Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Olahraga psikologi adalah kedisiplinan untuk memahami hambatan mental pada atlet
yang dapat mempengaruhi prestasi yang diinginkan. Prinsip-prinsip dalam psikologi olahraga
didasarkan pada hubungan pikiran dan tubuh. Dari prinsip-prinsip psikologi olahraga, muncul
konsep persiapan mental untuk olahraga. Konsep persiapan mental dalam olahraga benar-
benar sangat penting demi tercapainya prestasi yang diharapkan. Meningkatnya stres dalam
pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun
psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang, denyut
nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasa
sulit untuk berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat
menampilkan permainan terbaiknya.
Untuk dapat meningkatkan prestasi atau performa seorang atlet maka atlet perlu
memiliki mental yang tangguh, sehingga ia dapat berlatih dan bertanding dengan semangat
tinggi, dedikasi total, pantang menyerah, tidak mudah terganggu oleh masalah-masalah non-
teknis atau masalah pribadi. Dengan demikian ia dapat menjalankan program latihannya
dengan sungguh-sungguh, sehingga ia dapat memiliki fisik prima, teknik tinggi dan strategi
bertanding yang tepat, sesuai dengan program latihan yang dirancang oleh pelatih. Dengan
demikian terlihatlah bahwa latihan mental bertujuan agar atlet dapat mencapai prestasi
puncak, atau prestasi yang lebih baik dari sebelumnya.
Untuk dapat memiliki mental yang tangguh tersebut, atlet perlu melakukan latihan
mental yang sistimatis, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari program latihan
olahraga secara umum, dan tertuang dalam perencanaan latihan tahunan atau periodesasi
latihan. Seringkali dijumpai, bahwa masalah mental atlet sesungguhnya bukan murni
merupakan masalah psikologis, namun disebabkan oleh faktor teknis atau fisiologis.
Contohnya: jika kemampuan atlet menurun karena faktor kesalahan teknik gerakan, maka
persepsi sang atlet terhadap kemampuan dirinya juga akan berkurang. Jika masalah kesalahan
gerak ini tidak segera teridentifikasi dan tidak segera diperbaiki, maka kesalahan gerak ini
akan menetap. Akibatnya, kemampuan atlet tidak meningkat, sehingga atlet menjadi kecewa
dan lama kelamaan bisa menjadi frustrasi bahkan memiliki pikiran dan sikap negative
terhadap prestasi olahraganya.
Demikian juga dengan masalah yang disebabkan oleh faktor fisik. Masalah yang
seringkali terjadi adalah masalah “overtrained” atau kelelahan yang berlebihan, sehingga
1
menimbulkan perubahan penampilan atlet yang misalnya menjadi lebih lambat, sehingga atlet
tersebut kemudian di’cap’ sebagai atlet yang memiliki motivasi rendah. Kedua contoh
tersebut menunjukkan bahwa masalah mental tidak selalu disebabkan oleh faktor mental atau
faktor psikologis. Jika penyebab masalahnya tidak terlebih dahulu diatasi, maka masalah
mentalnya juga akan sulit untuk dapat diperbaiki.
Aspek-aspek kecakapan mental psikologis (psychological skills) yang bisa dilatih,
mencakup banyak hal meliputi aspek-aspek pengelolaan emosi, pengembangan diri,
peningkatan daya konsentrasi, penetapan sasaran, persiapan menghadapi pertandingan, dan
sebagainya.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah Yang Dimaksud Mental?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Latihan Keterampilan Mental?
3. Apa Itu Efektivitas Latihan Keterampilan Mental?
4. Apa Itu Keterampilan Dan Metode Dalam Latihan Mental?
5. Apa Itu Ruang Lingkup Latihan Keterampilan Mental?
6. Apa Saja Proses-Proses Pelatihan Mental?

1.3.Tujun Masalah
1. Dapat Mengetahui Apa Itu Yang Dimaksud Mental?
2. Dapat Mengetahui Apa Itu Latihan Keterampilan Mental?
3. Dapat Mengetahui Apa Itu Efektivitas Latihan Keterampilan Mental?
4. Dapat Mengetahui Apa Itu Keterampilan Dan Metode Dalam Latihan Mental?
5. Dapat Mengetahui Apa Itu Ruang Lingkup Latihan Keterampilan Mental?
6. Dapat Mengetahui Apa Saja Proses-Proses Pelatihan Mental?

BAB II
PEMBAHASAN

Manusia terdiri dari kesatuan jiwa dan raga atau disebut juga sebagai "psychosomatic
unity". Artinya bagian yang satu dengan bagian yang lainnya saling memengaruhi. Pengaruh
yang dirasakan oleh jiwa kita akan berpengaruh pula terhadap raga kita, demikian pula
sebaliknya. Kesatuan jiwa dan raga ternyata sangat kuat, apa yang dipikirkan dalam jiwa kita
maka raga kita akan memberikan reaksi. Begitupun dalam olahraga prestasi terutama dalam

