BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera sering dialami oleh seorang atlit, seperti cedera goresan, robek pada ligamen, atau
patah tulang karena terjatuh. Cedera tersebut biasanya memerlukan pertolongan yang
profesional dengan segera. Banyak sekali permasalahan yang dialami oleh atlit olahraga,
tidak terkecuali dengan sindrom ini. Sindrom ini bermula dari adanya suatu kekuatan
abnormal dalam level yang rendah atau ringan, namun berlangsung secara berulang-ulang
dalam jangka waktu lama. Jenis cedera ini terkadang memberikan respon yang baik bagi
pengobatan sendiri.
Tak ada yang menyangkal jika olahraga baik untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari
berbagai penyakit. Namun, berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan
berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera yang membahayakan dirinya sendiri.
Ada beberapa hal yang menyebabkan cedera akibat aktivitas olahraga yang salah. Menurut
Wijanarko Adi Mulya, pengurus PBSI (persatuan bulutangkis seluruh Indonesia) Jawa Timur,
aktivitas yang salah ini karena pemanasan tidak memenuhi syarat, kelelahan berlebihan
terutama pada otot, dan salah dalam melakukan gerakan olahraga. Kasus cedera yang paling
banyak terjadi, biasanya dilakukan para pemula yang biasanya terlalu berambisi
menyelesaikan target latihan atau ingin meningkatkan tahap latihan.
Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya
itu terjadi akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada
babak tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti.
Cara yang lebih efektif dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami beberapa jenis
cedera dan mengenali bagaimana tubuh kita memberikan respon terhadap cedera tersebut.
Juga, akan dapat untuk memahami tubuh kita, sehingga dapat mengetahui apa yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera, bagaimana mendeteksi suatu cedera agar tidak
terjadi parah, bagaimana mengobatinya dan kapan meminta pengobatan secara profesional
(memeriksakan diri ke dokter).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi
cedera olahraga, sehingga atlit atau pelaku olahraga tidak akan mempunyai kekawatiran
dalam melaksanakan aktifitas olahraga .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cedera Olahraga
Sport Injuries ialah segala macam cidera yang timbul, baik pada waktu latihan
maupun pada waktu berolahraga (pertandingan) ataupun sesudahnya, dan tulang, otot,
tendon, serta ligamentum. Olahraga bertujuan untuk menyehatkan badan, memberi kebugaran
jasmani selama cara-cara melakukannya sudah dalam kondisi yang benar. Apakah semua
macam olahraga bisa menimbulkan cedera?, tentu ini tergantung dari macamnya olahraga,
dari olahraga jalan santai, tenis meja (pimpong), balapan (racing), tentu memberikan resiko
yang berbeda.
Pengertian Cedera adalah Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Atok Iskandar
(1994;13) cedera adalah suatu gaya-gaya bekerja pada tubuh atau sebagian dari tubuh yang
melampui kemampuan tubuh untuk mengatasinya. Gaya-gaya ini berlangsung dengan cepat atau
jangka lama. Ada pun menurut Hardianto Wibowo (1995; 11) yang dimaksud dengan cedera olahraga
(Sport Injures) adalah segala macam cedera yang timbul, baik pada waktu latihan maupn pada
waktu olahraga (pertandingan) ataupun sesudah pertandingan.
Adapun pengertian cidera dapat diartikan sebagai suatu akibat daripada gaya-gaya
yang yang bekerja pada tubuh atau sebagian daripada tubuh dimana melampaui kemampuan
tubuh untuk mengatasinya, gaya-gaya ini bisa berlangsung dengan cepat atau jangka lama.
Seseorang melakukan olahraga dengan tujuan untuk mendapatkan kebugaran jasmani,
kesehatan maupun kesenangan bahkan ada yang sekedar hobby,sedang atlet baik amatir dan
profesional selalu berusaham mencapai prestasi sekurang-kuragnya utuk menjadi juara tidak
menutup kemungkinan akan mengalami cidera.
