21
menghindari tensi dan mencari kepuasan sesegera mungkin. Inilah yang disebut
bahwa unsur Id akan melakukan prinsip kepuasan (pleasure principle atau immediate
satisfaction).
 Superego
Superego adalah aspek psikologis pada diri manusia yang menggambarkan sifat
manusia untuk tunduk dan patuh kepada norma-norma sosial, etika dan nilai-nilai
masyarakat. Superego menyebabkan manusia memperhatikan apa yang baik dan apa
yang buruk bagi suatu masyarakat dan perilakunya disesuaikan dengan apa yang baik
menurut lingkungan sosialnya. Superego adalan kecenderungan sifat manusia yang
selalu ingin berbuat baik sesuai dengan norma dan etika, serta aturan-aturan yang ada
di masyarakat. Superego bisa dianggap sebagai unsur yang berfungsi untuk
mengurangi atau menekan nafsu biologis (Id) yang ada dalam diri manusia. Ketika
kita berbuat kesalahan, sering kali secara tidak sadar muncul dalam diri manusia rasa
bersalah dan malu. Inilah contoh bagaimana unsur superego bekerja menekan usnur
Id, sehingga kita
tidak mengulangi perbuatan salah kembali. Id dan superego dianggap sebagai
dorongan yang tidak disadari oleh manusia.
 Ego
Unsur ketiga dari kepribadian adalah ego, yang merupakan unsur yang bisa
disadari dan dikontrol oleh manusia. Ego berfungsi menjadi penengah antara id dan
superego. Ego berusaha menyeimbangkan apa yang ingin dipenuhi oleh id dan apa
yang dituntut oleh superego agar sesuai dengan norma sosial. Ego bekerja dengan
prinsip realitas (reality principle), yaitu ia berusaha agar manusia dapat memenuhi
kebutuhan fisiologisnya tetapi sesuai dengan aturan baik dan buruk menurut
masyarakat.

22
2. Teori Kepribadian Neo-Freud (Teori Sosial Psikologi)
Beberapa pakar yang juga rekan Freud mengembangkan suatu teori kepribadian
yang disebut sebagai Teori Sosial Psikologi atau Teori Neo-Freud. Teori tersebut
berbeda dengan Freud dalam dua hal berikut:
1) Lingkungan sosial yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian manusia
bukan insting manusia.
2) Motivasi berperilaku diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Teori ini merupakan kombinasi dari sosial dan psikologi. Teori ini menekankan
bahwa manusia berusaha untuk memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat dan
masyarakat membantu individu dalam memenuhi kebutuhan dan tujuannya. Teori
Neo-Freud menyatakan bahwa hubungan sosial adalah faktor dominan dalam
pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia. Horney mengemukakan
model kepribadian manusia, yang terdiri atas tiga kategori berikut:
1) Compliant adalah kepribadian yang dicirikan adanya ketergantungan
seseorang kepada orang lain. Ia menginginkan orang lain untuk menyayanginya,
menghargainya, dan membutuhkannya. Orang dengan kepribadian compliant akan
selalu mendekat dengan orang-orang sekelilingnya.
2) Aggressive adalah kepribadian yang dicirikan adanya motivasi untuk
memperoleh kekuasaan. Orang seperti ini cenderung berlawanan dengan orang lain,
selalu ingin dipuji dan cenderung memisahkan diri dari orang lain.
3) Detached adalah kepribadian yang dicirikan selalu ingin bebas, mandiri,
mengandalkan diri sendiri, dan ingin bebas dari berbagai kewajiban. Orang tersebut
biasanya menghindari orang-orang lain.

3. Teori Ciri (Trait Theory)


Teori Ciri mengklasifikasikan manusia ke dalam karakteristik atau sifat atau
cirinya yang paling menonjol. Ciri atau trait adalah karakteristik psikologi yang
khusus, yang didefinisikan sebagai “Setiap cara yang membedakan dan relatif abadi

23
dimana setiap individu berbeda dari yang lain”. (Schiffman dan Kanuk, 2010).
Definisi lain
adalah “Sebuah sifat (ciri) adalah karakteristik dimana satu orang berbeda dari yang
lain dengan cara yang relatif permanen dan konsisten”. (Mowen dan Minor, 1998).
Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa trait adalah sifat atau
karakteristik yang membedakan satu individu dengan individu yang lain, yang
bersifat permanen dan konsisten.

4. Teori Konsep Diri (Self-Concept)


Menurut teori ini manusia mempunyai pandangan atau konsepsi atas dirinya
sendiri, berupa penilaian terhadap dirinya sendiri. Dengan ini setiap individu
berfungsi sebagai subjek dan objek persepsi. Menurut Mowen, konsep diri
merupakan totalitas pikiran dan perasaan individu yang mereferensikan dirinya
sebagai objek. Konsep diri, disebut pula sebagai citra diri atau persepsi tentang diri
sangat berkaitan dengan kepribadian. Teori konsep diri memandang bahwa tiap
individu memiliki suatu konsep tentang dirinya yang didasari oleh siapa dirinya
(dirinya yang sebenarnya atau actual self) dan suatu konsep tentang memandang
dirinya ingin seperti siapa (dirinya yang ideal atau ideal self). Teori konsep diri
berkaitan erat dengan dua konsep kunci teori kepribadian psikoanalitik, yaitu ego dan
superego. Karena ego merupakan refleksi dari realita obyektif seseorang, maka ia
mirip dengan actual self. Sementara itu, superego ditentukan oleh sesuatu yang
seharusnya, dan karena itu merupakan suatu refleksi dari ideal self.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPRIBADIAN


Dalam sebuah penelitian psikologi mengatakan bahwa kepribadian manusia
dipengaruhi oleh dua faktor (Faktor turunan/genetik dan faktor lingkungan). Faktor
turunan atau genetik merupakan faktor dari dalam manusia yang seringkali dikaitkan
dengan bentuk dari keturunan. Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai
faktor genetik mempengaruhi kepribadian:

24
• Faktor-faktor genetis sangat berkontribusi terhadap kepribadian dan perbedaan
antar individu (Caspi, 2000; Plomin & Caspi, 1999; Rowe, 1999). Kemajuan ilmu
pengetahuan membuka kemungkinan bagi para psikologi kepribadian untuk lebih
mengembangkan pendapat yang masih umum ini dan membahas pola-pola khusus
dari pengaruh yang ada secara lebih mendalam. Salah satu cara untuk mencapai hal
ini adalah mengidentifikasi suatu kualitas kepribadian secara spesifik yang dipandang
memiliki dasar biologis.
Meskipun pada awalnya faktor genetik dan lingkungan sama-sama memainkan
peranan penting dalam membentuk kepribadian secara keseluruhan, tetapi akhir-akhir
ini para ahli memandang bahwa faktor genetik memainkan peranan lebih penting
daripada faktor lingkungan dalam beberapa sifat kepribadian, seperti intelegensi dan
temperamen, sedang untuk hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan dan nilai, faktor
lingkungan lebih berperan. Selain intelegensi dan temperamen, faktor lain yang masih
terkait dengan faktor genetik adalah faktor fisik atau organo biologic, meliputi
struktur anatomis, fisiologis, fungsi otot dan perkembangannya yang kesemuanya
memiliki peran penting dan sangat membantu dalam pencapaian prestasi olahraga.
Struktur postur tubuh tertentu cocok untuk olahraga-olahraga tertentu, misalnya
bentuk tubuh eksomorph cocok untuk olahraga bola basket dan bola voli, sedangkan
bentuk tubuh endomorph ideal untuk olahraga angkat besi, angkat berat dan lain-lain.
• Faktor lingkungan dikaitkan dengan hal-hal yang terjadi di luar saat orang
tersebut hidup, bagaimana orang-orang didekatnya, kondisi, tuntutan yangakan
membentuk kepribadian seseorang. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai
faktor lingkungan mempengaruhi kepribadian :
Mayoritas psikolog yang berorientasi biologis meyakini bahwa lingkungan
memainkan peran penting dalam perkembangan kepribadian kita. Jika kita tidak
tumbuh dalam suatu lingkungan sosial dengan orang lain, kita bahkan tidak akan
menjadi seseorang dalam hal di mana istilah “seseorang” tersebut dipahami secara
umum. Konsep kita mengenai diri, tujuan kita dalam hidup, dan nilai-nilai menjadi
petunjuk kita dalam berkembang di dunia sosial.

25
E. HUBUNGAN KEPRIBADIAN DENGAN PENAMPILAN OLAHRAGA
Olahraga dan kepribadian ternyata saling berhubungan. Ada atlet yang
kompetitif, cemas, berisiko, agresif, impulsif, individualistis, ataupun disiplin, untuk
menyebutkan beberapa contoh karakteristik yang berkaitan dengan kepribadian
mereka. Secara khusus, kepribadian adalah seperangkat kualitas yang membentuk
seseorang. Sifat-sifat ini membedakan kita dari orang lain dan menentukan cara kita
berada. Dan, olahraga berkontribusi untuk memperkuat beberapa atribut ini dan juga
memungkinkan pengembangan karakteristik lainnya. Nyatanya, dalam kegiatan-
kegiatan ini, seperti di bidang-bidang lain — ada pribadi-pribadi yang tegas dalam
mencapai kinerja maksimal dan dalam menghadapi situasi-situasi yang segala
sesuatunya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pentingnya olahraga dalam pengembangan kepribadian, bermain olahraga
penting sejak usia dini, karena mendorong pertumbuhan fisik dan mental. Selain itu,
membantu si kecil bersosialisasi dan mendorong kreativitas dan nilai. Adapun aspek
fisik, anak-anak meningkatkan koordinasi, mencapai kelincahan yang lebih besar,
lebih seimbang dan meletakkan dasar untuk menjalani hidup yang lebih sehat.
Olahraga juga memperkuat ciri-ciri kepribadian tertentu, berkontribusi pada
pengaturan diri. Di sisi lain, sebuah makalah berjudul "Partisipasi Olahraga, Waktu
Layar, dan Pengembangan Sifat Kepribadian selama Masa Kecil" telah menunjukkan
bahwa gaya hidup aktif dapat membantu memfasilitasi stabilitas, dan perubahan sifat
kepribadian yang diinginkan selama masa kanak-kanak.

F. KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN ATLET DENGAN BUKAN ATLET


Sebuah penelitian tentang hubungan antara karakteristik kepribadian atlet
dengan bukan atlet telah dilakukan oleh Deatras (dalam Apruebo, 2005). Penelitian
dilakukan pada 5 cabang olahraga, yaitu bola basket, sofbol, bisbol, sepak bola, dan
bola voli. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa:
Pada umumnya, atlet menunjukkan sifat kepribadian yang kurang terbuka,
kurang cerdas, emosi yang kurang stabil, kurang cermat, dan kurang menyenangi ha.-

26
hal yang baru, lebih pencemas, dan lebih sering curiga dibandingkan dengan yang
bukan atlet. Namun demikian, mereka menunjukkan kemiripan dalam beberapa sifat
kepribadian seperti berfikir lebih tenang, bersifat lebih praktis, tidak terlalu dominan,
sangat berani, tapi juga emosional, dan sensitif.
Ada perbedaan secara signifikan dalam hal intelegensi umum antara atlet
dengan bukan atlet. Dalam hal kapasitas mental akademik, individu yang bukan atlet
lebih cerdas dan lebih bisa berfikir abstrak dibandingkan dengan yang atlet. Atlet
memiliki intelegensi umum rata-rata. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schurr,
dkk. (1977) menunjukkan bahwa atlet yang berpartisipasi dalam olahraga individual
dan beregu menunjukkan sifat-sifat kepribadian yang lebih mandiri, lebih obyektif,
dan lebih tenang. Berdasarkan hasil penelitian Hardman (1973) terbukti bahwa atlet
lebih cerdas daripada bukan atlet. Sedangkan dari penelitian yang dilakukan Cooper
(1969) ternyata atlet memiliki sifat lebih terbuka secara sosial daripada bukan atlet.
Hasil-hasil penelitian tadi menguatkan kesimpulan hasil penelitian Morgan (1980)
yang menya-takan bahwa atlet memiliki sifat lebih terbuka dan memiliki kecemasan
rendah (dalam Cox, 2002; Morris dan Summer, 1995).

G. HUBUNGAN JENIS OLAHRAGA, POSISI PERMAINAN, DAN PROFIL


KEPRIBADIAN
Kroll dan Crenshaw (1970) telah melakukan penelitian tentang perban-dingan profil
kepribadian antara atlet top sepak bola, gulat, senam, dan karate. Setelah diukur
dengan menggunakan kuesioner 16 faktor kepriba- dian (16 PF) dari Cattell, hasil
perbanding-annya menunjukkan: (1) Profil kepribadian atlet sepakbola dan gulat
berbeda secara signifikan dengan atlet senam dan karate: (2) Profil kepribadian atlet
sepak bola hampir sama dengan atlet gulat, sementara atlet senam dengan karate
berbeda satu sama lain, dan juga dengan atlet gulat dan sepak bola. Penelitian serupa
dilakukan oleh Schurr, dkk. (1977) terhadap atlet olahraga individual dengan begeru
dan antara atlet olahraga langsung dan olahraga Pardiel. Hasil penelitiannya
menunjukkan: (1) adanya perbedaan profil kepribadian antara atlet olahraga

27
individual dengan beregu. Atlet-atlet pada olahraga beregu menunjukkan profil
kepribadian lebih pencemas, mandiri, terbuka, lebih obyektif, kurang sensitif-
imajinatif daripada atlet olahraga individual; (2) Profil kepribadian atlet-atlet olahraga
langsung Seperti bola basket dan sepak bola) iebih mandiri dan sosialis dibandingkan
dengan atlet olahraga paralel seperti bola voli dan bísbol (dalam Cox, 2002);
Rocyadi dan Hidayat (2008) telah melakukan penelitian tentang sifat-sifat
kepribadian pemain sepak bola yang tergabung di Devisi Utama Liga Indonesia 2007.
Secara umum hasilnya terbukti bahwa pemain dalam setiap posisi memiliki sifat-sifat
kepribadian yang berbeda, yaitu: Sifat-sifat kepribadian penjaga gawang antara lain
harus: (a) cerdas secara sosial, (b) asertif, () disiplin dan terorganisir, (d) percaya diri.
Sifat kepribadian pemain belakang antara lain harus: (a) suka kerja keras, pantang
menyerah, ulet, tekun, dan tidak mengenal putus asa, (b) memiliki kecerdasan sosial
yang tinggi, (c) aktif, enerjik, dan dinamis, (djujur, terus terang dan tulus, (e) memilki
dorongan yang kuat untuk menyesuaikan dengan kebutuhan orang lain. Sifat-sifat
kepribadian pemain tengah antara lain harus: (a) memiliki kecerdasan sosial yang
tinggi, (b) antusias dan optimis, (c) memiliki disiplin diri yang tinggi, (d) memiliki
sikap mempercayai orang lain yang tingei, (e) tidak suka menonjolkan diri untuk
dibandingkan dengan orang lain. Sifat-sifat kepribadian pemain depan antara lain
harus: (a) cerdas secara sosial, (b) senang melakukan berbagai kegiatan yang
menantang dan beresiko tinggi, (c) memiliki kepercayaan diri dan kontrol diri yang
tinggi. (d) memiliki tanggung jawab yang tinggi, (e) selalu berusaha keras untuk
mencapai kesempurnaan, () memiliki kemampuan antisi- pasi yang tingei, (g)
memiliki dorongan yang kuat untuk menyesuaikan dengan kebutuhan orang lain.
Meskipun sifat kepribadian untuk setiap posisi pemain menunjukan tuntutan
yang berbeda, tetapi secara umum dapat dinyatakan bahwa sifat sifat kepribadian
yang harus dimiliki oleh pemain sepak bola antara lain:
 Memiliki kecerdasan rata-rata atau tinggi
 Memiliki keyakinan diri tinggi; Jujur dan memiliki integritas;

28
 Memiliki kesanggupan untuk memulai, gigih dan menyelesaikan pekerjaan
dengan baik;
 Rendah hati dan memiliki keteguhan hati;
 Penuh tanggung jawab;
 Memiliki kematangan tinggi;
 Memiliki etika kerja kuat.

Sesuai dengan hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan : (1) ada


Hubungan antara profil kepribadian dengan penampilan olahraga. Hubungan Pada
umumnya bersifat korelasional; (2) sifat kepribadian tertentu bisa ber- Fungsi lebih
tinggi dalam suatu cabang olahraga tertentu; (3) atlet memiliki Profil kepribadian
yang berbeda dengan yang bukan atlet. Ada perbedaan Profil kepribadian atlet dari
cabang olahraga yang berbeda; (4) ada perbedaan Sifat kepribadian dalam posisi yang
berbeda dari cabang olahraga yang Sama, tetapi juga memiliki kemiripan dalam sifat-
sifat kepribadian tertentu.