2
pertandingan, atlet yang melakukan gerakan-gerakan fisik tidak mungkin akan
menghindarkan diri dari pengaruh-pengaruh mental-emosional yang timbul dalam olahraga
tersebut (Harsono, 1988:242). Hal yang sama juga disampaikan oleh Sugarman (2008:1)
bahwa hubungan antara jiwa dan raga sangatlah erat. Apapun yang ada dalam jiwa, raga kita
sebetulnva bereaksi.
Kalau kita amati Iebih mendalam, penampilan para atlet sebenarnya merupakan hasil
gabungan dari beberapa faktor. Faktor tersebut adalah kemampuan fisik, teknik, taktik atau
strategi, dan mental. Latihan mental memegang peranan penting untuk menghasilkan keadaan
mental yang tangguh. Pelatihan kemampuan mental dalam olahraga harus didesain untuk
menghasilkan kondisi dan keterampilan psikis para atlet yang akan mengarah kepada
peningkatan performa dalam olahraga (Rushall, 2008).
Kondisi yang terjadi di lapangan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara
penulis dengan para pelatih cabang olahraga, latihan keterampilan mental belum dilakukan
secara saksama dan spesifik dalam proses latihan. Kondisi inilah yang harus segera dibenahi,
sebab jika pelatih masih memiliki pemikiran yang salah dalam melatih, misalnya selalu fokus
pada melatih kemampuan fisik, teknik, taktik saja, akan terjadi ketimpangan pada diri atlet.
Di satu sisi kemampuan atlet meningkat lebih baik, tetapi di sisi lain kemampuan atlet dalam
aspek mentalnya lemah. Padahal mental dalam situasi tertentu memegang peranan penting
dalam mengendalikan keadaan buruk yang dialami atlet supaya atlet yang bersangkutan tetap
dapat menampilkan performa dengan baik.
Berkenaan dengan materi yang dibahas pada bab ini, diharapkan mahasiswa atau
pembaca dapat memahami dan mampu mengaplikasikannya dalam proses pelatihan olahraga.
Oleh karena itu tujuan yang ingin penulis capai pada bab ini adalah:
1. Mahasiswa dan atau pembaca mampu menjelaskan pengertianmental dan latihan
keterampilan mental.
2. Mahasiswa dan atau pembaca mampu menjelaskan efektivitas latihan keterampilan
mental.
3. Mahasiswa dan atau pembaca mampu menganalisis perbedaan antara keterampilan
(skill) dengan metode latihan keterampilan mental.
4. Mahasiswa dan atau pembaca mampu menjelaskan ruang lingkup dalam memahami
latihan keterampilan mental.
5. Mahasiswa dan atau pembaca mampu menjelaskan proses pelatihan mental.
Pengertian Mental

3
2.1.Pengertian Mental
Untuk mengetahui pengertian mental, dalam kamus psikologi yang dikemukakan oleh
Kartono Gulo (2000: 276) dijelaskan bahwa mental menyinggung masalah pikiran, akal atau
ingatan, penyesuaian organisme terhadap lingkungan, dan secara khusus rnenunjuk pada
penyewaian yang mencakup fungsi-fungsi simbol yang disaclari oleh individu. sedangkan
menurut Drever (1971); Setyobroto (1989: 41) mental adalah keseluruhan struktur dan
proses-proses kejiwaan yang terorganisasi, baik yang disadari maupun yang tidak disadari.
Berdasarkan pendapat tersebut, kesiapan struktur dan proses-proses kejiwaan seperti aspek
kognitif yang berhubungan dengan akal atlet akan sangat menentukan sikap mental atlet yang
bersangkutan. Atlet yang kemampuan akalnya rendah dalam menghadapi pertandingan, akan
sangat mudah kehabisan akal untuk bisa mengalahkan lawan meskipun dengan berbagai cara
yang dikerahkan oleh atlet sesuai dengan kemampuannya.

2.2.Pengertian Latihan Keterampilan Mental


Pada akhir tahun I970-an Amerika Serikat sudah menerapkan psikologi terkait dengan
latihan mental dalam olahraga. dasar pemikirannya adalah faktor yang berhubungan dengan
penampilan sukses dalam pertandingan sangat terkait erat dengan ketahanan mental atlet.
bahkan Kuan & Roy (2007) rnenjelaskan bahwa salah satu faktor yang sering berhubungan
dengan performa yang baik dalam sebuah kompetisi adalah ketahanan mental dan ketahanan
mental tersebut termasuk faktor keterampilan mental. merujuk pada pendapat tersebut
ketahanan mental merupakan sebuah keterampilan mental yang harus dimiliki oleh atlet. atlet
yang memiliki ketahanan mental berarti atlet tersebut memiliki keterampilan mental yang
baik untuk menghadapi berbagai tantangan dan tekanan yang dihadapinya, terutama ketika
dalam pertandingan.
Supaya atlet memiliki ketahanan mental, atlet harus dilatih mentalnya dalam proses
latihan yang sistematis, kontinu, dan berkesinambungan. alasannya adalah ketahanan mental
bukanlah sesuatu yang diwariskan kepada atlet, tetapi mental harus dipelajari. ungkapan
tersebut diperkuat oleh pendapat Loehr (1982: 10) bahwa ketahanan mental itu dipelajari,
tidak diwarisi. selanjutnya Vealey (1988) menjeIaskan bahwa kemampuan mental layaknya
kemarnpuan fisik, bisa dipelajari dalam tingkatan tertentu. oleh karena itu, latihan
keterampilan mental merupakan sebuah pendekatan edukatif di mana kemampuan mental
dipandang sebagai suatu hal yang bisa dipelajari kedua pendapat tersebut menegaskan bahwa