Kegiatan olahraga yang sekarang terus dipacu untuk dikembangkan dan ditingkatkan
bukan hanya olahraga prestasi/komkpetisi, tetapi juga olahraga untuk kebugaranjasmani
secara umum. Kebugaran jasmani tidak hanya punya keuntungan secara pribadi, tetapi juga
member keuntungan bagi masyarakat dan negara. Oleh karena itu kegiatan olahraga pada
waktu ini semakin mendapat perhatian yang luas.
Bersamaan dengan meningkatnya aktivitas olahraga tersebut, korban cedera olahraga terus
bertambah. Amat disayangkan jika justru cedera olahraga tersebut, para pelaku olahraga sulit
meningkatkan atau mempertahankan prestasi atau kebugarannya.
“ Cedera olahraga” adalah rasa sakit yang ditimbulkan karena olahraga, sehingga dapat
menimbulkan cacat, luka, dan rusak pada otot atau sendi serta bagian lain dari tubuh.
Cedera olahraga apabila tidak ditangani dengan cepat dan benar dapat mengakibatkan
gangguan atau keterbatasan fisik, baik dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari maupun
melakukan aktivitas olahraga yang bersangkutan. Bahkan bagi atlet ini bisa berarti istirahat
yang cukup lama atau ba hkan harus meninggalkan sama sekali hobby atau profesi itu. Oleh
sebab itu dalam penanganan cedera olanghraga harus dilakukan secara tim yang
multidisipliner. Lebih dari 2.000 tahun yang lalu Hipocrates menulis:“if we could give every
3
individual the right a mount of naurisment and exercise, not too little and not too much, we
would have found the safest way to health”
Dapat dipertegas bahwa hasil suatu tenaga atau kekuatan yang berlebihan
dilimpahkan pada tubuh atau sebagian tubuh sehingga tubuh atau bagian tubuh tersebut tidak
dapat menahan atau meneyesuaikan diri.
Harus diingat bahwa seemua orang dapat terkena celaka yang bukan karena kegiatan
olahraga, biarpun kita telah berhati-hati masih juga celaka, tetapi bila kita berhati-hati kita
akan bisa mengurangi resiko cedera tersebut.
Cedera olahraga dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar :
1. Kelompok kerusakan traumatik ( traumatic disruption) seperti :
Lecet, lepuh, memar, leban otot, luka, “stram” otot, “sprain” sendi, dislokasi sendi, patah
tulang, trauma kepala-leher-tulang belakang, trauma tulang pinggul, trauma pada dada,
trauma pada perut, cedera anggota gerak atas dan bawah.
2. Kelompok “ sindroma penggunaan berlebihan” (overuse syndromes), yang lebih
spesifik berhubungan dengan jenis olahraganya seperti, tenis elbow, golfer’s elbow,
swimwer’s shoulder, jumper’s knee, stress fracture pada tungkai dan dahi
Klasifikasi Cedera Olahraga
1. Macam-macam cidera olahraga berdasarkan penyebabnya
a. External violence adalah cidera yang timbul atau terjadi karena pengaruh atau sebab
yang berasal dari luar
b. Internal violence adalah cedera yang terjadi karena kesalahan koordinasi otot-otot dan
sendi yang kurang sempurna sehingga menimbulkan gerakan-gerakan yang salah dan
mengakibatkan cidera
c. Over-use (pemakaian terus-menerus/terlalu lelah cidera ini timbul karena pemakaian
otot yang berlebihan atau terlalu lelah.
2. Macam-Macam Cidera Olahraga Berdasarkan Berat Dan Ringannya
a. Cidera ringaan ialah cedera yang tidak diikuti kerusakan yang berarti pada jaringan
tubuh kita misalnya: kekakuan dan kelelahan otot.
b. Cidera berat ialah cidera yang serius , dimana pada cidera tersebut kita jumpai padanya
kerusakan jaringan pada tubuh kita misalnya: robeknya pada otot patah tulang,
ligamentum dan kriteria cidera berat
3. Secara umum cedera olahraga diklasifikasikan menjadi 3 macam,yaitu :
1. Cedera tingkat 1 (cedera ringan)
Pada cedera ini penderita tidak mengalami keluhan yang serius, namun dapat
mengganggu penampilan atlit, misalnya : lecet, memar, sprain yang ringan.