H. PENGUKURAN KEPRIBADIAN
Salah satu hal yang paling sentral dalam psikologi kepribadian bahkan dalam
ilmu psikologi itu sendiri adalah mengenai pengukuran kepribadian. Pengukuran
kepribadian adalah salah satu metode untuk melihat dan mendeskripsikan kepribadian
seseorang. Pengukuran kepribadian selama ini ada beberapa metode yang sering di
gunakan. Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata pelaporan dari (self-
report) kuesioner kepribadian (untuk sifat khusus) atau penelusuran kepribadian
seutuhnya (personality inventory, serangkaian instrumen yang menyingkap sejumlah
sifat). Ada beberapa macam cara untuk mengukur atau menyelidiki kepribadian.
Berikut ini ada beberapa metode pengukuran kepribadian:
a) Observasi Direct
Observasi direct berbeda dengan observasi biasa. Observasi direk mempunyai
sasaran yang khusus , sedangkan observasi biasa mengamati seluruh tingkah laku

29
subjek. Observasi direct memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan
munculnya indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti, sedangkan observasi biasa
mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu. Observasi direct diadakan dalam
situasi terkontrol, dapat diulang atau dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat
berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya. Ada tiga tipe metode dalam observasi direct
yaitu:
Time Sampling Metho: Dalam time sampling method, tiap-tiap subjek
diselidiki pada periode waktu tertentu. Hal yang diobservasi mungkin sekadar muncul
tidaknya respons, atau aspek tertentu.
Incident Sampling Method: Dalam incident sampling method, sampling dipilih dari
berbagai tingkah laku dalam berbagai situasi. Laporan observasinya mungkin berupa
catatan-catatan dari Ibu tentang anaknya, khusus pada waktu menangis, pada waktu
mogok makan, dan sebgainya. Dalam pencatatan tersebut hal-hal yang menjadi
perhatian adalah tentang intensitasnya, lamanya, juga tentang efek-efek berikut
setelah respons.
Metode Buku Harian Terkontrol: Metode ini dilakukan dengan cara mencatat
dalam buku harian tentang tingkah laku yang khusus hendak diselidiki oleh yang
bersangkutan sendiri. Misalnya mengadakan observasi sendiri pada waktu sedang
marah. Syarat penggunaan metode ini, antara lain, bahwa peneliti adalah orang
dewasa yang cukup inteligen dan lebih jauh lagi adalah benar-benar ada pengabdian
pada perkembangan ilmu pengetahuan.
b) Wawancara (Interview)
Menilai kepribadian dengan wawancara (interview) berarti mengadakan tatap
muka dan berbicara dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Dalam psikologi
kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis wawancara, yakni:
Stress interview: Stress interview digunakan untuk mengetahui sejauh mana
seseorang dapat bertahan terhadap hal-hal yang dapat mengganggu emosinya dan
juga untuk mengetahui seberapa lama seseorang dapat kembali menyeimbangkan
emosinya setelah tekanan-tekanan ditiadakan. Interviewer ditugaskan untuk

30
mengerjakan sesuatu yang mudah, kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih
sukar.
Exhaustive Interview: Exhaustive Interview merupakan cara interview yang
berlangsung sangat lama; diselenggarakn non-stop. Cara ini biasa digunakan untuk
meneliti para tersangka dibidang kriminal dan sebagai pemeriksaan taraf ketiga.
c) Tes Proyektif
Cara lain untuk mengatur atau menilai kepribadian adalah dengan
menggunakan tes proyektif. Orang yang dinilai akan memprediksikan dirinya melalui
gambar atau hal-hal lain yang dilakukannya. Tes proyektif pada dasarnya memberi
peluang kepada testee (orang yang dites) untuk memberikan makna atau arti atas hal
yang disajikan; tidak ada pemaknaan yang dianggap benar atau salah.
Jika kepada subjek diberikan tugas yang menunut penggunaan imajinasi, kita dapat
menganalisis hasil fantasinya untuk menguur cara dia merasa dan berpikir. Jika
melakukan kegiatan yang bebas, orang cenderung menunjukkan dirinya,
memantulkan (proyeksi) kepribadiannya untuk melakukan tugas yang kreatif. Jenis
yang termasuk tes proyektif adalah:
Tes Rorschach: Tes yang dikembangkan oleh seorang dkter psikiatrik Swiss,
Hermann Rorschach, pada tahun 1920-an, terdiri atas sepuluh kartu yang masing-
masing menampilkan bercak tintan yang agak kompleks. Sebagian bercak itu
berwarna; sebagian lagi hitam putih. Kartu-kartu tersebut diperlihatkan kepada
mereka yang mengalami percobaan dalam urutan yang sama. Mereka ditugaskan
untuk menceritakan hal apa yang dilihatnya tergambar dalam noda-noda tinta itu.
Meskipun noda-noda itu secara objektif sama bagi semua peserta, jawaban yang
mereka berikan berbeda satu sama lain.
d) Inventori Kepribadian
Inventori kepribadian adalah kuesioner yang mendorong individu untuk
melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu. Kuesioner ini mirip
wawancara terstruktur dan ia menanyakan pertanyaan yang sama untuk setiap orang,
dan jawaban biasanya diberikan dalam bentuk yang mudah dinilai, seringkali dengan

31
bantuan komputer. Menurut Atkinson dan kawan-kawan, investori kepribadian
mungkin dirancang untuk menilai dimensi tunggal kepribadian (misalnya, tingkat
kecemasan) atau beberapa sifat kepribadian secara keseluruhan. Investori kepribadian
yang terkenal dan banyak digunakan untuk menilai kepribadian seseorang ialah: (a)
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), (b) Rorced-Choice
Inventories, dan (c) Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W Temperament
Scale). Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI): MMPI terdiri atas
kira-kira 550 pernyataan tentag sikap, reaksi emosional, gejala fisik dan psikologis,
serta pengalaman masa lalu. Subjek menjawab tiap pertanyaan dengan menjawab
“benar”, “salah”, atau “tidak dapat mengatakan”. Pada prinsipnya, jawaban mendapat
nilai menurut kesesuaiannya dengan jawaban yang diberikan oleh orang-orang yang
memiliki berbagai macam masalah psikologi. MMPI dikembangkan guna membantu
klinis dalam mendiagnosis gangguan kepribadian.
Rorced-Choice Inventories: Rorced-Choice Inventories atau Inventori Pilihan-
Paksa termasuk klasifikasi tes yang volunter. Suatu tes dikatakan volunter bila subjek
dapat memilih pilihan yang lebih disukai, dan tahu bahwa semua pilihan itu benar,
tidak ada yang salah (Muhadjir,1992). Subjek, dalam hal ini, diminta memilih pilihan
yang lebih disukai, lebih sesuai, lebih cocok dengan minatnya, sikapnya, atau
pandangan hidupnya.
1) Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W Temperament Scale): H-W
Temperament Scale dikembangkan dari teori kepribadian Rosanoff (Muhadjir,
1992). Menurut teori ini, kepribadian memiliki enam komponen, yang lebih
banyak bertolak dari keragaman abnomal, yaitu:
Schizoid Autistik, mempunyai tendensi tak konsisten, berpikirnya lebih
mengarah pada khayalan.
2) Schizoid Paranoid, mempunyai tendensi tak konsisten, dengan angan bahwa
dirinya penting.
3) Cycloid Manik, emosinya tidak stabil dengan semangat berkobar.
4) Cycloid Depress, emosinya tak stabil dengan retardasi dan pesimisme.

32
5) Hysteroid, ketunaan watak berbatasan dengan tendensi kriminal.
6) Epileptoid, dengan antusiasme dan aspirasi yang bergerak terus.
H-W Temperament Scale tersusun dalam sejumlah item yang berfungsi untuk
memilahkan kelompok yang patologik dari kelompok penderita hysteroid, misalnya,
diasumsikan memiliki mental kriminal.

33
BAB V
ORIENTASI LATIHAN KETERAMPILAN PSIKOLOGIS
A. METODE DAN KETERAMPILAN PSIKOLOGIS
Metode dan teknik yang merupakan elemen standar LKP awalnya berasal dari
berbagai sumber, sebagian besar arus utama dalam psikologi. Daerah-daerah ini
termasuk modifikasi perilaku, teori dan terapi kognitif, terapi emosi rasional,
penetapan tujuan, perhatian kontrol, relaksasi otot progresif, dan desensitisasi
sistematis.
Pelatih dan atlet semua tahu bahwa keterampilan fisik perlu dilatih dan
disempurnakan secara teratur melalui secara harfiah ribuan dan ribuan pengulangan.
Mirip dengan keterampilan fisik, keterampilan psikologis seperti mempertahankan
dan memfokuskan konsentrasi, mengatur tingkat gairah, meningkatkan kepercayaan
diri, dan mempertahankan motivasi juga perlu dipraktekkan secara sistematis
(Weinberg dan Robert S., 2011). Dalam contoh, Jim perlu melatih keterampilan
psikologis relaksasi sehingga dia dapat mengatasi tekanan menembakkan lemparan
bebas di bawah permainan yang intens tekanan.
Semua peserta olahraga dan olahraga menjadi salah satu korban dalam
kekecewaan dan kesalahan mental. Pastinya pebanyakan pemain olahraga juga tahu
bagaimana rasanya berada "di zona”, di mana semuanya tampak menyatu dengan
mudah dan kinerjanya luar biasa. Mental dan komponen emosional sering
membayangi dan melampaui aspek fisik dan teknis murni kinerja. Dalam dunia
olahraga latihan psikologis dilakukan sepanjang atlet menjalani latihan olahraga,
karena latihan mental merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program latihan
tahunan atau periodesasi latihan. Latihan-latihan tersebut ada yang memerlukan
waktu khusus (terutama saat-saat pertama mempelajari latihan relaksasi dan
konsentrasi), namun pada umumnya tidak terikat oleh waktu sehingga dapat
dilakukan kapan saja (Adi Sapto, 2016).
Terdapat pengaruh yang signifikan latihan keterampilan psikologis terhadap
seseorang yang dilatih dengan bentuk latihan, bentuk latihan ini dapat mempengaruhi

34
kinerja seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Pada penelitian yang ditulis oleh
Deni Mudian dan Pulung Riyanto (2020) dengan judul “Penerapan Metode Latihan
Keterampilan Psikologis untuk Meningkatkan Kinerja Wasit dalam Memimpin
Pertandingan Futsal” yang mendapatkan hasil diperoleh informasi bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan latihan keterampilan psikologis dalam bentuk latihan
rileksasi terhadap kinerja wasit dalam memimpin pertandingan futsal, terdapat
pengaruh yang signifikan latihan keterampilan psikologis dalam bentuk latihan
imagery terhadap kinerja wasit dalam memimpin pertandingan futsal.
Hasil temuan peneliti di lapangan bahwa latihan keterampilan psikologis berupa
imagery memberikan pengaruh terhadap hasil penilaian kinerja wasit di lapangan,
sehingga wasit lebih berkembang dalam memimpin pertandingan. Maka dapat
disimpulkan bahwa pengaruh Metode Latihan Keterampilan Psikologis dapat
berpengaruh terhadap bidang olahraga.
Adapun yang termasuk kedalam daerah Metode Latihan Keterampilan Psikologis
adalah sebagai berikut:
1. Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku merupakan upaya, proses, atau tindakan untuk mengubah
perilaku dengan menerapkan prinsip-prinsip belajar yang teruji secara sistematis
untuk mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.
Fungsi Modifikasi perilaku dapat menilai dan memperbaiki perilaku individu
baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati. Hal tersebut berfungsi
dalam peningkatan potensi individu.
2. Teori dan Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah istilah yang lebih umum dari terapi kognitif dan
merupakan salah satu bentuk dari psikoterapi. Terapi kognitif bertujuan untuk melatih
cara berpikir (fungsi) kognitif dan cara bertindak (perilaku) seseorang. Terapi
Kognitif juga merupakan suatu perawatan psikologis yang dirancang untuk melatih
pasien mengidentifikasi dan mengoreksi pikiran-pikiran negatif, sehingga
pikiran/perasaan negatif tersebut dapat ditekan (Teasdale et al., 1984).

35
3. Terapi Emosi Rasional
Terapi rasional emotif adalah sistem psikoterapi yang mengajari individu
bagaimana sistem keyakinannya menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada
berbagai peristiwa dalam kehidupan. Penekanan terapi ini pada cara berpikir
mempengaruhi perasaan, sehingga termasuk dalam terapi kognitif. Gerald Corey
(2003) dalam buku Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi menuturkan bahwa
Terapi rasional emotif adalah pemecahan masalah yang menitikberatkan pada aspek
berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusandengan dimensi-
dimensi pikiran ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan.
4. Penetapan Tujuan
Penetapan tujuan adalah proses memutuskan apa yang ingin Anda capai.
Biasanya melibatkan pengembangan rencana tindakan, dengan tujuan yang lebih
kecil dipecah menjadi langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti, untuk memandu
seseorang dalam mencapai tujuan tersebut. Fungsi dari penetapan tujuan yaitu
menjadi pedoman bagi kegiatan. Sebagai sumber legitimasi atau adanya standar
pelaksanaan.
5. Perhatian Kontrol
Kontrol perhatian mengacu pada kapasitas individu untuk memilih apa yang
mereka perhatikan dan apa yang mereka abaikan. Hal ini juga dikenal sebagai
perhatian endogen atau perhatian eksekutif . Dalam istilah awam, kontrol perhatian
dapat digambarkan sebagai kemampuan individu untuk berkonsentrasi. Terutama
dimediasi oleh area frontal otak termasuk korteks cingulate anterior, kontrol atensi
dianggap terkait erat dengan fungsi eksekutif lainnya seperti memori kerja.
6. Relaksasi Otot Progresif
Relaksasi otot progresif merupakan suatu cara dari teknik relaksasi yang
mengkombinasi latihan nafas dalam dan serangkaian kontraksi dan relaksasi otot
yang sangat mudah dan praktis dikarenakan gerakannya mudah dan dapat dilakukan
kapanpun dan dimanapun. Teknik relaksasi otot progresif adalah memusatkan
perhatian pada suatu aktivitas otot, dengan mengidentifikasikan otot yang tegang

36
kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk
mendapatkan perasaan relaks (Purwanto, 2013).
7. Desentisasi Sistematis
Terapi desensitisasi sistematis adalah jenis terapi yang menghadapkan subjek
pada situasi yang memunculkan ketakutannya, namun situasi tersebut dikemas dalam
situasi yang terkontrol dan aman bagi subjek. Terapi ini merupakan salah satu terapi
penanganan rasa takut yang cukup efektif.

B. ANTARA LKM DAN LKP


Kedua istilah ini merujuk kepada latihan yang diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan dan keterampilan teknik, taktik, fisiologis, dan
psikologis.
1. Latihan Keterampilan Mental (LKM)
Latihan Keterampilan Mental (LKM) awalnya digunakan dalam program
latihan samurai, yang kemudian LKM menekankan pada upaya untuk meningkatkan
aspek psikologis dari gerakan fisik. LKM dirancang agar atlet belajar lebih banyak
tentang kehidupan mentalnya yang memungkinkan meningkatkan kendali atlet dalam
mengkoordinasikan gerakan secara efektif melalui berbagai keadaan penampilan
psikologis.
2. Latihan Keterampilan Psikologis (LKP)
LKP dikembangkan sebagai sebuah fondasi ilmiah untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan psikologis, hal itu dikarenakan adanya tuntutan yang besar
kepada atlet untuk menggunakan keterampilan psikologis dalam meningkatkan
penampilan dan prestasi olahraga yang digelutinya.
LKP merupakan sebuah program latihan yang akan membantu attlet dan pelatih
untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan psikologis yang sangat berguna
untuk meningkatkan penampilan puncak, meningkatkan kepuasan, mengeksplorasi
dan mengembangkan kekuatan pikiran, mengaktualisasi potensi yang terpendam, dan
meningkatkan konsistensi penampilan.

37
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa LKP adalah program latihan yang
disusun secara metodis sistematis dan komperhensif sebagai sebuah metode, teknik
atau strategi belajar atau latihan yang ditunjukkan untuk membina dan
mengembangkan keterampilan teknik, taktik, fisiologis, dan psikologis secara
simultan pada saat yang bersamaan.