4
latihan keterampilan mental seperti layaknya latihan fisik agar bisa dikuasai dengan baik
oleh atlet harus diajarkan oleh pelatih dan dipelajari oleh atlet. Dengan demikian, latihan
keterampilan mental tidak begitu saja bisa dikuasai oleh atlet setelah atlet yang bersangkutan
menguasai beberapa kemampuan fisik, teknik, dan taktik. Namun. atlet harus juga
rnempelajari keterampilan mental dalam proses latihan.
Latihan keterampilan mental berdasarkan beberapa pendapat ahli seperli Chee (2010)
menjelaskan latihan keterampilan mental merupakan strategi dan metode sistematis yang
sengaja didesain atau dirancang untuk meningkatkan performa atlet dengan cara
meningkatkan keterampilan mental atau psikologisnya. Vealey (1988) menjelaskan latihan
keterampilan mental ditemukan untuk mendeskripsikan teknik dan strategi yang didesain
untuk mengajarkan atau meningkatkan keterampilan mental yang memfasilitasi performa dan
pendekatan positif untuk kompetisi olahraga. Begitupun, Rushall (2008) menjelaskan bahwa
pelatihan keterampilan mental dalam olahraga didesain untuk menghasilkan kondisi dan
keterampilan psikologis para atlet yang akan mengarah pada peningkatan performanya.
Latihan keterampilan mental menurut pendapat tersebut lebih menekankan kepada
teknik dan strategi yang dirancang untuk mengajarkan atau meningkatkan keterampilan
mental yang dapat memfasilitasi penampilan atlet. Latihan keterampilan mental bisa menjadi
sebuah pendekatan positif bagi atlet untuk menghadapi pertandingan olahraga. Selain itu,
latihan keterampilan mental dirancang untuk menghasilkan atlet terampil dalam aspek mental
yang mendorong ke arah peningkatan penampilannya.
Dengan katalain, pelatihan ketcrampilan psikologis pada dasarnya menyiratkan bahwa
para atlet sehat secara mental, sekaligus mampu mempelajari keterampilan kognitif dan
strategi untuk memenuhi tuntutan dalam kompetisi. Latihan keterampilan mental sangat
berkairan dengan telmik kognitif-somatik secara general. Teknik-teknik tersebut mencakup
latihan visualisasi, latihan visuo-motor, terapi kognitif-behavior, biofeedback, meditasi, dan
relaksasi otot secara progresif (Harris Harris, 1984); Martens, (1987); Behncke, (2010).
Pendapat tersebut menekankan bahwa latihan keterampilan mental berhubungan
dengan teknik kognitil'-somatik yang secara umum meliputi latihan visualisasi, latihan gerak
visual, terapi kognitif, bio- feedback. meditasi. relaksasi otot secara progtesif. Dengan
demikian, latihan keterampilan mental harus diberikan kepada atlet sesuai dengan
kebutuhannya, dengan menggunakan berbagai metode dan teknik latihan yang tepat. Latihan
keterampilan mental merupakan suatu program yang disusun dan dirancang secara sistematis
agar atlet dapat menguasai dan mempraktikkan keterampilan.keterampilan mental yang

5
berguna untuk meningkatkan performa dalam olahraga. Latihan keterampilan mental harus
dilakukan secara sistematis, kontinu, dan berkesinambungan, sehingga waktu yang
diperlukan atlet untuk menguasai suatu keterampilan tersebut akan semakin pendek Artinya
atlet dapat menguasai keterampilan mental daIam waktu yang relatif singkat.

2.3.Efektivitas Latihan Keterampilan Mental


Berdasarkan telaah literatur bahwa latihan keterampilan mental sangat efekif untuk
meningkatkan perforrna atlet (Greenspan Felz, 1989). Beberapa hasil penelitian, seperti
Duran Bush Salmela, et al., 2002) menjelaskan bahwa para atlet elite dan pelatih sukses,
menggunakan teknik dan strategi pelatihan mental untuk membantu mereka meraih
kesuksesan. Frey, Laguna. Ravizza (2003) juga menjelaskan bahwa para atlet cenderung
lebih banyak menggunakan teknik pelatihan mental dalam pertandingan ketimbang dalam
proses latihan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan betapa pentingnya latihan mental,
dalam proses latihan bukan tidak dibutuhkan latihan mental, tetapi ada sebuah kecenderungan
bahwa atlet lebih banyak menggunakan latihan mental pada saat pertandingan.
Heishman Bunker (1989) menjelaskan hasil penelitiannya bahwa 81 persen atlet elite
dari beberapa negara menjelaskan bahwa mental sangat penting dalam pertandingan.
Selanjutnya 44 persen atlet menjelaskan bahwa performa ditentukan oleh strategi dan teknik
persiapan mental. Hasil penelitian jelaskan olch Vandell; Davis Clugston (1943). Menurut
mereka, dalam cabang olahraga bola basket khususnya dalam tembakan bebas (ree rhrow-
shooting) menunjukkan bahwa latihan mental sangt bermanfaat jika dikombinasikan dengan
latihan fisik Begitupun hasil penelitian, Oxendine (t969) yang menunjukkan kombinasi dari
latihan fisik dan mental sama efektifnya ketimbang hanya latihan fisik.
Manfaat latihan mental dalam olahraga sudah nampak jelas Sugarman (2008: 1)
menjelaskan bahwa olahraga itu 90-95 persen adalah mental, begitu ungkapan atlet dan
pelatih di semua level. Rushall (2009) menjelaskan bahwa banyak yang merasakan bahwa
proses penampilan yang baik itu 70-90 persennya dipengaruhi oleh mental. Gunarsa (1989:
14-15) menjelaskan beberapa ungkapan menarik dari para psikologi olahraga, pelatih, dan
atlet, terkait dengan mardaat mental dalam pertandingan olahraga. Ungkapan para ahli
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Loehr (1982) menjelaskan setidaknya 50 persen dari proses permainan yang baik
adalah hasil dari faktor psikologis dan mental yang baik.