2. Cedera tingkat 2 (cedera sedang)
4
Pada cedera tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata ; berpengaruh pada reformance
atlet, keluhan bisa berupa nyeri, bengkak, gangguan fungsi tanda-tanda inplamsi
misalnya : lebar otot, straing otot, tendon-tendon, robeknya ligamen (sprain grade II).
3. Cedera tingkat 3 (cedera berat)
Pada cedera tingkat ini atlet perlu penanganan yang intensif, istirahat total dan mungkin
perlu tindakan bedah, terdapat pada robkan lengkap liamen (sprain gade III dan
IV/sprain fracture) fraktur tulang.
STRAIN DAN SPRAIN
Strain dan sprain adalah kondisi yang sering ditemukan pada cedera olahraga.
1. Strain
Strain adalah menyangkut cedera otot atau tendon.
Strain dapat dibagi atas 3 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Strain tingkat ini tidak ada robekan, hanya terdapat kondisi inflamasi ringan, meskipun
tidak ada penurunan kekuatan otot, pada kondisi tertentu cukup mengganggu atlet,
misalnya strain dari otot hamstring (otot paha belakang) akan mempengaruhi atlet pelari
jarak pendek/sprinter, atau pada baseball pitcher, yang cukup terganggu dengan strain
otot-oto lengan atas meskipun hanya ringan karena dapat menurunkan endurance (daya
tahannya)
b. Tingkat 2 (sedang)
Strain pada tingkat 2 ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau tendon, sehingga
mengurangi kekuatan.
c. Strain pada tingkat 3 ini sudah ada rupture yang lebih hebat sampai komplit, ini
diperlukan tindakan bedah (repain) sampai fisioterapi dan rehabilitasi.
2. Sprain
Sprain adalah cedera yang menyangkut cedera ligamen. Sprain dapat dibagi 4 tingkat, yaitu :
a. Tingkat 1 (ringan)
Cedera sprain tingkat 1 ini hanya terjadi robekan pada berupa serat ligamen, terdapat
hematom kecil didalam ligament tidak ada gangguan fungsi.
b. Tingakat 2 (sedang)
Cedera sprain tingkat 2 ini terjadi robekan lebih luas, tetapi minimal 50% masih baik. Hal
ini sudah terjadi gangguan fungsi, tindakan proteksi harus dilakukan untuk memungkinkan
terjadinya kesembuhan. Imobilisasi diperlukan 6-10 minggu, untuk benar-benar aman
mungkin diperlukan waktu 4 bulan, seringkali terjadi para atlet memaksakan diri sebelum
selesainya waktu pemulihan belum berakhir, maka akibatnya akan timbul cedera baru lagi.
c. Tingkat 3 (berat)
5
Cedera Sprain tingkat 3 ini terjadinya robekan total atau lepasnya ligamen dari tempat
lekatnya, dan fungsinya terganggu secara total, maka sangat penting untuk segera
mnempatkan kedua ujung robekan secara berdekatan.
d. Tingkat 4 (Sprain fraktur)
Cedera sprain tingkat 4 ini terjaddi akibat ligamennya terobek dimana tempat lekatnya
pada tulang dengan diikuti lepasnya sebagian tulang tersebut.
Bagi atlet yang baru terjun akan lebih mudah terkena cedera dibandingkan dengan
olahragawan/atlet yang telah berpenglaman.
d. Tingkat latihan
Betapa penting peran latihan-latihan yaitu pemberian awal dasar latihan fisik untuk
menghindari terjadinya cedera, namun sebaiknya latihan yang terlalu keras berlebihan
bisa mengakibatkan cedera karena “overuse”.
e. Teknik
Perlu diciptakan tehnik yang benar. Dalam melakukan tehnik salah maka akan dapat
menyebabkan cedera.