C. URGENSI PROGRAM LKP


Aspek keterampalian sangat penting dalam pencapaian keberhasilan atlet, namun
LKP belum banyak diterapkan dalam pembinaan olahraga, khususnya di indonesia.
Adapun 3 alasan pokok mengapa LKP belum banyak diterapkan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Rendahnya Pengetahuan dan Pemahaman
2) Adanya Kesalahpahaman tentang keterampilan psikologis
3) Masih Terbatasnya Waktu yang Tersedia
a. Rendahnya Pengetahuan dan Pemahaman
Faktanya banyak pelatih dan atlet yang belum memahami tentang bagaimana
cara mengajarkan dan melatihkan keterampilan psikologis. Hasil Survey Gould, dkk
(1999) menyatakan bahwa pelatih mengakui bahwa kekurangtahuannya terhadap
psikologi olahraga, dan bahkan pengetahuan tentang LKP. Mereka tidak memperoleh
pengetahuan LKP dari buku atau pelatihan-pelatihan LKP. Cara yang dapat dilakukan
agar LKP lebih dikenal oleh para pelatih dan atlet yaitu dengan mengembangkan
lebih banyak sumber-sumber latihan keterampilan psikologis, kemudian
mengikutsertakan pelatih-pelatih dalam program-program pendidikan dan pelatihan
LKP.
b. Adanya Kesalahpahaman tentang Keterampilan Psikologis
Banyak yang keliru bahwa juara itu dilahirkan dan tidak dibuat, salah satunya
tentang LKP yang dianggap sebagai keterampilan bawaan dan tidak dapat diajarkan
atau dilatihkan. Hal ini menjadi kendala dari penerapan latihan keterampilan
psikologis dalam pelatihan olahraga. Padahal sama halnya seperti keterampilan fisik,

38
keterampilan psikologis dapat diajarkan dan dikembangkan tergantung kepada
pengalaman yang diperoleh dalam kehidupannya.
c. Masih Terbatasnya Waktu yang Tersedia
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gould, dkk (1999) bahwa pelatih
tidak mengajarkan atau melatih LKP kepada atletnya dikarenakan keterbatasan
waktu yang tersedia. Dikatakan oleh para pelatih bahwa para atlet hanya memiliki
waktu yang cukup untuk melakukan latihan fisik dan teknik, tetapi waktu yang
tersedia untuk melatih keterampilan psikologis sangat terbatas. Jika para pelatih
kerapkali menemukan atau mendengar alasan seperti ungkapan di atas, maka kita
akan berpikir bahwa atlet harus memiliki waktu yang lebih banyak untuk berlatih
keterampuilan psikologis. Satu hal penting yang harus diingat bahwa pelatih yakin
bahwa LKP memainkan peranan penting dan mengetahui bagaimana cara melatihnya.

D. EFEKTIVITAS PROGRAM LKP


LKP merupakan teknik yang efektif untuk meningkatkan penampilan olahraga.
Hal ini didukung oleh banyak peneliti yang menyatakan bahwa program LKP ini
memiliki pengaruh positif intervensi psikologis terhadap penampilan olahraga. Chox
dan Yoo (1995), Huges (1990), Weinberg (1994) tentang pengaruh metode latihan
keterampilan psikologis terhadap peningkatakn penampilan olahraga. Peningkatan
yang efektif yang meningkatkan keterampilan yaitu dengan LKP (Greenspan dan
Feltz, 1989; Vealey, 1994; Weinberg dan Comar, 1994). 38 atau 85% dari 45 hasil
penelitian yang meninjukkan pengaruh positif intervensi psikologis terhadap
penampilan olahraga (Weinberg dan William, 2001).
Program LKP terbukti dapat memberikan pengaruh positif terhadap penampilan
dalam berbagai cabang olahraga, diantaranya adalah:
1. Golf (Chohen, Tenebaum, & English, 2006; Thomas & Fogarty, 1997),
2. Tenis Lapangan (Mamassis & Doganis, 2004),
3. Balap Sepeda (Kress, Schroeder, Potteiger, & Haub, 1999),
4. Sepak Bola (Holm, Beckwith, Ehde, & Tinius, 1996),

39
5. Renang (Holm et al., 1996; Sheard & Golby, 2006),
6. Tembakan dalam permainan bola basket (Pates, Maynard, & Westbury, 2001;
Meyers, Schleser, & Okwumabua, 1982),
7. Lari (Patrick & Hrycaiko, 1998),
8. Berkuda (Blakeslee & Goff, 2007),
9. Karate (Seabourne, Weinberg, Jackson, & Suinn, 1985),
10. Menyelam (Terry & Mayner, 1998).
Dari beberapa bukti empirik diatas dapat dikatakan bahwa LKP memainkan
peranan penting dalam meningkatkan penampilan olahraga dan beberapa metode
LKP yang pada umumnya digunakan oleh atlet adalah penetapan tujuan, imajeri
mental, self-talk, rileksasi dan konsentrasi.

E. LKP DAN SELF REGULATION LEARNING


Sasaran terakhir dari Latihan Keterampilan Psikologis adalah Self-Regulattion
Learning (SRL) atau bisa disebut dengan pengelolaan diri dalam belajar. Self
Regulattion Learning merupakan suatu strategi belajar atau berlatih yang
dikembangkan dari teori triadik kognisi sosial dari Bandura. Menurut teori triadik
kognisi sosial, manusia merupakan hasil dari struktur kausal yang interdependen dari
aspek-aspek yang meliputi perilaku, pribadi dan lingkungan. Pengelolaan diri dalam
belajar sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan aspek
metakognisi, motivasi dan perilaku pembuatan keputusan yang mengatur pemilihan
dan penggunaan berbagai komponen-komponen uang meliputi (1) Harapan, (2)
Komponen Nilai, (3) Komponen Perilaku, (4) Komponen dengan lingkungan.
SRL memiliki efikasi diri dan motivasi instrinsik yang tinggi jika seorang siswa
atau atlet melaksanakannya. Seorang siswa atau atlet yang melaksanakan pengelolaan
diri dalam belajar secara aktif menciptakan lingkungan, kondisi sosial, dan materi
belajar untuk mengoptimalkan kegiatan belajarnya. SRL sebagai bentuk belajar
individual dengan bergantung pada motivasi belajar mereka, secara otonomi

40
mengembangkan pengukuran (Kognisi, metakognisi, dan perilaku) dan memonitor
kemajuan belajarnya.

F. PENGUKURAN LKP
Ada beberapa instrumen yang telah dikembangkan untuk mengukur keterampilan
psikologis yang digunakan oleh atlet, baik yang bersifat unideminsional maupun
multidimensional. Instrumen tersebut dikembangkan untuk mengukur perbedaan
kemampuan atlet pada tingkatan keterampilan psikologis yang berbeda. Ada lima
diantaranya akan diuraikan secara singkat sebagai berikut:
1. Psyhological Skill Inventory for Sport
Instrumen ini dikembangkan oleh Mahoney, Gabriel, dan Perkins (1987). PSIS-
5 adalah Instrumen edisi ke 5 yang terdiri atas 45 item dan mengukur 6 jenis
keterampilan psikologis, yaitu:
a. Keterampilan Psikologis
b. Kepercayaan Diri
c. Persiapan Mental
d. Motivasi
e. Orientasi Tim
f. Pengendalian Kecemasan
2. Athletic Coping Skills Inventory
Instrumen ini dikembangan oleh Smith, Schutz, Smoll, dan Ptacek (1995)
ACSI 28 terdiri dari 28 item dan digunakan untuk mengukur keterampilan coping,
penampilan puncak dalam kondisi tertekan, penetapan sasaran atau persiapan mental,
konsentrasi, kebebasan dari rasa takut (keberanian), kepercyaan diri, motivasi
berprestasi dan kemampuan melatih. ACSI 28 ini pertama kali digunakan untuk
memprediksikan pelempar dan pemukul professional baseball.
3. Test of Performance Strategies
TOPS dikembangkan oleh Thomas, Murphy, dan Hardy (1999). TOPS terdiri
dari 64 Item yang mengukur kombinasi antara metode dan keteramilan psikologis

41
dalam dua situasi strategis, yaitu situasi pertandingan dan situasi latihan. Variabel
yang diukur dalam situasi pertandingan ini adalah self-talk, kontrol emosi,
otomatisasi, penerapan tujuan, mental imajeri, aktivitas, berfikir negatif, dan rileksasi.
4. Motivasi Berprestasi
Menurut Hidayat (2006) dalam penelitiannya tentang hubungan antara motivasi
berprestasi, sikap latihan dan hasil belajar keterampilan teknik bermain bulutangkis
menyebutkan sembilan indikator motivasi berprestasi yang dituangkan dalam 30 item
pertanyaan. Adapun indikator motivasi berprestasi adalah sebagai berikut:
a. Memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai keberhasilan
b. Memiliki Tanggung Jawab
c. Memiliki Rasa Kepercayaan Diri
d. Memilih untuk melakukan tugas yang menantang
e. Menunjukkan usaha kerja keras dan tekun dalam mencapai tujuan yang bersifat
lebih baik.
f. Memupuk keberanian untuk mengambil resiko
g. Adanya Keinginan untuk selalu unggul dari orang lain
h. Kreatif
i. Selalu menentukan tujuan yang ralistik
5. Kepercayaan Diri
Rahayu (1997) telah mengembangkan sebuah inventori untuk mengukur
kepercayaan diri atlet untuk olahraga perorangan. Inventory ini terdiri atas tiga sub
variabel dan delapan indikator yang dituangkan dalam 42 item pernyataan. Adapun
indicator kepercayaan diri yaitu:
a. Kesadaran terhadap kemampuan diri sendiri
1) Kekuatan/Kelebihan
2) Kelemahan atau kekurangan
3) Menerima Kritik
4) Menerima Kegagalan
b. Mampu secara Realistik menentukan siaran

42
1) Kesadaran terhadap keberhasilan dan kegagalan
2) Menentukan sasaran yang sesuai dengan kemampuan diri
c. Kemampuan menyusun rencana tindakan
1) Pemahaman terhadap faktor-faktor pendukung keberhasilan
Kemampuan menentukan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran

G. TAHAPAN PROGRAM LKP


Seperti yang sudah dijelaskan, Program LKP harus di pelajari, di latih, dan di
kembangkan dalam sebuah kemasan program yang sistematis. Tahapan dalam
program LKP adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pendidikan
Tahap Pendidikan adalah tahap memahamkan kepada atlet tentang pentingnya
LKP.
2. Tahap Penugasan
Tahap penugasan memfokuskan pada strategi atau teknik untuk mempelajari
berbagai keterampilan psikologis, dilakukan baik dalam bentuk pertemuan yang
bersifat formal ataupun non formal.
3. Tahap Latihan
Tahap Latihan disebut juga tahap pembelajaran keterampilan psikologis atau
actual teaching adn learning of selected psychological methods
4. Tahap Evaluasi
Jika pada tahap penugasan semua atlet melaksanakan asesmen kebutuhan untuk
mengetahui masalah-masalah berkenaan dengan keterampilan psikologis, maka pada
tahap evaluasi program latihan atlet harus pula melaksanakan evaluasi akhir.

43
BAB VI
METODE PENETAPAN TUJUAN DALAM AKTIVITAS OLAHRAGA
A. PENGERTIAN TUJUAN
Tujuan merupakan pencapaian suatu standar kecakapan tertentu yang biasanya
dicapai dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Tujuan dapat dimaknai sebagai
suatu objek atau sasaran yang ingin dicapai pada waktu yang akan datang berupa
standar kecakapan tertentu yang memberikan kekuatan dan mengarahkan perilaku
individu pada cara cara yang diorganisir dan memungkinkannya melakukan seluruh
aktivitas yang dipiihnya pada suatu kurun waktu yang telah ditentukan. Tujuan
berhubungan dengan alasan dan keinginan pribadi yang mendasari individu
melakukan kegiatan, misalnya seorang siswa atau atlet yang berlatih secara sungguh-
sungguh didasari oleh alasan karena ingin menguasai keterampilan gerak yang
dipelajarinya atau ingin menang dalam suatu kejuaraan.
Goal merupakan pencapaian suatu standar kecakapan tertentu yang biasanya
dicapai dalam kurun waktu yang telah ditentukan, Locke, dkk (1981). Tujuan sebagai
sasaran yang biasanya dicapai pada waktu yang akan datang dan menjadi ukuran
keberhasilan suatu kegiatan, Locke dan Latham (2002). Tujuan memberikan individu
target-target yang ingin dicapai dan menjadi tanda peningkatan ukuran keberhasilan
performa individu. Tujuan dapat dimaknai sebagi suatu objek atau sasaran yang ingin
dicapai pada waktu yang akan datang berupa standar kecakapan tertentu yang
memberikan kekuatan dan mengarahkan perilaku individu pada cara-cara yang
diorganisir dan memungkinkannya melakukan seluruh aktivitas yang dipilihnya pada
suatu kurun waktu yang telah ditentukan.
Sasaran yang ingin dicapai ditentukan sebelum kegiatan dilakukan, ini berarti
tujuan berhubungan dengan alasan dan keinginan pribadi yang mendasari individu
melakukan kegiatan, misalnya seorang siswa atau atlet yang berlatih secara sungguh-
sungguh didasari oleh alasan karena ingin menguasai keterampilan gerak yang
dipelajarinya atau ingin menang dalam suatu kejuaraan. Dengan demikian, tujuan
merupakan regulator perilaku individu agar senantiasa terarah pada pencapaian hasil

44
yang diharapkan dan untuk itu individu harus mengendalikan perilakunya sendiri
dengan memikirkan tentang hasil yang diharapkan dan melakukan tindakan yang bisa
membawa pada hasil yang diharapkan tersebut.

B. PENGERTIAN PENETAPAN TUJUAN


Penetapan tujuan adalah teknik atau strategi yang digunakan siswa atau atlet
untuk belajar atau menguasai pengetahuan atau keterampilan, Ertmer (1999).
Penetapan tujuan adalah suatu teknik atau strategi untuk menetapkan orientasi tujuan
belajar tau berlatih yang ingin dicapai yang menuntun regulasi proses berfikir siswa
atau atlet dalam rangka menguasai suatu keterampilan gerak. Penetapan tujuan
sebagai teknik menetapkan sasaran yang diinginkan, Winter (1995). Sasaran yang
dimaksud adalah performa yang akan datang, misalnya performa untuk memperoleh
skor tertinggi atau menjadi juara, Schmidt & Wrisberg (2000).
Sebagai kesimpulan dalam kaitannya dengan penetapan tujuan sebagai salah
satu metode latihan keteremapilan psikologis dapat dinyatakan bahwa penetapan
tujuan adalah suatu teknik atau strategi utuk menetapkan orientasi tujuan belajar atau
berlatih yang ingin dicapai yang menuntun regulasi proses berfikir siswa atau atlet
dalam rangka menguasi suatu keterampilan gerak.

C. DIMENSI PENETAPAN TUJUAN


Penetapan tujuan sebagai sebuah konstruk psikologis memiliki beberapa
dimensi, Shih (2002). Mengacu kepada teori penetapan tujuan yang dikemukakan
oleh Locke dkk menyebutkan tiga dimensi konstruk penetapan tujuan yaitu dimensi
kekhususan, dimensi tingkat kesulitan dan dimensi kedekatan.
1. Dimensi Kekhususan
Dimensi kekhususan berkenaan dengan penetapan tujuan yang spesifik.
Menurut Schunk, tujuan yang ditetapkan secara spesifik lebih memungkinkan
individu melakukan evaluasi kemajuan diri dan menuntun ke perforana yang lebih
baik daripada tujuan yang bersifat implisit dan umum. Dikuatkan oleh Ridley dkk,

45
tujuan yang spesifik akan meningkatkan performa karena memberikan tantangan
motivasional dan juga kesadaran metakognisi yang akan memberikan pengetahuan
tentang strategi yang sesuai untuk mencapai tujuan. Selain itu, Schunk juga
menyebutkan bahwa tujuan yang spesifik memungkinkan individu untuk
meningkatkan perasaan yakin karena kemajuannya lebih mudah diukur, Shih (2002).
2. Dimensi Tingkat Kesulitan
Asumsi teori penetapan tujuan yang dikemukakan oleh Locke dan Latham
menyebutkan adanya hubungan linier antara kesulitan tujuan dengan performa.
Sesuai dengan asumsi ini tingkat kesulitan suatu tujuan akan mendorong performa,
kian sulit suatu tujuan maka kian mendorong perform yang lebih baik. Hal ini dapat
dipahami karena tujuan yang sulit lebih mendorong mobilisasi dan menjaga
persistensi usaha daripada tujuan yang lebih mudah. Individu yang berhasil mencapai
sasaran dengan tingkat kesulitan tujuan yang lebih tinggi akan merasakan kepuasan
diri yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat kesulitan tujuan yang lebih mudah,
Shih (2002). Tingkat kesulitan tujuan yang lebih tinggi akan membangkitkan
motivasi yang lebih tinggi dan menguatnya motivasi diri akan mendorong siswa atau
atlet untuk terlibat dan melibatkan diri secara aktif dalam tugas. Selain itu, tingkat
kesulitan tujuan akan meningkatkan efikasi siswa diri dan atlet. Pada gilirannya akan
melanggengkan motivasi dan juga mengembangkan keterampilan yang lebih baik.
3. Dimensi Kedekatan
Dimensi kedekatan atau proksimal adalah proyeksi pencapaian tujuan dalam
rentang waktu yang dekat. Biasanya daoat lebih cepat dicapai dan lebih
meningkatkan motivasi diri individu terhadap pencapaian performa daripada tujuan
jauh atau distant goal, Shih (2002). Secara implist tergambarkan dari pandangan ini
bahwa dimensi proksimal berkaitan dengan proses penetapan tujuan untuk jangka
waktu yang relatif dekat atau singkat. Berbeda dengan distant goal yang
diproyeksikan untuk jangka waktu yang relatif lama. Namun begitu, baik tujuan
proksiaml maupun tujuan distal kedua-duanya berhubungan dengan proses atau cara
penetapan tujuan.

