Anda di halaman 1dari 65

1

RAHASIA

Lampiran II Keputusan Kadispsiad


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT Nomor Kep/ / /2019
Tanggal 4 Maret 2019
DINAS PSIKOLOGI

PSIKOLOGI OLAH RAGA


BAB I

PENDAHULUAN

1. Umum. Perkembangan dunia olahraga tidak akan maju tanpa melibatkan


berbagai disiplin ilmu yang melakukan pendekatan terpadu. Di luar negeri psikologii
olahraga sudah sedemikian maju, sedangkan di Indonesia masih banyak belum
digumuli. Pengamatan psikologis dalam berbagai kegiatan olahraga tentu sudah
dilakukan, namun masih dalam batas-batas pengetahuan praktis, hal ini disebabkan
karena langkanya kepustakaan. Beberapa bidang dalam Psikologi Olahraga :
a. Psikologi Perkembangan
b. Psikologi Belajar
c. Psikologi Kepribadian
d. Psikologi Sosial
e. Psikometri

a. Maksud. Naskah Sekolah ini disusun sebagai pedoman bagi Perwira Siswa
dan Guru Militer dalam proses belajar mengajar.

b. Tujuan. Agar tercapai keseragaman dalam proses belajar mengajar


sehingga dapat berjalan sesuai dengan tujuan pendidikan.

2. Ruang Lingkup dan Tata Urut .

a. Pendahuluan
b. Peranan psikolog dalam olahraga
c. Pesyaratan yang harus dimiliki oleh atlet
d. Pemanduan bakat olah raga prestasi
e. Meningkat dan merosotnya prestasi
RAHASIA
2

f. Program – program mental Training


g. Penutup

3. Refrensi

4. Pengertian.

a. Psikologi. Psikologi berasal dari kata psyche yang diartikan dengan jiwa dan
perkataan logos yang diartikan ilmu atau ilmu pengetahuan (science). Sehingga
Psikologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan jiwa atau ilmu jiwa.

b. Psikologi olahraga adalah psikologi yang diterapkan dalam bidang olahraga,


baik langsung terhadap atlet sebagai pribadi atau dalam tim, maupun faktor-
faktor di luar atlet yang berpengaruh terhadap kepribadian dan penampilan
atlet.

BAB II
PERANAN PSIKOLOG DALAM OLAHRAGA

5. Umum. Penampilan seorang atlet adalah hasil dari stamina, kekuatan,


koordinasi, keterampilan dan kemampuan bermain (Harris, D.Y). Karenanya, bila pikiran
seseorang atlet dikuasai oleh pikiran-pikiran yang mengganggu seperti khawatir dan cemas
yang berlebihan maka atlet tersebut akan terganggu konsentrasinya dan akan berpengaruh
terhadap penampilan atlet yang cenderung menjadi kurang optimal.
Dengan demikian semua latihan fisik yang telah dilakukan dengan prosedur latihan
yang baik, akan sia-sia jika aspek kejiwaan tidak diikutsertakan. Untuk menangani aspek
tersebut secara profesional maka diperlukan jasa psikolog.
3

6. Tuntutan Psikologis Petembak. Setiap jenis olahraga memiliki ciri khas,


termasuk tuntutan psikologis yang diharapkan ada dalam diri atlet. Penekanan
pembinaan suatu cabang olahraga sangat bervariasi tergantung pada ciri khas dan
pengelompokkannya dalam olahraga individual atau beregu. Khusus olahraga
panahan dan menembak merupakan kegiatan yang menuntut koordinasi visual
motorik yang halus dan kemampuan membidik ke sasaran yang lebih kecil yang
jaraknya jauh. Atletnya harus mampu berkonsentrasi untuk jangka waktu yang cukup
lama dan mengesampingkan gangguan-gangguan dari lingkungan maupun rasa lelah
yang dialaminya. Bila atlet yang bersangkutan mengetahui prestasi lawan tandingnya
tepat mengenai sasarannya, hal itu dapat mengganggu konsentrasinya. Dengan
bertambahnya waktu bertanding maka ada kecenderungan terjadi akumulasi
ketegangan pada diri atlet yang selanjutnya dapat berpengaruh negatif terhadap
prestasinya. Karenanya, seorang atlet panahan dan menembak harus mampu
mengendalikan ketegangan, baik emosi maupun fisik dalam pertandingan agar ia
dapat menampilkan prestasi optimalnya.

7. Keterkaitan Psikologi Olahraga Dengan Bidang Disiplin Psikologi Lainnya.


Psikologi olahraga merupakan bidang terapan yang mengkaji tingkah laku atlet
sebagai individu dan sebagai peserta kegiatan olahraga. Bidang terapan yang relatif
baru ini, berkaitan erat dengan berbagai bidang dalam disiplin psikologi, yaitu :

a. Psikologi Perkembangan yang meliputi tahap-tahap perkembangan yang cocok


untuk prestasi optimal dalam suatiu jenis olahraga, peran faktor kematangan dan
pengalaman, penanganan yang tepat bagi atlet usia muda & tua serta kelainan dalam
perkembangan psikhis yang berdampak terhadap tampilan olahraga.

b. Psikologi Kepribadian yang meliputi ciri-ciri kepribadian juara dibandingkan atlet


biasa, profil kepribadian untuk jenis-jenis olahraga tertentu, pengaruh kegiatan
olahraga terhadap sifat-sifat tertentu.

c. Psikologi Klinis-Konseling yang meliputi masalah-masalah penyesuaian,


konsep diri sebagai atlet, penurunan daya juang, kecemasan bertanding,
kecenderungan mengalami cedera yang dipengaruhi keadaan pskhis dan teknik-teknik
konseling serta psikoterapi yang tepat untuk masalah serta sifat atlet.
4

d. Psikologi Sosial yang meliputi masalah kerja sama serta persaingan, kohesi
anggota tim, kepemimpinan pelatih, pengaruh penonton dan masalah perbedaan latar
belakang kebudayaan antara atlet-atlet satu Tim.

e. Psikologi Eksperimen dan psikometrik yang meliputi penelitian tentang fungsi


psikhis dan motorik atlet, seleksi atlet berbakat dan pengukuran terhadap
kemampuannya.

f. Psikologi Pendidikan meliputi situasi belajar dalam olahraga dengan


menerapkan pengetahuan dan bidang-bidang lain.

8. Peran & Tugas Psikolog Dalam Olahraga. Menurut Horn (1992), peran psikolog
dapat ditinjau dari 2 aspek :

a. Sebagai Praktisi. Yaitu melakukan pembinaan atlet, evaluasi psikologis dan


konseling, juga sebagai konsultasn bidang psikologi. Pembinaan mental meliputi
peningkatan kemampuan atlet mempertahankan daya juang dan konsentrasi dalam
situasi tegang, mengendalikan stres yang berlebihan, menganalisa permainan secara
cermat, serta mengambil keputusan secara tepat dalam situasi pertandingan yang
berubah-ubah. Psikolog juga wajib memperhatikan atlet setelah bertanding karena
pada saat-saat tertentu atlet dapat mengalami berbagai macam pikiran yang
mengganggu terutama apabila prestasinya tidak sesuai harapan.

b. Sebagai Peneliti dan Ilmuwan. Beberapa topik penelitian yang diminati psikolog
olahraga antara lain menyangkut pengaruh faktor lingkungan terhadap keadaan
mental bertandingnya, efektivitas berbagai strategi intervensi untuk mengurangi
kecemasan bertanding, masalah agresi, proses belajar dan corak kepelatihan yang
menunjang pengingkatan prestasi.

9. Peran Psikolog Dalam Pemusatan Latihan. Di samping sebagai peneliti,


pengamat, penatar, maka psikologi olahraga dapat ikut menyiapkan calon atlet sampai
dengan proses pelatihan dalam Pemusatan Latihan, dan mengadakan evaluasi hasil
pelatihan. Untuk lebih jelasnya kemungkinan-kemungkinan ahli psikologi berperan
dalam pembinaan atlet di Pemusatan Latihan dapat digambarkan sebagai berikut :
5

Evaluasi semua
Mental Training Komponen
Physical Pembinaan
Calon Conditioning Studi Kasus
Atlet
Berbak Mental Bimbingan
at Conditioning Konseling
Sekolah

DIAGNOSTIC ACTION RISET EVALUASI


RESEARCH

Klub olah
raga
Bank Data :
 Aspek Atropologi
Koreksi Revisi
 Aspek Fisiologi Monitoring
 Biomekanika
 Ketrampilan Konsultasi
 Taktik/Strategi Program
 Inteligensia
 Mental Kepribadian
 Kebugaran Jasmani

Perlunya Bank data adalah untuk bahan analisis kalau diperlukan untuk memberikan
bimbingan konseling (jika ada problem khusus), disamping untuk menetapkan strategi
pembinaan mental dan latihan mental atau mental training.

Semua data hasil observasi, wawancara maupun tes psikologi disimpan dalam buku
kepribadian atlet, yang selanjutnya disimpan dijadikan satu dalam Bank Data. Daftar pribadi
yang disimpan dalam Bank data tersebut sifatnya rahasia, dan hanya dapat dilihat oleh
Pelatih dan untuk keperluan analisis apabila diperlukan. Bank Data yang berisi daftar pribadi
atlet tersebut memuat antara lain :
a. Hasil tes bakat: data-data tentang anthropometri, keadaan fisiologi dan
biomechanika atlet, hasil performance tes yang meliputi kemampuan menyusun taktik
dan strategi pertandingan dan sebagainya.
b. Hasil tes psikologi : tes kognitif dan tes kepribadian.
c. Hasil perlombaan/pertandingan yang diikuti.
d. Lingkungan keluarga dan pengalaman bekerja (jika sudah bekerja)
e. Pengalaman-pengalaman lain yang dianggap perlu.
6

10. Keterlibatan Dan Peran Psikolog Di Masa Yang Akan Datang

a. Program olahraga di masyarakat yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada


para pelatih mengenai cara meningkatkan motivasi berolahraga dan menyesuaikan
teknik-teknik kepelatihan yang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan peserta
yang berusia muda sampai lanjut usia.

b. Program olahraga untuk para penyandang cacat (mental dan atau fisik) dan
penderita gangguan jiwa, yaitu sebagai salah satu anggota tim yang menyusun
program kegiatan olahraga untuk peserta yang mengalami keterbatasan tertentu.

c. Program olahraga di Lembaga Kemasyarakatan yaitu dalam penyusunan suatu


program ytang bertujuan membantu penghuni lembaga mengembangkan gambaran
diri yang lebih positif serta memberikan kesempatan menyalurkan ketegangan dalam
dirinya melalui cara-cara yang menyehatkan.

BAB III
PERSYARATAN YANG HARUS DIMILIKI OLEH ATLET

11. Kriteria Umum Dan Khusus Pada Atlet. Tuntutan psikologis suatu cabang
olahraga tertentu berbeda dengan tuntutan psikologis pada cabang olahraga lainnya.
Demikian pula, persyaratan psikologis untuk olahraga individual berbeda dari olahraga
kelompok.

a. Persyaratan Umum. Secara umum atlet berprestasi harus menunjukkan


kepribadian sebagai berikut :
1) Motivasi berprestasi. Kebutuhan mendasar yang harus dimiliki
seorang atlet adalah kebutuhan berprestasi dan untuk melakukan kegiatan fisik
(Vanek & Cratty, 1970). Atlet dengan motif berprestasi tinggi akan merangsang
untuk mencapai prestasi lebih baik, bila dihadapkan dengan suatu situasi yang
membangkitkan motif tersebut yaitu situasi kompetitif seperti dalam
pertandingan. Dengan motif ini, usaha atlet untuk mencapai tujuan akan lebih
terarah dan teratur.
7

2) Stabilitas emosi. Emosi-emosi merupakan respon dan reaksi psikologis


maupun fisiologis terhadap situasi yang dipersepsikan. Umumnya emosi dapat
dibedakan dalam dua jenis utama :

a) Emosi positif seperti senang, nikmat, cinta dsb


b) Emosi negatif atau emosi stres seperti marah, iri, takut, cemas,
dsb (Coleman, 1971)

Emosi stres ini dapat dialami setiap orang dalam intensitas yang
berbeda. Menurut H.J. Eysenck (1971) perbedaan dalam intensitas ini sebagian
ditentukan oleh kecenderungan biologis seseorang untuk mempersepsikan dan
merasakan emosi stres dalam jumlah tertentu.

Orang yang mudah menilai suatu keadaan sebagai suatu hambatan


maka lebih sering mengalami emosi-emosi negatif oleh Eysenck diklasifikasikan
emosi yang labil. Mereka ini lebih cepat tergerak emosinya menghadapi
tekanan di lingkungannya dibandingkan orang-orang yang tergolong emosi
stabil. Emosi stres yang bermakna terhadap prestasi atlet terutama adalah
kecemasan dan ketakutan menghadapi pertandingan kompetitif. Dibandingkan
dengan atlet emosi stabil, atlet yang beremosi labil lebih banyak mengalami
kecemasan dan ketakutan pada saat bertanding dan sebelumnya. Pada
intensitas tertentu emosi-emosi ini berpengaruh terhadap penampilan di
pertandingan karena :

a) Bilamana berlebihan akan mengganggu konsentrasi atlet dan


membuat proses berpikirnya menjadi kaku serta sempit sehingga
mengurangi kemampuannya “membaca” situasi.

b) Perubahan dalam intensitas emosi disertai perubahan fisologis


seperti keringat yang berlebihan, ketegangan otot, sesak nafas dsb,
semuanya berdampak pada penampilan motorik atlet.
3) Fungsi kognisi pada tingkat memadai . Kognisi mencakup proses-proses
mental seperti persepsi, pemecahan masalah, imajinasi, pengambilan
keputusan dan inteligensi. Dalam data empiris olahraga mengenai taraf
inteligensi sulit ditemukan, namun beberapa penelitian di luar negeri tidak
menemukan perbedaan antara indeks prestasi akademis kelompok atlet dengan
8

kelompok non atlet. Data ini berlawanan dengan anggapan bahwa para atlet ini
kelompok orang yang kurang cerdas. Dalam jenis olahraga tertentu sebaiknya
memiliki taraf inteligensi di atas rata-rata. Jenis olahraga itu menuntut atlet
mampu mengatur strategi dan taktik permainan.
4) Sikap dan minat yang menunjang partispasi dalam olahraga. Dalam
olahraga prestasi, sikap dan minat atlet terhadap jenis kegiatan yang dilakukan
berpengaruh pada motivasi serta hasil proses pembinaannya. Dalam program
pembinaan ini, sikap atlet terhadap pelatih dan rekan-rekannya akan
menentukan keefektifitasannya.
b. Persyaratan khusus bagi atlet
1) Persyaratan Khusus Bagi Atlet Panahan. Menurut Vanek dan Cratty
(1970), dari hasil penelitian menunjukkan pada kegiatan olahraga panahan dan
menembak merupakan kegiatan olahraga yang melibatkan koordinasi antara
gerak tangan dan mata, yang sangat peka terhadap stres sekitar atlet.
Kemampuan berkonsentrasi untuk jangka waktu lama, ketelitian serta daya
tahan terhadap ketegangan sangat dibutuhkan. Pada umumnya emosi stress
yang dialami atlet akan bertambah banyak pada saat-saat akhir pertandingan.
Akibatnya, ada kemungkinan ketepatan usaha atlet akan menurun
dibandingkan pada permulaan pertandingan.
2) Persyaratan Khusus Bagi Atlet Bulutangkis. Robert N. Singer dari
Florida State University mengatakan : “ Psychology is and always has been an
integral part of sport “. Olahraga adalah kegiatan yang meliputi aspef fisik,
teknik dan psikis. Dalam kegiatan olah raga yang bersifat kompetitip ( seperti
bulutangkis : menang atu kalah ), prestasi yang optimal adalah tujuan utama
yang ingin diraih atau diperlihatkan oleh atlet. Prestasi yang optimal itu
merupakan pemunculan ( aktualisasi ) ketiga aspek tersebut diatas yakni : fisik,
teknis dan psikis.
a) Kondisi Fisik. Adalah keadaan yang berhubungan dengan struktur
morfologis dan antrtopometrik seseorang yang diaktualisasikan dalam
prestasi.
b) Kemampuan teknis. Adalah potensi yang secara khusus dimiliki
oleh seseorang dan yang bias berkembang atau diperkembangkan untuk
menghasilkan prestasi tertentu.
9

c) Psikologis. Adalah struktur dan fungsi aspek psikis abik


karakterologis ( misalnya emosi, motivasi ) maupun kognitif (intelektual )
yang bias menunjang ( atau menghambat ) aktualisasi sesuatu potensi
yang ada dan dilihat pada prestasi-prestasi yang dicapai.

Ketiga aspek ini acapkali menjadi bahan pembicaraan para pembina dan
pelatih dalam menentukan aspek mana yang lebih memerlukan penanganan
intensif dan acapkali berbeda antara seseorang atlet dengan atlet lainnya.
Namun keterpaduan antara ketiga aspek ini akan membuahkan prestasi
yang optimal, sampai mendekati kerangka batas yang dimiliki.
3) Persyaratan Khusus Bagi Atlet Tenis. Tenis adalah permainan yang
banyak faktor psikologisnya. Emua pemaian tenis, menurut Shepeherd Mead
( penulis buku tenis yang praktis : How to Succeed in Tennis, without really
tryiang), akan mengakui pernyataan “ Tennis is least 50 percent psykological “.
Untuk memenangkan suatu pertandingan dibutuhkan faktor penunjang, yakni
berfungsinya aspek-aspek psikis, sehingga keseluruhan penampilan adalah
perwujudan prestasi yang optimal.Faktor-faktor psikologis yang dimaksud
adalah faktor emosi, motivasi,aspek intelektual.
4) Persyaratan Khusus Bagi Pecatur. Disamping tingkah laku yang mudah
diamati, pecatur melakukan kegiatan psikis, mungkin sedang mempersiapkan
langkahnya atau sedang menganalisa kemungkinan-kemungkinan langkah
yang akan dilakukan oleh lawan tandingnya. Kegiatan-kegiatan psikis yang sulit
diketahui macamnya, namun yang kemudian tampil dalam langkah-langkah
memainkan buah caturnya. Dasar psikis dan hubungannya dengan tingkahlaku
pecatur dapat digambarkan dengan skema :

Dasar Psikis :

TEGANG - TAKUT KALAH


GELISAH - BERMAIN BURUK MENIMBULKAN
PERILAKU
GERAKAN - MEMPENGARUHI LAWAN KHUSUS
BERPIKIR - TERDESAK WAKTU PECATUR
KONSENTRASI - TERANCAM KALAH
10

Dari Skema diatas ternyata bahwa faktor psikis yang mendasai semua tingkah
laku pecatur sangat luas dan majemuk, dan dengan sendirinya ikut mempengaruhi
penampilan dan hasil akhir penampilannya, yakni prestasinya. Dua komponen kognitif
dan 2 komponen karakterologis. Beberapa puluh tahun yang lalu. Kedua komponen
ini telah menarik serjana-sarjana Psikologi untuk menelitinya. Meskipun kurang
menyakinkan termasuk juga pemilihan dan penentuan subyek penelitian, namun
karena langkahnya penelitian dalam bidang ini, hasil-hasil yang mereka peroleh masih
cukup menarik untuk dipelajari lebih mendalam.

