Anda di halaman 1dari 12

Tinjauan Teori Laporan Masalah Kesehatan

A.

Cedera pada olahraga keras PORSENIJAR Provinsi Bali 2015


1. Pengertian Seni Bela Diri
Seni bela diri merupakan suatu teknik bertarung yang menyerang dan
bertahan yang mencakup memukul, menendang, menangkis, membanting dan
keterampilan agresif lainnya. Banyak orang menganggap bahwa seni bela diri
biasanya dekat dengan kekerasan dan kebrutalan. Seni bela diri dianggap sebagai
ekspresi dari keberanian, kewiraan, dan pengorbanan diri. Filsafat beladiri
sebenarnya menekankan bahwa orang sebaiknya lebih menghormati kedamian
dan harmoni. Seni bela diri filsafat menekankan pada esensi manajemen diri,
menghormati orang lain, dan perspektif optimis untuk mencoba yang terbaik
dalam hidup.
Seni bela diri adalah bagian dari kebiasan dari para ahli beladiri dari
Jepang yang menawarkan penekanan pada penguatan, tubuh jiwa dan pikiran.
Ajaran-ajarannya menegaskan bahwa seorang seniman bela diri sejati harus
mengembangkan tubuh, mental, dan emosional menjadi cukup kuat untuk
menghindari pertempuran. Hal ini dapat ditemui pada berbagai bentuk seni bela
diri termasuk Jujitsu, Karate, Kung-Fu, Muay Thai, Tae Kwon Do, dan Judo.
Seni bela diri mencakup latihan dengan vitalitas tinggi yang dapat
meningkatkan energi, kecepatan, fleksibilitas, dan kesehatan jantung. Namun
demikian, identik dengan kegiatan olahraga lain atau kegiatan fisik, terdapat
kecelakaan yang dapat ditemui dalam pelatihan seni bela diri ataupun dalam
kompetisi. Cukup mengejutkan bahwa resiko cedera dari seni bela diri lebih
sedikit dibandingkan dengan olahraga kontak lainnya seperti rugby, sepak bola
Amerika, bola basket dan hoki. Kebanyakan kecelakaan yang berkaitan dengan
seni bela diri adalah sakit tungkai lengan, atau kaki serta nyeri punggung bawah
yang biasanya merupakan cedera yang wajar.

2. Pengertian Cedera
Pandangan tentang cedera olahraga didefinisikan oleh Suharto (2000:175)
sebagai berikut: Cedera adalah hasil suatu tenaga berlebihan yang dilimpahkan

pada tubuh dan tubuh tidak dapat menahan atau menyesuaikan dirinya. Latihan
olahraga apapun tidak terlepas dari kemungkinan mendapatkan cedera.
3. Klasifikasi Cedera
Cedera dapat dibedakan berdasarkan berat ringannya dan berdasarkan
waktu terjadinya. Suharto (2000:175) membagi hal tersebut, yang terdiri atas:
a. Berdasarkan berat ringannya, cidera dapat dibagi atas:
1) Cedera ringan
Biasanya tidak ada kerusakan yang berarti pada jaringan tubuh,misalnya
hanya nyeri di otot atau kram otot. Cedera ini tidak perlu penanganan
khusus, biasanya dapat sembuh sendiri setelah istirahat.
2) Cedera berat
Terjadinya cedera serius pada jaringan tubuh sehingga perlu penanganan
khusus, misalnya robeknya otot, tendo, ligamen atau patah tulang.
b. Berdasarkan waktu terjadinya, cedera dapat dibagi atas:
1) Cedera akut
Cedera akut adalah cedera yang baru saja terjadi yang diikuti tanda-tanda
lokal, seperti nyeri, panas, bengkak dan terganggunya fungsi tubuh
yangcedera tersebut.
2) Cedera kronik
Yaitu cedera yang dapat dimulai oleh suatu episode akut yang jika tidak
ditangani dengan benar akan tetap menimbulkan keluhan berulang.
Sedangkan Hartono Satmoko (1993:137) diungkapkan bahwa untuk cedera
olahraga dapat diklasifikasikan atas: (1) Cedera ringan atau tingkat pertama, (2)
Cedera sedang atau tingkat kedua, dan (3) Cedera berat atau tingkat ketiga.
Untuk lebih jelasnya ketiga cedera yang diklasifikasikan akan diuraikan
sebagai berikut :
a. Cedera ringan atau tingkat pertama
Cedera yang sangat ringan, dengan robekan yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop dengan keluhan minimal dan hanya sedikit saja atau tidak
mengganggu performance atlet yang bersangkutan,misalnya lecet, memar atau
sprain yang ringan.
b. Cedera sedang atau tingkat kedua
Cedera dengan kerusakan jaringan yang nyata,nyeri, bengkak, merah atau
panas, dengan gangguan fungsi yang nyata dan berpengaruh pada performance
dari atlet yang bersangkutan, misalnya lebam, otot robek atau strain otot,
ligamen robek atau sprain.