46
D. JENIS PENETAPAN TUJUAN
Dalam kaitannya dengan penguasaan keterampilan gerak, penetapan tujuan
dibedakan menjadi penetapan tujuan hasil, tujuan proses dan tujuan dinamik, Locke
dan Latham (1981) :
1. Tujuan Hasil
Tujuan hasil merupakan satu jenis penetapan tujuan yang berorientasi pada
hasil akhir. Tujuan hasil memfokuskan perhatian pada kesempurnaan tugas atau pada
pendemonstrasian kompetensi yang tinggi agar mampu melebihi atau mengalahkan
orang lain, Schunk & Ertmer (1999). Melalui penetapan tujuan hasil, seorang siswa
atau atlet dituntut untuk membuktikan kompetensi mereka diantara siswa atau atlet
yang lain dengan cara mengerjakan tugas sebaik mungkin untuk memperoleh hasil
tertinggi sehingga menjadi nomor satu atau menjadi yang terbaik. Hal ini berarti
kompetensi yang didemonstrasikan didasrkan pada standar eksternal berupa
penampilan yang dilakukan individu lain, juga proses pebandingan sosial dengan
individu yang lain, Sarrazin & Famose (1999).
Dilihat dari waktu pencapaian dan kepentingan pertandingan, tujuan hasil
disebut juga tujuan jangka panjang (long term goals). Misalnya tujuan kemenangan
dalam sebuah kejuaraan bola voli, sepak bola, bulutangkis, dan lain-lain. Tujuan
jangka panjang menekankan pada hasil akhir suatu kejuaraan. Meskipun begitu,
pencapaiannya ditunjang oleh tujuan proses yang ditetapkan sebelum dan selama
pertandingan.
2. Tujuan Proses
Tujuan proses atau tujuan yang menekankan pada proses penguasaan
keterampilan berkaitan dengan penggunaan teknik atau strategi yang dapat membantu
siswa atau atlet untuk menguasai tugas tertentu, Gould menyebutnya achievment goal
strategy yang dimaknai sebagai teknik yang efektif untuk mencapai tujuan akhir,
Zimmerman & Kitsantas (1996).
Pada tujuan proses, belajar keterampilan gerak dilakukan dengan cara
membagi materi belajar atau keterampilan target ke dalam beberapa sub keterampilan

47
sebgai perilaku target, Schmidt & Wrisberg (2000). Misalnya keterampilan gerak
servis dalam tenis dikompilasi dari perilaku target sikap tubuh, latihan
melambungkan bola, mengayunkan raket, memukul bola, dan sikap akhir. Demikian
pula keterampilan gerak lob bertahan dalam bulutangkis yang dielaborasi menjadi
perilaku target posisi siap, gerakan searah satelkok, posisi memukul, ayunan raket ke
belakang, ayunan raket ke depan, perkenaan raket dengan satelkok, gerak lanjut dan
sikap akhir. Setiap perilaku target adalah sub tujuan yang harus dicapai oleh peserta
didik secara bertahap. Oleh karena itu tujuan proses memfokuskan perhatian siswa
atau atlet secara khusus pada aspek aspek kunci dari pelaksanaan keterampilan gerak,
Schimdt & Wrisberg (2000).
3. Tujuan Dinamik
Tujuan dinamik (dynamic goal) dikenal juga dengan istilah shifting goal atau
merupakan suatu istilah yang dapat diartikan sebagai kombinasi antara penetapan
tujuan proses dengan tujuan hasil. Singkatnya, tujuan dinamik adalah teknik
menetapkan orientasi tujuan latihan atlet yang memfokuskan pada pemaduan antara
tujuan proses dengan tujuan hasil. Pada tahap awal latihan, atlet fokus pada proses
penguasaan keterampilan gerak (tujuan proses) dan melakukan sublimasi tujuan pada
hasil penampilan setelah proses dasar dikuasai (tujuan hasil).

E. VARIABEL-VARIABEL DETERMINAN
Mengacu kepada pandangan Magill (1985), ada dua variabel yang
mempengaruhi efektivitas penetapan tujuan yaiti kebutuhan untuk berprestasi (need
for achievement) dan pengalaman masa lalu (past experiences).
1. Kebutuhan Untuk Berprestasi (need for achievement)
Kebutuhan berprestasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan
efektivitas penetapan tujuan. Individu yang memiliki kebutuhan berprestasi rendah
cenderung menetapkan tujuan yang pencapaiannya relatif mudah, sebaliknya dengan
individu yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi akan menetapkan tujuan yang
relatif lebih sulit pencapaiannya. Bagi mereka, tujuan yang lebih sulit digunakan

48
sebagai pemicu untuk memaksimalkan usaha, sedangkan bagi individu yang
kebutuhannya berprestasi rendah, pada umumnya tujuan dijadikan sebagai alasan
untuk menghindari kegagalan.
2. Pengalaman Masa Lalu (past experiences)
Keberhasilan dan kegagalan dalam memcapai tujuan pada masa lalu akan
mempengaruhi pemilihan jenis penetapan tujuan pada aktivitas selanjutnya.
Keberhasilan pada aktivitas masa lalu akan mempengaruhi orientasi individu terhadap
keberhasilan dan juga pada tingkat kepercayaan dirinya, kareba itu individu yang
berhasil mencapai tujuan pada masa lalunya akan berjuang lebih gigih untuk
mencapai tujuan berikutnya.

F. DINAMIKA PSIKOLOGIS
1. Pendekatan Mekanistik Langsung
Menurut Locke dkk (2002), disebut mekanistik langsung karena penetapan tujuan
mepengaruhi perilaku individu pelaku secara langsung. Sesuai dengan pendekatan ini
penetapan tujuan mempengaruhi penampilan keterampilan gerak melalui empat cara.
a. Tujuan mengarahkan perhatian dan aktivitas individu pelaku
b. Tujuan memobilisasi usaha
c. Peningkatan presistensi usaha
d. Tujuan mengembangkan strategi baru dalam belajar
2. Pendekatan Mekanistik Tidak Langsung
Menurut pendekatan ini peneteapan tujuan mempengaruhi kondisi-kondisi
psikologis individu seperti tingkat kecemasan, motivasi dan efikasi diri. Maksudnya,
ketika individu menetapkan tujuan suatu tugas gerak, maka tujuan tersebut
mempengaruhi individu melalui valensi dan harapan penampilannya. Harapan
penampilan berkaitan dengan tingkat keyakinan atau kepercayaaan atlet untuk
mencapai suatu tujuan yang spesifik, sedangkan valensi penampilan menunjuk
kepada tingkat kepuasan individu yang diperoleh dari pencapaian suatu tujuan yang
spesifik. Ketika suatu tujuan tercapai maka valensi penampilannya akan meningkat.

49
G. IMPLIKASI DAN URGENSI DALAM PENELITIAN
Dibandingkan dengan penetepan tujuan proses dan hasil, dalam beberapa hasil
penelitian ditemukan bahwa penetapan tujuan dinamik tidak hanya memberikan
pengaruh lebih tinggi terhadap hasil belajar keterampilan gerak tetapi juga
menumbuhkan efek motivasional (efikasi diri, reaksi diri, dan minat intrinsik) yang
lebih tinggi daripada jenis penetapan tujuan yang lain, Zimmerman dan Kitsantas
(1997-1999).
Tujuan dinamik dapat memberi informasi tentang adanya perspektif multi
tujuan dalam penguasaan keterampilan gerak dan hal ini memberikan implikasi
penting terhadap penetapan tujuan yang bersifat hirarkis dalam kaitannya dengan
proses belajar. Artinya untuk menguasai suatu keterampilan gerak secara lebih efektif
dan efisien siswa atau atlet dapat menetapkan tujuan belajar yang ingin dicapainya
secara hirarkis sesuai dengan yang dikehendakinya, Hidayat dan Subarjah (2007).
Implikasi lebih lanjut, atlet dapat mengelaborasi tujuan latihan yang ingin dicapainya
menjadi sub-sub tujuan yang lebih spesifik dan realistik. Elaborasi ini sangat penting
sebab pencapaian suatu tujuan memiliki efek kumlatif dalam pencapaian tujuan-
tujuan berikutnya, Porter & Foster (1986). Implikasi lain dari strategi multi tujuan ini
adalah hasil belajar keterampilan gerak lebih efektif jika proses pembelajarannya
berorientasi pada lebih dari satu jenis penetapan tujuan, Yudiana dkk (2007).

50
BAB VII
METODE IMAJERI MENTAL DAN PENAMPILAN OLAHRAGA
A. PENGERTIAN IMAJERI MENTAL
Imajer mental mental imagery menunjuk kepada seatu proses mental yang
terjadi ketika seseorang membayangkan suatu obyek, peristiwa atau pengalaman
gerak tertentu melalui multi-modalitas seperti visual , auditorial,kinestik dan lain-
lain.istilah imajeri mental kira-kira sama pemgertianya dengan imajiner,
konseptualisasi,visualisasi,intropeksi, mental rehearsal,memory recall atau imajeri
gerak pada pokonya, penggunaan istilah tersebut dimaksudkan untuk membedakanya
dengan latihan nyata yang nampa dalam peragan gerak.
Matlin (2008) dan sternberg (1999) mengartikan imajeri mental sebagai
representasi mental mengenai segal sesuatu yang secara fisik tidak hadir saat
itu.Sesuai dengan pengertian iniimajeri mental mengandung dua pokok;pertam,
repsentasi mental berupaaktivitas untuk membayangkan atau memunculkan kembali
seatu obeyek, peristiwa, atau pengalaman;kedua, aktivitas imajeri mental terjadi
dalam pikiran tanpa kehadiran stimulus eksternal yang sebenarnya tidak ada di
sekitarnya pada saat orang sedang membayangkan obyek atau peristiwa
tersebut.pengertian lebih komperhensif dikonsepsikan oleh vealey dan walter (1993)
Menurutnya imajeri mental merupakan pengalaman yang melibatkan penggunaan
segenap aspek pengindraan untuk membayangkan atau memunculkan kembali seatu
pengalaman dalam pikiran. Sesua definisi ini imajeri mental tidak hanya merangkum
dua hal pokok seperti visual, auditorial,kinestik, pemciuman, perabaan,dan
pengecap.dengan kata lain imajeri mental ,merupakan bayangan dalam pikiran
seseorang yang dapat mencakup apa saja yang dapat di lihat, di dengar, di raba, dan
di citarasakan.
Berkenaan dengan aktivitas belajar keterampilan garak,imajeri mental
merupakan salahsatu metode keterampilan dasar dari latihan keterampilan
psikologis(Weinberg, 1987; Thiese & Huddieston, 1999; Vealey & Walrter, 1993;
Marten,1987; rusha; Hardy & Fazey; Winter & Martin; Wirawan, 2005). Sebagai

51
sebuah keterampilan imajeri mental harus di latih secara tepat,teratur, dan
berkesinambungan seperti halnya latihan fisik yang komplek dan meningkstkan
performanya.adapun blischke (1999) mengartikan imajeri mental sebagai suatu teknik
untuk membentuk gambaran mental tentang keterampilan gerak yangakan dipelajari
yang berpengaruh positif terhadap konsepsi dan representasi gerakan pada semua
tahap penguasaan keterampilan gerak.
Berdasarkan dengan pengertian-pengertian di atas imajeri mental belajar
keterampilan gerak dimaknai sebagai aktivitas untuk membayangkan atau
memunculkan kembaliobyek, peristiwa, atau pengalaman keterampilan gerak dalam
pikiran.Bagaimana suatu pola gerakan yang telah dilakukan dibayangkan terlebih
dahulu dan bagaimana suatu pola gerakan yang telah dilakukan dimunculkan kembali
dalam pikiran.Misalnya seprang siswa atau atlet membayangkan dalam pikiranya
mengenai performa pelatih atau atlet idolanya ketika memperagakan high service
bulu tangkis,mulai warna pakaian, posisi siap tangan dan kaki, gerakan ayunan raket
ke depan, gerakan dan suara perkenaan raket ke setel kok, gerakan lanjut,posisi akhir
tubuh, dan lain-lain.selain itu,seorang siswa atau atlet dapat pula membayangkan
kembali gerakan servis setelah ia sendiri melakukan gerakan tersebut dan hanya
gerakan yang benar yang dibayangkan.

B. SITUASI OLAHRAGA
Pada dasarnya imajeri mental dapat dilakukan hampir di setiap saat dan setiap
tempat.menurut Paivio imajeri dapat dilakukan dalam tiga situasi olahraga yaitu
situasi latihan, pertabdingan, dan rehabilitas. Pada latihan imajeri mental dapat
dilakukan sebelum atau sesudah latihan (Weinberg, 1988; Cox, 2002; Weinberg dan
Gould, 2007). sebelum latihan siswa atau atlet dapat membayangkan teknik-teknk
pukulan dan drill-drill yang dilakukan, sedangkan setelah latihan siswa atau atlet
dapat meriviu pukulan-pukulan yang dilakukan dan strategi yang digunakan selama
latihan. pelaksanaan imajeri sebelum dan sesudah latihan sangat bergiuna untuk
membantu siswa atau atlet membentuk bahkan menjelasakan image atau gambaran

52
yang dibayangkan gerakan secara detail. adap untuk kepetingan pertandingan,imajeri
dapat dilakukan sebelum, selama atau sesudah pertandingan.ini sangat membantu
siswa atau atlet untuk memantapkan dalam pikirannya tentang apa dan bagaimana
yang ingin yang ingin dilakukan pada saat bertanding dan menentukan strategi yang
digunakan pada situasi yang berbeda. selain itu, atlet atau siswa dapat pula memutar
kembali keberhasilan atau ketidakberhasilan setiap elemen teknik, pukulan-pukulan,
dan strategi yang digunakan selama bertanding.

C. JENIS IMAJERI MENTAL


Seperti telah di uraikan sebelumnya,imajeri mentalmelibatkan semua indera atau
modalitas sensori,oleh karena itu imajeri mental dapat berbentuk
visual,kinestik,auditori,penciuman,perabaan,dan pengecap.jenis visual berkenaan
dengan aktivitas untuk melihat gerakan diri sendiri atau “model” dalam seatu
layar,seolah-olah sedang menonto sesuatu.jenis kinestik menyangkut aktivitas untuk
merasakan gerakan tubuh dalam posisi yang berbeda. Jenis auditori berkenaan dengan
aktivitas untuk mendengar sesuatu bunyi atau suara seperti mendengar seperti
mendengar suara perkenaan antara raket dan setelkon.jenis penciuman berkenaan
dengan membaui sesuatu,jenis perabaan berkaitan dengan sensasi sentuhan misalnya
mserasakan sentuhan ketika memegang raket atau merasakan permukaan bola
basket,semetara dimensi pengecap mencakup semua indera pengecap untuk
merasakan cita rasa sesuatu. Satu dari keenam jenis imajeri mental tadi yang paling
dominan dan sering digunakan karena memberikan hasil yang lebih efektif adalah
imajeri visual (shone, 1984; Bird & Cripe, 1986; Martens, 1987;Cox, 2002;Horn,
2008).
Mahoney & Avener membedakan antara iamjeri mental internal dan imajeri
eksternal. Imajeri inernal adalah jenis imajeri yang menggambarkan kembaligerakan-
gerakan yang telah di lakukan atau sesuatu gerakan yang telah dikontruksi (scned)
dalam pikiran ( Brid & Cripe, 1986). Representasi dalam imajeri mental internal
merupakan kinestik , Siswa atau atlet secara actual merasakan penampilan gerak yang

53
dibayangkan. Hale dan Hall menegaskan bahwa imajeri internal berkaitan segala
sesuatu yang terjadi dalam pikiran , ketika atlet atau siswa membayangkan perfoma
yang sebenarnya dari perspektif dalam diri sendiri (Chevalier, 1988). Jadi
ringkasanya, pada imajeri internal siswa atau atlet seola-olah melihat hatinya atau
dari dalam tubuhnya dan mersakan gerakan tubuhnya ketika bergerak pada berbagai
posisi.
Sebaliknya imajeri eksternal, aktivitas utamanya adalah visual. Siswa atau atlet
melihat dirinya dari luar, seolah-olah meraka menjadi penonton yang menyaksikan
perfomanya sendiri (Chevalier,1988). Siswa atau atlet melihat seatu gerakan atau
gerkanya sendiri dari perspektif eksternal seolah-olah menonton televise, misalnya
siswa atau atlet memvisualisasikan seatu gerakan yang ditampilkan oleh seseorang
dengan bantuan alat ( audiovisual), gambar atau model langsung ditranformasikan ke
dalam pikiran. Beberapa ahli sperti Bird & Cripe ( 1986), Vealey & Walter (1993),
Perry & Moris 9 115), dan Cox (2002) memandakan imajeri internal dengan imajeri
kinestik sementara imajeri eksternal dengan imajeri visual.hal ini di dasari oleh
pandangan bahwa modalitas yang paling dominan di dalam imajeri mental internal
adalah mosalitas kinestik,sementara di dalam imajeri eksternal adalah visual.