BAB IV
PEMANDUAN BAKAT OLAHRAGA PRESTASI

12. Umum. Dalam tulisan ini, maksud istilah bakat olahraga adalah potensi
seseorang untuk berprestasi dalam kegiatan olahraga tertentu, karena dalam dirinya
terdapat cirri-ciri yang dapat dikembangkan dan prakondisi yang menunjang
keberhasilan. Dengan perkataan lain, bahan “ mentah “ yang diperlukan pada
dasarnya ada dan dapat diwujudkan melalui pembinaan yang sesuai.
Tujuan pemanduan bakat itu untuk mengidentifikasi calon atlet berpotensi, memilih
jenis olah raga yang sesuai dengan potensi serta minatnya, dan memperkirakan
peluangnya untuk berhasil dalam program pembinaan sehingga dapat mencapai
prestasi yang diharapkan dalam pertandingan. Dalam proses identifikasi ini diperlukan
analisis terhadap determinan-determinan umum yang mempengaruhi penampilan
(performance) atlet dan analisis terhadap tuntutan-tuntutan khusus dari cabang-
cabang olah raga tertentu. Analisis seperti ini dilakukan dalam atlet dengan tuntutan-
tuntutan pada cabang olah raga pilihannya.
Determinan-determinan yang berpengaruh terhadap penampilan seorang atlet,
menurut B.J Cratty ( Carron, 1980 ) , terdiri atas :
a. Faktor-faktor struktur biologis
b. Faktor-faktor social
c. Faktor-faktor fisiologis
d. Faktor-faktor psikologis
11

Tidak jauh berbeda adalah pendapat R.B Alderman (1974) mengenai dimensi-
dimensi yang menentukan penampilan olah raga yaitu :
a. Dimensi kesegaran jasmani ( Fitness )
b. Dimensi keterampilan ( Skill )
c. Dimensi fisik yang merupakan bawaan ( physical endowment )
d. Dimensi psikologis

Beberapa ciri pada diri atlet yang berperan terhadap penampilan dan tingkat
prestasinya oleh R.N. Singer ( 1980 ) dikelompokkan seperti :
a. Ketajaman panca indera yaitu kemampuan panca indera menerima rangsang
secara tepat.
b. Persepsi yang berperan dalam kemampuan atlet “ membaca “ situasi
pertandingan.
c. Kecerdasan yang diartikan sebagai kemampuan menganalisis dan
memecahkan masalah.
d. Kemampuan fisik untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu.
e. Pengalaman yang telah diperoleh dibidang olahraga.
f. Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang telah dimiliki.
g. Kemampuan mengarahkan dan mengendalikan perasaa-perasaan sebelum dan
selama bertanding.
h. Motivasi untuk melakukan kegiatan olah raga prestasi.
j. Faktorf-faktor kepribadian lain yang dapat menghambat ataupun menunjang
prestasi atlet dalam pilihan jenis olahraganya.
k. Jenis kelamin
l. Usia.
Dapat disimak bahwa dalam proses pemanduan bakat olahraga berbagai
determinan prestasi perlu dianalisis secara lebih rinci. Analisis semacam ini berada
diluar lingkup tulisan ini yang dibatasi pada determinan dimensi psikologis saja.
Khususnya masud dan tujuan tulisan ini adalah sebagai berikut.
a. Memberi gambaran mengenai beberapa criteria psikologis yang dianggap dapat
menunjang prestasi atlet.
b. Meninjau beberapa jenis olah raga yang menuntut persyaratan psikologis
khusus.
12

c. Memberikan saran mengenai pemeriksaan psikologis dalam pemanduan bakat


olah raga.
Kriteria Psikologis Umum dan Khusus pada Atlet.
a. Persyaratan Umum. Persyaratan psikologis untuk olahraga individual berbeda
dari olahraga kelompok, dan lebih terinci sesuai cabang-cabang olah raga tertentu.
Namun secara umum peserta olahraga prestasi harus menunjukan factor-faktor
kepribadian yang berikut:
1) Motivasi untuk berprestasi
2) Stabilitas emosi
3) Fungsi kognisi pada tingkat yang memadai
4) Sikap dan minat yang menunjang partisipasi dalam olahraga.
Keterangan :
1) Motivasi untuk berprestasi. Motivasi adalah tenaga pendorong yang
mendasari penampilan atlet. Dalam pencapaian suatu hasil baik, factor yang
sangat berperan adalah motivasi. “ Motivation appears to be the key to
accomplishment, whether it be in sport, in teaching, reseach, or some other
challenging pursuit ( straub, 1978 ).
Istilah motivasi ini sering disamakan penggunaannya dengan motif yang
diartikan sebagai factor internal yang mengarahkan tingkahlaku. Pengertian
motivasi bersifat umum sedangkan motif bersifat spesifik. Motif didorong oleh
suatu kebutuhan internal dan keinginan memenuhinya.
Dalam suatu penelitian mengenai kebutuhan-kebutuhan mendasar pada
atlet terungkap kebutuhan utamanya adalah kebutuhan untuk berprestasi ( need
of achievement ) dan untuk melakukan kegiatan fisik (Vanek & Cratty, 1970 ).
Kebutuhan tersebut mengarahkan tingkah laku atlet dengan titik berat
pada tercapainya prestasi dibidang olahraga tertentu. Atlet dengan motif
berprestasi tinggi akan terangsang untuk mencapai prestasi lebih baik, bila
dihadapkan dengan suatu situasi yang membangkitkan motif tersebut yaitu
situasi kompetitif seperti di pertandingan.
Dengan berperannya motif ini, usaha atlet untuk mencapai tujuan akan
lebih terarah dan teratur. Sebaliknya, pada atlet yang motif berprestasinya
kurang berperan, semangat juangnya akan kuirang terangsang oleh situasi
kompetitif. Akibatnya, usahanya juga akan kurang.
13

2) Stabilitas Emosi. Emosi-emosi merupakan respon dan reaksi psikologis


maupun fisiologis terhadap situasi yang dipersepsikan. Umumnya emosi dapat
dibedakan antara dua jenis utama, yaitu :
a) Emosi positif seperti senang, nikmat, cinta dan sebagainya.
b) Emosi negatif atau emosi stress seperti marah, iri, takut, cemas
dan sebagainya ( Coleman, 1971 )
Emosi Stres ini dapat dialami setiap orang dalam intensitas yang
berbeda bilamana menghadapi berbagai keadaan. Menurut H.J Eysenck
(1971 ) perbedaan dalam intensitas ini sebagian ditentukan oleh
kecenderungan biologis seseorang untuk mempersepsikan dan merasakan
emosi stress dalam jumlah tertentu. Orang-orang yang lebih mudah menilai
suatu keadaan sebagai “ stressful “ dan lebih sering mengalami emosi-emosi
negatif oleh Eysenck diklasifikasikan dalam golongan emosi labil. Mereka ini
lebih cepat tergerak emosinya menghadapi tekanan dilingkungannya
dibandingkan orang-orang yang tergolong emosi stabil. Emosi stress yang
bermakna terhadap prestasi atlet terutama adalah kecemasan dan ketakukan
menghadapi pertandingan kompetitif. Dibandingkan dengan atlet beremosi
stabil, atlet yang beremosi lebih banyak mengalami kecenderungan dan
ketakukan pada saat bertanding dan sebelumnya. Pada intensitas tertentu
emosi-emosi ini berpengaruh terhadap penampilan di pertandingan, karena :
a) Bilamana berlebihan akan mengganggu konsentrasi atlet dan
membuat proses berpikirnya menjadi kaku serta sempit sehingga
mengurangi kemampuannya “ membaca “ situasi.

b) Perubahan dalam intensitas emosi disertai perubahan fisiologis


seperti keringat yang berlebihan, ketergantungan otot, sesak napas dan
lain sebagainya. Semuanya berdampak terhadap penampilan motorik
atlet.
3) Fungsi Kognisi pada tingkat yang memadai. Kognisi mencakup
proses-proses mental seperti persepsi, pemecahan masalah, imajinasi,
pengambilan keputusan dan inteligensi atlet sulit ditemukan, namun beberapa
penelitian diluar negeri tidak menemukan perbedaan antara indeks prestasi
akademis kelompok atlet dengan kelompok non atlet. Data seperti ini
14

berlawanan dengan anggapan bahwa para atlet itu kelompok orang yang
kurang cerdas. Dalam jenis olahraga tertentu atlet sebaiknya memiliki taraf
inteligensi diatas rat-rata. Jenis olahraga itu menuntut atlet mampu mengatur
strategi dan taktik permainan. Fungsi kognisi yang baik membantu melancarkan
proses belajar atlet dalam mengikuti program latihannya. Manfaat lain adalah
membuatnya lebih mampu membaca permainan dan menentukan pilihan
respons yang tepat dalam pertandingan.

4) Sikap serta minat yang menunjang partisipasi dalam olahraga. Pendapat


atau cara memandang sesuatu hal atau keadaan merupakan sikap seseorang.
Minat berkaitan dengan nilai yang diberikan oleh seseorang kepada sesuatu
jenis kegiatan, sehingga ia cenderung memilih dan berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut. Dalam olahraga prestasi, sikap serta minat atlet terhadap
jenis kegiatan yang dilakukan akan berpengaruh pada motivasi serta hasil
proses pembinaanya.
Dalam program pembinaan ini, sikap atlet terhadap para pelatih maupun
rekan-rekannya menentukan efektifitasnya. Bakat olahraga belum tentu disertai
minat olahraga, dan minat besar untuk terlibat dalam kegiatan olahraga tidak
terlalu ditunjang kemampuan. Sebaiknya sikap serta minat yang baik juga
ditunjang kemampuan. Latar belakang keluarga dan social budaya berperan
dalam pembentukan sikap serta minat atlet terhadap kegiatan olahraga. Tidak
selalu ditunjang kemampuan. Latar belakang keluarga dan social budaya
berperan dalam pembentukan sikap serta minat atlet terhadap kegiatan
olahraga.
b. Persyaratan Umum. Selain persyaratan umum, jenis olahraga tertentu menuntut
criteria psikologis khusus dalam taraf tertentu. Belum diperoleh banyak data mengenai
profil psikologis khusus yang berkaitan dengan jenis olahraga tertentu. Klasifikasi yang
akan dipaparkan disini diajukan oleh Vanek dan Cratty ( 1970 ) dan lebih didasrkan
pada hasil pemikiran daripada hasil penelitian. Adapun pengelompokan yang
dilakukannya adalah sebagai berikut :
1) Kegiatan olah raga yang melibatkan koordinasi antara gerak tangan dan
mata. Olah raga panahan dan tembak termasuk kegiatan semacam ini yang
sangat peka terhadap stress sekitar atlet. Kemampuan ber konsentrasi untuk
15

jangka waktu lama, ketelitian, serta daya tahan terhadap ketegangan sangat
dibutuhkan. Pada umumnya emosi stress yang dialami atlet akan bertambah
banyak pada saat-saat akhir pertandingan. Akibatnya, ada kemungkinan
ketepatan usaha atlet akan menurun dibandingkan pada permulaan
pertandingan.
2) Kegiatan olah raga yang menuntut koordinasi tubuh dan perhatian
terhadap seluruh tubuh. Beberapa contohnya adalah senam, loncat indah
dan balet air. Oleh karena kegiatan - kegiatan ini mengandung unsur
esthestis, maka atlet dituntut memiliki kreativitas seni dan daya baying tubuh
( body image ) yang tajam, agar dapat mengatur posisi tubuh sesuai ruang
gerak tertentu.

3) Kegiatan olahraga yang menuntut kemampuan pengerahan tenaga


secara total. Olahraga ini melibatkan kekuatan serta daya tahan fisik ( power
and endurance ) seperti lati, renang dan dayung. Ciri-ciri yang harus dimiliki
oleh kelompok atlet ini adalah daya juang yang tinggi agar mencapai tujuan,
kemampuan untuk mengesampingkan rasa sakit/lelah dan yang optimal pada
saat bertanding.
4) Kegiatan olah raga yang berbahaya. Yang termasuk dalam kelompok
ini adalah terjun paying, balap mobil dan tinju. Disamping harus berani atlet
harus dapat menunjukan tempo reaksi yang cepat, kemampuan menyusun
taktik yang sesuai dengan keadaan, kemandirian dan minat besar untuk
memasuki kegiatan yang penuh risiko.
5) Kegiatan olah raga yang melibatkan daya antisipasi terhadap tindakan
orang-orang lain. Yang dimaksudkan disini adalah jenis-jenis olahraga
kelompok/regu. Oleh karena strategi, taktik dan daya daya antisipasi
penting dalam kegiatan seperti ini, atlet dituntut memiliki taraf kecerdasan yang
sekurang-kurangnya diatas rata-rata. Ciri lain yang diperlukan adalah
kemampuan bekerja sama dengan rekan-rekan satu regu. Atlet yang
mengutamakan keinginan dan perasaannya sendiri akan kurang sesuai dalam
olah raga kelompok. Pada umumnya kegiatan-kegiatan regu ini dapat dibagi ke
dalam tiga golongan yaitu :
16

a) Permainan dengan net seperti tennis, bola voli, bulu tangkis dan
lain sebagainya. Konsentrasi yang kuat serta kemampuan membaca
permainan lawan diperlukan disini.
b) Permainan yang mengandung kemnungkinan agresi langsung
terhadap lawan. Contohnya rugby dan sepak bola. Atlet dituntut
memiliki daya tahan mental maupun fisik, kecepatan bereaksi,
kemampuan mengikuti pola permainan yang berubah-ubah dan kesedian
bertindak agresif dalam batas-batas tertentu.
c) Permainan parallel. Dalam olahraga ini, atlket berhadapan dengan
lawanya secara tidak langsung seperti pada golf dan bowling. Taktik,
strategi dan kesabaran merupakan factor-faktor penting dalam
permainan parallel.Pembatasan klasifikasi yang telah diajukan disini tidak
ketat.
Berbagai cirri atlet dapat diterapkan pada kelompok-kelompok
olahraga yang berlainnan. Klasifikasi ini juga belum sempurna dan
masih perlu pengujian empiris. Namun sebagai langkah awal dapat
dijadikan model untuk dikembangkan dalam rangka analisis tuntutan
psikologis atas berbagai jenis kegiatan olahraga.

BAB V
MENINGKAT DAN MEROSOTNYA PRESTASI ATLET

13. Umum. Strategi mental training dan perlakuan ( treatment ) yang dilatihkan harus
disesuaikan dengan keadaan individual atlet, selain harus disesuaikan dengan
keadaan sebagian besar anggota team, karena ada mental training untuk team dan
ada mental training yang ditujukan pada atlet orang perorang.
Sehubungan itu perlu diketahui beberapa gejala, yang sering terjadi pada atlet, baik
gejala yang perlu dikembangkan, maupun gejala-gejala yang dapat menimbulkan
gangguan atau hambatan pencapaian prestasi.
Mental training yang dilatihkan harus disesuaikan dengan kelemahan dan juga
potensi yang perlu dikembangkan. Misalnya terhadap atlet yang menunjukan
gejala “ Over confidensce “ tentu lain perlakuannya yang diberikan kepada atlet yang
menunjukan gejala “ lack of confidence “ atau “ Full confidence “.
17

Penetapan strategi mental training selain disesuaikan dengan sifat-sifat


pembawaan, juga disesuaikan dengan situasi pada waktu itu, misalnya sedang
menghadapi pertandingan yang menentukan, atau sesudah kalah pertandingan
dimana seluruh anggota team merasa terpukul dan merasa sangat malu dengan
kekalahan yang dialami.
Pada dasarnya dapat dibedakan strategi jangka panjang dalam rangka
membina kepribadian atlet, dan strategi jangka pendek menghadapi pertandingan atau
sesudah pertandingan. Sesuai dengan dasar pemikiran tersebut, akan dibicarakan
beberapa gejala yang perlu dikembangkan dan gejala-gejala yang dapat menimbulkan
gangguan.

14. Gejala Psikologik Yang Perlu Dikembangkan. Disamping motivasi ada


beberapa gejala psikologik yang sangat penting dan menentukan pencapaian prestasi,
yaitu antara lain percaya diri, rasa harga diri, disiplin dan tanggung jawab, penguasaan
diri, sikap dan konsep diri.
Disamping itu perlu selalu diperhatikan adanya gejala-gejala psikologik yang
dapat menimbulkan gangguan, antara lain boredom, fatique dan staleness stress,
anxiety dan frustasi. Agresivitas yang mengandung segi-segi positif juga dapat
berdampak negatif dan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan prestasi.

15. Motif Berprestasi. Dalam olahraga, seorang atlet akan lebih sering
membandingkan prestasinya dengan orang lain. Untuk dapat maju atau meningkat,
maka modal utama bagi atlet adalah harus memiliki keinginan untuk berprestasi lebih
baik, keinginan atau motif berprestasi inilah yang akan mendorong atlet untuk selalu
berusaha memecahkan rekor dan mencapai prestasi setinggi tingginya.
Untuk dapat membahas dan mengembangkan motivasi atlet secara mendalam
kiranya perlu diketahui sifat-sifat motif sebagai berikut :
a. Merupakan sumber penggerak dan pendorong dari dalam diri subjek yang
terorganisasi.
b. Terarah pada tujuan tertentu secara selektif.
c. Untuk mendapatkan kepuasaan atau menghindari hal-hal yang tidak
menyenangkan.
d. Dapat disadari atau tidak disadari.
18

e. Ikut menentukan pola kegiatan.


f. Bersifat dinamika, dapat berubah dan dapat dipengaruhi.
g. Merupakan ekpresi dari suatu emosi atau afeksi.
h. Ada hubungannya dengan unsure kognitif dan konatif.
i. Motivasi merupakan determinan sikap dan kinerja.