c. Cedera berat atau tingkat ketiga


Cedera dimana terjadi robekan lengkap atau hampir lengkap dari otot, ligamen
atau fraktur dari tulang, yang memerlukan istirahat total pengobatan intensif
dan bahkan mungkin operasi.
4. Faktor Penyebab Cedera pada Atlet
Cedera dapat disebabkan oleh dua jenis faktor. Yang pertama adalah faktor
intrinsik dan yang kedua faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang
unsur-unsurnya sduah ada dalam diri atlet tersebut. Hal ini meliputi kelemahan
jaringan, infleksibilitas, atau kelebihan beban; kesalahan biomekanik; kurangnya
pengkondisian. Juga meliputi ukuran tubuh keseluruhan, kemampuan kinerja, dan
gaya bermain. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi perlengkapan yang salah,
kekuatan-kekuatan yang dikendalikan dri luar seperti atlet-atlet lain atau
permukaan bermain, dan pelatihan atau kurang latihan.
Suharto (2000:176) juga mengemukakan tentang faktor terjadinya cedera
olahraga, sebagai berikut:
a. Cedera akibat pengaruh dari luar (eksogen) misalnya:
1) Tabrakan yang keras pada sepakbola, pukulan pada karate
2) Benturan oleh alat-alat olahraga yang dipakai,misalnya raket, bola
3) Pengaruh lingkungan, misalnya lapangan yang tidak rata atau becek
4) Cara latihan yang salah,misalnya tidak melakukan pemanasan
b. Cedera akibat pengaruh dari dalam (endogen) misalnya;
1) Postur tubuh yang kurang baik, mislanya panjang tungkai tidak sama,
skoliosis, lengkung kaki datar dan sebagainya.
2) Gerakan-gerakan latihan yang salah, misalnya cara memukul
3) Kelemahan otot atau kekuatan otot yangantagonis tidak seimbang
4) Keadaan fisik danmental yang tidak fit
5. Tanda-tanda Cedera
Pada saat cedera tubuh meresponnya dengan tanda-tanda peradangan dari
dalam tubuh seperti rubor (kemerahan), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor
(nyeri) serta functiolesa (penurunan fungsi). Respon tersebut bertujuan untuk
memulihkan jaringan yang cedera.
Pembuluh darah di tempat yang mengalami cedera akan akan melebar
(vasodilatasi) dengan maksud untuk mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen
upaya mempercepat penyembuhan. Adanya pelebaran pembuluh darah ini
menyebabkan tempat yang cedera menjadi lebih terlihat kemerahan (rubor), dan
darah yang banyak ini akan merembes dari kapiler menuju ruang antar sel
sehingga akan terlihat bengkak (tumor).

Karena banyaknya nutrisi dan oksigen sehingga metabolisme meningkat


dengan sisa metabolisme berupa panas (kalor). Tumpukan sisa metabolisme dan
zat kimia lainnya ini akan merangsang syaraf perasa nyeri di tempat cedera
sehingga timbul nyeri (dolor). Semuanya akan mengakibatkan penurunan fungsi
sendi (functiolesa).
6. Cedera pada Olahraga Keras
Semua olahraga memiliki cedera, dimana pada saat cedera, kualitas dan
performa atlet akan menurun. Ada dua jenis cedera dalam olahraga : cedera
langsung (traumatic injury) maupun tidak langsung (overuse injury).
Traumatic injury dapat dilihat dengan jelas penyebabnya. Misalnya jatuh,
salah gerak, tertabrak dan lain-lain sehingga menyebabkan robekan/ putusnya
jaringan lunak (soft tissue) seperti ligament, otot, tendon, hingga terjadinya
fraktur (patah tulang). Pada kondisi seperti ini, diperlukan penanganan medis
profesional seperti dokter atau fisioterapis.
Overuse injury yaitu cedera yang diakibatkan karena tekanan berulangulang biasanya diakibatkan karena pamakaian berlebih. Cedera ini berhubungan
dengan beratnya beban latihan, istirahat yang kurang, perawatan cedera
sebelumnya yang kurang tepat, serta persiapan dalam pertandingan (seperti
warming up, stretching dan cooling down setelah pertandingan) yang kurang
maksimal dan efektif.
Cedera yang paling umum terjadi antara lain :
a.
Terkilir. Keseleo sering terjadi di pergelangan kaki, siku, dan daerah sendi
lainnya. Banyak orang keseleo pada pergelangan kaki karena distribusi berat
b.