D. DIMENSI IMAJERI MENTAL


Kedua jenis imajeri di atas terdiri dari dimensi ketajaman atau kejelasan
(vividness) dan kemampuan mengendalikan (control-aubilty). Ketajaman berkenaan
dengan tingkat tajamnya tidaknya sesuatau bentuk atau elemen gerakan yang
dibayangkan.dimensi ini sangat menentukan dalam imajeri mental sebab kian tajam
individu membayangkan gerakan yang akan di lakukan seolah-olah gerakan gerakan
tersebut sudah dilakukan demikian maka semakin baik imajeri mental yang dilakukan
,dan hal ini semakin memfalisitasi hasil gerakan yang di inginkan. Oleh karena itu,
menurut Denis (1985) Pemberian informasi tentang bagaimana melakukan imajeri
mental secara efektif akan sangat membantu mengausai keterampilan gerak yang

54
dipelajari,sebaliknya penguasaan keterampilan gerak yang yang semakin baik akan
meningkatkan ketajaman imajeri mental.
Kemampuan mengendalikan adalah kapasitas untuk membangkitkan
kelanggengan gambaran yang dibayangkan (Denis, 1985). Dimensi ini penting untuk
mendapatkan presisi pengulangan image, siswa atau atlet berusaha mengedalikan
agar gerakan yang di bayangkan adalah gerakan yang benar. Weinberg (1988)
menegaskan dimensi kemampuan mengendalikan sebagai determinan keberhasilan
imajeri mental. Karena itu siswa atau atlet harus belajar mengendalikan image
kemunkinan siswa atau atlet dapat membayangkan secara tepat gerakan yang
dilakukanya dan memperkecil kemungkinan membayangkan gerskan yang salah.
Dengan kata lain siswa atau atlet belajar memanipulasi image untuk mencapai
hasil gerakan yang di inginkan. Paivio (1985) telah mengembangkan kerangka kerja
penggunaan imajeri mental dalam penampilan olahraga yang memfostulasi bahwa
imajeri mental dapat digunakan untuk fungsi kognitif dan motivational, baik pada
tingkatan umum maupun khusus.karena itu, imajeri mental mental dikelompokan
kedalam empat fungdsi utama, yang oleh Hall, dkk., (1998) dikembangkan lebih
lanjut menjadi lima fungsi,yaitu fungsi (1) cognitive specific (CS), (2) cognitive
general (CG), (3) motivational specific (MS), motivstional general – arousal ( MG-
A), dan (5) motivational general- mastery (MG-M).
Imajeri khusus kognitif (CS) digunakan untuk mempelajari dan
mengenbangkan keterampilan gerak, atlet secara tajam dan terkontrol membayangkan
dirinya melakukan keterampilan gerak yang spesifik selama latihan dan pertandinga.
Bukti-bukti emperis efektifitas deimensi imajeri khusus kognitif antara lain dalam
cabang olahraga golf (0rliaquent & Coello, 1998), lemparan bebas dalam bola basket
(Wrisberg & Ansel, 1989). Ketika dikombinasikan dengan latihan keterampilan gerak
yang sebenarnya terbukti sangat efektif untuk meningkatkan penampilan olahraga
( Hall, 2001).
Imajeri umum kognitif ( CG) dugunakan untuk mengembangkan dan
melakukan stretegi bertanding ( Mouroe dkk,2000), misalnya atlet membayangkan

55
dirinya meriviu strategi berhtahan tim dalam permainan bola voli. Ille dan Codopi
( 1999) menemukan bahwa para pesenam muda yang menggunakan iamjeri umum
kognitif dapat dapatdigunakan pula untuk membantu para penari (dancers) untuk
mempelajari dan meningkatakan kembali gerakan –gerakan yang kompleks ( poon
dan Rodgers, 2000).
Dimensi fungsi imajeri khusus motivasional ( MS ) digunakan dalam kaitanya
respon yang terkait dengan tujuan aktivitas. Siswa atau atlet membayangkan aktivitas
dan tujuan tertentu yang harus dikerjakan untuk merealisasikan tujuanya ( Hall &
Fishburne, 2010). Para peneleti meyakini bahwa penggunaan imajeri khusus
motivasional sangat bermanfaat untuk meningkatkan motivasi atlet mencapai tujuan ,
baik pada saat latihan maupun bertanding ( Callow, Hardy, & Hall, 2001). Paivio
(1985) menemukan bahwa atlet yang mengunakan imajeri khusus motiva-sional
lebih mampu memlihara aktivitas yang terkait dengan tujuan latihan.
Imajeri motivational general-arousal ( MG-A) berkenaan dengan regulasi
arousal dan tingkat stress ( Hall & Fishburne, 2010 ), atlet membayangkan dirinya
dalam suatu situasi olahraga menunjukan kemampuanya dalam mengendalikan
kecemasan. Misalnya, atlet membayangkan dirinya menarik nafas dalam-dalam agar
dapat tenang selama bertanding. Dimensi imajeri ini oleh atlet di berbagai cabang
olahraga terutama untuk mengendalikan arousal dan kecemasan dalam persiapan
menghadapi pertandingan ( White & Hardy, 1998; Munroe,dkk,2000) dan membantu
mempersiapkan aspek-aspek mental menghadapi pertandingan. Adapun imajeri
motivational general-mastery ( MG-M) digunakan untuk meningkatkan aspek –aspek
mental, seperti ketangguhan mental, perhatian terfokus,kepercayaan diri, dan sikap
positif ( Hall & Fishburne,2010). Indikasi beberapa hasil penelitian menjukan bahwa
atlet menggunakan MG-M sangat efektif untuk meningkatkan perfoma dalam
pertandingan ( Mounre, dkk, 1998), terutama sejak MG-M menunjukan
efektivitasnya dalam meningkatkan efikasi diri dan kepercayaan diri ( Felt dan
Reissinger, 1990;Mounre, dkk, 2000; mounre-Chndler, 2008).

56
E. VARIABEL-VARIABEL DETERMINAN
Suinn (1993) menyebutkan tiga variabel yang mempengaruhi evektifitas imajeri
mental yakni variabel latihan, karakteristik individu, dan tuntutan tugas. Variabel
latihan merangkum sib variabel isi dan lamanya latihan,variabel karakteristik individu
terdiri atas tingkat keterampilan dan kemampuan imajeri mental, sedangkan tuntutan
tugas terdiri dari sub variabel belajar keterampilan baru dan pengembangan
keterampilan. Driskell, dkk (1994) telah melakukan analisis meta terhadap 34
penelitian untuk mengetahui pengaruh imajeri mental terhadap performa dan
variabel- variabel yang mempengaruhi keberhasilan imajeri mental. sesuai analisis
metanya terbukti imajeri mantal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
perfoma da ada tiga variabeal pokok yang mempengaruhi imajeri mental yakni jenis
tugas, interval retensi, antara latihan dan perfoma, dan atlet elit.
Berdasarkan penjelasan di atas teerdapat dua variabel pokok yang
mempengaruhi imajeri mental,yaitu variabel internal dan variabel eksternal. Variabel
internal terdiridari sub variabel kemampuan imajeri dan tingkat keterampilan,
sedangkan variabel eksternal merangkum sub variabel karakteristik latihan dan
karakteristik tugas ( jenis dan tuntutan tugas).

Variabel Internal
Variabel internal adalah variabel yang melekat pada diri setiap siswa atau atlet
atauvariabel yang bersumber dari individu yang melakukan imajeri mental, Perry
( 1995) Menyebutkan variabel perbedaan individual, terdiri dari kemampuan imajeri
dan tingkat tingkat keterampilan atlet. Kemampuan imajeri adalah kemampuan untuk
mengkonseptualisasikan atau membayangkan perfoma gerak. Kemampuan imajeri
merupakan variabel yang memoderatori pengaruh imajeri mental terhdap perfoma
( Whitely; Richardson:Chevalier & Girard dan Simon;dalam Vealey dan Walter,
1995). Thill ( 1998) menemukan bahwa individu yang memiliki kemampuan imajeri
tinggi menunjukan peningkatan penampilan keterampilan gerak yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang memiliki imahejeri rendah, juga lebih termotivasi

57
secara intristik, lebih kompenten,atau lebih tertarik pada tugas-tugas gerak yang harus
dilakukanya.Hal ini berarti,jika siswa atau atlet dapat meningkatkan ketajaman dan
kemampuan mengendalikan imagenya, maka perfomanya akan meningkat pula.
Tingkat keterampilan atlet juga mempengaruhi keberhasilan imajeri mental
(Feltz & Lnders, 1983; Weinberg,2008). Bukti empiris awal tentang hal ini dilaorkan
dalam temuan Clark dan Corbin yang membuktikan latihan imajeri mental sebagai
variabel yang memfasilitasi perfoma dan besar signifikan pengaruhnya tergangtung
kepada tingkat ketrampilan sebelumnya (Cox, 2002),dikuatkan oleh hasil meta
analisis Feltz & Landers ( 1983) yang menyimpulkan bahwa imajeri mental dapat
bahwa imajeri mental dapat digunakan untuk atlet pemula maupun elit, juga
kesimpulan temuan Simon ( 1993 ), bahwa kemampuan imajeri dan tingkat
keterampilan atlet mempengaruhi perfoma. Temuan ini berbeda dengan kesimpulan
hasil penelitian Bohan, dkk ( 1983 ) dan meta analisis Driskell, dkk ( 1994) yang
menyatakan bahwa imajeri mental dapat memberikan pengaruh lebih signifikan pada
atlet elit dari pada atlet pemula.

Variabel Eksternal
Sumber variabel eksternal adalah kondisi atau lingkuangan di luar induvidu,
terdiri dari sub variabel karakteristik latihan dan hakekat tugas.karakteristik
merangkum indicator isi,strategi,dan lama latihan. Indicator isi menyangkut
persoalan tentang image atau obyek yang harus dibayangkan. Isi imajeri mental yang
sesuai dengan karakteristik dan tingkat kebutuhan individu serta terarah pada tujuan
akan berpengaruh signifikan terhadap eberhasilan imajeri mental dan perfoma ( suinn,
1993 ). Menurut Porter dan Foster ( 1986 ), hal yang paling penting berkenaan
dengan isi imajeri adalah atlet mengetahui apa yang ingin dilakukanya dan apa hasil
yang ingin diraihnya.oleh karena itu, isi dan tujuan harus ditetapkan sedemikian rupa,
diinformasikan dan dipahami secara jelas oleh atlet agar dapat memfasilitasi
keberhasilan imajeri mental yang dilakukan dan pada akhirnya mempengaruhi
perfoma olahraga, sebab isi dan tujuan bersifat kohesif dalam pengertian isi imajeri

58
mental harus senantiasa diarahkan pada tujuan dan tujuan isi itu sendiri harus
divisualisasikan.
Salah satu dorongan Driskell,dkk. Melakukan analisis meta tentang pengaruh
lamanya waktu latihan imajeri mental terhadap perfoma adalah karena belumje jelas
hubungan antar lamanya waktu imajeri mental dengan perfoma. Meskipun temuan
awal Sacket menyenbutkan bahwa lamanya waktu imajeri mental mempengaruhi
ferpoma,tetapi tidak bukti konklusif tentang signifikan pengaruh akibat lamanya
latihan. Meskipun begitu sacket yakin tentang adanya lama waktu yang optimal yang
dibutuhkan untuk melakukan latihan imajeri mental akan memberikan pengaruh
negative terhadap perfoma.
Selajutnya, setiadarma ( 2000) meneguhkan bahwa pada sejumlah atler, mereka
dapat melakukan latihan imajeri dalam jangka waktu yang relatip lama, namum
berdasarkan sejumlah data yang diperoleh Weinberg dan Gould ( 1995 ), bagi para
pemula, jangka waktu 10 menit cenderung mengganggu konsentrasi mereka. Ahli –
ahli lain yang sependapat dengan pandangan di atas antara lain Weinberg (1986,
Perry dan Moris ( 1995 ). Dan vealey Walter ( 1993 ), mereka sepakat latihan imajeri
mental dapat dilakukan selama lebih kurang dari 10 menit baik sebelum maupun
sesudah latihan pergerakan fisik.
Berdeda dengan Drisskill, analisis meta yang di lakukan oleh feltzdan landers
mengenai efektifitas latihan imajeri didasarkan pada hakekat tugas harus di
pertimbangankan ketika akan melakukan latihani imajeri mental. Pada tugas – tugas
yang lebih menuntut fungsi kognitif hanya di butuhkan waktu beberapa menit untuk
memperoleh hasil latihan yang efektif ( Driskell, 1994 ). Indicator pertaman hakekat
tugas adalah jenis tugas.sesuai dengan system pengklasifikasian keterampilan gerak,
jenis keterampilan terbuka atau tertutup, keterampilan kasar atau halus, dan
keterampilan diskrit, serial dan kontinyu akan mempengaruhi keberhasilan imajeri
mental. Hal ini sesuai dengan hakekat umum dan ciri khusus dariketerampilan
tersebut. Misalnya,jenis keterampilan tertutup lebih berfungsi terhadap proses
kognitif, karenaya konsistensi pelaksanaan gerak sangat penting,sementara

59
keberhasilan keterampilan terbuka tergantung kepada variabilitas respon,artinya
selain menuntut fungsi proses kognitif juga fungsi fisik.

F. PROGRAM INTERVERENSI
Secara umum program latihan imajeri mental di bangun oleh empat tahapan
proses, yakni tahap pemahaman, pengukuran,latihan imajeri dasar, dan latihan imajeri
sebenarnya ( Vealey dan Walter.1993; Goulg dan Weinberg,2007 ). Pada tahap
pemahaman siswa atau atlet belajar konseptual tentang imajeri menta. Hal ini sangat
penting sebab latihan imajeri mental hanya akan berhasil jika siswa atau atlet
meyakininya. Karena itu terebih dahulu mereka harus memperoleh informasi yang
jelas sehingga mengetahui dan memahami tentang subtansidan tujuan latihan imajeri
mental. Tahap pengukuran kemampuan imajeri mental dimaksudkan untuk mengukur
tingkat ketajaman dan kemampuan siswa atau alet dalam,mengedalikan gambaran
yang sesuai.
Tahapan latihan dasar diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan modalitasa
siswa atau atlet yang diidentifikasi sebagai bagian penting dalam penampilan
olahraga ( dimensi ketajaman) dan meningkatkan kemampuan unutuk mengendalikan
image. Tahap ini ibarat tahap preseason pada program pengkondisian fisik. Tahap
latihan yang akan dipelajari. Untuk memperoleh hasil yang efektif, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, antara lain:
 Latihan harus dilakukan dalam kondisi rileks;
 Latihan harus dilakukan di tempat yang tenang;
 Gunakan multi modalitas sensori ( visual, auditorial, kinestik,
penciumanm,perabaan, dan pengecap);
 Latihan imajeri mental akan berhasil jika dilakukan seacara teratur,metodis,
dan sistematis;
 Kombinasikan latihan imajeri mental dengan latihan gerak yang sebenarnya;

60
Lakukan pengecekan untuk meyakinkan bahwa atlet membayangkan obyek
yang sesuai dengan apa yang harus dibayangkan, sebab jika keliru akan berdampak
negative.