f. Kemampuan awal (Warming up)
Kecendrungan tinggi apabila tidak dilakukan pemanasan, sehingga terhindar dari
cedera yang tidak diinginkan misalnya, terjadi sprain, strain ataupun ruptur tendon
dan lain-lain.
g. Recovery period
Memberi waktu istirahat daripada organ-organ tubuh termasuk sistem
muskuloskeletal setelah dipergunakan untuk bermain, perlu untuk recoveri (pulih
asal), dimana kondisi organ-organ itu menjadi prima lagi, dengan demikian
kemungkinan terjadinya cedera bisa dihindari.
h. Kondisi tubuh yang “fit”
Kondisi yang kurang sehat, sebaiknya tidak dipaksakan untuk berolahraga, karena
kondisi semua jaringan dipengaruhi sehingga mempercepat atau mempermudah
terjadinya cedera.
i. Keseimbangan nutrisi
Baik berupa kalori, cairan, vitamin yang memadahi untuk kebutuhan tubuh yang
sentral.
j. Hal-hal yang umum
Tidur istirahat yang cukup, hindari alkohol, rokok dan lain.
2. Peralatan dan Fasilitas
a. Peralatan : bila kurang atau tidak memadahi, design yang jelek dan kurang baik
memudah terjadinya cedera.
b. Fasilitas : kemungkinan alat-alat proteksi badan, jrnis olahraga yang bersifat body
contack, serta jenis-jenis olahraga yang khusus.
c. Faktor karakter daripada olahraga
7
Masing-masing cabang olahraga mempunyai tujuan tertentu, suatu misal olahraga yang
kompetitif, biasanya mengundang cedera olahraga dan sebagainya, ini semua harus
diketahui sebelumnya.
C. Pencegahan Cedera dan Cara Mengatasinya / Merawatnya.
Mencegah lebih baik daripada mengobati hal ini tetap merupakan kaidah yang harus
dipegang teguh. Banyak cara pencegahan tampaknya biasa-biasa saja tetapi masing-masing
tetaplah memiliki kekhususan yang perlu diperhatikan.
1. Pencegahan lewat keterampilan
Andil besar keterampilan dalam pencegahan cedera telah terbukti, karena penyiapan atlet,
dan resikonya harus dipikirkan lebih awal, untuk itu para atlet sangat perlu ditumbuhkan
kemampuan untuk bersikap wajar/relaks. Dalam meningkatkan atlet tidak cukup
keterampilan tentang kemampuan fisik saja namun termasuk kemampuan daya pikir,
membaca situasi, mengetahui bahaya yang bisa terjadi dan mengurangi resiko
Pelatih juga harus mampu mengenali tanda-tanda kelelahan pada atletnya, serta harus
dapat mengurangi dosis latihan sebelum cedera timbul.
a. Mengurangnya antusiasme atau kurang tanggap.
b. Kulit dan otot terasa mengembang.
c. Kehilangan selera makan.
d. Gangguan tidur, sampai bangun masih terasa lelah.
e. Meningkatnya frekuensi jantung saat istirahat.
f. Penurunan berat badan.
g. Melambatnya pemulihan.
h. Cenderung menghindari latihan/pertandingan.
2. Pencegahan lewat fitness
Fitness secara terus menerus mampu mencegah cedera para atlet baik cedera otot, sendi
dan tendon, serta mampu bertahan untuk pertandingan lebih lama tanpa kelelahan.
a. Strength
Otot lebih kuat bila dilatih, beban waktu latihan harus cukup sesuai nomor yang
diinginkan, untuk latihan sifatnya individual, otot yang dilatih benar tidak mudah
cedera.
b. Daya tahan
Ini meliputi endurance otot, paru danjantung, daya tahan yang baik berarti tidak cepat
lelah, karena kelelahanmengundang cedera.
c. Pencegahan lewat makanan
Nutrisi yang baik akan mempunyai andil mencegah cedera karena memperbaiki
proses pemulihan kesegaran diantara latihan-latihan.
Makanan harus memenuhi tuntutan gizi yang dibutuhkan atlet sehubungan dengan
latihannya.