6
b. Danish (1985). psikoIog olahraga Pennsylvania. menjelaskan perbedaan antara
performa yang luar biasa dalam olahraga sedikit dipengamhi oleh keterampilan fisik,
dan sangat banyak dipengamhi oleh keterampilan mental.
c. Godwin (1985), seorang pelatih tenis wanita UCLA (Amerika), menjelaskan bahwa
sikap pemain adalah faktor paling penting dalam sebuah kompetisi lebih tinggi yang
bisa didapat, setiap permainan menjadi lebih baik apabila faktor psikologis baik.
d. Pettit, bintang bola basket, menjelaskan bahwa aspek mental dalam bola basket adalah
50 persen dari pertandingan.
e. Caldwell, pegolfprofesional, menjelaskan bahwa sikap mentalitasnya sangat kuat.
Setiap kali dirinya siap memukul bola, dirinya yakin bola tersebut akan jatuh tepat di
titik yang dia inginkan.
f. McKinney (1985), pemanah nasional Amerika, menjelaskan bahwa siapapun bisa
membeli peralatan yang dia gunakan. tetapi hanya mereka yang memiliki mental dan
pikiran yang kuat yang mampu memaksimalkannya.
Selanjutnya secara spesifik dalam berbagai cabang olahraga. Letts (2009)
menjelaskan bahwa manfaat Iatihan mental dalam olahraga tenis meja adalah sebagai berikut.
a. Meningkatkan kemampuan bermain dengan baik di bawah tekanan pada saat angka
kritis.
b. Meningkatkan kemampuan adet dalam menentukan bentuk permainan.
c. Meningkatkan kemampuan atlet untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan lawan
dan menentukan cara menghadapinya.
d. Meningkatkan kemampuan atlet untuk menganalisis diri dan adaptasi diri.
e. Meningkatkan kemampuan adet untuk mencegah masuknya gangguan dan tetap
berkonsentrasi penuh pada setiap angka.
f. Meningkatkan kemampuan atlet untuk tetap yakin dan konsisten pada setiap
permainan.
Untuk mencapai prestasi maksimal atlet sering dihadapkan pada berbagai tantangan,
baik dalam situasi berlatih maupun dalam situasi pertandingan. Oleh sebab itu, atlet harus
memiliki kemampuan yang baik dalam aspek fisik, teknik, taktik maupun mental. Gary salah
seorang pelatih Baseball Oklahoma State University's ketika ditanya menjelaskan bahwa
mengombinasikan dua elemen yaitu pelatihan mental dan teknik, memberikan kesempatan
kepada atlet untuk menampilkan performa terbaik dan konsisten setiap kali mereka memasuki
lapangan. Apabila tim dipersiapkan dengan baik secara mental dan fisik, maka kesuksesan

7
jelas di depan mata (Brennan, 1990: 252). Dengan demikian, atlet harus memiliki
kemampuan ganda yaitu tidak hanya kemampuan fisik tetapi kemampuan mental, sebab
mental akan terbentuk konsistensi pada diri mencapai penampilan puncak. Jika tim
mempersiapkan fisik dan mental dengan baik akan sangat membantu untuk mencapai sukses
dalam olahraga.
Atlet yang dilatih mentalnya tentu akan semakin terampil daIam mengatasi masalah
mental emosional. Hal ini dijelaskan oleh Blumenstein, Lidor, Tenenbaum (2007) bahwa
persiapan psikologis bertujuan untuk memberikan teknik mengatasi beban mental dan
emosional kepada para atlet. Sehubungan dengan hal tersebut, keterampilan mental
merupakan fondasi yang harus dibangun kuat pada diri atlet untuk menopang pencapaian
prestasi atlet di masa yang akan datang. Williams (1993: 276) menjelaskan bahwa
keterampilan psikologis merupakan fondasi yang akan mengantar kepada kesuksesan,
potensi, kenyamanan, serta keuntungan di masa depan. Pelatihan mental harus mendatangkan
keuntungan tapi setiap orang untuk meningkatkan performanya dalam olahraga. Pendapat
tersebut menegaskan bahwa latihan keterampilan mental bermanfaat untuk meningkatkan
performa atlet dalam olahraga. Oleh karena itu, mental merupakan salah satu Faktor yang
harus diperhatikan dalam proses Iatihan, supaya atlet marnpu menampilkan kemampuan
maksimal di masa mendatang.
Merujuk pada beberapa hasil penelitian dan pendapat para ahli terkait dengan latihan
keterampilan mental bahwa latihan keterampilan mental sangat penting bagi atlet. Para ahli
yakin betul bahwa latihan keterampilan mental memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap performa atlet Bukti konkret pentingnya latihan tersebut. dimunculkan dalam bentuk
data persentase hasil penelitian mulai dari 50%, 70%, 81%, 90%, bahkan sampai 95%
performa yang baik ditentukan oleh mental. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya
latihan mental untuk meningkatkan performa atlet, baik pada proses latihan maupun pada saat
pertandingan Atlet yang memiliki mental tangguh akan mampu mengatasi berbagai masalah
mental emosional.

2.4. Keterampilan dan Metode dalam Latihan Mental


Untuk lebih jelas mengenai Iatihan keterampilan mental. tedebih dahulu perlu
diidentifikasi perbedaan antara keterampilan mental (psychological skills) dan metode
(methods) latihan keterampilan mental.
1. Keterampilan dalam Latihan Mental