16. Percaya Diri (Self Confidence). Untuk dapat berprestasi harus ada
kepercayaan pada diri sendiri atlet bahwa ia sanggup dan mampu untuk mencapai
prestasi yang diinginkan. Jelaslah bahwa percaya pada diri sendiri merupakan modal
utama untuk berprestasi.
Cratty, (1973 ) mengemukan bahwa atlet pada umumnya lebih sering
menghadapi situasi tegang dibandingkan bukan atlet. Ketegangan dapat menimbulkan
rasa cemas ( anxiety ) dan dalam hal ini dibutuhkan kepercayaan diri untuk dapat
mengatasi keadaan tersebut. Kepercayaan pada diri sendiri merupakan hal yang
sangat penting dalam pembinaan mental atlet. Percaya pada diri sendiri akan
menimbulkan rasa aman. Kepercayaan diri sendiri biasanya berhubungan erat
dengan “ emotional security “, makin mantap kepercayaan pada diri sendiri makin
mantap pula emotional security nya, hal ini akan terlihat pada sikap dan tingkah laku
yang tidak mudah bimbang, tentang, tegas dan sebagainya. Sukses-sukses yang
pernah dialami seorang atlet akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri, oleh karena
itu perlu sekali atlet-atlet pemula mendapat kesempatan mengenyam kemenangan.
Suatu kekalahan juga tidak harus mengakibatkan kerugian pada usaha
menanamkan rasa percaya pada diri sendiri.Hal ini tergantung pada kemampuan
pelatih dan pembina dalam mengadakan pendekatan dan teknik menimbulkan
motivasi, misalnya dengan menunjukan kelemahan dan kelebihan lawan, disamping itu
juga menunjukan rasa puas atas hasil yang dicapai atlet.
“ Over Confidence “ atau rasa percaya pada diri sendiri yang berlebihan juga dapat
terjadi pada diri atlet, misalnya pada atlet yang mempunyai sifat terlalu optimis dan
kebetulan selalu menang bertanding di daerahnya. “ Over Confidence “ berhubungan
erat dengan sifat-sifat kepribadian atlet yang bersangkutan. Segi negatif yang sering
terjadi pada atlet yang “ Over Confidence “ yaitu suka “ anggap enteng “ lawan. Karena
“ harapan sukses “ terlalu tinggi, maka apabila mengalami kekalahan atlet yang
bersangkutan lebih mudah pula mengalami frustasi.
19

Perasaan kurang percaya diri pada diri sendiri, jelas merupakan tumpuan yang
lemah untuk mencapai prestasi yang setingi-tingginya. Kurang percaya pada diri
sendiri berarti meragukan kemampuan sendiri, hal ini merupakan bibit ketegangan
pada waktu menghadapi pertandingan atau menghadapi lawan yang seimbang, dan
ketegangan tersebut jelas merupakan bibit kekalahan.
Kegagalan-kegagalan yang dialami atlet yang kurang percaya diri akan akan
mudah menimbulkan rasa putus asa dan apabila dituntut untuk mencapai prestasi
yang lebih tinggi tetapi tidak berhasil, akan dapat menyebabkan timbulnya frustasi.
Menurut Robert N. Singer ( 1984) menghadapi atlet yang kurang percaya pada diri
sendiri ( lack of confidence ), pelatih dapat membantu atlet merakasan identitas
dirinya (sense of indentity ), yaitu lebih memahami keadaan yang terjadi pada dirinya.
Diberikan contoh salah satu model test, yang disebut oleh singer dengan nama “ Self
Perception Test “, dimana atlet diminta untuk memantapkan atau menilai diri sendiri
mengenai : bakat, usaha yang dilakukan, kesulitan yang dihadapi, keberuntungan
dalam olahraga dan penilaian atas status diri sendir dalam olah raga.

17. Rasa Harga Diri ( Self Esteem ). Dengan menunjukan pada pendapat Maslow
(1970 ), harga diri yang merupakan kebutuhan individu berhubungan dengan motif
atau kebutuhan berprestasi dan kepercayaan diri sendir, disamping itu juga berkaitan
dengan status, pengakuan, reputasi yang menimbulkan perasaan untuk menghargaai
diri sendiri.
Kebutuhan akan rasa harga diri tidak akan terpenuhi atau terpuaskan tanpa
adanya orang lain, demikian menurut Alderman (1974) dan kebutuhan rasa harga diri
ini dapat dipenuhi melalui hubungan intetpersonal dengan orang lain ( pelatih,
sesama atlet dan penonton ). Sehubungan dengan pendapat tersebut, maka rasa
harga diri dapat dibina melalui ketergantungan atlet dalam kelompok-kelompok
olahraga yang dipandang elite oleh para atlet atau oleh masyarakat, misalnya dalam
olah raga bela diri rasa harga diri ditimbulkan dengan adanya tingkatan kelas atau
kelompok yang diberi tanda dengan sabuk yang warnanya berbeda-beda.

18. Disiplin dan Tanggung Jawab. Disiplin adalah sikap atau kesediaan
psikologi untuk menepati atau mendukung nilai-nilai atau norma yang berlaku. Atlet
yang disiplin akan berusaha menepati ketentuan, tata tertib, dan biasanya patuh pada
20

pembuatan peraturana ( pelatih dan pembina ). Disiplin atlet apabila dikembangkan


lebih lanjut dapat menimbulkan kesadaran yang mendalam untuk menepati segala
bentuk nilai-nilai, meskipun tidak ada yang mengawasi, bahkan akhirnya juga akan
mematuhi rencana-rencana yang dibuatnya, sesuai dengan pengetahuan tentang hal-
hal yang dianggap baik. Kesadaran yang timbul dari dalam dirinya sendiri, tanpa
danya pengawasan dari orang lain, menimbulkan disiplin diri sendiri. Atlet yang
memiliki disiplin diri sadar untuk melakukan latihan sendiri, tanpa ada yang
memerintah dan mengawasi. Ia sudah mempunyai rasa tanggung jawab untuk
menepati dan mendukung nilai-nilai yang dianggapnya baik dan tepat untuk dilakukan.
Sikap untuk menepati dan mendukung nilai-nilai adalah sikap yang
mengandung tanggung jawab untuk kelangsungan nilai-nilai yang dianutnya, Atlet tidak
mengingkari dan membiarkan nilai-nilai tersebut direndahkan orang lain.
Dalam jangka waktu yang lama maka tanggung jawab untuk mendukung nilai-
nilai tersebut dapat dikembangkan menjadi sikap dalam menghadapi nilai-nilai dalam
kehidupan sehari-hari. Disiplin semu dapat terjadi pada diri atlet, yaitu kepatuhan
untuk menepati ketentuan dan tata tertib yang dilakukannya hanya pada saat ada
orang lain yang mengawasinya. Tindakan patuh dan pada ketentuan dan tata tertib
tersebut diakukan dengan terpaksa tanpa adanya kesadaran, segera pengawasan
kendor atau tidak ada, maka porak porandalah segala ketentuan dan tata tertib bagi
atlet yang bersangkutan. Menanamkan disiplin tidak harus dengan sikap otoriter,
dengan paksaan atau kekerasan. Menghadapi atlet yang kurang disiplin perlu
dilakukan pengawasan yang ketat dan bahkan dengan sangsi-sangsi ( kalau perlu ),
namun tindakan ini harus disertai dengan penanaman pengertian sehingga timbul
kesadaran untuk melakukan sesuatu sesuai nilai-nilai yang berlaku.

19. Penguasaan Diri. de Atlet yang dapat menguasai diri berarti juga dapat
mengontrol emosinya, dapat menahan nafsu menghadapi kekecewaan, rasa marah
dan sebagainya.
Sebagai kesatuan jiwa yang bersifat organis, fluktuasi emosional juga akan
mempengaruhi aspek-aspek kejiwaan lain ( Lognisi dan konasi ), dan kematangan
emosional akan mempengaruhi stabilitas psikis atlet. Seorang atlet yang dapat
mengendalikan emosi atau dapat menguasai diri dalam situasi pertandingan yang
penuh ketegangan, akan dapat menunjukan prestasi yang tinggi.
21

John D. Lawter, (1972) mengemukan bahwa dalam keadaan “ overstress


thresholdd “ yaitu tingkatan batas ambang ketegangan akan terjadi interferensi
(gangguan ) dalam penampilan seorang atlet. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh
permainan yang seimbang dan wasit yang berat sebelah, atau oleh penonton yang
dianggap merugikan atlet. Dalam keadaan semacam ini kematangan emosi atlet diuji.

Dalam keadaan semacam ini kematangan emosi atlet diuji, mungkin


permainannya menjadi agak kacau untuk sementara atau kemungkinan permainnya
menjadi kacau sama sekali untuk kemudian diakhiri dengan kekalahan. Cukup menarik
adalah khusus yang diajukan Singer ( 1984 ) mengenai pengalaman Bjong Borg
( petenis swedia yang terkenal ). Pada waktu minatnya bermain tenis sangat besar
yaitu pada umur 11 tahun tanpa sepengetahuannya hukum Bjon Borg dengan
menyembunyikan raket tenisnya selama 6 bulan. Dapat dibayangkan kekecewaan
anak yang berumur 11 tahun tersebut. Pada waktu ia diperbolehkan main lagi
ketegangannnya pulih kembali, dan ia telah belajar menguasai marah dan frustasi.
Jelaslah bahwa gejala-gejala yang telah kita bicarakan tersebut harus dikembangkan,
dan apabila diabaikan akan dapat merugikan perkembangan kepribadian atlet.
Gejala-gejala tersebut merupakan potensi yang perlu dimiliki tiap-tiap atlet.
Penguasaan diri akan akan merupakan faktor sangat menentukan pada waktu siatlet
menghadapi pertandingan , dimana penonton memberi cemoohan atau ejekan.
Disiplin sangat perlu untuk tiap-tiap atlet, khususnya permainan beregu dimana
taktik dan strategi yang sudah ditetapkan , dilakukan dengan penuh disiplin. Motif
berprestasi, percaya diri dan harga diri merupakan modal utama untuk dapat mencapai
prestasi setinggi-tingginya.

20. Gejala Psikologik Yang Dapat menimbulkan Gangguan. Cukup banyak gejala-
gejala psikologik yang dapat menyebabkan merosotnya prestasi atlet. Pada
kesempatan yang singkat ini pembicaraan akan dibatasi pada gejala-gejala boredom,
fatigue, stress, frustasi dan anxiety ( kecemasan ), dan tindakan agresif.

a. Boredom, Fatigue dan Staleness. Boredom adalah perasaan jemu atau bosan,
sehingga atlet tidak bergairah untuk melakukan latihan-latihan ataupun pertandingan.
Hal ini berkaitan dengan menurunnya minat, yaitu perasaan yang berhubungan
dengan perhatian terhadap objek tertentu, atau kegiatan tertentu. Boredom merupakan
22

gejala menurunnya minat atau kurang kuatnya motivasi dalam hubungannya dengan
kegiatan yang dilakukan.

Dalam olah raga atlet yang mengalami penurunan minat, menjadi malas berlatih
atau kurang bergairah dalam melakukan latihan-latihan.

Minat bukan hal yang yang bersifat tetap, tetapi dapat berubah, oleh karena itu juga
dapat dipengaruhi. Mengingat besarnya makna minat dalam belajar dan berlatih,
maka pelatih harus pandai memanipulasi atau memberi perlakukan yang dapat
menarik minat, berusaha mencari dan mengembangkan minat-minat baru. Hal
tersebut terutama dapat dilakukan dengan mengadakan variasi program-program
latihan. Boredom akan dapat meningkat lebih lanjut,sehingga atlet bukan sekedar jemu
atau bosan, tetapi juga merasa sama sekali tidak ada gairah dan lelah. Gejala
semacam ini dapat menimbulkan “fatigue”, di mana atlet dihinggapi rasa lelah.
Jenis – jenis kelelahan yang mungkin di alami atlet adalah “ Physical fatigue ”
atau kelelahan fisik dan “ mental fatigue” atau kelelahan mental. “Physical fatigue ”
terjadi karena atlet mengalami kelelahan otot –otonya, sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas fisik; terjadi ketegangan otot, badannya merasa lemas, dan
sebagainya.
“ Mental fatigue ” terjadi karena atlet merasa lelah, meskipun kalau diukur ketegangan
otot – otonya belum tentu menunjukan tanda – tanda kelelahan. Secara fisiologis atlet
yang bersangkutan tidak menujukan tanda – tanda kelelahan, tetapi secara psikologis
ia merasakan lelah. Sebagai akibat mental fatigue atlet menunjukan penampilan yang
lesu, lamban reaksinya, dan seolah – olah kehilangan kemampuan untuk bermain
seperti biasanya.
Atlet yang mengalami “ fhiysical fatigue ” perlu istirahat total, karena fisiknya
memang mengalami kelelahan. Atlet yang mengalami mental fatigue tidak harus
menjalankan istirahat total, karena yang diperlukan adalah relaksasi. Mengenai teknik
– teknik relaksasi, seperti “progressive relaxation” , dan lain - lain., akan dibicarakan
dibelakang. Karena mental fatigue tidak selalu tidak selalu di ikuti physical fatigue,
maka macam kegiatan yang bersifat rekreatif yang
menarik minat atlet yang bersangkutan, mungkin dapat menimbulkan gairah untuk
melakukan kegiatan - ke–iatan fisik selanjutnya. Sebagai contoh perenang yang
23

mengalami mental fatigue dapat diajak rekreasi naik gunung, bermain selancar dan
sebagainya.
Gejala psikologik lain yang mungkin di alami atlet adalah”staleness”. Staleness
adalah gejala pada atlet yang menujukan tanda – tanda atlet yang bersangkutan
merasa “ sudah tidak mampu lagi “ untuk mencapai prestasi sebagainya diharapkan
( meskipun ditinjau dari kemampuan fisiknya masih memungkinkan).
Staleness yang dialami atlet di tandai dengan sikap dan tingkah laku yang
kurang relaks, selalu nampak tegang tidak dapat istirahat dengan tenang, badan
merasa lelah, kehilanhan ketelitian, sering merasa bimbang dan mudah merasa
tersinggung.
Akibat lain yang timbul apabila pelatih kurang memperhatikan keadaan atlet
yang mengalami “staleness” misalnya timbul tingkah laku sebagai kompensasi; atlet
yang bersangkutan menujukan bahwa ia selalu berlatih dengan tekun , meskipun
dalam kenyataanya yang ia lakukan sehari – hari tidak demikian ( tekun berlatih pada
waktu ada orang lain yang melihatnya).
Salah satu cara yang dapat di lakukan adalah dengan cara menciptakan
suasana yang sama sekali baru bagi atlet yang bersangkutan, misalnya dengan
memindahkan tempat latihan dan di gabungkan dengan atlet – atlet yang
berprestasinya lebih tinggi, sehingga timbul motivasi baru untuk menyamainya.

b. STRESS, AXLETY DAN FRUSTASI. Stess terjadi pada diri atlet apabila
mengalami hambatan dalam usaha, memenuhi kebutuhan mencapai tujuannya.
Ditinjau dari keadaan diri atlet yang bersangkutan, maka setiap konflik yang terjadi
dalam diri atlet akan dapat menimbulkan stress. Jadi sebenarnya hambatan –
hambatan yang dapat menimbulkan stress tersebut akan datang dari dalam diriatlet itu
sendiri dan dapat datang diluar dirinya.
Konflik yang terjadi dalam diri atlet terjadi karena ada dua hal yang
bertentangan, misalnya ingin menang tetapi merasa kurang siap bertanding; dapat
juga terjadi karena ada dua kepentingan yang di hadapi ( Saparinah dan Sumarsono
Markam 1982), yaitu misalnya antara ingin keluar negri, tetapi juga ingin dengan
keluarga. Pengalaman stress diperlukan untuk perkembangan kearah kemantapan
kepribadiannya. Tanpa stress orang tidak akan dapat mengembangkan usaha-
24

usaha mengatasi sesuatu. Dengan pernah dihadapinya bermacam-macam stress


orang belajar melakukan cara-cara penyesuaian diri untuk mengatasinya.
Dikemukakan lebih lanjut oleh Saparinah dan Sumarno Markam (1982) bahwa
stress yang terlalu besar yang tidak seimbang dengan kemampuan individu untuk
mengatasinya, akan berakibat negatif baginya, dan dapat menimbulkan kecemasan,
kebencian rasa putus asa dan sebagainya. Penyesuaian diri yang baik merupakan
tindakan-tindakan yang terarah pada penguasaan stress. Penyesuaian diri semacama
ini dinamakan juga tindakan yang terarah pada tugas ( task oriented ).
Kepekaan individu terhadap stress tidak sama, ada orang yang hampir tidak
terpengaruh oleh stimulasi yang dapat menimbulkan stress, tetapi ada orang yang
menghadapi tantangan yang kecil sudah terganggu keseimbangannya dan mengalami
stress. Individu yang cukup matang dapat mengatasi kemungkinan terjadinya stress.
Setiap orang mempunyai ambang stress ( stress treshold ) tersendiri. Dalam
kenyataannya dapat terjadi gejala yang dinamakan “ Over stress treshold “ , yaitu
stress yang memuncak melebihi ambang stress yang dikuasai seseorang, akan
berpengaruh terhadap penampilan individu yang bersangkutan. Pembina sebaiknya
memberi latihan atau stimulasi sehingga kemampuan mengatasi stress dapat
ditingkatkan, dalam menghadapi atlet pemula stress yang diberikan harus proporsional
akan dapat merangsang penampilan yang lebih baik.
Menurut Saparinah dan Sumarno Markam (1982) jika stress yang dihadapi seseorang
berlangsung terus menerus, maka akan timbulkan kecemasan. Kecemasan adalah
suatu perasaan tak berdaya, perasaan tak aman, tanpa sebab yang jelas. Perasaan
cemas atau anxiety kalau dilihat dari kata anxiety berarti perasaan tercekik. Lebih
lanjut Saparinah dan Sumarno Markam ( 1982 ) membendakan beberapa jenis
kecemasan ditinjaua dari bagaimana terjadinya kecemasan ini, yaitu :
1) Kecemasan yang conditioned (ada hubungan dengan pengalaman masa
lalu).
2) kecemasan karena kekurangan ketererampilan (instrumental deficit)
3) kecemasan karena pernyataan diri yang menimbulkan kecemasan
(anxiety-arousing self-statements).
4) Kecemasan karena tindakan yang dilakuka sendiri (tuntutan yang terlalu
tinggi atas diri sendiri).
25

5) Kecemasan yang dikarenakan lingkungan fisik / sosial yang sangat


gawat (untenable), misalnya orang tua atau pelatih yang kurang bijaksana
(terlalu kejam, dll).