G. DINAMIKA PSIKOLOGIS
Dalam aplikasinya sampai saat ini imajeri mental telah berkembang dengan
pesat dan menjadi kajian menarik dalam psikologi olahraga dan kepelatihan
(Gammage, 2000; Giacobbi,dkk, 2003; Wilson,dkk,2003; Giacobbi,2007;
Kossert,2007). Berbagi hasil penelitian menunjukan bahwa imajeri mental dapat
mempasilitasi peningkatan perfoma ( Vealey dan Walter, 1993; Weinberg,
2008,Goulg & Weinberg, 2007; Lane,2008;Horn, 2008). Hasil reviu Marten selama
12 tahun mulai dari tahun 1970 – 1982 terbukti bahwa imajeri mental berferngaruh
positif dan signifikan terhadap keterampilan lemparan bebas bola basket, menendang
bola sepak, gerakan start pada renang, melempara anak panah, karate, dan tenis
( Vealey & Walter, 1993).
Salah satu pendekatan untuk menjawab pertanyaan tersebut digagas oleh
Jacobson ( 1930, 1931). Dia menghubungkan serangkaian alat pengukur
(electromygraphic / EMG ) Pada berbagai otot tubuh seorang sukarelawan,dan
kemudian memintanya untuk berfikir tentang lari. Meskipun orang itu diam
takbergerak,namun semua otot yang berkaitan dengan tindakan lari bergerak ( Mapes
diterjemahkan oleh Winarno, 2003) Berdasarnya studinya Jacobson menyimpulkan
adanya perubahan dalam aktivitas otot ketika individu membayangkan perfoma seatu
tugas gerak dan aktivitas otot ketika individu membayangkan perfoma seatu tugas
gerak dan aktivitas tersebut sama dengan aktivitas otot – otot selama peragaan gerak
sebenarnya ( perry dan Morris, 1995),hanya besaranya lebih kecil ( Washburrn dalam
Vedelli,1985; setiadarma,2000).
Pendekatan utntuk menjelaskan dinamika psikologis antara imajeri mental
dengan hasil belajar keterampilan gerak dapat ditelusuri dari pendekatan
bioinformasional yang diluncurkan oleh Lang ( 1977, 1979).pendekatan ini berjarak

61
dari asumsi hubungan proporsi srimulus-respon. Proporsi adalah representasi
stimulus dan respon dariseatu aktivitas. Seatu gambaran mental merupakan
seperangkat proposi yang diorganisasikan dan disimpan dalam memori jangka
panjang. Menguatnya proporsi stimulus-respon sangat diperlukan untuk melakukan
dan mengontrol keterampilan gerak secara efektif. Karena itu,sesuai dengan
pendekatan ini imajeri dipresidikan sapat meningakatkan perfoma keterampilan
gerak.

H. IMPLIKASI DALAM PELATIHAN OLAHRAGA


Berdsarakan hasil penelitianya (Hidayat & Wirawan, 2005) dan (Hidayat, 2005)
Menyebutkan empat implikasi ini menjadi alasan poko pentingnya menerapkan
imajeri mental dalam proses belajar keterampilan gerak dan penampilan olahraga,
yaitu sebagai beriukut:
- Latihan imajeri mentala dapat digunakan sebalum dan sesudah latihan atau sebagai
latihan suplemen disela-sela waktu menunggu giliran latihan sebenarnya.
- Pada dasarnya imajeri mental merupakan proses penajaman kemampuan kognitif
atau kemampuan sisawa atau atlet untuk berfikir ,sebab ketika siswa atau atlet
melakukan imajeri mental saat itu pula terjadi program gerak.
- Imajeri mental sebagai aktivitas yang menyerupai pengalaman perseptual pada
hakekatnya merupakan proses penguatan proporsi stimulus repon Yang sangat
bermanfaat dalam proses akselerasi penguasaan keterampilan gerak dan pembentukan
respon gerak yang lebih akurat/
- Pada giliranya ketiga alas an pokok tadi akan memberikan damapak implikatif pada
pengalaman aspek-aspek psikologis seperti meningkatkan motivasi dan kepercayaan
diri.

62
BAB VIII
METODE KONSENTRASI DALAM OLAHRAGA
A. PENGERTIAN KONSENTRASI
Konsentrasi adalah kemampuan olahragawan dalam memlihara folus
perhatiannya pada lingkungan pertandingan yang relevan (Weinberg dan
Gould,2003:353-354). Menurut martens (1988:146) konsntrasi adalah kemampuan
olahragawan untuk memustkan perhatiannya pada satu rangsang yang di pilih (satu
obek) dalam periode waktu tertentu. Selannjutnya, konsntrasi merupakan kemampuan
untuk focus pada berbagai factor yang relevan dengan pertandingan dan mampu
memeliharanya selalam durasi pertandingan (Crespo dan Miley,1998:109).
Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, maka pengertian konsentrasi mengandung
makna arah perhatian yang menyempit (mengkhusus), suatu fixsasi perhatian
terhadap rangsang tertentu, dan kelanjutan perhatian pada rangsang yang di pilih.
Dengan demikian pengertian konsertrasi dalam olahraga memiliki 4 ciri, yaitu (1)
focus pada suatu objek yang relevan (perhatian yang selektif), (2) memelihara focus
perhatian dalam jangka waktu yang lama, (3) memiliki kesadaran pada situasi, dan
(4) meningkatkan focus perhatian jika diperlukan.

B. JENIS KONSENTRASI
Jenis konsentrasi ditentukan oleh dua hal yaitu keluasan (melebar dan
menyempit) dan arah (ke dalam dan keluar)(Weinberg dan Gould, 2003: 358).
Konsentrasi meluas adalah kondisi seseorang dalam menerima beberapa kejadian
(rangsang) secara stimulus. Hal itu terjadi pada saat olahragawan harus menyadari
dan peka terhadap perubahan lingkungan pertandingan yang biasanya mengganggu
daya konsentrasi. Sedangkan konsentrasi menyempit adalah kondisi seseorang yang
hanya menerima satu atau dua rangsang. Sebagai contoh pada saat petenis melakukan
servis, konsentrasi mengarah pada raket dan bola yang akan dipukul. Selanjutnya
konsentrasi keluar adalah focus atau perhatian terhadap objek yang berada di luar diri
seseorang, yang antara lain dapat berupa objek bola atau Gerakan lawan. Sedangkan

63
konsentrasi ke dalam adalah fokus perhatian yang mengarah pada pikiran dan
perasaannya sendiri. Misalnya pelompat tinggi yang berkonsentrasi pada saat strat
untuk sprint.
Kombinasi dari kedua hal diatas akan membentuk empat jenis, yaitu
konsentrasi yang (1) meluas ke luar, (2) menyempit k luar, (3) meluas ke dalam, dan
(4) menyempit ke dalam (Crespo dan Miley, 1998:110). Konsentrasi yang meluas ke
luar merupakan upaya olahragawan untuk mengendalikan setiap perubahan yang
terjadi di lingkungan pertandingan secara baik dan cepat. Misalnya, pemain
sepakbola yang mengumpan bola perlu mencermati posisi kawan dan lawan , agar
umpannya tepat dan tidak terebut oleh lawan. Konsentrasi yang menyempit keluar
merupakan upaya olahragawan untuk fokus pada satu target dan menampilkan satu
Gerakan yang fokusnya sudah jelas. Misalnya, konsentrasi yang dilakukan saat
memukul bola, saat awalan lompat jauh, atau lompat tinggi. Konsentrasi yang meluas
ke dalam merupakan upaya olahragawan untuk berpikir merencanakan strategi secara
baik, melaksanakan taktik secara jitu, menganalisis lawan, dan mengantisipasi
respons yang dilakukan oleh lawan. Konsentrasi yang menyempit ke dalam yaitu
upaya olahragawan untuk fokus pada satu target, membayangkan penampilan yang
dilakukan, mengontrol kondisi emosionalnya.

C. PENGGANGGU KONSENTRASI
Dalam melakukan konsentrasi banyak atlet mengalami permasalahan ketika
melakukan pertandingan. Permasalah dalam berkonsentrasi biasanya disebabkan
ketidaktepatan dalam memberikan fokus perhatian yang dikarenakan oleh beberapa
faktor pengganggu perhatian baik internal maupun eksternal (Robert S. Weinbert.
&Daniel Gould, 2011).
1. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi konsentrasi seseorang
yang berasal dari dalam dirinya, di antaranya:

64
a. Memikirkan kejadian yang telah terjadi
Banyak atlet yang belum melupakan kejadian-kejadian yang lewati terutama
mengenai kesalah-kesalahan yang telah dilakukan. Hal ini menjadikan terganggunya
konsentrasi atlet. Atlet merasa kesalahan yang dilakukan diluar kebiasaanya sehingga
atlet lebih berkonsentrasi pada kesalahan dibandingkan berkonsentrasi pada aktivitas
yang sedang dilakukan. Fokus pada kejadian kejadian di masa lalu banyak
menjatuhkan atlet-atlet yang berbakat yang menganggap kejadian masa lalu sebagai
hambatan bagi mereka untuk fokus pada saat sekarang. Hambatan-hambatan tersebut
menyebabkan atlet sulit untuk fokus dan akan sering melakukan banyak kesalahan
dalam memberikan perhatian.
b. Memikirkan kejadian yang akan datang.
Permasalahan mengenai konsentrasi juga dapat terjadi dikarenakan memikirkan
kejadian yang akan datang. Seorang atlet akan terganggu konsentrasinya apabila lebih
memilih untuk memikirkan hasil yang akan diperoleh daripada memikirkan yang
perlu dilakukan sekarang untuk mencapai kesuksesan. Jenis berpikir pada orientasi
yang akan datang dan memiliki kekhawatiran yang negatif akan mempengaruhi
konsentrasi, yang berakibat sering melakukan kesalahan dan penampilannya menjadi
menurun. Hal semacam ini dapat menyebabkan atlet banyak mengalami kegagalan.
c. Merasa Tertekan (chocking)
Faktor emosi seperti mendapat tekanan dalam menjalani pertandingan krusial
dapat mnegganggu konsentrasi atlet yang muncul dari dalam diri atlet. Ketika atlet
merasa tertekan akan terfokus pada penampilanya yang menurun pada saat penting di
suatu pertandingan. Tertekan merupakan suatu proses yang menyebabkan
menurunnya kualitas penampilan diluar perilaku sebenarnya. Atlet yang merasa
tertekan sulit untuk mengendalikan penampilanya yang dikarenakan atlet kehilangan
konsentrasinya sehingga atlet sering melakukan kesalahan. Atlet yang merasa
tertekan akan mengalami kesulitan untuk mengubah fokus perhatianya, menurunya
waktu reaksi dan koordinasi, kelelahan, tekanan ototnya meningkat dan lemah dalam

65
membuat keputusan. Pada kondisi tertekan atlet akan lebih menurun konsentrasinya
dan semampunya untuk menunjukan penampilan yang terbaiknya.
d. Kelebihan dalam menganalisis mekanisme tubuh
Tipe lainnya ketidaktepatan perhatian adalah terlalu memfokuskan kepada
mekanisme tubuh dan gerak. Ketika atlet belajar suatu keterampilan baru, atlet
melakukan keterampilan tersebut agar memiliki pengalaman seperti perpindahan
berat badan posisi tubuh dan pola gerak. atlet akan berusaha untuk mengintegrasikan
pola gerak yang baru dilakukan. Pada awalnya penampilan atlet akan terlihat kurang
baik dan akan menjadi otomatis melalui aktivitas latihan keterampilan. Dalam
menampilkan suatu gerak atlet harus fokus pada kegiatan yang sedang dilakukan
tanpa harus memikirkan dari gerak tubuhnya. Hal ini dikarenakan tubuh akan secara
otomatis melakukan gerak sesuai yang diinginkan.
e. Kelelahan
Perhatian merupakan proses mental yang cukup menghabiskan energi. Tak
jarang ditemukan atlet yang kehilangan konsentrasi ketika mengalami kelelahan. Hal
ini berpengaruh terhadap kualitas penampilan, kelemahan dalam membuat keputusan,
kurang fokus, dan menurunkan mental atlet. Keletihan menurunkan sejumlah proses
pikiran yang diperoleh atlet untuk menemukan tuntutan dari situasi pertandingan.
Dalam kondisi kelelahan atlet sulit untuk memberikan fokus perhatiannya yang
stimulus yang relevan. Atlet lebih fokus pada kondisi tubuhnya dan sering
mengabaikan atau salah dalam memberikan keputusan terhadap stimulus yang tepat.
Dalam kondisi kelelahan penampilan atlet juga akan ikut menurun.
f. Kurangnya motivasi
Motivasi merupakan pendorong yang berasal dari dalam diri atlet untuk
melakukan sesuatu secara bersungguh-sungguh. Ketika atlet memiliki motivasi yang
tinggi atlet akan melakukan secara bersungguh-sungguh aktivitas olahraga yang
sedang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang baik.
Atlet yang kurang termotivasi akan sulit untuk mempertahankan
konsentrasinya. Hal ini terkait kurangnya dorongan dari dalam diri atlet untuk

66
melakukan yang terbaik di setiap pertandingan yang dijalani. Pada atlet yang tidak
termotivasi akan terjadi permikiran yang tidak relevan mudah terjadi kerana atlet
tidak fokus. Banyak atlet percaya konsentrasi tidak begitu diperlukan untuk fokus
ketika lawanya relatif lemah. Hal ini berdampak pada hasil pertandingan.

2. Faktor Eksternal
a. Gangguan visual
Visual merupakan salah satu panca indera yang paling berpengaruh dalam
menerima stimulus. Salah satu aspek yang menyulitkan dalam mempertahankan.
konsentrasi sepanjang latihan maupun pertandingan adalah banyaknya pengganggu
visual dari lingkungan yang mengganggu perhatian atlet. Penonton merupakan salah
satu penyebab adanya ganguan yang visual dan mungkin berpengaruh terhadap
konsentrasi atlet dan mempersulit atlet dalam melakukan penampilannya. Setiap
orang tentu menginginkan untuk tampil baik dihadapan orang yang dikenal dan
peduli sehingga akan merasa tertekan dan sulit.
Hal ini berakibat hasilnya kurang baik dan memalukan. Banyak atlet yang lebih
memilih untuk fokus pada penampilannya sendiri dibanding fokus pada
stimulusstimulus yang relevan. Selain berasal dari penonton, gangguan visual juga
berasal dari papan skor, dan kamera wartawan yang ada di sisi lapangan.
b. Gangguan audio
Banyak aktivitas olahraga yang melakukan aktivitasnya dilingkungan yang
berbeda dalam tingkat kegaduhannya yang memperngaruhi konsentrasi. Kegaduhan
yang ditimbulkan oleh penonton dapat mempengaruhi penampilan atlet. Atlet yang
sudah terbiasa dengan kondisi latihan yang tenang akan merasa terganggu dengan
suara penonton. Salah satu contoh bentuk gangguan yang berasal dari penonton yaitu
adanya ejekan dari penonton yang mengakibatkan atlet menjadi agresif. Ketika atlet
agersifitasnya sudah tidak stabil akan berakibat atlet sulit untuk berkonsentrasi pada
pertandingan karena terlalu memikirkan suara yang ditimbulkan oleh penonton.

67
Selain berasal dari penonton, dapat berasal dari instruksi yang kurang jelas dari
pelatih dan gangguan dari komentator.
c. Lawan bertanding
Dalam beberapa kondisi, adanya strategi yang digunakan untuk mengganggu
lawan bertandingnya. Perihal semacam ini sering dikenal dengan perang urat saraf.
Hal ini biasa dapat berupa intimidasi yang dapat menjatuhkan mental lawan sehingga
lawan menjadi takut dan tidak bisa berkonsentrasi. Perang urat saraf ini biasanya
dilakukan sebelum dan pada pertandingan dilaksanakan. Melalui perang urat saraf
dilakukan dengan mengintimidasi lawan menjadi takut sehingga lawan akan sulit
untuk melakukan konsentrasi atau menjadi lebih agresif. Atlet akan lebih fokus pada
perilaku lawan daripada fokus pada pertandingan.