Atlet harus makan makanan yang mudah dicerna yang berenergi tinggi, kira-kira 2,5
jam menjelang latihan/pertandingan.
d. Pencegahan lewat Warm-up
Ada 3 alasan kenapa warm-up harus dilakukan :
Untuk melenturkan (stretching) otot tendon, dan ligament utama yang akan dipakai.
Untuk menaikkan suhu badan terutama bagian dalam seperti otot dan sendi.
Untuk menyiapkan atlet secara fisik dan mental menghadapi tugasnya.
e. Pencegahan lewat lingkungan
8
Banyak terjadi bahwa cedera karena lingkungan, seorang atlet jatuh karena
tersandung sesuatu (tas, peralatan yang tidak ditaruh secara baik) dan cedera.
Haruslah memperhatikan peralatan dan barang ditaruh secara benar dan baik agar
tidak membahayakan.
f. Peralatan
Peralatan yang standard punya peranan penting dalam mencegah cedera. Kerusakan
alat sering menjadi penyebab cedera pula contoh sederhana sepatu. Sepatu adalah
salah satu bagian peralatan dalama berolahraga yang mendapat banyak perhatian para
ahli. Masing-masing cabang olahraga ummumnya mempunyai model sepatu dengan
cirinya sendiri. Yang paling banyak dibicarakan adalah sepatu olahraga lari. Hal ini
dihubungkan dengan dominannya olahraga lari, baik yang berdiri sendiri maupun
sebagai bagian dari olahraga lain.
Sepatu yang baik sangat membantu kenyamanan berolahraga dan dapat memperkecil
resiko cedera olahraga.
Sepatu lari yang baik mempunyai ciri-ciri konstruksi sebagai berikut :
1. Sol relatif tebal dan kuat,tetapi cukup elastik sehingga mampu meredam benturan.
Biasanya mempunyai permukaan yang tidak rata (bergelombang atau berkembang-
kembang).
2. Tumit harus sedikit lebih tinggi dari bagian depan ½ inci (1,3 cm).
3. Bagian belakang “counter” ditinggikan sedikit sebagai “achilles pad”dengan tujuan
mencegah cedera tendon achilles (bersama dengan poin 2).
4. Terdapat “arch support” yang baik.
5. Harus cukup fleksibel, dapat dibengkokkan ddengan mudah.
6. “Heel counter” harus kuat dan kaku.
7. Berat sepatu sekitar 238-340 gram.
Sepatu yang pas, jika jarak antara ujung jari kaki dengan bagian depan sepatu
selebar satu jari tangan (1,5 cm). bagian yang lebar dari kaki pas dengan bagian
lebar dari sepatu, serta tumit “terpegang” dengan pas pada “counter” (bagian
belakang) sepatu. Pengepasan sepatu harus dengan memakai kaos kaki ( harus
cukup empuk dan tebal) yang biasa digunakan..
g. Medan
Medan dalam menggunakan latihan/petandingan mungkin alam, mungkin
buatan/sintetik, keduanya menimbulkan masalah. Alam dapat selalu berubah-ubah
karena iklim, sedang sinteik yang telah banyak dipakai juga dapat rusak, yang
terpenting atlet mampu menghalau dan mengantisipasi hal-hal penyebab cedera.
h. Pencegahan lewat pakaian
Pakaian sangat tergantung selera tetapi haruslah dipilih dengan benar, kaos,celana, kaos
kaki, ini sama juga perlu mendapat perhatian, misalnya celana kalau terlalu ketat dan
tidak elastis maka dalam melakukan gerakan juga tidak bebas. Khususnya atletik,
sehingga menyebabkan lecet-lecet pada daerah selakangan, bahkan akan mempengaruhi
penampilan atlet.
i. Pencegahan lewat pertolongan
Setiap cedera memberi kemungkinan untuk cedera lagi yang sama atau yang lebiih
berat lagi, masalahnya ada kelemahan otot yang berakibat kurang stabil atau kelainan
anatomi, ketidak stabilan tersebut penyebab cedera berikutnya, dengan demikian dalam
9
menangani atau pemberian pertolongan harus kondisi benar dan rehabilitasi yang tepat
pula.
j. Implikasi terhadap pelatih
sikap tanggung jawab dan sportifitas pelatih, official, tenaga kesehatan dan atletnya
sendiri secara bersama-sama. Yakinkan bahwa atlet memang siap untuk tampil, bila
tidak janganlah mencoba-coba untuk ditampilkan dari pada mengundang permasalahan.