Cara – cara untuk mengatasi kecemasan telah mendapat perhatian para ahli
psikologi olahraga, antara lain dengan bimbingan dan konseling; Richard H. Cox
(1985) mengemukakan beberapa cara yang dewasa ini banyak di gunakan yaitu : (1)
progresivve relakation, (2) transcendental medition, (3) biofeedback, dan sebagainya.
Mengenai teknik pelaksanaan cara – cara ini akan dibicarakan di belakang (topik
tersendiri).
Adalah wajar bahwa setiap atlet ingin mendapat kepuasan, ingin terpenuhi
kebutuhannya, ingin menang atau dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut
Sappenfield (1954) prustasi dapat terjadipada saat individu mulai melihat adanya
gangguan kepuasannya. Apabila pemenuhan kebutuhan atau mencapai kepuasan
lebih mudah terjadi sehingga kemungkinan gagal mencapai kepusan lebih midah
terjadi sehingga kemungkinan terjadinya gejala frustasi pada atlet perlu selalu di
waspadai.
Sebetulnya frustasi bukanlah “kegagalan “ itu sendiri , tetapi lebih tepat sebagai
keadaan atlet yang diliputi perasaan gagal; dalam kenyataanya kegagalan tersebut
belum tentu gagal sebenarnya, artinya dengan usaha lebih keras ia pasti dapat
menghindarkan kegagalan tersebut. kenyataan lain juga membuktikan bahwa cukup
banyak atlet yang tidak berhasil (gagal) untuk mencapai prestasi yang di harapkan,
tetapi tidak mengalami prustasi.
Sappenfield (1954) mengemukaan pendapat Rosenzweig, yang membedakan
frustasi pasif dan prustasi aktif. Menurut Rosenzweig, frustasi pasif dapat ditafsirkan
bahwa pada diri individu yang bersangkutan ada rintangan terhadap kemajuan
mencapai tujuan, tanpa ada pengaruh dari luar (perlakuan) yang membatasi
tercapainya kepuasan. Frustasi aktif melibatkan adanya kemungkinan terjadinya
frustasi pada diri atlet, dapat disebabkan pengaruh gangguan internal maupun
eksternal.
Pada dasarnya frustasi lebih mudah terjadi pada atlet yang belum memiliki
kematangan emosi, disamping faktor kepribadian atlet juga akan ikut menentukan
26

kepercayaan pada diri sendiri akan menumbuhkan rasa percaya pada dirisendiri pada
atletnya merupakan tindakan penting untuk menghindarkan terjadi frustasi.
Seorang atlet yang cukup matang dan dapat mengatai kemungkinan terjadinya
frustasi, yaitu dapat menguasai perasaan gagal (belum berhasil) disebut juga sebagai
seorang atlet yang memiliki “a high frustration tolerance”.
c. Tindakan Agresif. Dalam olahraga sering kita lihat seorang atlet yang
mendapat hukuman menjadi marah dan tidak terkendali, lalu memukul wasit. Tindakan
agresif memukul wasit tersebut memungkinkan di landasi keadaan kejiwaan atlet yang
mengalami frustasi. Sesuai pendapat Dollard , dkk, yang mengemukaan; “Agression is
always leads to aggrissive behavior” (Megargree & Hokanson, 1970).
Disamping tindakan agresif sebagai gejala atlet yang mengalami frustasi, ada
juga bentuk tingkahlaku yang sebaliknya yang dilakukan seseorang yang mengalami
frustasi yaitu justru berusaha untuk menyembunyikan diri atau “ isolasi diri “ sebagai
contoh anak yang tidak naik kelas, lalu tidak mau keluar kamar , dan tidak mau
menerima tamu dan sebagainya.
Kenyataan menunjukan bahwa tidak sedikit atlet berbakat yang mengharapkan
dapat mencapai prestasi tinggi, akhirnya gagal dan hilang ditengah jalan karena
mengalami frustasi. Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya frustasi, perlu
adnya upaya pembinaan mental atlet sedini mungkin.
Sehubungan dengan tindakan agresif yang dilakukan seseorang, tetapi bukan
karena orang tersebut mengalami frustasi, Raven dan Rubin (1976) mengemukaan
beberapa gejala , yaitu :
1) Tindakan agresif instrumental
2) Tindakan agresif atas dasar meniru
3) Tindakan agresif atas dasar perintah
4) Tindakan agresif dalam hubungannya dengan peran sosial, dan
5) Tindakan agresif
Pada tindakan agresif insntrumental tujuan utamanya adalah memenangkan
pertandingan, jadi bukan untuk melukai lawan. Niat untuk menyerang secara agresif
tidak disertai rasa marah. Tindakan agresif ini jelas bukan tindakan karena frustasi
sebagai mana disebutkan oleh Dollard, dkk.
Disamping tindakan agresif instrumental , ternyata masih banyak gejala
tindakan agresif yang bukan karena frustasi.tindakan agresif karena meniru, misalnya
27

terjadi pada anggota – anggota mafia yang meniru tokoh – tokoh mafia terkenal yang
suka menyerang dan melukai yang lain serta melakukan tindakan – tindakan
kekejaman, semua ini mereka lakukan atas dasar meniru bukan karena mengalami
frustasi. Dalam olah raga dapat juga tindakan agresif seorang pemain dilakukan
karena ingin meniru pemain – pemain yang di kagumi, hal ini harus diwaspadai para
pelatih, agar tidak menjurus pada hal – hal yang negatif.
Tindakan agresif atas dasar perintah, sering terjadi pada olahraga agar, tinju,
dan sebagainya karena inisiatif menyerang mendapat penilaian dari para wasit; jelas
hal ini juga tidak ada hubungannya dengan gejala frustasi.
Tindakan agresif dalam hubungannya dengan peran sosial, dapat kita lihat pada
penjaga keamanan yang bertindak tegas dan kalau perlu dengan agak keras memukul
mereka yang dengan sengaja ingin mengacau jalannya pertandingan tersebut
(meskipun cara ini kurang tepat) jelas juga bukan gejala penjaga keamanaan tersebut
mengalami frustasi.
Pengaruh kelompok, pemain ataupun penonton juga dapat merangsang
timbulnya tindakan – tindakan agresif. Para ahli psikologi kelompok psikologi massa
telah membuktikan bahwa dalam ikatan kelompok sering individu bersikap dan
bertingkah laku lain dari pada dalam kedudukannya sebagai individu. Tindakan agresif
pemain karena pengaruh kelompok atau massa tidak dapat dipastikan ada hubungan
dengan gejala frustasi yang dialami pemain; mungkin juga pemain tersebut memang
memiliki sifat (trait) agresif, sehingga rangsangan dari sekitar akan lebih mudah
mengaktualisasikan sifat – sifat agresifnya.

BAB VI
PROGRAM-PROGRAM MENTAL TRAINING

21. Umum. Program mental training pada prinsipnya disusun sesuai kebutuhan
subyek dan sesuai pula cabang olahraga yang diikuti, namun ada juga program-
program latihan yang sama bagi semua atlet. Program mental training ditujukan
untuk meningkatkan kesehatan, untuk kesiapan dan ketahanan mental, dan
pembinaan pribadi pada umumnya. Karena alasan pembinaan kepribadian
tersebut, maka dimana filosofi bangsa yang satu berbeda dengan bangsa lain, terjadi
modifikasi latihan yang berbeda-beda. Pembicaraan program-program mental training,
28

dalam buku ini akan penulis sesuai dengan sistematika yang sudah penulis
kemukakan pada bab sebelumnya

22. Latihan pendahuluan. Latihan pendahuluan dimaksudkan untuk


menormalisasikan, khususnya untuk meningkatkan keserasian hubungan fisik dan
mental, menghindarkan terjadinya “ internal conflict “, serta pembentukan sikap positif (
positive attitude ) sebelum atlet mengalami latihan mental lebih lanjut.

23. Latihan Pernapasan. Oleh para ahli latihan pernapasan pada umumnya dikaitkan
dengan relaksasi, konsentrasi, meditasi, sedangkan di Timur khususnya perkumpulan -
perkumpulan pencak silat di Indonesia latihan pernapasan ditujukan untuk :

a. Membina kesehatan jasmani.


b. Untuk relaksasi.
c. Untuk konsentrasi.

d. Untuk membangkitkan tenaga dasar atau tenaga dalam disertai dengan


meditasi, dengan cara-cara tertentu.

Menurut Heri Sumantri ( 1995 ), ketua umum yayasan pinasti ( Pembinaan


Nafas Sehat Indonesia ) dalam hidup sehari-hari ( pernapasan normal), pada orang
dalam keadaan istirahat dan kondisi sehat, jumlah gerakan pernapasan setiap hari 15-
20 kali, jadi jumlah pernapasan setiap hari 1.k.21.600 kali.
Heri Sumantri mengatakan “ Napas panjang – umur panjang, Napas pendek -
umur pendek “ yang dimaksud napas panjang yaitu jumlah pernapasan kurang dari 15
– 20 kali, sedang yang dimaksud napas pendek yaitu jumlah pernapasan lebih dari 15
0 20 kali. Sesuai prinsip “ Napas panjang umur panjang - napas pendek umur
pendek “ PINASTI mengembangkan teknik pernapasan yang disebut “ Pola
Pernapasan “ dalam rangka mengoptimalkan proses bernapas, yang terdiri atas :
a. Pola pernapasan dada ( Pola pernapasan biasa ).
b. Pola pernapasan perut.
c. Pola pernapasan dagu
d. Pola pernapasan paripurna
29

Pola pernapasan dada dilakukan dengan membusungkan dada dan


mengembangkan perut pada waktu menarik napas, dan mengecilkan dada dan
menyempitkan perut pada waktu menghembuskan napas.
Pola pernapasan perut dilakukan dengan membesarkan perut atau mengejan
pada saat menarik napas, dan m,engempiskan perut pada waktu menghembuskan
napas.Rekaya pernapasan ini akan dapat menggerakan diaphragma secara bebas,
dapat bergerak turun dan naik, sehingga terjadi gerakan alat-alat dalam. Teknik
pernapasan ini sering juga disebut pernapasan diaphragma.
Pola pernapasan dagu dilakukan dengan penarikkan dagu keatas pada saat
menarik napas dan mengembalikan dagu pada posisi semula pada waktu
menghembuskan napas.
Pola pernapasan paripurna dilakukan dengan sekaligus pola napas perut, pola
napas dada, pola napas dagu dan menghembuskan napas secara berurutan sebagai
satu siklus gerakan pernapasan secara utuh. Keuntungan pernapasan Pinasti adalah :
a. Waktu pernapasan menjadi lebih panjang .
b. Seluruh paru-paru bagian atas, tengah dan bawah dapat berkembang.
c. Paru-paru bagian atas yang biasa berfiksasi dan paru-paru bagian bawah yang
biasanya terjepit oleh diaphragma menjadi nebjadi lebih bebas.
d. Baik secara kuantitas maupun secara kualitas teknik pernapasan paru-paru
adalah lebih baik.
Menurut Heri Sumantri pengalaman latihan pola pernapasan paripurna yang
teratur, menunjukan hasil :
a. Badan terasa panas.
b. Keluar keringat banyak.
c. Napas tidak terengah-engah pada waktu latihan
d. Lebih relaks dan pikiran terasa lebih tenang
Di Indonesia, setiap perguruan pencasilat mempunyai cara-cara sendiri untuk
melatih pernapasan, yang biasanya dikaitkan dengan pembangkitan tenaga dalam.
Menurut Maryanto (1995) ketua umum Satria Nusantara, dalam tubuh manusia
terdapat tenaga listrik, manusia merupakan suatu system “ bio-electric “ . Dalam tubuh
manusia muatan listrik sebesar 90 mega volt, dengan muatan listrik positif diluar
membran cel dan muatan listrik negatif didalamnya. Dengan hubungan seri
menggunakan 3000 cel saja akan dihasilkan beda potensial sebesar 250 volt, jadi
30

lebih besar dari tenaga listrtik PLN sebesar 220 volt. Itulah gambaran betapa
dahsyatnya manusia andaikata hal tersebut dapat terjadi dalam tubuh manusia.
Menurut Maryanto, penyakit dapat menimbulkan gangguan listrik dalam tubuh
manusia,sebaliknya gangguan listrik pada organ tertentu dapat menimbulkan
penyakit.
Dalam dunia kedokteran peristiwa listrik dalam tubuh sudah dimanfaatkan
antara lain untuk mendiagnosa gelombang listrik otak dengan alat EEG, untuk
mengamati listrik jantung dengan ECG, dan sebagainya.
Menurut Satria nusantara ( SN ) mengembangkan suatu system olahraga
pernapasan tenaga dalam melalui napas, gerak dan konsentrasi, sehingga
menghasilkan olah raga kesehatan sekaligus untuk olah mental. Latihan pernapasan
Satrian nusantara Yaitu :
1) Pernapasan duduk ( selama 10 menit ).
a) Kaki melipat kebelakang, tulang ekor menyentuh lantai punggung lurus ,
tangan dan jempol digenggam diletakan pada lutut.
b) Bernapas sambil konsentrasi. Apabila napas melalui hidung dengan
irama : tarik napas – ditekan – keluar napas, sama waktunya yaitu 10 – 30
detik. Yang dapat bernapas empat kali permenit ternyata terdapat gelombang
getar otak yang sangat teratur, yang disebut gelombang alfa dan ternyata orang
tersebut tidak mudah stress dan sabar.
2) Pernapasan gerak, dilakukan dengan gerak-gerak jurus satri nusantara.
3) Pernapasan duduk sambil meditasi. Tiap-tiap perkumpulan pencasilat
mempunyai cara sendiri, dan ternyata dapat menghasilkan tenaga dalam atau tenaga
dasar yang berbeda-beda, seperti tahan benturan, dapat memukul jarak jauh, dapat
membaca meskipun mata ditutup, dan sebagainya.

24. Latihan Relaksasi. Secara fisik, emosional dan mental, relaksasi ditandai
dengan tidak adanya aktivitas dan ketegangan (tension ) suatu suasana penuh
ketenangan apabila dapat dijauhkan segala perasaan yang berhubungan dengan
kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut Syera dan Conolly ( 1984) relaksasi yang
mendalam akan mudah dicapai posisi tidur terlentang, namun dalam keadaan lelah
posisi semacam ini dapat menyebabkan atlet yang bersangkutan muadh tertidur.
31

Apabila dibutuhkan relaks sebelum bertanding, lebih baik dilakukan dalam posisi
duduk dengan punggung besandar pada sandaran.
Robert Nideffer ( 1981 ) mengemukakan pengalaman praktis mengenai
prosedur relaksasi, yang telah dilakukan terhadap para atlet. Adapun pelaksanaannya
adalah sebagai berikut :

“ Saya harap anda mulai dengan duduk seenak-enaknya. Beberapa orang merasa
lebih enak apabila kedua telapakkakinya rapat menyentuh lantai, dan kedua
tangannya diletakan pada pangkuan. Jika anda ingin posisi yang lain yang lebih relaks
juga boleh yang penting cari posisi yang paling enak dan cocok untuk anda. Sekarang
saya harap anda menutup mata dan mulai menarik napas dalam-dalam mulai bagian
bawah (perut ) dan dikeluarkan napas dengan perlahan-lahan. Bagus sekali . . . .
Sekarang pada waktu mengeluarkan napas saya minta anda melemaskan seluruh
otot-otot lengan kanan anda. Lemaskan otot tangan anda, pergelangan tangan anda,
lengan bagian depan, dan lengan bagian atas. Perhatikan … pada saat anda
melemaskan otot-otot pada saat mengeluarkan napas, lengan anda menjadi berat,
biarkan tangan anda bertumpu pada kursi atau pada badan anda. Perhatikan …
pada saat anda mengeluarkan napas dan melemaskan otot-otot lengan kanan anda
menjadi lebih berat… bagus sekali …! Sekarang saya harap anda melemaskan otot
lengan kiri. Lemaskan otot-otot jari anda … telapak tangan… pergelangan lengan…
lengan bagian depan … lengan bagian atas… Perhatikan lagi , lemaskan otot-otot
pada saatanda mengeluarkan napas, tangan lengan kiri anda menjadi lebih berat …
tumpukan pada badan atau pada kursi. Pada saat anda mengeluarkan napas …
dan anda melemaskan otot-otot ke dua lengan anda lebuh berat… tumpukan pada
badan atau pada kursi …sekarang, saya harap anda melemaskan otot-otot kaki
anda … lemaskan otot-otot kaki … lemaskan pergelangan kaki … betis … paha …
lemaskan seluruh otot-otot kaki dan tungkai anda … Perhatikan … pada saat anda
mengeluarkan napas … tungkai dan kaki anda menjadi berat … tumpukan pada kursi
… tumpukan pada lantai … bagus sekali …!

Sekarang … . saya harapkan melemaskan otot-otot leher dan bahu, punggung anda.
Lemaskan sepenuhnya … terus lemaskan … anda selalu dapat mendengar apa yang
saya katakan … dan anda akan senang merasakan sesuatu yang nikmat … karena
betul-betul merasakan relaks …! Sekarang lemaskan … otot-otot muka anda … dan
32

rahang anda … dst, dst … Sebentar lagi saya akan menghitung satu sampai dua
puluh. Setiap hitungan … anda akan merasa … diri anda mengambang … dan turun
ke bawah … merasa lebih nyaman …lebih relaks … dapat mendengar yang saya
katakan … Setiap hitungan anda merasa mengambang … menjadi lebih relaks …
semakin relaks …Satu … lemaskan seluruh otot-otot lengan kanan … jari-jari …tangan
… lengan … bagian muka … lengan bagian atas … … Dua lemaskan seluruh otot-otot
lengan kiri … jari-jari… tangan lengan … Bagian muka … bagian belakang … tiga …
lemaskan otot-otot kaki kiri … dst, dst … Dua puluh … sabgat nikmat … betul-betul
relaks sepenuhnya … “ Sampai dengan langkah-langkah dan prosedur tersebar,
kemudian pelatih dapat melanjutkan dengan beberapa kemungkinan pengarahan.
Seandainya pelatih menganggap perlu melanjutkan latihan relaksasi maka instruksi
dapat dilakukan, dan diakhiri sebagai berikut :

“ Baiklah … lanjutkan untuk relaks … sampai anda siap untuk bangun kembali …
menghadapi pertandingan selanjutnya …Apabila anda sudah siap untuk bangkit …
lakukanlah … anda telah dapat mencapai kondisi sangat relaks … bangunlah “
Latihan mental dengan cara relakasi ini sebaiknya dilakukan selama tidak 20 – 25
menit. Kemungkinan waktu relaksasi disesuaikan dengan sifat-sifat kepribadian
atlet, biasanya memakan waktu kira-kira 15 menit. Cara lain ditemukan oleh
Jacobson, yaitu dengan menegangn otot-otot dan relaksasi. Ternyata cara-cara
seperti ini lebih efektif, dalam upaya membuat atlet betul-betul relaks.Dewasa ini
metode yang ditemukan tersebut cukup terkenal, dan dinilai lebih baik dari cara-cara
lain. Metode yang ditemukan Jacobson (Cox, 1900) yang telah mengembangkan
metode relaksasi dan diberi nama “progressive relaxation” yaitu relaksasi secara
progresif. Menurut Jacobson yang diberi nama “Jacobson’s basic theory” tidak
mungkin seorang nerveus dan tegang pada bagian – bagian badan tertentu, apabila
otot – ototnya dalam keadaan relaks.