8
Keterampilan (skills) menurut Vealey (1988: 326) adalah KUALITAS yang ingin
dicapai. Sedangkan metode mencakup prosedur dan teknik yang berkaitan erat dengan
peningkatan keterampilan.
Keterampilan mental dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a) keterampilan dasar
(foundation skills); b) keterampilan performa (performance skill); dan c) keterampilan
fasilitatif (facihnuive skills) Untuk lebih jelas, penulis akan bahas satu per satu sebagai
berikut .
a. Keterampilan Dasar
Keterampilan dasar menurut Vealey (1988: 328) adalah kualitas yang merupakan
dasar yang dibutuhkan dalam keterampilan mental. Lebih lanjut Vcaiey; Kirschcnbaum
(2005: 288) menjelaskan bahwa kcterampilan dasar adalah sumber daya interpersonal yang
merupakan keterampilan mental dasar yang dibutuhkan untuk meraih kesuksesan dalam
olahraga. Keterampilan dasar meliputi: a) motivasi atau molivasi berprestasi; b) kesadaran
diri; c) harga diri; d) berpikir produktif; dan e) kepercayaan diri (Vealey, 1988). Keterampilan
dasar juga meliputi komitmen; motivasi; kepercayaan diri; and harga diri (Hodge, 2007).
b. Keterampilan Performa
Keterampilan performa menurut Kirschenbaum (2005: 290) adaIah keterampilan
mental yang sangat penting dalam peningkatan keterampilan performa olahraga.
Keterampilan performa digunakan selama proses latihan dan pertandingan. Keterampilan
performa meliputi: a) pengelolaan energi; b) ketergugahan fisik optimal; c) ketergugahan
mental optimal; dan d) perhatian optimal

c. Keterampilan Fasilitatif
Keterampilan fasilitatif merupakan keterampilan yang tidak secara langsung
memengaruhi kemampuan dan performa olahraga. Namun apabila berhasil diraih, biasanya
berefek pada kemampuan atlet baik dalam olahraga maupun aspek lainnya (Vealey, 1988:
329). Keterampilan fasilitatif sangat penting bagi atlet agar mampu melakukan keterampilan
performa dengan efektif. Misalnya, keterampilan interpersonal merupakan keterampilan
fasilitatif yang penting bagi atlet untuk melakukan komunikasi secara efektif. Bahkan Gauron
(1984) menyebut keterampilan fasilitatif itu sebagai "keterampilan komuanikasi bagi atlet."
Martens (1987) menyebutnya "keterampilan komunikasi bagi pelatih." Sedangkan Orlick
(1986) menyebutnya sebagai "strategi untuk membantu atlet menggunakan media lebih

9
efektip." Keterampilan fasilitatif meliputi keterampilan interpersonal, dan manajemen gaya
hidup (Vealey, 1988). Sedangkan menurut Chee (2010) keterampilan fasilitatif meliputi
komunikasi, melatih motivasi, semangat dan kemampuan kerja tim, rehabilitasi psikologis
dari luka atau cedera, serta pensiun dan manajemen gaya hidup.
Untuk lebih jelas mengenai keterampilan mental dapat dilihat pada Gambar 1.1.

 Motivasi
 Kesadaran Diri
 Harga Diri Keterampilan Dasar
 Kepercayaan Diri

 Ketergugahan Fisik Optimal


 Ketergugahan Mental
 Optimal Keterampilan Performa
 Perhatian Optimal

 Keterampilan Interpersonal
Keterampilan Fasilitatif
 Manajemen Gaya Hidup

Gambar 1.1 Keterampilan mental (psychological skills)


(Sumber: Vealey, 1988:326) - modifikasi)
Dalam perkembangan lebih lanjut model keterampilan mental yang tertera pada
Gambar 1.1. mengalami perubahan dalam hal teknik atau metode seiring dengan ilmu
pengetahuan yang terus berkembang yang menekankan pada ragam bentuk keterampilan
mental. baik untuk pelatih maupun untuk atlet. Kirschenbaum (2005) menjelaskan bahwa
tambahan dari model sebelumnya menekankan bahwa beragam bentuk keterampilan mental
memegang peranan penting dalam keberhasilan dan kesejahteraan pada atlet dan pelatih,
termasuk keterampilan dasar, keterampilan performa, keterampilan pengembangan diri, dan
keterampilan tim.
Pendapat tersebut menekankan pada perluasan teknik atau metode, yaitu metode
pengembangan keterampilan personal dan keterampilan tim. Pengembangan keterampilan

10
personal adalah keterampilan mental yang merepresentasikan ciri kedewasaan yang
signifikan pada pengembangan diri yang mengarah pada konsep pemikiran diri pada level
psikologis tinggi yang jelas, rasa kesejahteraan, serta rasa empati dan simpati terhadap orang
lain (Kirschenbaum, 2005: 290) Selanjutnya, Vallee Bloom (2005) menjelaskan bahwa para
pelatih berhasil mengidentifikasi bahwa pengembangan diri dan performa merupakan tujuan
yang sangat penting bagi mereka. Jadi keberhasilan pelatih diidentifikasi dari dua tujuan
penting, yaitu peningkatan performa dan perkembangan personal. Keterampilan
perkembangan personal dibagi menjadi dua bagian yaitu: a) identitas prestasi dan b)
kompetensi interpersonal.
Konteks lain terkait dengan perluasan keterampilan mental yaitu keterampilan tim.
Keterampilan tim adalah kualitas kolektif tim yang merupakan faktor penting dalam
membentuk lingkungan efektif dan keberhasilan tim (Vealey, 2005). Keterampilan tim dibagi
menjadi empat bagian yaitu: a) kepercayaan diri tim; b) kohesi tim; c) komunikasi tim; dan d)
kepemimpinan tim. Perluasan konteks tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.2.