Sebagai pelatih juga perlu memikirkan masa depan atlet merupakan faktor yang lebih
penting.
apakah ada keadaan yang mengancam kelangsungan hidupnya. Bila ada tindakan
pertama harus berupa penyelamatan jiwa. Setelah diketahui tidak ada hal yang
membahayakan jiwanya atau hal tersebut telah teratasi maka dilanjutkan upaya yang
terkenal RICE, yaitu :
R – Rest :
Di istirahatkan, adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial penting untuk
mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut. Dalam hal ini bagian yang cidera tidak boleh
dipakai atau digerakan, rest ini tujuan sama dengan fungsiolesi, supaya perdarahan lekas
berhenti dan mengurangi pembengkakan
I – Ice :
Terapi dingin, gunanya mengurangi perdarahan dan meredakan rasa nyeri.
Tujuan : Untuk menghentikan perdarahan penyempitan atau vasokontraksi sehingga
memperlambat aliran darah, Supaya perdaran darah lekas berhenti dan mengurangi
pembengkakan, dan Mengurangi sakit.
C – Comperation :
penekanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi pembekakan jaringan dan
perdarahan lebih lanjut dan untuk mengurangi pergerakan
E – Elevation : mengangkat bagian cidera lebih tinggi dari letak jantung
Supaya pendarahan berhenti dan pembengkakan dapat segera berkurang, karena aliran
darah ke arteri menjadi lambat (melawan gaya gravitasi bumi) sehingga perdarahan
mudah berhenti, sedangkan aliran vena menjadi lancar sehingga pembengkakan
berkurang dan peninggian daerah cedera gunanya mencegah stasis, mengurangi edema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
Jadi kesimpulan setelah cidera 24 jam sampai dengan 36 jam, Setelah dijelaskan metode
rice tahapan pertama sekarang kita sampai pada tahapan kedua pengobatan yaitu
pemberian kompres panas disebut juga dengan head treadment tujuannya adalah
menceraiberaikan traumatic effusion (cairan plasma darah yang keluar dan masuk di
sekitar tempat yang cidera
b. Penanganan rehabilitasi pada cedera olahraga lanjut
Pada masa ini rehabilitasi tergantung pada problem yang ada antara lain berupa :
1. Pemberian modalitas terapi fisik Terapi dingin Cara pemberian terapi dingin :
a. Kompress Dingin :
Tekhnik potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu
kompreskan pada bagian yang cedera.
Lamanya : 20 – 30 menit dengan interval kira-kira 10 menit.
b. Massage es :
Tekhniknya dengan menggosokkan es yang telah dibungkus dengan lama 5 – 7
menit, dapat diulang dengan tenggang waktu 10 menit.
c. Pencelupan/ peredaman :
Teknik yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang
dicampur es lamanya 10 – 20 menit.
d. Semprot dingin :
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane kebagian tubuh
yang cedera.
2. Terapi panas
Pada umumnya tolerasi yang baik terhadap terapi panas adalah bila diberikan pad fase
subakut dan kronis dari suatu cedera, namun tetapi panas dapat pula diberikan pada
11
keadaan akut. Panas yang kita berikan ketubuh akan masuk atau berpenetrasi
kedalamnya. Kedalam penetras ini tergantung pada jenis terapi panas yang diberikan
seperti yang terlihat pada tabel 4.1, di bawah ini.
Tabel 4.1 : pembagian terapi panas menurut kedalaman penetrasinya.
Secara ringkas efek pemberian panas secara local dapat dilihat pada tabel 4.2
di bawah ini:
Tabel 4.2 : Respon fisiologis terhadap panas.