Teknik “progresive relakation” dilakukan dengan subyek disuruh tidur dengan tangan /
lengan disamping badan, kaki tidak boleh bersilang. Ruang harus betul – betul terang.
Subyek juga boleh mengambil posisi duduk. Metode jacobson dilakukan dengan cara
menegangkan otot – otot sebelum membuat otot – otot relaks. Ini dimaksudkan agar
atlet dapat membedakan ketegangan otot dan relaksasi. Dengan cara seperti atlet
dapat lebih relaks, dan dalam waktuyang lebih singkat. Sebagai contoh adalah “
33

progressive muscle relaxation” atau lebih tepat “relaxation of amrs “ ( 4 –5 menit),


adalah cara relaksi sebagai berikut : “ Duduk seenak – enaknya … sekarang relaks
dengan sebaik – baiknya. Sesudah relaks… kepalkan tangan kanan … seperti untuk
meninju. Kepalkan kepalkan tinju … kencang … dan lebih kencang. Rasakan
ketegangan otot – otot anda … biarkan mengepal dan rasakan ketegangan otot pada
kepala tinju kanan anda … tangan dan lengan pada bagian muka … dan sekarang
usahakan dan coba untuk lebih relaks … seluruh tangan dan lengan … sekali lagi
kepalkan tangan kanan … biarkan seperti itu … ingat adanya ketegangan lagi …
sekarang relaks … luruskan jari – jari anda … rasakan perbedaannya. Sekarang
lakukan pada tangan kiri anda … relaks semua … sesudah relaks … kepalkan tangan
kiri … seperti untuk meninju … kepalkan … kepalkan tangan kiri … seperti … untuk
meninju … kepalkan … kepalkan tinju … kencang … dan lebih kencang … dst-nya.”

25. Latihan Konsentrasi. Konsentrasi pada dasarnya adalah mempersempit atau


memperkecil medan perhatian, jadi meskipun stimulus datang dari berbagai objek
yang banyak jumlahnya, individu dapat mempersempit perhatiannya sehingga hanya
beberpa obyek saja yang diperhatikan.

John Syer (1984) membedakan konsentrasi internal dan konsentrasi eksternal.


Pada konsentrasi internal, konsentrasi terfocus pada pengamatan, perasaan dan
pengamataan individu yang bersangkutan. Sedangkan pada konsentrasi eksternal
maka konsentresi terfokus pada obyek yang ada diluar diri individu yang bersangkutan.

Atlet yang dapat berkonsentrasi dengan baik adalah atlet yang menjaga
keharmonisan fisik, emosi, dan mengatur mentalnya dan memusatkan perhatian pada
tugas yang harus dikerjakan.

Gerakan – gerakan lambat seperti pada senam lambat (thai chi) juga dapat
memberi dampak positif terhadap upaya memusatkan perhatian. Seperti diketahui
gerakan – gerakan lambat akan membuat pernapasan kita juga lambat, tidak terengah
– engah, dan jantung kita berdenyut dengan lambat, ini akan membawa ketenangan
dan memudahkan memusatkan perhatian.

Jon Syer juga memberikan banyak contoh cara melatih konsentrasi, salah satu
cara adalah sebagai berikut :
34

Memerintah subyek untuk duduk seenaknya di kursi. Kemudian sipelatih


meletakan suatu obyek atau foto dimukanya, yang berhubungan dengan olahraga
yang diikuti. Relaks lebih dahulu kemudian disuruh membuka mata. Berhenti lima
menit dan jangan bergerak, perhatikan dengan seksama obyek tersebut. Setelah lima
menit sisubkek diminta membalikan badan. Kemudian disuruh menceritakan apa yang
dilihat.

Mereka yang daya konsentrasinya baik, akan dapat menceritakan apa yang
dilihat dengan tepat, dan tidak banyak membuat kesalahan.

Eguene F. Gauron (1984) juga memberikan contoh individu yang kacau


konsentrasinya, karena perhatiannya terpecah – pecah, seperti pada gambar di bawah
ini :

Gambar 8 : konsentrasi kacau karena perhatian terpecah – pecah

Sumber : Gauron, Eguene F. 1984. Mental training for peak performance.

Unesthal (1986) menegaskan “concetration can be defined as an increased


attention on a decreased number of stimuli. This can mean buth a narrow area af
attention”

Mengenai apakah konsentrasi itu dan bagaimana anda dapat mengetahui


apakah seorang atlet kehilangan konsentrasi Gauron mengemukaan ciri – ciri sebagai
berikut:
35

a. Perhatiannya setuju pada suatu benda pada suatu saat;

b. Seluruhnya menyatu pada saat itu;

c. Perhatian selektif terhadap pemikiran atau obyek tertentu dan tidak ada
perhatian pada obyek lain;

d. Menenangkan dan memperkuat mental;


e. Gauron juga memberi contoh mengenai latihan konsentrasi sebagai mana
dikemukaan di bawah ini :
f. Jauhkan pikiran anda terhadap sesuatu yang pernah anda lakukan ataupun
pernah anda alami
g. Pusatkan perhatian anda pada suatu tempat
h. Tujukan pusat perhatian pada satu lokasi tersebut
j. Kosongkan pikiran anda biarkan tetap kosong
k. Pindahkan dari sasaran khusus kepusat perhatian seperti gambar panorama.
Kemudian ikut dihadirkan suatu gambar besar memberi kemungkinan tanpa
menyeleksinya
l. Berupa mampu memusatkan perhatian terhadap semua benda
m. Berhentilah dan kemudian kembali konsentrasi

26. Latihan Dasar Mental Training


a. Pembentukan Citra Diri. Pembentukan citra diri harus dilakukan secara
sistimatis, dengan pertimbangan akal yang matang, supaya betul – betul sesuai
dengan keadaan atlet, baik kelebihan maupun kekurangannya.
Pembentukan citra diri perlu dimulai dengan pemikiran fositif atau “positive thinking”
yaitu menggambarkan sesuatu dengan menilai sesuatu secara positif; jauhkan
menggambarkan sesuatuserba negatif dan menilainya dari kacamata serba negatif.
Menggambarkan dan menilai serba negatif, mudah menimbulkan rasa tidak puas, dan
dapat menimbulkan bibit konflik dalam diri subyek.
Biasanya individu yang menilai sesuatu secara negatif juga menilai
lingkungannnya serba negatif, menilai orang lain serba negatif. Akhirnya dapat
menimbulkan pertentangan dan banyak lawan karena orang lain dianggap banyak
kekurangannya.
36

Ada juga orang yang meganggap dirinya serba lengkap, sehingga menganggap
orang lebih rendah dari dirinya, menganggap lawannya kalah baik dari kemampuan
yang ia miliki, ini terjadi pada orang yang “ over confidence“. Sebaiknya ada orang
yang menggangap dirinya serba kurang, sehingga merasa kalah sebelum bertanding,
ini terjadi pada orang yang “ lack of confidence “ yang terbaik adalah mereka yang
mengukur kelebihan dan kelemahannya sesuai dengan keadaan yang dimilikinya, jadi
tidak over confidence dan juga tidak lack of confidence, ia percaya kelebihan dan
kelemahannya sehingga percaya menghadapi apapun juga , penuh percaya diri
disebut juga full confidence.
Mengenai persepsi atas kemampuannya Robert Singer ( 1984) Ketua Asosiasi
Psikologi Olahraga Internasional ( International Association of Sport Psychology ),
telah membuat alat test yang disebut Self Perception Test atau disingkat SPT.
Tabel : MODEL SELF PERCEPTION TEST
Instruksi :
Berilah jawab anda sesuai perasaan anda dalam cabang olahraga yang anda ikuti,
dengan memberikan tanda silang yang anda anggap paling tepat.
Keterangan 1 – sangat rendah : 10 – sangat tinggi.

1. Bagaimana anda menghargai bakat anda dlm olahraga yang anda ikuti ?
1 – sangat rendah 10 – sangat tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2. Seberapa keras anda berusaha agar dapat sukses dalam olahraga ?


1 – sangat rendah 10 – sangat tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3. Untuk berbuat sebaik-baiknya dalam olah raga anda rasa sangat sulit ?
1 – sangat rendah 10 – sangat tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4. Apakah anda merasa beruntung dalam olah raga ?
1 – sangat rendah 10 – sangat tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
37

5. Bagaimana anda menilai status anda dalam olahraga ?


1 – sangat rendah 10 – sangat tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kebiasaan berpikir positif tersebut, dengan mempersepsikan secara obyektif,


dengan menyadari kelebihan dan kelemahannya, akan menciptakan persepsi diri
positif, karena dengan menggambarkan dan menilai lingkungan dari segi positipnya.
Dengan persepsinya positif ini akan membimbing atlet jauh dari konflik dengan orang
lain.
Sesudah atlet mempunyai persepsi positif, maka dapat distimulasikan untuk
menentukan sendiri, sesuatu yang ideal baginya sebagai “ panutan “ yang akan
ditirunya. Apabila hal tersebut sudah dilakukan, diharapkan atlet memiliki citra diri yang
mantap.
Dalam olahraga penca silat seorang pesilat tidak akan diberi latihan
keterampilan yang lanjut, sebelm disiapkan mentalnya. Salah satunya adalah
menyiapkan seseorang agar memiliki “ Jiwa Ksatria “. Citra seorang sebelum dilatih
keterampilan dan kekuatan.
Citra diri adalah gambaran dan penilaian yang positif – konstruktif, serta adanya
sifat-sifat ideal yang akan dianutnya sehingga menjadi pedoman hidupnya.
Pembentukan citra diri dapat dilakukan dengan renungan pada permulaan atau akhir
latihan fisik, dengan menjabarkan sifat-sifat ideal yang diharapkan akan menjadi
contoh dalam hidup si atlet dengan ceritera-cerita yang menarik dan sebagainya.
Cintar diri sangat penting dan menentukan sikap dan tingkah laku seseorang, karena
itu perlu penggarapan seksama. Misalnya pada waktu atlet akan memasuki
pemusatan latihan, dapat digambarkan bahwa pemusatan latihan ini didukung oleh
Faktor internal
rakyat dan menggunakan dana dari rakyat kita juga.Faktor ekternal
( pembawaan ) ( Persepsi )
Pemusatan latihan adalah semacam “ Candradimuka “, dimana calon-calon
INDIVIDU
INDIVIDU
ksatria digembleng untuk menunjung nama daerah, nama bangsa dan negara.
Orang lain
Pemikiran Mengamati
Pembanding
Pengalaman Diri sendiri

PERSEPSI
PERSEPSI DIRI
DIRI

- Gambaran
Merasa lebih - Penilaian Berhasil Merasa gagal
- Status
Over Convidence Self Confidence Lack of
concidence
38

Gambar : Proses terbentuknya persepsi diri dan kemungkinan-kemungkinan yang


terjadi pada individu yang over confidence, full confidence, dan lack confidence
Ciri diri sebagai calon pahlawan bangsa sudah barang tentu mendorong atlet
untuk merasa dihargai, berani berkorban , penuh rasa tanggung jawab, menjauhkan
diri dari kepentingan pribadi, tidak bertindak semaunya, tidak melanggar nilai-nilai
sosial dan tidak akan menjurus ke hal-hal yang negatif lainnya ( pecandu narkoba dan
sebagainya ).
Dari uraian dimuka jelaslah bahwa citra diri berhubungan dengan persepsi diri,
dan persepsi diri berhubungan faktor-faktor internal individu, khususnya percaya diri
dan faktor-faktor eksternal yang datang dari pengalaman dan lingkungan.
Gambar tentang proses terjadinya persepsi diri dan kemungkinan-kemungkinan
“ over confidence “, yang kurang percaya diri ( lack of confidence ), dan penuh
percaya diri ( full of confidence ) dapat dilihat pada gambar diatas.

b. Stabilitas Emosional. Sudah barang tentu atlet tidak memiliki stabilitas


emosional akan mudah terpecah perhatiannya, karena emosi sebagai sumber
kemampuan jiwa manusia akan mempengaruhi sumber kemampuan jiwa yang lain.
Emosi yang tidak stabil dapat diketahui pada waktu pemain mengalami
kekalahan, apakah kinerjannya bertambah kacau atau dapat menguasai diri sehingga
permainannya tidak kacau.Pemain yang emosinya stabil, dapat bermain stabil,
reaksinya terhadap kesalahan selalu konstruktif.

Pelatih dapat mengukur dan menilai apakah atlet yang dibina dapat menguasai
diri ( menguasai emosi ) apa tidak, hal tersebut dapat diketahui dengan menilai kinerja
atlet pada waktu atlet menghadapi situasi-situasi kritis.
39

Untuk mengetahui kematangan emosi atau stabilitas emosional atlet Terry


Orliick ( 1980 ) membuat skala untuk mengontrol dan menilai penguasaan diri atlet,
dengan skala untuk mengukur penguasaan diri atlet menghadapi situasi-situasi kritis
dalam pertandingan, seperti dibawah ini :
Tabel – 6
SKALA UNTUK MENGUKUR PENGUASAAN DIRI ATLET

Situasi yang dihadapi Sama sekali Benar


Atlet / pemain tidak benar sekali

1. Bermain jelak sekali semua kacau 1 2 3 4 5


2. Dapat menghindarkan diri dari nerveus 1 2 3 4 5
3. Dapat mengatur kembali emosinya 1 2 3 4 5
4. Tidak atau sangat percaya diri 1 2 3 4 5
5. Jarang mengalami frustasi 1 2 3 4 5
6. Dapat menerima kritik & mempelajarinya 1 2 3 4 5
7. Dapat menerima cacian dan tidak kacau 1 2 3 4 5
8. Tetap kuat motivasinya waktu kalah 1 2 3 4 5
9. Dapat berkonsentrasi waktu berbuat salah 1 2 3 4 5
10. Dapat memusatkan perhatin 1 2 3 4 5

Skala tersebut dapat digunakan untuk menilai stabilitas emosional atau


penguasaan diri atlet. Skala tersebut juga dapat digunakan untuk mengontrol diri
sendiri bagi atlet yang bersangkutan, artinya atlet sendiri yang mengisi formulir skala
tersebut, sehingga menyadari kelebihan dan kelemahan.

27. Meditasi Dalam Mental Training. Dalam mental training kebiasaan bermeditasi
perlu dilakukan. Karena dampaknya sangat baik, dianjurkan mental training dilakukan
baik atlet yang sudah dewasa maupun atlet berusia muda.
Menurut Chaplin ( 1989) , meditasi adalah satu upaya untuk terus menerus pada
kegiatan berpikir, biasanya semacam kontemplasi, yaitu perenungan dan pertimbangan
religius, sebagaimana halnya berdoa, muali anak sampai orang tua perlu berdoa, maka
meditasi juga dianjurkan sejak anak-anak sampai dewasa.
40

Sebagaimana dikemukakan oleh Le Shan (1975), dampak positif dari meditasi bagi atlet
yaitu :
a. Pemusatan perhatian lebih baik.
b. Konsentrasi pada tugasnya lebih baik.
c. Dapat lebih tenang dan sabar.
d. Lebih percaya pada diri sendiri.
e. Menguatkan kemauan (strengthens the will ).
f. Tidak mudah mengalami stress dan kecemasan.
g. Rasa damai yang mendalam, dan tidak memikirkan sesuatu.
h. Lebih relaks.

Disamping dampak positif terhadap perkembangan jiwa, Le Shan juga menyebutkan


denyut jantung dan pernapasan, menurunkan konsentrasi laktat dalam darah, menurunkan
ketegangan fisiologis, dan meningkatkan gelombang alva. Semua gejala tersebut sudah jelas
sangat menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan kinerja atlet.
Le Shan (1975) juga menegaskan bahwa tidak ada batas usia untuk melakukan
meditasi, bahkan akan memberi dampak positif terhadap perkembangan psikologi maupun
fisiologinya. Mental dapat diumpamakan kapten atau navigator sebuah kapal, yang bebas
menetapkan tujuannya dan bebas bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. Dikemukakan
juga salah satu sajak dalam Bhagavat-Gita yang sering mendapat perhatian dalam meditasi
di India, antara abad ke dua dan ke lima S.M. Adapun sajak tersebut berbunyi :
Angin menghembus suatu kapal
Karena angin tersebut mengalir di atas air
Tiupan angin-angin membawa kesadaran
Membawa semangat manusia terapung-apung
Dan merubah pertimbangan dari arah semula
Kalau manusia tetap pada perasaannya
Saya menyebutnya telah diterangi.