D. CARA MENINGKATKAN DAYA KONSENTRASI


Dalam meningkatkan kemampuan berkonsentrasi pada saat melakukan aktivitas
olahraga dapat dilakukan dengan beberapa cara di antaranya: pertama dengan
mengatur pernafasan. Kegiatan mengatur pernafasan merupakan salah satu aktivitas
yang dapat dilakukan untuk tetap berkonsentrasi pada saat melakukan pertandingan.
Atlet dapat mengatur pernafasan agar bisa tetap tenang dan fokus menghadapi situasi
pertandingan. Ketika atlet tidak bisa mengatur pernafasan dengan baik akan
mengakibatkan atlet kesulitan untuk fokus. Hal ini dikarenakan atlet akan mudah
mengalami kelelahan, meningkatnya tekanan otot dan fokus pada stimulus yang tidak
relevan yang berakibat salah dalam mengambil keputusan. Kedua dengan
menggunakan stimulasi pada saat latihan. Pelatih menstimulasikan lingkungan
pertandingan yang sebenarnya. Cara seperti ini bertujuan untuk membiasakan atlet
menghadapi situasi pertandingan yang sebenarnya seperti menghadapi gangguan dari
penonton dan lawan bertanding.
Cara ketiga dengan dengan menggunakan kata-kata isyarat. Kata-kata isyarat
digunakan untuk memicu suatu respon tertentu. Kata-kata isyarat dapat berupa
instruksi atau motivasi dan berupa self talk yang bisa membantu atlet untuk fokus

68
pada pertandingan atau aktivitas yang sedang dilakukan. Kata-kata isyarat tentunya
akan bermanfaat ketika akan mencoba untuk mengubah suatu pola gerak. Konsentrasi
efektif dilakukan oleh atlet muncul dengan menggunakan kata-kata, pikiran, dan
perasaan atlet sendiri karena unsur-unsur dari proses pemikiran seorang atlet dan
kemampuan untuk tahu, latihan, dan menjaga pikirannya untuk tetap efektif dan
menjaga emosi tetap stabil ketika sedang mengalami stress, pressure, dan potensi
gangguan lainnya (Werthner, 2002). Cara keempat yaitu membentuk kebiasaan
bertanding. Kebiasaan bisa konsentrasi akan sangat membantu dalam persiapan
mental untuk penampilan yang akan datang. Menyusun dan melatihkan suatu
kebiasaan bertanding dapat membantu untuk memfokuskan perhatian dan konsentrasi
pada stimulus dan pada saat yang tepat. Kebiasaan bertanding merupakan suatu
tindakan yang dilakukan sebelum melaksanakan suatu pertandingan sesungguhnya
atau yang biasa dikenal dengan tryin atau tryo-ut. Adannya kebiasaan bertanding
akan membantu atlet dalam membiasakan diri dalam menghadapi situasi
pertandingan yang diharapkan untuk bisa berkonsentrasi dan tidak terpengaruh
terhadap stimulus yang tidak relevan. Selain itu latihan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan keterampilan atlet dalam melakukan konsentrasi yaitu: latihan untuk
mengubah perhatian, Latihan menempatkan pemikiran, latihan untuk
mempertahankan fokus, permainan melatih konsentrasi, dan latihan gangguan
(Robert S. Weinbert. & Daniel Gould, 2011).

69
BAB IX
MANAJEMEN KECEMASAN DAN PELATIHAN OLAHRAGA
A. GEJALA TERJADINYA KECEMASAN
Pada umumnya atlet yang mengalami kecemasan ditandai dengan gejala- gejala
yang biasanya diikuti dengan timbulnya ketegangan atau stress pada diri seseorang,
indikator yang dapat dijadikan atlet mengalami kecemasan bisa dilihat dari perubahan
secara fisik maupun secara psikis.
Gejala yang nampak pada fisik seperti peningkatan adrenalin yaitu
meningkatnya denyut nadi, meningkatnya keringat, kulit terasa dingin, seiring dengan
itu terjadinya penurunan aliran darah dalam kulit, sakit perut, napas cepat, otot
tegang, mulut kering, dan ada keinginan untuk terus buang air kecil.
Gejala secara psikis seperti cemas/khawatir, bingung dan tidak mampu
konsentrasi atau sulit dalam membuat keputusan, berpikiran aneh, pikiran di luar
kendali atau mudah gembira yang meluap-luap. Gejala yang nampak pada perilaku
(behavior) seperti nail biting, foot tapping, blinking, twitching, pacing, scowling and
yowning (Orlick, 1998). Gejala-gejala pada atlet yang mengalami kecemasan: 1)
Gejala fisik: (a) adanya perubahan yang dramatis pada tingkah laku, gelisah atau
tidak tenang dan sulit tidur, (b) terjadinya peregangan otot-otot pundak, leher, perut,
terlebih lagi pada otot-otot ekxtremitas, (c) terjadi perubahan irama pernapasan, (d)
terjadi kontraksi otot setempat, pada dagu, sekitar mata dan rahang. 2) Gejala psikis:
(a) gangguan pada perhatian dan konsentrasi, (b) perubahan emosi, (c) menurunnya
rasa percaya diri, (d) timbulnya obsesi, (e) tidak ada motivasi (Singgih, 1989).
Selain itu, beberapa tanda atlet mengalami kecemasan dapat dilihat dari
perubahan raut muka misalnya menyeringai, dahi berkerut, terlihat serius, atlet
mengatup geraham lebih keras, bahkan menggerak-gerakan tubuh seperti kaki dan
tangan yang dapat memperlihatkan ketidaktenangan, atlet terlihat menggigit-gigit
kuku jari, menggigit bagian dalam pipi, jalan mondar-mandir dan beberapa atlet
terlihat lebih banyak merokok. Selain itu, beberapa tanda yang dirasakan atlet
misalnya, kepala terasa pusing, leher dan tengkuk terasa sakit, punggung sakit, sakit

70
perut, merasa sembelit atau sukar kebelakang, rasa capek, merasa sukar tidur
(insomnia), keringat yang keluar dirasa berlebihan, sangat pendiam atau bahkan
banyak bicara, sakit perut, merasa sembelit atau sukar kebelakang, rasa capek, merasa
sukar tidur (insomnia), keringat yang keluar dirasa berlebihan, sangat pendiam atau
bahkan banyak bicara.

B. KECEMASAN MENJELANG PERTANDINGAN


Kecemasan akan mempengaruhi penampilan atlet dalam pertandingan.
Kecemasan yang terjadi pada diri atlet bukanlah sesuatu yang aneh, sebab atlet yang
sudah mempersiapkan diri dengan baikpun untuk menghadapi pertandingan bisa
mendadak mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis, sehingga pertandingan
yang sudah direncanakan tidak bisa diikutinya dengan baik. Kecemasan menjelang
pertandingan akan muncul pada diri atlet, dan akan mempengaruhi penampilan atlet,
kecemasan tidak selamanya berkonotasi negatif, perasaan cemas dalam batas-batas
tertentu tetap diperlukan oleh atlet untuk dapat tampil dengan baik, yang penting
adalah tingkat kecemasan hendaknya terkontrol, bukan dihilangkan sama sekali.
Tanpa adanya rasa cemas sedikitpun, atlet cenderung merasa tidak adanya tantangan
di dalam pekerjaan yang akan dilakukannya. Kemungkinan akibatnya adalah tidak
ada gairah untuk bertanding sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, bahkan
atlet bisa memandang enteng lawannya yang justru dpat berakibat fatal bagi
penampilannya sendiri (Hoedaya, 2000). Sedangkan kecemasan dalam batas yang
normal berfungsi sebagai sistem alarm yang memberikan signal (tanda-tanda) bahaya
sehingga menjadi lebih siap menghadapi keadaan yang akan muncul (Greist,
Jefferson & Marks, 1986).
Meningkatnya kesiagaan secara fisiologi merupakan respon yang berada di luar
kesadaran atlet yang menghasilkan kegairahan pada organ-organ tubuh seperti
meningkatnya denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, atau keluar keringat dari
tubuh, hal ini diperoleh dari fungsi secara kognitif (cognitive somatic process).
Kecemasan adalah proses kognitif jika seseorang mempunyai pemikiran mengenai

71
perasaan yang tidak menyenangkan terhadap penampilannya, dan kecemasan itu
somatic jika seseorang menunjukkan gejala-gejala reaksi otonomik seperti gangguan
pencernaan, berkeringat, meningkatnya frekuensi kencing, sesak napas,
meningkatnya denyut nadi. Seperti atlet mengeluarkan keringat, napas cepat, sering
bolak balik untuk kencing, otot tegang, denyut nadi tinggi sebelum pertandingan
(Apruebo, 2005).
Berdasarkan Multidimensional Theory of Anxiety, kecemasan merupakan
“grass roots of anxiety” dalam penampilan olahraga. Nally (2002) menjelaskan teori
ini merupakan kecemasan dalam pertandingan yang diubah ke dalam komponen
kognitif dan komponen somatik. Kedua komponen tersebut, mempunyai perbedaan
pengaruh pada penampilan. Komponen kognitif mempunyai ekspektasi negatif dan
dipusatkan kepada kemampuan seseorang untuk menampilkan kegagalan. Sedangkan
komponen somatik mempunyai pengaruh fisiologi pada penampilan terutama
pengalaman cemas seseorang seperti meningkatnya kesiagaan, pada aspek fisiologi
yang bersifat negatif seperti detak jantung cepat, meningkatnya ketegangan otot,
susah bernapas, tangan terasa dingin dan mual-mual.
Atlet pada malam hari sebelum pertandingan biasanya alet merasakan berbagai
ketegangan, baik ketegangan secara fisik maupun psikis seperti susah tidur sehingga
atlet tidak bisa beristirahat seperti pada atlet cabang olahraga bulutangkis. Singgih
(1995) mengatakan: “feeling very tensed and stressful for a badminton player is quit
normal especially if he/she has to play in a big competition. Usually, the closer the
time to play, the more tension the players will feel. The night before a big event
usually becomes a very hard time for the players to take some rest and sleep”.
Perasaan tegang dan stress yang dialami atlet tersebut, sebelum menghadapi
pertandingan normal-normal saja dan biasanya ditandai dengan berbagai perubahan
psikis pada diri atlet.
Dalam menghadapi pertandingan kecemasan yang dialami atlet umumnya
berubah-ubah yaitu sebelum, selama, dan mendekati akhir pertandingan. Sebelum
pertandingan, kecemasan naik disebabkan oleh bayangan akan beratnya tugas

72
pertandingan yang akan dihadapinya. Selama pertandingan berlangsung tingkat
kecemasan biasanya menurun karena atlet sudah mulai bisa menyesuaikan dirinya
dengan situasi pertandingan, keadaan dalam pertandingan tersebut sudah bisa
dikuasainya. Mendekati akhir pertandingan, tingkat kecemasan biasanya mulai naik
kembali, terutama jika skor pertandingan sama atau hanya berbeda sedikit saja.
Umumnya atlet yang mengalami kecemasan tinggi, sukar untuk mengatasi
kecemasannya dan tidak akan berprestasi dengan baik (Harsono, 1988).
Berdasarkan uraian tersebut, nampak jelas bahwa pengendalian emosi pada saat
bertanding merupakan faktor penentu dalam mencapai keberhasilan. Pelatih harus
berupaya mencari cara yang efektif dalam meredakan gejolak emosi para atletnya
sebelum pertandingan dimulai. Tetapi untuk mencari cara yang sesuai dan efektif
dalam meredakan gejolak emosi, pelatih terlebih dahulu harus mengetahui sumber
dan penyebab ketegangan pada diri atlet, dan harus mengetahui saat kapan atletnya
mengalami kecemasan yang tinggi.

C. PROSES TERJADINYA STRESS DAN KECEMASAN


Proses terjadinya stress dan kecemasan merupakan serangkaian peristiwa.
Terjadinya stress dan kecemasan merupakan sebuah substansi adanya
ketidakseimbangan antara tuntutan pisik, psikologis, dan kemampuan merespon.
Biasanya kegagalan dalam memenuhi tuntutan tersebut merupakan rangkaian
terjadinya stress (McGrath, 1970). Terdapat model yang sederhana bahwa proses
stress terdiri dari empat tahapan yang saling berhubungan yaitu tuntutan lingkungan
(environmental demand), persepsi pada tuntutan (perception of demand), respon
terhadap stress (stress respons), akibat dari perilaku (behavior consequences).
 Tahap 1: Tuntutan lingkungan: Jenis tuntutan pada individu bisa berupa pisik
atau psikologis, contoh siswa harus menampilkan keterampilan baru pada cabang
bola voli di depan kelasnya, atau orang tua menekan atlet muda untuk
memenangkan pertandingan.

73
 Tahap 2: Persepsi pada tuntutan: Pada tahap ini seseorang mempersepsikan
tuntutan pisik dan psikologis. Contoh, kelas 2 dan kelas 8 dalam memperagakan
keterampilan baru di depan kelas akan berbeda. Rena senang diperhatikan di depan
kelas, sedangkan Maya merasa terancam. Maya merasakan ketidakseimbangan
antara tuntutan pada dirinya untuk memperagakan di depan kelas dan
kemampuannya untuk memenuhi tuntutan itu. Rena tidak merasakan
ketidakseimbangan, atau merasakan hanya tidak mengancam dirinya. Seseorang
yang mempunyai trait anxiety tinggi akan berpengaruh, yaitu cenderung
merasakan situasi yang lebih (khususnya jika dinilai dalam pertandingan) sebagai
ancaman dibanding trait anxiety yang rendah. Dengan demikian trait anxiety
sangat berpengaruh pada tahapan yang ke dua.
 Tahap 3: Respon stress: Seseorang akan merespon fisik dan psikologis untuk
mempersepsikan situasi. Jika persepsi seseorang tidak seimbang antara tuntutan
dan kemampuan merespon akan menyebabkan perasaan terancam, maka state
anxiety meningkat, menjadi cemas (cogntive state anxiety) aktivasi fisiologi
meningkat (somatic state anxiety). Reaksi lainnya muncul seperti perubahan
konsentrasi, meningkatnya ketegangan otot, dan seiring dengan itu state anxiety
meningkat.
 Tahap 4: Akibat perilaku: yaitu perilaku aktual seseorang di bawah stress. Jika
siswa belajar bola voli dapat memenuhi perasaan ketidakseimbangan antara
kemampuan dan tuntutan dan merasakan peningkatan pada state anxiety, apakah
penampilannya memburuk? Atau apakah meningkatnya state anxiety meningkat
pula kehebatannya? Dengan demikian penampilan siswa akan meningkat.
Tuntutan tersebut akan menjadi stimulus bagi atlet, dimana tuntutan tersebut
dipersepsi oleh atlet sebagai ancaman terhadap egonya. Ketika atlet mempersepsi
stimulus sebagai ancaman, sementara “trait anxiety” yang dimilikinya mempengaruhi
persepsinya secara emosional, maka timbul reaksi kecemasan seketika (state anxiety)
pada penampilan atlet sebagai respon terhadap tuntutan situasi objektif tadi.

74
D. KESIAGAAN, KECEMASAN, DAN PENAMPILAN OLAHRAGA
Dalam olahraga kesiagaan (arousal) adalah hal yang tidak bisa dielakan, seperti
timbulnya ketegangan atau stress. Arousal adalah gejala yang menunjukkan adanya
pengerahan peningkatan aktivitas psikis. Terjadinya gejala arousal biasanya berjalan
sejajar dengan terjadinya peningkatan penampilan atlet, Dengan demikian ada
korelasi yang positif antara arousal dengan panampilan atlet.
Hubungan antara arousal, kecemasan dengan penampilan atlet dapat
digambarkan dalam beberapa teori:
1. Teori Drive. Teori ini menggambarkan sebuah garis lurus (garis linear)
yang dikembangkan oleh Hull’s (1943) dan direvisi oleh Spence (1956).
Teori drive ini seolah-olah mengatakan ada korelasi positif antara arousal
dengan peningkatan penampilan secara terus menerus, sehingga tak heran
kalau teori ini mendapat tantangan dari teori lainnya.
2. Teori Inverted U (teori U terbalik). Teori dikembangkan oleh Yerkes
Dodson (1908). Menurut teori ini, baik arousal tingkat rendah maupun
arousal tingkat tinggi tidak akan menghasilkan penampilan yang tinggi (peak
performance). Sedangkan arousal tingkat sedang (moderat) umumnya
memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai penampilan
puncak (peak performance).

Perbedaan yang mendasar dari kedua teori tersebut, mengenai hubungan antara
arousal, kecemasan dengan penampilan atlet, teori drive merupakan teori
multidimensional yang menggarap penampilan dan proses belajar. Sedangkan teori
inverted U merupakan cakupan dari berbagai subteori yang menjelaskan mengapa
terjadi saling hubungan antara arousal dengan penampilan, sehingga terbentuk kurva
persamaan kuadrat.