Pada bagian kasus pemberian terapi air akan banyak menolong. Terapi air dipilih
karena adanya efek daya apung dan efek pembersih jenis terapi ini dapat kita berikan
dengan memakai bak atau kolam air. Tekhnik lain terapi air adalah “contrast bath”
yaitu dengan menggunakan dua buah bejana. Satu buah diisi air hangat suhu 40.5 0 –
43.30 C dan satunya lagi diisi air dingin dengan suhu 10 0 - 150 C anggota gerak yang
cedera bergantian dengan waktu sebagai berikut :
H D H D H D H D
Waktu 8.10 2 34 1 34 1 34 1 dst
(menit)
Keterangan :
H : hangat
12
D : dingin
Lama waktu keseluruhan 25 – 35
4. Perangsangan Listrik
Peangsangan listrik mempunyai efek pada otot yang normal maupun otot yang
denervasi. Efek rangsangan listrik pada otot normal antara lain relaksasi otot
spasme, re-edukasi otot, mengurangi spastisitas dan mencegah terjadinya
trombolebitis. Sedang pada otot denervasi efeknya meliputi menunda progerese
atropi otot, memperbaiki sirkulasi darah dan nutrisi.
5. Massage
Dengan memberikan masase yang lembut dan ringan kurang lebih satu minggu
setein akan lah trauma mungkin akan dapat mengatasi rasa nyeri tersebut. Dengan
syarat diberikan dengan betul dengan dasar ilmiah akan efektif untuk mengurangi
bengkak dan kekakuan otot.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera akibat berolahraga paling kerap terjadi pada atlet, tak terkecuali atlet senior. Biasanya itu
terjadi akibat kelelahan berlebihan karena panjangnya waktu permainan (misalnya ada babak
tambahan) atau terlalu banyaknya partai pertandingan yang harus diikuti. Cara yang lebih efektif
dalam mengatasi cedera adalah dengan memahami beberapa jenis cedera dan mengenali bagaimana
tubuh kita memberikan respon terhadap cedera tersebut. Juga, akan dapat untuk memahami tubuh
kita, sehingga dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera,
bagaimana mendeteksi suatu cedera agar tidak terjadi parah, bagaimana mengobatinya dan kapan
meminta pengobatan secara profesional (memeriksakan diri ke dokter).
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Hardianto Wibowo. (1994/1995). Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga. Jakarta: Buku
Kedokteran.
Pengobatan dan Olahraga Bunga Rampai. Semarang: Dahara Prize. Giam, C.K. dan Teh, K.C.
(1992).
Paul M. Taylor, dkk. 1997. Conguering Athletic Injuries. Diterjemahkan Jamal
Ronald. P. Feiffer. (2009). Sports First Aids (Pertolongan Pertama dan Pencegahan Cedera
Olahraga). Jakarta: Erlangga.
Ilmu Kedokteran Olahraga (Hartono Satmoko,Terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara.
Alman, JR. FL, 1984. Rhabilitation Following Athletic Injuries. In : O’Donoghue, DH, (ed):
Andun Sudijandoko, 1995, Pola Rehabilitasi Atlet Yang Cedera, IKOR. UNAIR, Surabaya.
Bayu Santoso, 1994. Cedera olahraga Konggres Nasional III. Perdosri, Surabaya.
Djoko Roshadi, 1995. Aspek Orthopaedi Pada Usia Lanjut. Bedah Orthopaedi, Unair.Surabaya
Entjang Indah, 1991. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Fatchur Racham, 1992. Modalitas Terapi Fisik Pada Penatalaksanaan Nyeri, Unit Rehabilitasi
Hairy junusul, 1999. Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan. Depdikbud Dir Digutentis, Jakarta.
Krismanto, 1994. Cedera Olahraga Dan Pertolongan Pertama, Symposium Cedera Olahraga,
Pedosri, Surabaya.
Sukrna I.P. 1994. Penyebab Cedera Olahraga. Lab. UPF Ilmu Bedah FK. Unair Surabaya.
Thamrinsyam, 1994. Pandangan Umum Cedera Olahraga, Simposium Sport Medicine, Surabaya.