28. Latihan Ketrampilan Dan Kekuatan Mental. Pada prinsipnya mental training untuk
mengembangkan ketrampilan mental, maupun untuk mengembangkan kekuatan mental,
dilakukan atas dasar pendekatan induvidual. Menghadapi Sifat-sifat yang sama dari
anggota team, ataupun problema yang sama yang dihadapi seluruh anggota team, maka
perlu diadakan mental training untuk seluruh anggota team. Misalnya ketegangan yang
41

dihadapi seluruh anggota team, maka latihan untuk menurunkan ketegangan (relaksasi) perlu
diberikan kepada seluruh anggota team. Latihan mental sebagaimana penulis singgung di
muka, didahului dengan mendiagnosa sifat-sifat mental atlet, sehingga diketahui kelebihan
dan kekurangannya. Atas dasar diagnosa tersebut dapat diberi perlakuan setepat-tepatnya,
jadi jelas bersifat individual. Ada beberapa gejala psikologis yang perlu dimiliki tiap-tiap atlet,
seperti motif berprestasi, disiplin, tanggung jawab, penguasaan diri, percaya diri, kecemasan,
frustasi, dsb-nya; sebagaian sudah dibicarakan terdahulu.Pada Bab IX ini akan dibicarakan
beberapa program mental training, yang penulis anggap perlu.Tidak dimaksudkan semua
atlet harus mengalami program seperti yang akan penulis kemukakan. Tetap pada
prinsipnya mental training bersifat individual, jadi kepada atlet yang satu tidak sama dengan
atlet yang lainnya, kecuali untuk team yang mempunyai kepentingan sama, selain bersifat
individual juga dapat diberi perlakuan sama untuk seluruh anggota team.Seperti telah penulis
singgung dimuka relaksasi diperlukan seluruh anggota karena menghadapi pertandingan
yang menegangkan, team spirit, dsb.

a. Will Power Training. “Will Power” atau kekuatan kemamuan berhubungan erat
dengan motivasi, yang mengandung keinginan, hasrat, kebutuhan, dorongan dan
sebagainya. “Without a motive to win or a motive to break a record an athlete can not
abtain a high level performance” (Sudibyo, 1988). Eugene F. Gauron (1984)
mengatakan berapa kali anda bertindak tidak mempunyai sasaran khusus atau
tujuan ? Ternyata hal ini juga terjadi pada mahasiswa yang berkuliah tetapi tidak
mempunyai sasaran dan tujuan yang jelas. Dalam dunia olah raga juga ada
indikasi beberapa atlet menunjukkan dorongan yang kuat berolahraga tetapi tidak
mempunyai sasaran dan tujuan yang jelas. Motivasi adalah kekuatan dalam diri
individu yang mendorong atau menggerakkan untuk bertindak.Lebih lanjut Gauron
juga menyebutkan beberapa hal penting yang harus diingat, dan dijadikan bahasan
utama :
1) Semua tingkah laku termotivasi.
2) Mungkin lebih dari satu motif yang menggerakkan.
3) Individu mungkin tidak selalu menyadari motifnya.
4) Seseorang dapat termotivasi oleh diri sendiri dan dapat termotivasi oleh
orang lain.
42

5) Setiap orang mempunyai motivasi yang kuat yang berbeda dengan


sekitarnya. Motivasi adalah hasil dari diri sendiri dan dari sekitar.
6) Cukup banyak motivasi untuk bertingkah laku.

Teknik-teknik motivasi sudah dikemukakan di muka, yang penting antara lain


dikemukakan oleh Robert Singer, yang kita kenal dengan “goal setting”. Pada
permainan indivudual pelaksanaannya dapat dilakukan dengan menetapkan target-
target antara,sehingga tujuan akhir dapat tercapai. Misalnya menetapkan tiap-tiap
tiga bulan mempercepat 0.2 detik sehingga pada akhir tahun dapat mencapai 52 detik
(untuk 100 meter gaya bebas). Untuk permainan beregu, dapat ditetapkan menang
dengan angka yang meningkat dari lawan yang paling lemah. Dan akhirnya juga
berusaha mengurangi angka kekalahan dari lawan yang lebih kuat. Mengenai teknik -
teknik motivasi lain, untuk menguatkan kemauan kiranya sudah dibahas secara luas di
muka. Untuk menguatkan kemauan atau “ will power training” juga dapat dilakukan
dengan metode visualisasi, yaitu menggambarkan secara visual kemenangan yang
pernah dilakukan, secara berkali-kali, sehingga keyakinannya bertambah mantap, dan
kemauannya bertambah kuat untuk menang. Cara yang sering dilakukan yaitu
dengan “self-talk” atau berbicara pada diri sendiri, misalnya pemain tenis yang
menyatakan kepuasannya setelah berhasil men-smash lawan, dengan tangan seperti
memukul dan bernapas atau berbunyi lega.

b. Visualisasi. Visualisasi sering disebut dalam istilah akademik sebagai “mental


imagery”. Menurut John Syer dan Connolly (1984) visualisasi adalah suatu
ketrampilan; yaitu suatu proses untuk melihat diri sendiri pada suatu layar, pada mata
mental anda. Biasanya ini dilakukan dengan mata tertutup sehingga signal-signal yang
mengganggu dapat dihilangkan. Visualisasi meliputi penglihatan, dan juga perasaan,
jadi kalau anda memvisualisasikan bergerak, mungkin anda dapat melihat, mendengar
dan merasakan tersebut. Dalam banyak visualisasi, perasaan anda sangat penting.
Menurut Syer dan Conolly (1984) dalam proses visualisasi, sesuatu akan terjadi pada
diri atlet, yaitu atlet akan terbuai (terbawa) dalam keadaan tertentu, sesuai apa yang
dibayangkan dalam layar atau mata mental anda. Dalam melakukan latihan ini
sebaiknya atlet melakukan dengan mata tertutup (tidak selalu harus demikian),
sehingga dapat menghindarkan gangguan-gangguan atau hal-hal yang dapat
43

mengacaukan pikiran. Suatu petunjuk praktis dikemukakan oleh Syer dan


Conolly, yaitu : “Mulailah dengan relaksasi”. Apabila anda sedang belajar ketrampilan
tertentu yang sulit yang sudah lama anda tekuni, maka relaksasi dalam waktu yang
tepat
dan tempo yang tepat, akan memberikan hasil peningkatan dan kemajuan yang pesat.
Selama itu akan terjadi dialog antara otak dan badan anda, yaitu selama
berlangsungnya mental training atau “mental rehearsal”.
Menurut Terry Orlick (1980) “mental imagery” adalah suatu simulasi, tetapi
simulasi yang terjadi dalam otak. Semua orang dapat melakukan hal ini, tetapi jelas
tidak dengan cara yang sistematis, sehingga hasilnya juga tidak memuaskan. Mental
imagery akan dapat meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi berbagai
permasalahan. Semua ketrampilan fisik atau kombinasi beberapa ketrampilan fisik
dapat dilatih dengan imagery. Mental imagery memberi kesempatan untuk ambil
bagian dalam suatu masalah, meskipun dalam otak, berarti anda sudah mudah
dikonfrontasikan sebelum menghadapi kenyataan di lapangan. Mental imagery saja
sesungguhnya tidak cukup, harus dikombinasikan dengan latihan praktis dan lain
pendekatan untuk mengontrol diri sendiri, ini akan meningkatkan efektifitas untuk
mengontrol diri sendiri, ini akan meningkatkan efektifitas secara menyeluruh. Kalau
anda belum pernah melakukan mental imagery sebelumnya, ada baiknya mulai dari
yang sangat sederhana : “ Berusahalah memvisualisasikan tempat dimana anda
meninggalkan sebelumnya …….O.K….. Sekarang cobalah memvisualisasikan alat-
alat yang anda gunakan untuk olah raga (bola, raket,sepatu,dsb-nya). Kalau anda
sudah dapat melakukan hal tersebut, cobalah melihat anda sendiri melakukan
ketrampilan sederhana dalam olah raga (lari,passing,dsb-nya). Apabila itu sudah
dapat dilakukan, bergantilah pada ketrampilan yang kompleks ”. Dengan mental
imagery atlet akan siap mental menghadapi gerakan-gerakan yang sulit, seperti pada
loncat indah atau lompat menara, dimana atlet dituntut melakukan gerakan-gerakan
yang sangat kompleks.

c. “Autogenic Training dan Bio-feedback”. “Autogenic Training” adalah latihan


yang mirip dengan progressive relaxation yang diciptakan Jacobson. Menurut Cox
(1905) autogenic training lebih ditekankan pada perasaan, seperti lengan merasa berat
dan panas. Menurut Ullet dan Peterson (1965) pada autogenic training, self-
44

hipnosis (self suggestion) memegang peranan penting. Prosedur autogenic training


dikembangkan oleh Johannes H. Schultz seorang dokter Jerman. Hasil akhir yang
dicapai dengan autogenic training adalah relaksasi, yaitu membantu mengurangi
ketegangan dan kecemasan.
Vanex dan Cratty (Cox, 1985) telah menggariskan langkah-langkah dasar
sebagai berikut :
1) Atlet menempatkan diri dalam posisi seenak-enaknya (biasanya dengan
bersandar).
2) Atlet diajari bernapas dalam dan berkonsentrasi pada teknik
bernapasnya.
3) Atlet menegangkan dan me-relaksasikan setiap kali seluruh otot dalam
tubuhnya.
4) Atlet mengkonsentrasikan diri pada relaksasi bagian badan dan
merasakan berat pada bagian badannya.
5) Atlet merasakan hangat pada bagian badan dan dingin pada kepala
bagian muka.

Teknik relaksasi juga dikembangkan dengan latihan bio – feed back untuk
membantu mengontrol system syaraf otonomo. Misalnya subyek memonitor signal
yang didengarkan dari jantung, dan pengalaman dengan pikiran dan perasaannya
untuk memperlambat denyut jantung. Ini tujuan dari penyembuhan dengan bio
feedback. Mereka yang menderita kecemasan khronis atau sakit yang disebabkan
kecemasan sering merasakan manfaat dari latihan bio feedback. Wenz dan Strong
mengatakan bahwa bio feedback dan relaksasi dimaksudkan untuk dapat mengatur
diri sendiri atau “self regulation “ dan untuk mengatasi stress dan rasa cemas.
Dikemukakan oleh Cox ( 1950 ) suatu rancangan program yang disebut sebagai
integrated self regulation “ yang dilakukan dengan cara-cara atau prosedur sebagai
berikut :
1) Latihan relaksasi atau progressive relaxation, untuk merasakan
ketegangan otot dan relaksasi.

2) Autogenic Training, untuk merasakan panas, dingin, rasa tentram,


tenang, sabar, rasa percaya diri. Ini dimaksudkan untuk menemukan kesadaran
psikologis yang mantap.
45

3) Imaging ( Imagery ), menggambarkan dalam angan-angan tentang satu


gerakan an pengalaman otot-otot , membayangkan suatu keadaan tertentu

4) Bio feedback, yaiti metode untuk membuktikan gejala-gejala dengan


menggunakan EMG ( electromyography ), juga dengan meneliti peredaran
darah, tekanan darah, temperatur tangan dan jari dan seterusnya. Unsstahl
( 1995 ) mengatakan bahwa sebelumnya bio feedback bukan merupakan
program mental training, tetapi lebih cenderung untuk mendiagnosa.

29. Mengatasi Stress. Setiap orang pernah mengalami ketegangan dan sterss
demikian juga atlet kita : masalahnya adalahan apakah dapat mengatasi ketegangan atau
stress yang dialaminya. Diberikan contoh dan penjelasan bahwa pada umumnya atlet
mengalami “ out of control emotionally “ dan ini dapat ditenangkan dengan latihan
relaksasi. Sehubungan dengan masalah ketegangan dan stress. Eugene F, Gauron (1984)
mengatakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Because streee is in inevitable part of file, it cannot be avoided.

b. Since stress in inevitable, individuals must reduce its effects and cope trough a
personel stress managenant program.
c. Chronic stress may have adverse effects upon the body particulery if it is not
taught to relax.

Lebih lanjut dikatakan Herbert Benson mengajukan empat elemen pokok untuk
mencapai relaksasi, yaitu :

a. Lingkungan yang tenang, yaitu suatu tempat yang minimal dari kekacauan dan
kurang adanya interupsi.

b. Rencana-rencana mental dapat berlangsung, salah satu kesulitan untuk


relaksasi adalah mental yang suka mengembara. Rencana yang terpusat adalah perlu
untuk menjaga tidak terjadi kekacauan dan menimbulkan pengembaraan mental yang
menyenangkan.

c. Sikap pasif, relaksasi bukan menjadikan sesuatu, tetapi dengan relaksasi anda
membiarkan sesuatu terjadi. Sikap pasti mungkin paling penting untuk
menghasilkan relaksasi.
46

d. Posisi yang konfortabel, dalam semua latihan relaksasi, individu diminta untuk
mengambil sikap yang sedang mungkin konfortabel ( seenak-enaknya). Posisi yang
konfortabel tidak memerlukan ketegangan otot. Yiap individu boleh menetapkan posisi
yang paling konfortabel. Relaksasi dapat dihasilkan dengan duduk, terlentang,
berdiri dan berjalan.

Cukup banyak cara untuk relaksasi. Tidak ada satu metode yang harus dipilih.
Suatu prosedur yang dipilih untuk latihan suatu teknik dalah mengenalkan kepada atlet-etlet
sebagai macam-macam prosedur relaksasi yang mungkin dilakukan dan tiap individu boleh
memilih mana yang terbaik. Dijelaskan lebih lanjut macam-macam teknik latihan relaksasi
yaitu :

a. Autogenic training.
b. Progressive muscle relaxation.
c. Latihan pernapasan.
d. Serenity meditation.
e. Mental imagery.

30. Mengontrol Diri Sendiri dan mengantrol Emosi. Prestasi tinggi akan dicapai
dengan pengerahan seluruh kemampuan, baik fisik maupun psikis, ini berarti seluruh unsur-
unsur jiwanya tidak terpengaruh lingkungan yang tidak selalu menguntungkan bahkan
dapat menimbulkan stress.Sebagaimana dikatakan oleh Terry Orlick ( 1980 ) : “ You can
have excellent skill, but you will never be a great player unless you gain control of your
mental state. You have to be emotionally in countrol, not flying off the handle. It is very very
important for top sportmen to be mentally strong “ Mengontrol diri sendiri akan akan
membawa kematangan pribadi. Untuk menjadi atlet yang matang pribadinya, harus dapat
menerima kritik, tidak takut kalah, dan selalu tanang. Sifat-sifat dapat mengontrol diri sendiri,
yaitu :

a. Dapat berbuat baik pada pertandingan besar seperti pada pertandingan biasa.

b. Selalu dapat menjaga motivasi, bermain baik sesudah mengalami setback,


berbuat salah dan sebagainya.

c. Dapat mengontrol temperanmennya ( sesudah membuat setback ).

d. Mereaksi wasit, pelatih, teman seregu dengan cara yang positif.


47

e. Dapat mengadaptasikan diri terhadap stress pada waktu suskses, dalam


perjalanan dan bermain dengan pemain lain.

f. Tetap bersikap dingin dan percaya diri dalam situasi tertekan.

Pada dasarnya mengontrol diri sendiri, tergantung pada kemampuan individu


mengontrol emosinya, dan kinerjanya tetap terfokus. Reaksinya terhadap kesalahan-
kesalahan adalah suatu proses belajar. Atlet harus dapat mengontrol emosinya, baik
terhadap diri sendiri, temen bermain , maupun terhadap lawan. Terry Orlick ( 1980 ) juga
memberikan model untuk menilai kemampuan atlet mengontrol diri sendiri seperti dibawah
ini.
48

Pasal 7

SKALA PENILAIAN KEMAMPUAN SELF - CONTROL

Item Penilaian Tidak benar benar


1. Dapat menerima kekalahan 1 2 3 4 5

2. Dapat menghindarkan diri dari nerveus 1 2 3 4 5

3. Mengatur cepat emotional control 1 2 3 4 5

4. Sangat percaya diri ( I can do it ) 1 2 3 4 5

5. Tidak pernah mengalai frustasi 1 2 3 4 5

6. Menerima kritik dan belajar darinya 1 2 3 4 5

7. Dapat menerima pandangan lain yang berbeda tanpa 1 2 3 4 5


kebingungan
8. Tetap penunjukan motivasi meski mendapatkan nilai 1 2 3 4 5
jelek
9. Dapat mengembalikan konsentrasi sesudah membuat 1 2 3 4 5
kesalahan
Dapat memusatkan perhatian sewaktu-waktu 1

Setiap Atlet harus menyadari, bahwa tidak ada manusia didunia yang sempurna,
termasuk para atlet sendiri. Untuk mengontrol kekurangan-kekurangan tidak dapat
terus menerus dilakukan oleh pelatih atau pembina. Rasa kecewa, marah, tindakan tidak
terkendali dilapangan harus dapat diatasi atlet itu sendiri, karena itu perlu sekali atlet dapat
mengontrol diri sendiri. Mengontrol diri sendiri berarti mengawasi segala pemikiran dan
tindakan yang dapat berakibat negatif, yang dapat merugikan atlet itu sendiri. Dengan
meningkatkan kemampuan mengontrol diri sendiri sudah barang tentu banyak manfaat yang
kita dapat , setidaknya subyek akan terhindar dari konflik dalam dirinya atau “ internal
conflick “ yang dapat merugikan atlet.
49

31. Mensugesti Diri Sendiri. Seorang ahli Rusia, A.S Romen (1981 ) mengatakan
bahwa mula-mula banyak para ahli ( a.l. V. Atkinson. Heinrich Schultz ) yang menggunakan
konsep mistik, cenderung menggunakan Yoga sebagai cara mensugesti diri sendiri. Setelah
J. Schultz mengenalkan ” Autogenic training “ dan Jacobson mengenalkan ´Progressive
relaxation “ maka metode untuk relaksasi menggunakan juga pendekatan-pendekatan lain.
Ada yang mengkombinasikan teknik-teknik tertentu, yaitu antara gymnastik dan gerakan –
gerakan fisik dengan mengkonsentrasikan perhatina. Charles Baudouin mengembangkan
persiapan psychotyherapeutic (Romen , 1981) yang meliputi :

a. “ mental examinanotic suggestion “ yang tidak menghasilkan keadaan trance


sepenuhnya, tetapi menolong untuk melakukan latihan-latihan.

b. Kalau sudah menguasai dengan mata tertutup. Kemudian dilanjutkan untuk


membayangkan warna semaunya.

c. Membayangkan dan mengkreasikan obyek yang konkrit dalam lingkup visinya.

d. Membayangkan obyek yang abstrak, untuk mencapai “ innervisualization “ dari


suatu konsep seperti keindahan, kebahagian, keadilan dan sebagainya.

e. Subyek menanyakan pada diri sendiri bermacam-macam pertanyaan, seperti “


apa yang saya lakukan tidak benar “ atau “ Apa artinya suatu pekerjaan

“ Menurut Schultz, dalam tahap seperti ini si pelaku akan mendapat jawaban dalam
wujud visi atau “ visual images “.