E. PENGUKURAN KECEMASAN
Ahli psikologi olahraga dan kepelatihan melakukan pengukuran pada kesiagaan
(arousal), stress, dan kecemasan dengan cara yang bervariasi yaitu menggunakan
catatan-catatan pada aspek-aspek psikologis. Untuk mengukur arousal mereka
melihat perubahan tanda-tanda secara psikologis seperti denyut nadi, pernapasan, skin
conductance (dilaporkan pada voltase meter), dan biokimia (perubahan substansi

75
seperti pengukuran catecholamines). Mereka melihat juga bagaimana tingkat
kesiagaan seseorang dengan serangkaian pernyataan seperti (“my heart is pumping”,
“I feel peppy”) dengan menggunakan skala numerik dari rendah sampai tinggi.
Pengukuran kecemasan seperti state anxiety, ahli psikologi sering
menggunakan pengukuran secara gobal dan membuat catatan secara global. Dalam
pengukuran secara global apabila seseorang merasakan nervous mereka
melaporkannya sendiri perasaan tersebut dalam bentuk skala (rendah-tinggi),
misalnya menggunakan skala Likert. Total skor dihitung dengan menjumlahkan skor
pada item-item nervous tersebut. Pengukuran secara multidimensional adalah sama
seperti global, tetapi bagaimana seseorang merasakan kecemasan (kognitive state
anxiety) dan bagaimana mereka merasakan aktivasi psikologis (psychological
activation) laporan tersebut sama menggunakan skala dari rendah ke tinggi. Sub skala
skor pada kecemasan kognitif dan somatik diperoleh dengan cara menjumlahkan skor
dari item-item yang menunjukkan setiap jenis state anxiety.
Ahli psikologi juga menggunakan catatan pribadi secara global dan
multidimensional untuk mengukur trait anxiety. Format pengukuran ini sama untuk
menilai state anxiety, tetapi bagaimana penilaian kecemasan seseorang pada saat itu,
mereka ditanya bagaimana perasaan khas mereka.
Pengukuran dengan catatan pribadi (menilai diri sendiri pada pertanyaan dengan
skala), hal ini akan membantu anda memahami lebih baik perbedaan antara kognitif
state anxiety, somatik state anxiety, dan trait anxiety.

F. PENDEKATAN INTERVENSI
Setelah kita mengenali dan mengetahui gejala-gejala kecemasan pada diri
atlet, langkah berikutnya adalah menentukan cara atau metoda untuk menanggulangi
masalah tersebut. Singgih (1989) dalam hal ini melakukan berbagai pendekatan yang
bisa diterapkan dalam menanggulangi masalah ini:
1. Teknik Intervensi: Teknik intervensi bisa dilakukan dengan berbagai model
latihan, diantaranya adalah:

76
a. Centering (pemusatan perhatian)
Centering adalah salah satu cara memusatkan seluruh perhatian dan pikiran
pada tugas yang sedang dihadapi. Dalam prosesnya, atlet akan mampu dengan cepat
menghalau berbagai pikiran yang mengganggu perhatian dan konsentrasinya pada
pertandingan. Namun ada juga atlet yang begitu lama termakan oleh gangguan
pikirannya.
b. Pengaturan Pernapasan
Pada orang yang mengalami ketegangan atau kecemasan biasanya ditandai
dengan meningkatnya ketegangan otot, denyut jantung, serta respirasi meningkat.
Keadaan seperti ini dapat diatasi dengan melakukan pernapasan yang dalam dan
pelan, sehingga irama pernapasan yang semula cepat atau meninggi secara berangsur-
angsur lambat atau menurun. Mengatur pernapasan juga merupakan usaha
penenangan diri.
c. Latihan relaksasi otot secara progresif
Caranya adalah melakukan kontraksi otot secara penuh kemudian
dikendurkan. Latihan ini dilakukan berulang-ulang selama kurang lebih 60 menit.
Bila otot-otot telah mencapai keadaan relaks, maka keadaan ini dapat mengurangi
ketegangan emosional dan juga menurunkan tekanan darah serta denyut nadi.
Karenanya pada saat-saat tegang, orang sedapat mungkin memusatkan perhatiannya
pada relaksasi otot.

2. Mencari Sumber Ketegangan


Peran pelatih dalam proses pelatihan besar sekali, hubungan hati kehati antara
pelatih dan atlet akan memungkinkan pelatih mengetahui apa yang sebenarnya
sedang dialami oleh atletnya. Demikian pula atlet akan segera terbuka menceritakan
apa yang sedang dialaminya.

77
3. Pembiasaan
Cara ini dimaksudkan untuk melatih atlet dalam menghadapi situasi-situasi
yang bisa timbul dalam pertandingan. Bentuk latihan pembiasaan adalah dengan cara
simulasi yaitu latihan yang sengaja dibuat dengan menciptakan berbagai situasi yang
menimbulkan ketegangan dalam batas-batas tertentu. Dengan cara ini atlet tidak lagi
peka (sensitive) terhadap pengaruh lingkungan. Berikut ini beberapa contoh latihan
pembiasaan:
a. Berlatih dalam gedung dengan ventilasi yang kurang baik sehingga sirkulasi udara
di dalamnya sangat mengganggu.
b. Berlatih di lapangan dengan kondisi yang berbeda-beda, misalnya permukaan
lapangan tidak rata, licin, terbuat dari bahan sintesis dan sebagainya.
c. Berlatih dengan berbagai alat yang berbeda kualitas, misalnya berbagai merk
shuttlecock, bola voli, bola basket dan sebagainya.
d. Berlatih di alam dengan suhu dan cuaca yang berbeda-beda, misalnya di dataran
dengan lapisan udara yang tipis (dataran tinggi), di daerah yang panas yang
menyengat, dan sebagainya.
e. Berlatih diruangan dengan sistem penerangan yang kurang memenuhi persyaratan.

4. Teknik-teknik khusus
Penanganan ketegangan dengan teknik khusus lebih menekankan pada
pendekatan individu misalnya:
a. Melalui musik yang menjadi kegemaran atlet yang sedang mengalami
ketegangan/kecemasan.
b. Menanamkan dan memperkuat keyakinan atlet bahwa persiapan yang mereka
lakukan sudah mantap dan menyeluruh, sehingga akan mampu menghadapi berbagai
pertandingan.
c. Menjauhkan atlet dari pembina atau official pencemas.

78
d. Menjelaskan kepada atlet bahwa ketegangan atau kecemasan dalam pertandingan
adalah wajar. Bahkan dalam batas-batas tertentu kecemasan diperlukan agar atlet siap
secara psikologis.
Strategi lain yang bisa digunakan dalam menurunkan kecemasan, Anshel
(1990) mengemukakan sebagai berikut: (1) tinggalkan stress melalui aktivitas fisik,
(2) hindarkan pemberian perintah “relax”, (3) kembangkan tugas-tugas yang sudah
familiar, (4) simulasi pertandingan dalam proses berlatih, (5) strategi mental secara
perorangan, (6) bangun kepercayaan diri, (7) hindari diskusi mengenai rekor team, (8)
respon atlet yang mengalami cedera, (9) stop kecemasan dengan self focusing.

Orientasi Kedepan
Ringkasan Ketegangan (stress), kesiagaan (arousal), dan kecemasan (anxiety)
merupakan istilah yang sering digunakan secara interchangiebly, ketiga istilah
tersebut mempunyai arti dan makna yang berbeda.
Kecemasan menunjukan gejala-gejala yang nampak pada fisik, psikis dan
perilaku. Gejala pada fisik seperti peningkatan adrenalin: denyut nadi meningkat,
berkeringat, kulit terasa dingin, sakit perut, napas cepat, otot tegang, mulut kering,
dan buang air kecil terus menerus). Gejala pada psikis seperti (cemas, bingung
konsentrasi berkurang, sulit membuat keputusan, berpikiran aneh, pikiran di luar
kendali, gembira yang meluap-luap). Gejala pada perilaku (behavior) seperti (nail
biting, foot tapping, blinking, twitching, pacing, scowling and yowning). Pendekatan
yang bisa diterapkan dalam menanggulangi kecemasan yaitu: (1) teknik intervensi:
(centering, pengaturan pernapasan, latihan relaksasi otot secara progresif); (2)
mencari sumber ketegangan; (3) pembiasaan: (berlatih dalam gedung dengan ventilasi
yang kurang baik, berlatih di lapangan dengan kondisi yang berbeda-beda, berlatih
dengan berbagai alat yang berbeda kualitas, berlatih di alam dengan suhu dan cuaca
yang berbeda-beda, berlatih diruangan dengan sistem penerangan yang kurang
memenuhi persyaratan; (4) teknik-teknik khusus: (melalui musik, menanamkan dan
memperkuat keyakinan atlet, menjauhkan atlet dari pembina atau official pencemas,

79
menjelaskan kepada atlet bahwa ketegangan atau kecemasan dalam pertandingan
adalah wajar).
Strategi lain yang bisa digunakan: (1) tinggalkan stress melalui aktivitas fisik,
(2) hindarkan pemberian perintah “relax”, (3) kembangkan tugas-tugas yang sudah
familiar, (4) simulasi pertandingan dalam proses berlatih, (5) strategi mental secara
perorangan, (6) bangun kepercayaan diri, (7) hindari diskusi mengenai rekor team, (8)
respon atlet yang mengalami cedera, (9) stop kecemasan dengan self focusing.

80
DAFTAR PUSTAKA
Adi, S. (2016, December). Latihan Mental Atlet Dalam Mencapai Prestasi Olahraga
Secara Maksimal. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Jasmani
Pascasarjana UM (pp. 143-153).
Afifah, R., Nurjaman, U., & Fatkhulloh, F. K. (2022). Implementasi Visi Pendidikan
Berbasis Agama, Filsafat, Psikologi, Dan Sosiologi Di Lembaga Pendidikan
Islam. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, 16(3), 936-
950.
Al Mighwar, M., & Nurjaman, U. (2022). Pengelolaan Pendidikan Berbasis Agama,
Filsafat, Psikologi, Dan Sosiologi. Al-Afkar, Journal For Islamic Studies, 5(1),
58-71.
Anshel, Mark H. (1990). Sport Psychology. From Theory to Practice. Third Edition.
USA: Gorsuch Scarisbrick. Publishers.
Apruebo, Roxel, A. (2005). Sport Psychology. Manila, Philipines: UST
Publishing House.
Baihaqi, MIF, Drs, M.Si, dkk. 2005. Psikiatri Konsep Dasar dan Gangguan
Gangguan. Bandung: PT Refika Aditama
Bandung: Tidak Diterbitkan.
Bird, A.M and Cripe, B.K.( 1986 ) psychology for behavior. Toronto: Times Mirror /
mosby College Publishing
Blischke, K., Marschall, F., Muller, H., and Daugs, R, ( 1999). Argumented
information in motor skill acquisition. Dalam Auweele, Y.V.,
Bakker,Canada:Human
Catina, p. ( 2002). Teaching proper teching technique in the squat exercise through
psychological modeling.journal of sport psychology, 2 ( 3),1-4. http://
www.athlecinsight. Com/ Vol2lss3/Squat.htm
Consulting Psychologists Press.
Corey, G. (2013). Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: PT
RefikaAditama.

81
Cox. Richard. (1985). Sport Psychology: Concepts and Applications. Second Edition.
USA: Wm. C. Brown Publishers.
Effendi, H. (2016). Peranan Psikologi Olahraga Dalam Meningkatkan Prestasi Atlet.
Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 1.1.
Greist, J..H. Jefferson, J.W. and Mark. (1986). Anxiety and Its Treatment. New York:
Warner Books.
Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta:
CV. Tambak Kusuma.
Hidayat, Y.( 2005). Pencitraan mental dalam belajar keterampilan gerak.jurnal iptek
olahraga, 7 ( 3 ). 170-181.
Hoedaya. D. (2000). Pendekatan Psikologis dalam Pelatihan Bulutangkis.
In Williams, J.N. (ed). Applied sport psychology: Personal growth to peak
performance, 5th edition. Boston: McGraw Hill.
Jakarta: Depdikbud, Dirjendikti, Proyek Pengembangan LPTK.
Lutan, R. (1985) belajar keterampilan motoric: pengantar terori dan metode.Jakarta:
Departemen pendidikan dan kebudayaan direktorat jendral pendidikan
tinngi proyek penegembangan pendidikan tenaga kependidikan.
Martens. R. (1982). Coaching Guide to Sport Psychology. Champaign, Illinois:
Human Kinetics Publishers.
Martens. R. (1982). Sport Competition Anxiety Test. Champaign, Illinois: Human
Kinetics Publisher.
Matlin, M,W. ( 1998). Cognitif. Philadelphia: Harcout Brace College publisher
Mudian, D., Riyanto, P. (2020). Penerapan Metode Latihan Keterampilan Psikologis
untuk Meningkatan Kinerja Wasit dalam Memimpin Pertandingan Futsal.
Biormatika: Subang. 2ISSN (p) 2461-3961 (e) 2580-6335 Vol. 6 No. 1 Tahun
2020 pp. 176-181 Doi: 10.35569.
Olsson. C.J., Jonnson, B., dan Nyberg, L., ( 2008 ). Internal imagery training in active
high jumpers.scandinavian journal of psycology. 49,133-140

82
Onestak, D.M. ( 1997). The effeck of visuo-motor behavioral rehearsal ( VMBR) and
Videotaped Modeling . journal of sport behavior.20, (2 ), 185-198.
Orlick. Terry. (1998). How to Manage Stress. USA: Mind Tools Ltd.
http://www.mindtools.com/stresscn.html.
Ormrod, E. J. (2003). Educational psychology. Developing Learners. New Jersey:
Merril Prentice Hal.
Paivio, A. ( 1985 ).Cognitive and motivational functions of imagery in human
performance. Canadian journal of Applied Sport Science, 10 ( 4), 22S=28S
Pavlidou, M., Doganis, G, ( 2008 ) The Effects of psychological intervation program
is swimming. Journal of Exellence. 10(4). 22S-28S
Penelitian. Mandiri. Sujanto, L. H., & Hadi, T. (2006). Psikologi olahraga. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Perry, C. & Morris, T. ( 1995 ). Mental imagery in sport. Dalam Morris, T. &
Summer, J.sport psychology: theory, applications and issues ( hh. 339-
385). New York: John Wlley & son
Pervin, A. L. (2001). Personality: Theory and research. New York: John Wiley &
Sers, Inc.
Pitaloka, R. A. Tinjauan Epistemologi Implementasi Tes Psikologi Dalam Bidang
Pendidikan. Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi, 3(2), 70-79.
Porter, k. & Foster, J. ( 1986), the mental athlete. New york: Ballantine Books.
Purwanto, B. (2013). Herbal dan Keperawatan Komplementer. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Rochyadi, A. & Hidayat, Y. (2008). Propil kepribadian dan pemanduan bakat pemain
sepak bola divisi utama indonesia. Laporan
Rusli Lutan (1988). Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Dr. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: PT Bulan
Bintang
Semiun, Y. (2013). Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik freud.

83
Setyo Aji Kusnanto, Sutardji, & Said Junaidi, 2012. Kemampuan memasukkan bola
ke ring berdasarkan nilai konsentrasi. Journal of sport sciences and fitness,
Volume 1 (1) (2012).
Simbolon, M. (2007). Persepsi dan kepribadian. Jurnal ekonomis, 1(1), 52-66.
Singgih, D.G. (1989). Psikologi Olahraga. Jakarta: Penerbit. BPK Gunung Mulia.
Spielberger (1986). State Trait Anxiety Inventory – STAI (from Y). Palo Alto:
Sobur, Alex, Drs, M.Si. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Straub, W.F. (1987). Sport Psychology: an Analysis of Athlete Behavior. Ithaca:
Mouvement.
Sudibyo. S. (1989). Psikologi Kepelatihan. Jakarta: CV. Jaya Sakti.
Sukadiyanto, 2006. Konsentrasi dalam olahraga. Jurnal Olahraga, Volume Edisi
Agustus 2006.
Suryabrata, S. (2002). Psikologi kepribadian. Yogyakarta: Fajar lnterpratama Offset.
Syahril Iskandar, M. (2020). Mengenal Kepribadian.
Teasdale, J., Fennell, M., Hibbert, G., & Amies, P. (1984). Cognitive Therapy for
Major Depressive Disorder in Primary Care. British Journal of Psychiatry,
144(4), 400-406. doi:10.1192/bjp.144.4.400.
Weinberg, R, ( 2008 ). Does imagery work ? effects on performance and mentak skill.
Journal of imagery research in sport and physical Activity.3, 1,1-21.
Weinberg, R.S. & Gould, D, ( 2007 ), Foundation of sport and exercise phychology,
(4rd). United state: Human:Kinectic.
Weinberg, Robert S. (2011). Foundations of sport and exercise psychology / Robert
S. Weinberg, Daniel Gould. 5th ed. p. cm. Includes Bibliographical References
And Index. ISBN-13: 978-0-7360-8323-2 (Hard Cover). ISBN-10: 0-7360-
8323-5 (Hard Cover).
Weinberg, Robert S. And Daniel Gould. (1995). Foundation of Sport and Exercise
Psychology. Illinois: Human Kinetics.
Werthner, P., 2002. The nature of effective concentration before and during a high
performance event. Journal of Excellence, Issue No. 6.

84
Wilson, V.E., Peper, E. dan Schmid, A., 2006. Training strategies for concentration.

85

Anda mungkin juga menyukai