 Dorongan Prestasi
Keterampilan Dasar  Kesadaran Diri
 Berpikir Produktif
 Kepercayaan Diri

 Keterampilan Kognitif-Perseptual
Keterampilan Performa  Perhatian
 Manajemen Energi

Pengembangan Keterampilan  Identitas Prestasi


Personal  Kemampuan-Interpersonal
11
 Kepemimpinan
Keterampilan Tim  Komunikasi
 Kepaduan/Kohesi
 Kepercayaan Diri Tim
 Kepercayaan Diri
Gambar 1.2. Keterampilan mental untuk atlet dan pelatih
(SUMBER: Vealey (2005); Kirschenbaum (2005; 289)

2. Metode dalam Latihan Mental


Latihan mental harus dipelajari dan dokembangkan melalui penggunaan metode
latihan keterampilan mental Hardy, eL al.. 1997; Hodge, 2007; Orlick. 2000; Porter, 2D03;
Weinberg Gould. l999; Chee. 2010) Metode menurut Vealey (1988, 326) adalah prosedur
atau teknik yang digunakan atlet untuk mengembangkan keterampilan Metode yang
digunakan dalam latihan keterampilan mental dibagi menjadi dua bagim yaitu: a) metodee
dasar dan b) metode lalihan keterampilan mental (PST) Metode dasar meliputi: (1) lalihan
fisik; dan (2) pendidikan Sedangkan metode latihan keterampilan mental (PST) meliputi: (1)
penetapan tujuan; (2) imageri; (3) relaksasi; dan (4) mengendalikan pikiran. Metode latihan
keterampilan mental dapat dilihat pada Gambar 1 3

 Latihan Fisik
Metode Dasar
 Pendidikan

 Penetapan Tujuan
 Imageri
Metode PST
 Relaksasi Fisik
 Mengendalikan Pikiran

Gambar 1.3. Metode latihan keterampilan mental


(Sumber: Vealey, 1988: 327)
12
Latihan fisik dan pendidikan merupakan metode dasar yang menekankan pada
keterampilan mental yang difasilitasi oleh produktivitas latihan fisik. serta pemahaman
terhadap proses latihan fisik dan mental yang memengaruhi performa atlel Dengan demikian,
ahli psikologi olahraga menggunakan metode dan keterampilan berbeda dalam mencapai
target perilaku pada diri atlet Hal inilah yang akan mendorong ahli psikologi olahraga untuk
fokus pada keterampilan yamg akan dicapai. dan memilih metode atau kombinasi metode
yang tepat untuk digunakan dalam meningkatkan keterampilan mental atlet

2.5.Ruang Lingkup Latihan Keterampilan Mental


Ruang lingkup untuk memahami proses latihan keterampilan mental dalam olahraga
dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Keterampilan Keterampilan Dasar


Performa

KETERAMPILAN MENTAL

Keterampilan Keterampilan
Perkembangan Tim
Personal
13
Konteks Efektivitas Pelatihan
Sosial Konsultan Fisik
Budaya

Teknik

Strategi

Model

Filosof

PROCES LATIHAN MENTAL

Gambar 1.4. Ruang lingkup memahami latihan keterampilan mental


Dalam olahraga
(Sumber: Vealey (2005))

Gambar 1.4. menunjukkan bahwa target dalam Iatihan keterampilan mental adalah
keterampilan dasar, keterampilan performa. keterampilan pengembangan personal, dan
keterampilan tim. Sedangkan proses dalam latihan mental meliputi filosofi, model, strategi,
dan teknik, yang harus dilaksanakan oleh psikolog atau pelatih dalam meningkatkan
keterampilan mental atlet. Proses tersebut dimediasi oleh kualitas interpersonal dan
efektivitas konsultasi sebagai teknik yang digunakan oleh psikolog atau pelatih.
Dua panah di samping kiri-kanan menunjukkan ruang lingkup latihan fisik, dan sosial
budaya yang memengaruhi proses latihan mental. Keterampilan mental atlet dikembangkan
dan ditingkatkan secara bersamaan dengan kualitas latihan fisik yang dirancang oleh pelatih.
Pelatih harus memahami cara-cara yang spesifik dalam mengintegrasikan latihan mental ke
dalam sesi latihan fisik. Hal ini sesuai dengan pendapat Gould; Damarjian Medbery (1999)
yaitu banyak pelatih membutuhkan bimbingan dan latihan untuk mempelajari cara spesifik
dan untuk mengintegrasikan pelatihan mental dalam sesi latihan fisik dengan atlet mereka.
Terkait dengan konteks sosial budaya dalam latihan keterampilan mental, meliputi
ragam budaya yang unik yang dirasa mengganggu latihan keterampilan mental. Brustad &
Ritter-Taylor (1997) menjelaskan bahwa persepsi diri terhadap tingkah laku seperti adanya
kesan negatif terhadap tubuh, adanya perpeloncoan, penyalahgunaan obat, homofobia
berlebihan, penyitaan identitas, merendahkan, serta kekerasan. Sosial budaya yang ada di
14
lingkungan masyarakat seharusnya membantu atlet untuk mencapai perkembangan
pribadinya, di sinilah peran psikolog dan pelatih untuk meyakinkan dan memberikan
pemahaman kepada atlet mengenai lingkungan sosial budaya yang bisa memengaruhi
pemikiran, perasaan, dan perilaku atlet dalam proses latihan mental.