Autogenic training ini, yang merupakan latihan tingkat lanjut harus disupervisi oleh
Dokter berpengalaman, yang menguasai teknik self sugestion. Penulis juga akan mengajukan
pendekatan psikologis untuk menimbulkan sugesti diri sendiri, dengan jalan sebagai berikut :

a. Menumbuhkan persepsi positif konstruktif pada diri sendiri, misal


menggambarkan dirinya terpilih ( oleh tuhan ) sehingga menjadi atlet terpilih untuk
mengikuti pemusatan latihan nasional.

b. Menumbuhkan perasaan berhasil (“ self efficacy ) dengan mengingat


keberhasilan baik yang dialaminya pada masa lalu maupun pada masa sekarang.

c. Menumbuhkan citra diri yang mantap, yaitu mempunyai cita-cita ideal yang
akan dicapai, misalnya menjadi juara dunia atau juara nasional seperti Rudi Hartono,
Icuk Sugiarto, Susi Susanti, Yayu Basuki dan sebagainya.
50

Dengan persepsi diri yang positif, selalu menggambarkan keberhasilannya, serta cita-
cita ideal yang ingin dicapai, maka diharapkan atlet akan dapat mensugesti diri sendiri secara
positif dan konstruktif.

32. Cognitive Restructuring. Sering sekali kita terikat bahkan terbelenggu oleh cara
berpikir, pola pikir, ataupun struktur pemikiran yang kurang tepat. Perlu dirubah agar dapat
berpikir jernih, berpikir tepat menghadapi kawan maupun lawan bertanding.
Eugene F.Gauron (1984) mendiskripsikan beberapa pemikiran yang dapat menimbulkan
disorsi, yaitu :

a. “ Over-Generalization “ atau terlalu meng-generalisasikan gejala. Anda akan


mendapat kesimpulan umum atas dasar fakta yang khusus atau gejala yang anda
hadapi. Misalnya seorang pemuda gagal mengajar data seorang gadis, lalau
menganggap ia akan selalu gagal mengajak date gadis.

b. “ Polarized thinking “ atau berpikir secara terpolarisasi. Ini adalah


kecenderungan untuk melihat dunia hitam atau putih, baik atau buruk , sukses tau
gagal, seolah-olah tidak ada alternatif lain atau kemungkinan lain.

c. “ Filtering “ yaitu menentukan satu perspektif atau satu cara melihat dunia, tidak
mau tahu yang lain. Ini menyebabkan pertumbuhan jiwanya terhenti, sering
berprasangka , membatasi harapannya, prediksinya dan sikapnya.

d. “ Cotastrophizing “ Yaitu berpikir lanjut tentang kemungkinan yang dapat


terjadi.Ini dapat mengakibatkan pemikiran jelek , seperti akan terjadi bencana.
Seharusnya berpikir “ Apa yang akan terjadi andaikata saya tidak berbuat baik pada
hari ini ? “.

e. “ Personalization “ yaitu anda kira semua orang akan mengatakan tentang diri
anda. Anda berpikir orang tertawa atau tersenyum tertuju pada anda .Anda merasa
pelatih marah karena anda berbuat sesuatu dan sebagainya.

f. “ Emotional reasoning “ yaitu reasoning yang didasarkan atas feeling atau


perasaan. Menurut atlet tersebut perasaan mendahului sikapnya. Apa yang anda
rasakan sebenarnya berhubungan dengan pemikiran anda.

g. “ Blaming “ yaitu melibatkan tanggung jawab orang lain terhadap apa yang
terjadi pada anda. Misalnya atlet kinerjanya kurang baik adalah kesalahan pelatih,
adalah kesalahan orang lain karena tidak memberikan suport lebih awal.
51

h. “ Mind Reading “ yaitu seolah-olah anda dapat membaca pikiran dan perasaan
orang lain, lebih baik kalau anda bertemu muka dengan dengan orang lain dan
menerima pendapatnya.

j. “ Should “ yaitu seolah-olah orang-orang akan berbuat sesuai apa yang anda
pikirkan apa yang ia lakukan. Ini dapat berakibat timbulnya frustasi, karena segalanya
tergantung pada nilai-nilai anda.

k. “ Fallacy of Fairness “, yaitu anda menganggap tindakan anda adalah adalah


fair, padahal ini semua tidak terlepas dari keinginan pribadi anda.

Beberapa gejala yang diajukan Gauron dan dapat menimbulkan distorsi tersebut,
dapat digunakan bahan banding meskipun masih banyak gejala-gejala lain yang dapat
menimbulkan distorsi mental anda. Yang penting gejala-gejala diatas yang dapat
menimbulkan distorsi, perlu ada restrukturisasi pemikiran, karena kesalahan-kesalahan pola
pikir atau dasar pemikiran yang anda gunakan harus dirubah.

33. “ The Achievement Management Plan “ ( AMP ). Robert N. Singer (1986),


Presiden International Society of Sport Psychology ( ISSP ) yang mengembangkan metode “
goal seting “ telah mengembangkan cara untuk mengetahui kemajuan atlet dalam mencapai
target dan sekaligus dapat mengevaluasi kemajuan atlet, yaitu metode yang dinamakan “
Achievement Management Plan “ atau AMP. Model daftar yang dikemukan Singer tersebut
meliputi :

a. Penampilan keterampilan atlet, yaitu macam-macam keterampilan yang perlu


dikuasai agar atlet dapat melakukan kinerja dengan baik.

b. Penampilan Strategi atlet, yaitu penyesuaian diri, berpikir cepat, posisi ang tepat
agar dapat berhasil dengan sukses.

c. Kondisi fisik, yaitu strenggth, speed dan fleksibilitas dari bagian badan tertentu,
sehingga atlet dapat tampil dengan baik.

d. Faktor psikologis, misalnya kemampuan untuk konsentrasi, kesiapan untuk


bertanding, kemampuan untuk mengatasi frustasi, dan faktor-faktor psikologis lain
yang menunjang prestasi.
52

Evaluasi dapat dilakukan secara kuantitatif atau secara kualitatif, sebaiknya dinilai
dengan angka 1 sampai 10. Penampilan ketrampilan, penghayatan strategi, faktor-faktor
psikologis yang akan dinilai sebaiknya dijabarkan lebih rinci.Singer Memberi contoh model
daftar AMP dalam permainan tenis lapangan, meliputi :

a. Ketrampilan yang dinilai, Fore hand, backhand, serve, volley dan smash baik
kerasnya maupun ketepatannya.

b. Penerapan strategi, kapan kapan mendekati net, antisipasi, posisi untuk dapat
menguasai lapangan.

c. Kondisi fisik, kesegaran, kecepatan bergerak.

d. Faktor psikologi, konsentrasi terus menerus, mengatasi frustasi dan


sebagainya.

Model tersebut dapat dikembangkan dalam berbagai cabang olahraga, sehingga


dapat AMP yang dibuat dapat digunakan untuk meneliti secara akurat kemampuan atlet.
Dengan statistik maka validitas dan reliabilitas tiap-tiap item harus dapat
dipertanggungjawabkan.

34. Self – Rejuvenation. Sesudah atlet bertanding “ all out “ dan harus mengikuti
pertandingan berikutnya, maka atlet tersebut harus cepat-cepat memulihkan tenaganya atau
recovery. Proses “recovery “ dapat dibantu dengan teknik “ rejuvenation “ dan energizing
the body ”. Dikatakan Gauron ( 1984) alat untuk “energizing the body sudah ada, namun
andaikata tidak mempunyai alat tersebut, maka “ self rejuvenation “ yaitu teknik latihan dalam
mental training dapat membantu mengembalikan kondisinya. Arti sesungguhnya re-
juvenation menurut Echols dan Shadily ( 1987 ) adalah peremajaan lagi atau peremajaan
kembali, dalam peristiwa olahraga yang kita bicarakan berarti mengembalikan kondisi
badannya seperti semula ( meskipun tidak mungkin sepenuhnya ). Teknik yang disarankan
Gauron yaitu “ energizing meditation“ yaitu teknik untuk rejuvenating dan untuk menyalurkan
energi. Ini merupakan cara terbaik untuk dapat merasakan relaks dan segar. “ Tidurlah
dengan punggung terlentang dengan tangan disamping atau mendekap pada perut anda.
Tutup mata anda telaks dan bernapas dalam-dalam dan lambat … Bayangkan bahwa disana
ada bintang bercahaya dan sinar berwarna emas di ujung kepala anda. Bernapaslah dalam-
dalam dan lambat-lambat … Masuk dan keluar … ( lima kali ), perhatikan sinar bintang,
53

rasakan bahwa sinar tersebut merambah melalui atas kepala anda …Pindahkan perhatian
anda ke kerongkongan anda. Lagi bayangkan bintang berwarna emas memancarkan keluar
dari kerongkongan. Bernapaslah dalam-dalam … masuk … dan keluar … ( lima kali ) Selama
itu pusatkan perhatian anda … pada sinar tersebut…Perhatikan perut anda bagian bawah.
Visualisasikan sinar bintang bersinar emas berada disekitar bagian tengah anda.
Bernapaslah perlahan-lahan … ( lima kali ). Bayangkan … sinar memancar didalam dan
sekitar daerah panggul anda … Sekali lagi ambil napas dalam – dalam … ( lima kali ).
Rasakan sinar energi menacar … dan keluar dari daerah itu .… Selanjutnya, gambarkan
pancaran sinar bintang … sekitar kaki anda … dan bernapaslah lima kali … Bayangkan
sinar dari semua bintang … dari kepala … tenggorokan … dada … perut … panggul … kaki
… memancar menjadi satu … dan badan anda seperti permata … memancarkan …
Bernapaslah dalam – dalam, dan mengeluarkan napas … bayangkan energi memancar
kebawah … melalui sebelah kanan anda dari atas kepala ke kaki. Kalau anda menarik
apas, bayangkan ada sinar memancar dari kaki … menuju keatas kepala. Anda telah
membuat sirkulasi energi sekeliling badan … Lakukan ini sampai lengkap tiga sirkulasi …
( dan seterusnya … bergantian arah … dari kanan ke kiri, dan seterusnya). Kalau anda sudah
menyelesaikan latihan ini, anda akan merasa lebih segara, tambah energi, dan lebih lega.
Dengan latihan semacam ini diharapkan atlet dapat mencapai puncak prestasi yang
diharapkan.

35. Mengembangkan Disiplin Diri Sendiri.Disiplin merupakan faktor penting untuk dapat
mencapai prestasi tinggi. Sejak anak suka berolahraga harus disiplin untuk tidak melanggar
hal-hal yang dapat merugikan atlet, disiplin untuk latuhan atas petunjuk pelatihnya, tidak
merokok dan sebagainya. Disiplin adalah sikap untuk patuh pada nilai-nilai, baik peraturan,
ketentuan, pedoman, petunjuk pelatih kebiasaan yang dianggap benar dan sebagainya.
Untuk mengembangkan disiplin dapat dilakukan dengan cara antara lain beberapa contoh
sebagai berikut :

a. Membuat daftar pribadi, yang memuat beberapa kali anda melanggar


ketentuan, peraturan, ketentuan, pedoman, petunjuk pelatih, kebiasaan – kebiasaan
yang dianggap benar ( misal waktu bangun, latihan dan lain-lain ), pelanggaran
lalulintas, memasukan tugas makalah sekolah, tidak minum-minuman keras dan
54

sebagainya. Kemudian anda berusaha untuk mengurangi jumlah pelanggaran tersebut


(misalnya tiap minggu anda catat).

b. Anda menetapkan target yang akan anda capai dan latihan-latihan yang akan
anda lakukan. Ini semua merupakan nilai-nilai yang anda anggap baik dan
seharusnya anda penuhi. Akan ternyata banyak hal-hal karena alasan macam-
macam tidak dapat anda memenuhi. Ini semua anda catat beberapa kali anda tidak
mematuhi rencana yang anda buat sendiri.

c. Tiap orang mempunyai rencana dalam hidupnya, misalnya menengok keluarga


yang sedang sakit, apakah janji dalam hati anda tersebut anda penuhi?. Ini semua
merupakan tindakan anda untuk patuh pada nilai-nilai, yang dapat dipakai untuk
mengukur disiplin pribadi anda. Masih banyak model dan contoh lain yang dapat
dikemukakan dalam buku ini. Yang penting harus disadari bahwa disiplin yang kita
harapkan harus didasarkan atas kesadaran dan rasa tanggung jawab, dan yang perlu
dikembangkan adalah disiplin diri sendiri, yaitu disiplin yang dilakukan tanpa adanya
pengawasan dari orang lain. Seorang atlet harus dapat mengembangkan disiplin diri
sendiri, untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi, karena banyak sekali ketentuan,
nilai-nilai dan juga pantangan-pantangan yang harus dipenuhi.

36. Latihan Mental tingkat lanjutan. Sesudah latihan mental sesuai dengan
kebutuhan individual, dan kebutuhan cabang olahraga yang diikuti, maka latihan mental lebih
ditujukan pada persiapan pertandingan, selama pertandingan, sesudah pertandingan dan
menghadapi hidup masa depannya. Pembinaan mental adalah pembinaan manusia
seutuhnya, jadi merupakan pembinaan pribadi manusia sebagai atlet yang baik dan tangguh
dalam pertandingan olahraga, juga bertujuan membina warga negara yang baik, baik sebagai
olahragawan maupun sebagai warga negara. Jadi pembinaan mental keseluruhan,
pembinaan mental dalam berolahraga tidak dapat dilepaskan dari pembinaan keseluruhan,
pembinaan mental manusia seutuhnya.

a. Persiapan Mental Menghadapi Pertandingan. Jiwa manusia akan


mempengaruhi fisiknya, oleh karena itu seblum bertanding perlu kesiapan jiwa
sehingga tidak mengganggu jiwa atlet yang sedang berkonsentrasi menghadapi
pertandingan. Persiapan harus didahului dengan relaksi, untuk melepaskan
55

ketegangan psikis maupun fisiknya, kemudian diarahkan untuk berpikir positif, yaitu
dengan mengingat pengalaman yang terbaik, kemenangan yang pernah dicapai dan
melupakan kekalahan yang dideritanya. Robert Singer ( 1986 ) menganjurkan setiap
atlet membuat “ Contest Plan “ atau CP, yang memuat bagaimana dan apa yang anda
lakukan selama pertandingan. Juga dianjurkan melakukan :

1) Latihan sesuai waktu pertandingan.

2) Latihan sesuai tempat pertandingan.

3) Andai kata ada gangguan (injuries atau kelelahan yang mendalam), apa
yang akan anda lakukan.

4) Sesudah latihan ikuti pola kegiatan, termasuk makan dan sebagainya


yang paling anda rasakan paling comfortabel.

5) Relaks pada malam hari, dan latihan sebulm hari pertandingan


berikutnya.

Dengan CP demikian anda akan menguasai seluruh potensi anda dan


melakukan sesuatu yang terbaik, dengan pengarahan potensi anda sebaik-baiknya.
Singer juga memberikan ilustrasi CP, yaitu sehari seblum pertandingan latihan
relaksasi dan malamnya relaks dan tidur, menjelang pertandingan pagunya relaksasi
dan latihan mental ( sesuai cabang olahraga yang akan diikuti ) kira-kira setengah jam
sebelum bertanding, pada waktu pertandingan kalau perlu melakukan imagery dan
selalu konsentrasi. Pendapat lain diajukan Gauron ( 1984 ) yang hampir sama
dengan pendapat Singer, yaitu :

1) Berpikir yang terbaik, dan harapan yang terbaik.

2) Melupakan kekalahan masa lalu.

3) Gunakan daftar penilaian.

4) Visualisasikan pertahanan terbaik dan serangan terbaik.

Adapun langkah-langkah komprehensif untuk menyiapkan diri menghadapi


pertandingan, disebutkan sebagai berikut :

1) Latihan sungguh-sungguh relaksasi untuk memenagkan badan sesuai


kemauannya.
56

2) Mengulangi lagi teknik-teknik untuk mengembangkan energi.

3) Merasakan kesadaran badan anda dalam keadaan relaks.

4) Secara khusus focuskan pada keadaan mental yang tenang focuskan


kesadaran anda.

5) Latihan mental imagery dan latihan mental (sesuai cabang olahraganya)

6) Tehnik-tehnik khusus untuk mencapai rasa percaya diri.

7) Memahami cara untuk merubah pola pikir, mengakui sesuatu yang


irrasional.

Cukup banyak problema yang dihadapi pada waktu menjelang suatu pertandingan dan
anda harus siap menghadapi masalah tersebut, dengan bermacam-macam cara. Untuk
sekedar mengingatkan kemungkinan masalah kemungkinan masalah yang dihadapi pemain
menjelang pertandingan, disini penulis ajukan beberapa permasalahan dan anda harus siap
menghadapinya, misalnya :

a. Cemas menghadapi lawan bertanding.

b. Komentar teman banyak yang negatif.

c. Banyak kritik baik di koran maupun dari orang lain.

d. Pelatih kurang membantu anda.

e. Kurang dapat tidur

f. Tidak cocok dengan teman sekamar

g. Tidak cocok dengan menu yang dihidangkan.

h. Kurang dapat beradaptasi dengan alat pertandingan yang digunakan.

i. Tidak mudah beradaptasi dengan udara dan lingkungan.

j. Kurang merasa segar, dan rasanya kurang sehat dan sebagainya.

Semua permasalahan tersebut sering dialami atlet dan seharusnya tiap atlet senior
sudah siap menghadapinya. Ini termasuk persiapan menghadapi pertandingan. Lebih lanjut
Gauron juga menyebutkan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan
kinerja anda, yaitu antara lain:

a. Pusatkan perhatian pada pertandingan yang akan anda hadapi.


57

b. Adalah wajar membuat kesalahan.

c. Jangan membandingkan kinerja anda dengan orang lain.

d. Belajar gerakan baru mungkin tidak enak bagi anda

e. Perhatikan beberapa hal yang akan membuat anda sukses.

f. Kalau anda merasa lelah, jangan menghentikan apa yang anda lakukan
( sesuai yang anda lakukan biasanya ).

g. Apa yang akan anda lakukan jika anda merasa merasa kurang relaks ?

h. Apa yang anda lakukan jika merasa tegang.

i. Bermainlah dengan orang-orang yang menghendaki anda sukses.

j. Tantangan diri anda sendiri.

Masih banyak problema dan tantangan yang akan anda hadapi tetapi itu semua harus
dapat anda hadapi sendiri, untuk dapat sukses dalam pertandingan, karena persiapan
menjelang pertandingan adalah sangat penting.

37. Menumbuhkan Konsepsi Diri. Konsep diri perlu sekali dimiliki setiap atlet
senior, baik menghadapi pertandingan, sesudah pertandingan, maupun dalam hidupnya.
Konsep diri mengandung kesiapan dan ketahanan mental menghadapi keadaan
bagaimanapun juga, menang maupun kalah dalam pertandingan, rencana hidup dan
sebagainya. Langkah awal sebelum individu menemukan konsep diri adalah berpikir positif
atau “ positive thinking “ , ini sangat perlu untuk menjaga ketidak puasaan dan menjaga
timbulnya pertentangan dengan orang lain. Tidak semua orang suku dikritik, tetapi hampir
semua orang suka dipuji. Pujian biasanya dilakukan oleh mereka yang melihat orang lain
dari segi positifnya, dan kritik biasanya dilakukan mereka yang melihat dai segi negatifnya.
Sudah barang tentu ada juga kritik konstruktif, yang dilakukan mereka yang justru ingin
menolong atau memperbaiki teman dekat, ingin menunjukan kekurangan yang dilakukan
teman dekat dengan tidak menyinggung perasaannya. Dengan berfikir positif, maka akan
terbentuk persepsi positif yaitu melihat lingkungan sekitarnya secara positif, banyak teman
yang dapat diajak kerjasama, dan menghilangkan kemungkinan pertentangan atau konflik-
konflik yang tidak perlu. Persepsi positif ini juga dapat ditujukan kepada diri sendiri, sehingga
terbentuklah persepsi diri positif, bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keadaan
58

dirinya. Dalam hal ini sebagai atlet berprestasi, sehingga mewakili daerahnya atau bahkan
mewakili negaranya, karena nasibnya tersebut tidak banyak dialami atlet-atlet yang lain.
Setelah memiliki persepsi diri yang positif , pikirkan selalu hal-hal yang bersifat
konstruktif, sehingga pribadinya memiliki persepsi yang positif konstruktif. Langkah awal ini
tidak berhenti disini karena untuk maju tiap-tiap atlet harus mempunyai idola, atau panutan
yang akan ditirunya. Dengan memiliki gambaran dirinya positif, dan menilai dirinya positif,
yaitu memiliki pribadi dengan persepsi diri positif, sertamempunyai cita-cita yang positif pula,
maka terbentuklah citra diri yang positif. Terbentuknya citra diri yang positif ini merupakan
modal utama untuk melangkah lebih lanjut, khususnya untuk menumbuhkan konsep diri yang
positif. Konsep diri terbentuk setelah individu memiliki gambaran dan penilaian diri sendiri
yang positif, mempunyai cita-cita ideal sesuai keadaan dirinya, mempunyai rencana hidup
masa depan dan siap menghadapi keadaan yang bagaimanapun juga. Menumbuhkan
konsep diri dapat dimulai dengan mengebal secara mendalam diri sendiri, yaitu memahami
kelemahannya dan memahami kelebihannya. Ini dapat dilakukan dengan mengingat masa
lalu, dimana banyak teman-temannya sebaya tidak berhasil seperti dirinya, yang berarti ia
mempunyai kelebihan di banding teman sebayanya waktu itu. Disamping kelebihan-
kelebihan yang ada padanya perlu sekali kegagalan-kegagalan juga diingat, kenap ia gagal,
sebab-sebab kegagalan, dan sebagainya. Kalau perlu itu semua, baik keberhasilan dan
kegagalan, kelebihan dan kekurangannya dibuat daftar, yang tidak semua temannya boleh
melihat, jadi bersifat pribadi bagi anda sendiri. Atas dasar gambaran nyata dan penilaian atas
keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami, dapat dibuat rencana :

a. Rencana jangka pendek, misalnya juara daerah atau belum memikirkan itu,
dapat saja waktu yang ditetapkan sendiri, yaitu berusaha memecahkan rekordnya
sendiri.

b. Rencana jangka panjang, dengan sendirinya tergantung pada capaian pada


rencana jangka pendek, misalnya menyiapkan diri menjadi juara nasional, atau bahkan
juara dunia.

Semua rencana tersebut sebaiknya ditulis, dan setiap kali dapat dipakai untuk
mengetahui seberapa jauh rencana tersebut dapat terealisasi, dan mengapa rencana
tersebut tidak dapat terealisasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kegagalan mencapai target
yang ditetapkan, perlu pemikiran pemecahannya, dan perlu disiapkan alternatif
pemecahannya.
59

a. Alternatif ke I :......................................

b. Alternatif ke II :......................................

Jangan segan-segan merubah rencana, tetapi juga jangan terlalu cepat merubah
rencana. Konsep yang matang tentu dapat terlaksana sesuai kemampuan si pembuat. ini
menunjukan ketangguhan konsep anda. Sebagaimana sudah disinggung dimuka konsep diri
mengandung :

a. Citra diri yang positif-konstruktif.

b. Pandangan menyeluruh tentang dirinya, termasuk memahami kelebihan dan


kekurangannya.

c. Memiliki ketahanan menghadapi berbagai kemungkinan tantangan, hambatan


dan kegagalan.

d. Memiliki rencana hidup yang mantap.

Dengan uraian yang sangat singkat tersebut, jelaslah bahwa konsep diri perlu dimiliki
atlet, dan juga menghadapi hidupnya sesudah tidak menjadi atlet. Dalam pencasilat pesilat
yang sudah memiliki konsep diri adalah pesilat yang sudah mumpuni.

38. Meditasi Spiritual. Meditasi di Timur sudah dilakukan 1.k. 4000 tahun yang lalu
( Layman, 1900 ) oleh penganut Yoga di India, sedang di Jepang sejak abad ke 14 oleh para
pengikut seni bela diri seperti Judo, karate, dan Aikido yang ada ikatan dengan Filsafah Zen.
Di Indonesia meditasi juga dilakukan para anggota perkumpulan pencasilat, berbagai aliran
dengan cara yang berbeda-beda sampai sekarang. Sayang sekali data-data yang konkrit
sejak kapan perkumpulan-perkumpulan pencasilat melaksanakan meditasi dengan cara
bagaimana, kurang bahan informasi dan kurang akurat. Dibarat pengembangan meditasi
juga dilakukan, dan sekarang mereka sudah mengenal meditasi spritual, yang
dinamakan trascedental meditation ( TM ). Di lowa Wesleyan Colloge telah pernah diteliti
dampak dari transcedental meditation, dengan menggunakan 15 subyek eksperiman dan 15
subyek kelompok kontrol, dan terbukti bahwa atlet yang melakukan Yoga, Zen maupun
transcedental meditation yang lain cenderung menunjukan manfaat baik secara psikologis
maupun secara fisiologis, yang akan berpengaruh pada perbaikan kinerja atlet. Gejala-
gejala yang dapat diamati antara lain, lebih tenang, lebih teliti, kurang rasa cemas, merasa
60

lebih baik fisiknya dan merasa bahagia. Penelitian dilakukan selama 6 minggu, dengan
melakkan meditasi 20 menit tiap hari dua kali. Mereka melakukan semua latihan dengan
tidur atau duduk dan mata tertutup. Di Indonesia perkumpulan-perkumpulan pencasilat pada
umumnya sudah mengembangkan teknik meditasi, dengan gerakan-gerakan seperti
olahraga disertai teknik pernapasan yang berbeda-beda. Beda antara meditasi
perkumpulan-perkumpulan pencasilat di Indonesia dengan transcedental meditation di Barat,
terutama pada gerakan-gerakan seperti olahraga yang dilakukan, di Barat justru tidur dan
mata tertutup, juga pada teknik pernapasan yang bermacam-macam, dan ternyata teknik
pernapasan yang dilakukan diberbagai perkumpulan pencasilat dapat menghasilkan tenaga
dalam ( tenaga dasar ).

39. Gerakan-gerakan Olahraga. Gerakan-gerakan yang dilakukan dalam pencasilat


tidak sama seperti gerakan-gerakan dalam Taichi yang lambat, misalnya pad seni bela diri
tenaga dalam Satria Nusantara, gerakan yanag dilakukan merupakan olahraga pernapasan
maupun olahraga jurus, juga harus memusatkan pikiran dan membaca dzikir ( bagi yang
beragama islam). Dengan demikian maka sesungguhnya seni bela diri tenaga dalam Satria
Nusantara melakukan olah raga dan oleh jiwa, dengan cara seperti ini akan meningkatkan
derajat kesehatan dan ketahanan raga dan jiwa atau mental dan meningkatkan kesehatan
mental. Keuntungan dari olah raga menurut Giriwijoyo ( 1992) dalam semiloka pengobatan
tenaga dalam di Surabaya, yaitu : “ Olahraga juga dapat mencegah, memperbaiki dan
bahkan menyembuhkan penyakit-penyakit non onfeksi. Orang dengan penyakit non infeksi
yang melakukan olah raga, penggunaan obatnya dapat berkurang atau bahkan dapat
dihentikan sama sekali. Penyakit non infeksi meliputi :

a. Penyakit Hypokinetik. Penyakit kelemahan jasmani ( loyal ), yang banyak


dijumpai pada orang yang kurang bergerak. Bila bergerak atau bekerja, orang ini
akan lekas lelah dan sesak napas, yang menunjukan rendahnya kemampuan kerja
fisiknya.

b. Penyakit Olahdaya (metabolisme ) :

1) Kegemukan ( obesitas ).

2) Penyakit gula ( diabetes millitus ).

3) Kelebihan lemak darah ( hyperlipidemia ).


61

c. Penyakit jantung dan pembuluh darah :

1) Penyakit lambung / maag ( gastritis ).

2) Penyakit bengek ( asma bronkial ).

3) Penyakit kulit ( eczema / dermatitis ).

Kutup lain dari sehat ialah sakit, sehingga sama halnya dengan kekayaan, maka
sesungguhnya sehat juga bertingkat-tingkat. Karena itu bila istilah “ sehat “ diartikan
sebagai “ derajat sehat “. Demikianlah bila diusahakan, derajat kesehatan masih selalu
dapat ditingkatkan, tetapi sebaliknya akan menurun bila diterlantarkan. Cukup banyak
mereka yang setelah mengikuti senam atau olahraga Satria Nusantara merasa lebih sehat
dari sebelumnya. Sehubungan itu Giriwijoy (1992 ) mengatakan bahwa ketiadaan atau
kekurangan gerak apapun penyebab akan menghasilkan kemunduran kemampuan
fungsional alat-alat tubuh dengan gejala :

a. Intoleransi orthostatik, yaitu kurang mampu bertahan pada sikap berdiri. Pada
sikap berdiri debaran jantung menjadi lebih cepat, diserta menurunnya tekanan darah,
bahkan dapat menyebabkan pingsan bila tekanan darahnya sangat menurun. Dari
jongkok lalu berdiri ada yang berkunang-kunang dan sebagainya.

b. Degenerasi jaringan :

1) Otot-otot mengecil ( atrifi ).

2) Degenerasi tulang, yaitu tulangnya keropos ( osteoporosis ), dan menjadi


rapuh.

3) Perubahan metabolisme lemak, khususnya kolesterol LDL meningkat


yang mempertinggi risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke.

4) Menurunnya toleransi terhadap glukosa, khususnya pada penderita


diabetes, inaktivitasnya fisik menyebabkan meningkatnya resistensi insulin.

Jadi dengan olahraga pada umumnya, dan olah raga Satria Nusantara akan
memulihkan orang dari keadaan tersebut. Meditasi dari perkumpulan-perkumpulan
pencasilat selain disertai dengan gerakan-gerakan olahraga, juga disertai dengan pengaturan
pernapasan.
62

40. Olah Pernapasan. Cukup menarik dibicarakan adalah pernapasan pencasilat karena
berbeda dengan ilmu kedokteran. Menurut Noviar Mahmud ( 1995 ) Aerobik tidak
memperkenankan menahan napas selama melakukan gerakan-gerakan. Oksigen sangat
dibuhkan manusia dan keterlambatan penyedian oksigen akan menimbulkan kerusakan
jaringan, khususnya pada sel-sel otak dan otak jantung. Itulah sebabnya, tujuan utama
olahraga kesehatan adalah meningkatkan kemampuan pemasukan oksigen bagi tubuh.
Senada dengan pendapat diatas Hario Tilarso ( 1995 ) mengatakan, dari sisi kedokteran
olahraga cara-cara olah pernapasan seperti itu ( menahan napas ) sesungguhnya
bertentangan dengan olah raga. Sebab, olahraga modern mengajurkan pelaku.knya
menggunakan oksigen, sementara olahraga pernapasan justru memakai cara menahan
napas atau menekan oksigen. Sejauh yang saya ketahui, olahraga seperti waitangkung atau
Taichi, latihan yang mereka lakukan tetap dengan cara mengambil napas, bukan
menahannya. Olahraga jenis ini sebenarnya hanya untuk orang-orang tua, karena
intensitasnya rendah, cara tersebut justru memungkinkan oksigen yang masuk menjadikan
tubuh lebih bugar. Menurut penulis badan manusia sesungguhnya berpotensi, mengandung
daya magnetik, daya listrik ( magnetik-bio-elektrik), sehingga dapat menerima getar dan
dapat memancarkan getar, kekuatannya berbeda-beda natara individu yang satu dengan
individu lain. Ini merupakan bakat pembawaan, dan dilatih untuk diaktualisasikan dalam
bentuk tenaga dalam, dengan kekuatan yang berbeda-beda Tenaga dalam tersebut dapat
diaktualisasikan dengan latihan yang berbeda-beda, bukan dengan latihan fisik tetapi dengan
latihan psikik. Hampir semua perguruan pencasilat mengaktualisasikan tenaga dalam dengan
latihan pernapasan. Khsusnya dengan cara menahan napas atau mengurangi oksigen.
Sebetulnya bukan mengurangi oksigen yang jadi masalah , tetapi proses psikisnya atau
proses mental yang terjadi, khususnya konsentrasi dan sugesti diri sendiri. Para ahli Barat
banyak yang menggunakan self sugestion atau sugensti diri sendiri untuk membangkitkan
kekuatan ( kekuatan mental ), seperti tahan benturan ( karate dan sebagainya ) dan
hipnotisme. Para guru dan pelatih pencasilat menggunakan pernapasan, sugesti diri
sendiri, konsentrasi dan ada juga yang menggunakan saran-saran atau perlakukan
spiritual, untuk mengaktualisasikan atau membangkitkan tenaga dalam. Pada dasarnya
bentuk aktualisasi tenaga dalam adalah :

a. Tahan benturan, seperti tahan pukulan, mematahkan batas sampai dengan


mematahkan besi, tahan panas dan seterusnya
63

b. Penyembuhan, baik untuk menyembuhkan diri sendiri, maupun penyembuhan


penyakit pada orang lain.

c. Penerima dan pemancar getar, seprti telepati, dapat membaca dalam keadaan
mata tertutup dan sebagainya.

Menurut Tresno Amor ( 1995 ) seorang pelatih Merpati Putih pada seminar Mental
Training dan tenaga dalam di Universitas Gajah Mada ( 1995 ) mengatakan bahwa metode
latihan pernapasan ini mempunyai manfaat yang boleh dikatakan luar biasa, yaitu :

a. Pada tataran rendah, hasil latihan pernapasan ini memunculkan tenaga


eksplosif yang cukup besar sehingga dapat mematahkan benda-benda keras hanya
dengan tangan kosong.

b. Pada tataran lebih tinggi, tenaga semacam dapat dipertahankan dengan


mengguncangkan otot-otot tubuh.

c. Pada tataran lebih tinggi lagi, hasil latihan pernapasan dapat digunakan
mengindra pada kondisi terbatas. Tataran ini dapat dilihat dari unjuk kebolehan dengan
tutup mata dan mengindra tempat, volume barang sampai kepada warna

Dalam seminar tersebut, yang juga dihadiri Presiden Asosiasi Mental Training
Internasional. Prof DR. Unestahl, diperagakan kemampuan menendang besi sampai patah,
yang sangat menarik perhatian para peserta seminar. Oleh Merpati Putih secara sistematika
juga dijelaskan manfaat latihan kebugaran dan penyembuhan, yaitu :

a. Peningkatan stamina, kesegaran dan kebugaran.


b. Peningkatan kualitas dan kesehatan pancaindera.
c. Peningkatan kepekaan naluriPeningkatan prestasi atlet
d. Meningkatkan kepekaan naluri.
e. Pengobatan alternatif
f. Peningkatan daya tahan fisik terhadap penyakit maupun keletihan

Latihan dalam Merpati Putih dimulai dengan do’a dan ditutup dengan doa pula agar
hasil latihan maksimal, kebiasaan berdoa akan memberikan kesejukan dan kedamaian hati
sendiri. Adapun latihan-latihan dalam Merpati Putih meliputi :

a. Senam peregangan, yaitu awal dari latihan berikutnya, dimana setiap bagian
tubuh akan mendapat porsi latihan yang berbeda.
64

b. Senam pernapasan, gunanya untuk menaikan suhu tubuh dan mempersiapkan


sendi serta otot tubuh untuk latihan berikutnya.

c. Napas pengolahan. Latihan ini mengolah napas menjadi energi. Ini merupakan
dasar dari olah napas Merpati Putih, untuk membentuk tenaga yang nantinya bisa
dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, mulai dari pemukulan benda keras hingga
penyembuhan.

d. Napas pembinaan, napas tetap ditahan di dada, gerakan lebih aktif, terutama ke
dua tangan. Bentuk napas pembinaan :

1) Napas garuda
2) Napas dorong tarik
3) Napas kombinasi
4) Napas listrik.
Tiap – tiap perkumpulan pencak silat mempunyai cara latihan yang berbeda-beda,
dengan titik berat latihan yang berbeda-beda pula, kiranya terlalu panjang untuk dibicarakan
disini. Salah satu meditasi yang cukup terkenal, adalah cara meditasi yang dilakukan kaum
Budha. Untuk melatih konsentrasi dalam rangka kontemplasi. Yantras telah menciptakan
design dengan penuh warna-warna yang kompleks. Dengan menggunakan design yang
kompleks untuk tujuan kontemplasi, ada banyak hal yang dapat diperhatikan, agar pikiran
dapat menguasai banyak gambaran dan tetap terarah pada sasaran konsentrasi ( lihat
gambar ). Kiranya banyak model yang dapat diciptakan untuk mengaktualisasikan tenaga
dalam, dan merupakan tantangan bagi generasi muda untuk memelihara dan
mengembangkan budaya bangsa.
65

RAHASIA

BAB VII

PENUTUP

41. Penutup. Demikian Naskah Sekolah ini disusun sebagai Bahan Ajaran untuk
menjadi pedoman oleh para Perwira Siswa dan Guru Militer dalam Proses Belajar dan
Mengajar materi pelajaran Psikologi Olah Raga pada Pendidikan Perwira TNI AD.

Kepala Dinas Psikologi Angkatan Darat,

Dr. Eri R. Hidayat, MBA.,MHRMC


Brigadir Jenderal TNI

RAHASIA

Anda mungkin juga menyukai