2.6.Proses Pelatihan Mental


Proses latihan mental bersifat kompleks, yaitu dengan menggunakan berbagai
pendekatan integratif untuk mengembangkan keterampilan mental atlet. Latihan
keterampilan mental akan matang jika dimulai dari intervensi awal yang memfokuskan
kepada penerapan teknik latihan mental, seperti imagery, dan penetapan tujuan (goal setting).
Model intervensi yang digunakan dalam latihan mental harus mengikuti beberapa tahapan
sebagaimana terlihat pada Gambar 1.4. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tahap Filosofi
Proses latihan mental harus dimulai dari filosofi psikolog atau pelatih, atau ide dan
kepercayaan psikolog atau pelatih terkait dengan latihan keterampilan mental. Biasanya
dalam Filosofi terkandung tujuan dari program yang akan dilaksanakan, serta peran psikolog.
pelatih, dan atlet dalam Iatihan tersebut. Filosofi yang digunakan dalam latihan mental tentu
berbeda-beda. Vealey (2005); Kirschenbaum (2005: 292) menjelaskan beberapa pendekatan
yang digunakan dalam latihan mental yaitu: (a) pendekatan edukatif vs klinis; (b) pendekatan
yang berpusat pada program vs berpusat pada atlet; dan (c) pendekatan pengembangan diri vs
pengembangan peforma. Untuk lebih jelas mengenai hal tersebut penulis akan menjabarkan
sebagai berikut.
a. Pendekatan Edukatif vs Klinis
Pendekatan edukatif mengandung filosofi bahwa atler harus memiliki keterampilan
mental merupakan suatu kebutuhan untuk sukses. Atlet sangat membutuhkan bantuan untuk
mengoptimalkan kemampuan dan keterampilarmya. Latihan keterampilan mental harus
dilakukan secara sistematis untuk mengendalikan berbagai tekanan dalam pertandingan,
mengatasi berbagai tuntutan dalam pertandingan. dan mengembangkan keterampilan Iain
yang dibutuhkan oleh atlet.
Pendekatan klinis fokus perhatiannya pada psychopathology yaitu bidang spesialisasi antara
psikologi dan psikiatri yang meneliti kelainan mental secara sistematis, atau karena adanya
disfungsi proses kepribadian dan perilaku pada diri atlet. Tujuan pendekatan ini adalah

15
memberikan bantuan kepada atlet dengan cara memeriksa dan mengobati (therapeutic) atlet
yang memiliki kelainan mental.
b. Pendekatan yang Berpusat pada Program vs Berpusat pada Atlet P
Pendekatan yang berpusat pada program menegaskan bahwa Iatihan keterampilan
mental digunakan sebagai rangkaian pra- perencanaan untuk melakukan intervensi yang telah
dirancang oleh psikolog atau pelatih. Sedangkan pendekatan yang berpusat pada atlet
dilakukan lebih interaktif antara psikolog, pelatih, dan atlet, yang didasarkan kepada
kebutuhan untuk melakukan intervensi.
Terkait dengan pendekatan tersebut, Hardy Parfitt (1994) mengevaluasi dua filosofi
berbeda dalam melakukan latihan mental, yaitu:
1) Program yang digunakan dalam latihan adalah pendekatan yang berpusat pada program.
Psikolog atau pelatih tampil sebagai ahli dalam membantu atlet. Instrumen yang
digunakan adalah wawancara, pengamatan, laporan tertulis. tutorial atau pelatih itu
sendiri. dan memberikan gambaran aktivitas latihan mental untuk atlet yang didasarican
kepada profil atlet yang bersangkutan.
2) Program yang menekankan pada pendekatan aktivitas latihan mental secara fonnal.
Psikolog atau pelatih tampil sebagai ahli, program tersebut memfokuskan pada upaya
untuk mengevaluasi kebutuhan atlet yang berkenaan dengan aktivitas latihan mental.
Psikolog atau pelatih mengadakan pertemuan dengan atlet untuk berbagi pengalaman
atau diskusi, dan berkolaborasi untuk mengonsultasikan segala Permasalahannya dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah.
c. Pendekatan Pengembangan Diri vs Pengembangan Performa
Pendekatan ini tidak berdiri sendiri dan sering kali menjadi tujuan lain dari latihan
keterampilan mental. Penelitian menunjukkan bahwa efektivitas latihan keterampilan mental
lambat laun bergerak pada aspek di luar performa sebagai hasil dari pengaruh intervensi
terhadap hasil lainnya seperti keberhasilan hidup masa transisi (Lavallee, 2005); kualitas
pengalaman dalam olahraga (Lindsay, Maynard, & Thomas, 2005); keterampilan hidup
(Danish & Nellen, 1997): dan pertumbuhan sosio-moral anak-anak (Miller, Bredemeier
Shields, 1997): dan sebagainya.
2. Tahap Model
Tahapan kedua dalam proses latihan mental adalah model (model intervensi). Model
inlervensi adalah ruang lingkup srrategi dan teknik yang spesifik terkait dengan latihan
mental yang harus dikembangkan Model intervensi meliputi model untuk tim, model

16
pengorganisasian. dan model intervensi keluarga (Helistedt. et al., 1995); model regulasi diri
atau perilaku kognitif (Boutcher Rotella. 1987); Hanin. et al., (2000); model manajemen
perilaku (Martin Toogood. et al., 1997); model keterampilan mental untuk pendidikan
(Orlick, et al.. 2000); model keterampilan mental untuk olahraga spesifik (Ravir_m Hanson,
ct al, 1994); model intervensi klinik (Gardner Moorr. 2004); dan model latihan perseptual
(WiJliam Ward. 2003). Model.model tersebut pada prinsipnya berfungsi untuk menunjukkan
gambaran mcenyeluruh tentang latihan keterampilan mental dalam meningkatkan
pemahaman atlet supaya tertarik mengikuti program latihan metal.
3. Tahap Strategi
Tahapan ketiga dalam proses latihan mental adalah strategi. Strategi merupakan
pengorganisasian rencana kegiatan serta bagaimana pelaksanaan model intervensi latihan
mental secara spesifik dilaksanakan. khususnya dalam menggunakan langkah-langkah, dan
teknik praktik latihan mental. Strategi yang bisa dilakukan mengacu kepada strategi yang
sudah dilakukan para ahli. yaitu empat fase program latihan mental untuk meningkalican
performa pada keterampilan tertutup (boutcher Rotella, 1987); berpikir dan pemetaan tujuan
(VeaJey. 2005); pemusatan (Nideffer Sagal, 2006); perencanaan kompetisi (Orlick, 1986);
pendekaran latihan mental dengan menggunakan bio.feedback (Blumenstein, Bar-Eli
Tenenbaum, 2002); dan latihan perilaku gerak visual (Suinn, I993).
Untuk mengetahui keberhasilan dalam penerapan strategi tersebut, perlu dilakukan
evaluasi strategi terhadap proses latihan mental. Tujuannya untuk menentukan bagaimana dan
kapan latihan mental tersebut benar-benar dibutuhkan oleh atlet (Vealey Garner-Holman,
1998). Instrumen yang digunakan dalam evaluasi di antaranya adalah observasi, wawancara,
quesioner, dan pengukuran psiko-fisiologi.
4. Tahap Teknik
Tahapan terakhir dalam proses latihan mental adalah teknik atau metode. Metode
adalah cara untuk mengimplementasikan strategi, atau metode berperan sebagai alat yang
sudah familier diketahui oleh semua psikolog atau pelatih dalam latihan mental yang meliputi
imagery. relaksasi, penetapan tujuan, self-talk, bio- feedback. profil penampilan, dan teknik
manajemen perilaku.
Terdapat empat teknik latihan mental tradisional yang dikemukakan Gould. Murphy.
Tammen, dan May, (1991); Sullivan Nashman (1998); dan Vealey (1988) yaitu imagery, god-
setting, manajemen pikiran, dan relaksasi fisik, atau regulasi ketergugahan. Bahkan, menurut
Jones (1993), bahwa teknik lain yang bisa digunakan adalah: "performing profiling."

17
Beberapa teknik tersebut sudah teruji melalui berbagai penelitian sehingga teknik tersebut
bisa dijadikan sebagai teknik yang efektif yang bisa digunakan dalam Iatihan mental,
khususnya untuk mengembangkan keterampilan mental atlet secara spesifik.
Untuk lebih jelas proses latihan keterampilan mental mulai dmi filosofi, model,
strategi, sampai pada penggunaan teknik atau metode, dapat dilihat pada Bagan I.l.
Bagan 1.1. Proses latihan keterampilan mental
Menurut Vealey, 2005
Filosofi Model Strategi Teknik
Membantu atlet Memperoleh cara Berpikir dan Monitoring diri
mencapai mengatasi pemetaan tujuan, sendiri, self-talk,
perkembangan kecemasan, fondasi manajemen energi imagery, relaksasi,
optimal baik latihan mental untuk goal-setting,
pengalaman, tiga keterampilan manajemen
penampilan, mental yang perolaku
pelatih bertindak menyeluruh
sebagai pendidik
mental.

Menurut Martin, Thompson, & McKnight, 1998


Filosofi Model Strategi Teknik
Melatih atlet Mengintegrasikan 1. Mengidentifikasi Goal-setting skala
mengelola dirinya pendekatan kategori masalah. pencapaian tujuan,
sendiri, dan fokus pendidikan mental, 2. Mengidentifikasi perencanaan dan
pada pendidikan mengombinasikan bentuk masalah manajemen diri,
dan kesehatan terapi dan 3. Menentukan sebab self-talk
mental. penyuluhan perilaku masalah
dalam kehidupan 4. Memilih
nyata pemecahan
terhadap masalah
Menurut Danis & Nellen, 1997; Danis, Petitpas, & Hale, 1992
Filosofi Model Strategi Teknik
Optimasi Pengembangan Workshop 10 Goal-setting,
keterampilan intervensi dalam keterampilan selama penguasaan model
pelatih, karena hidup; keterampilan satu jam, modeling cerita lucu (skits)
terjadi ketidak hidup; penetapan dan peer-teaching, imagery, self-talk,
seimbangan tujuan; menentukan pilihan, relaksasi,
18
pribadinya; antisipasi terhadap manajemen
fokusnya kepada konsekuensi pilihan, perilaku
pengembangan dan efektivitas
pendidikan. jawaban (respons)
Menurut Singer, 1988
Filosofi Model Strategi Teknik
Pembelajaran Meta-strategi 1. Membaca (reading) Self-talk, imagery,
langsung informasi untuk 2.Membayangkan focusing, centering,
mengenai strategi menguasai (imaging) relaksasi
mental untuk keterampilan 3.Memusatkan
meningkatkan olahraga (focusing)
performa, dengan 4.Melaksanakan
proses aktivasi (executing)
kognisi. 5.Mengevaluasi
(evaluating)

Beberapa teknik atau metode yang terdapat dalam model latihan keterampilan mental
yang dipaparkan di atas, penulis akan membahasnya dalam bab-bab selanjutnya.

BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
mental adalah keseluruhan struktur dan proses-proses kejiwaan yang terorganisasi,
baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Berdasarkan pendapat tersebut, kesiapan
struktur dan proses-proses kejiwaan seperti aspek kognitif yang berhubungan dengan akal
atlet akan sangat menentukan sikap mental atlet yang bersangkutan.
Latihan imajeri (mental imajeri) merupakan suatu bentuk latihan mental yang
berupa pembayangan diri dan gerakan didalam pikiran. Manfaat daripada latihan imajeri,
antara lain adalah untuk mempelajari atau mengulang gerakan baru, memperbaiki gerakan
yang salah atau belum sempurna, latihan simulasi dalam pikiran, latihan bagi atlet yang
sedang rehabilitasi cedera. Latihan imajeri ini sering disamakan dengan latihan visualisasi
karena sama-sama melakukan pembayangan gerakan di dalam pikiran. Namun, didalam
imajeri para atlet bukan hanya ‘melihat’ gerakan dirinya. Namun juga memfungsikan indera

19
pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Untuk dapat menguasai latihan imajeri,
seorang atlet harus dapat mahir terlebih dahulu dalam melakukan latihan relaksasi.

20

Anda mungkin juga menyukai