badan yang tidak benar pada saat menendang atau bergerak.


Bengkak. Kerusakan pada otot atau tendon. Beberapa massa otot bisa
merobek berhenti dari cepat yang terjadi saat kontak kuat dibuat dengan lawan

c.

atao objek.
Lutut terasa nyeri. Cedera yang disebabkann oleh sikap lutut tertekuk khas
seni bela diri (kuda-kuda) atau sering menggunakan tendangan yang cukup

kuat dan dapat melukai sendi jika tidak dilakukan dengan benar.
d.
Cedera kepala. Cedera kepala dapat terjadi selama pelatihan karena akibat
e.

dari tendangan atau pukulan di daerah kepala.


Dislokasi dan patah tulang. Yang sering terjadi adalah pada bagian jari,
tangan, persendian bahu dan kaki.

Selain itu, jenis problema-problema medis karena olahraga, sebagaimana


yang dikemukakan oleh G La Cava Cs (1996:137) membagi hal tersebut dengan
urutan tidak menurut frekuensi dan berat ringannya jenis problema tersebut,
sebagai berikut:
a. Lecet, lepuh dan luka
b. Memar danlebam
c. Kram dan stain otot
d. Sprain sendi, dislokasi dan fraktur
e. Kelainan pada kepala, leher, tulang belakang dan pinggang
f. Kelainan pada dada dan perut
g. Cedera anggota badan atas
h. Cedera anggota badan bawah
i. Pingsan dan serangan tiba-tiba
j. Stres oleh karena senagatan panas
k. Infenksi, diare dan gangguan menstruasi
7. Pencegahan cedera
Dalam setiap cabang kedokteran, pencegahan selalu jauh lebih baik
daripada pengobatan, dan demikian juga dalam kedokteran olahraga. Hal penting
lagi karena atlet yang berkompetisi seringkali harus berlatih dan berlomba dengan
performance yang maksimum. Problema-problema medis ringan yang
mengurangi performance fisik seorang sebesar 5%, seringkali tidak terperhatikan
oleh yang bukan atlet. Tetapi bagi seorang atlet yang mengikuti kompetisi
perbedaan 5% ini seringkali berarti perbedaan antara menang dan kalah. Pada
pencegahan cedera olahraga perlu diperhatikan faktor-faktor, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hartono Satmoko (1993:140) sebagai berikut:
a. Fasilitas dan sarana pelindung
Fasilitas diusahakan dalam suatu keadaan sekitar yang aman dengan
memperhatikan keadaan yang ada seperti;
1) Singkirkan batu, pecahan kaca, debu di lintasan atau tempat yang akan
dipergunakan. Hal ini akan mengurangi jadinya luka lecet atau iris
2) Ratakan permukaan dan tutuplah lubang-lubang yang ada untuk mencegah
kecelakaan, jatuh, dan sprain dari pergelangan kaki
3) Menyediakan ruang lebih yang cukup setelah garis finish atai sekitar
lapangan pertandingan, misalnya dengan menyingkirkan penghalangpenghalang, penonton dankursi-kursi.
Sedangkan untuk sarana pelindung perlu dipergunakan, seperti;
1) Pelindung kepala, misalnya untuk tinju, bersepeda.
2) Pelindung mata, misalnya kacamata dengan lensa plastik atau gelas yang
tidak dapat hancur-pecah untuk squash, berenang.

3) Pelindung bahu, siku, tubuh, kunci paha, paha, lutut dan garas, misalnya
untuk hoki, sepak bola dan bola voli.
4) Sepatu.
5) Pelindung kelamin.
b. Kebugaran fisik dan psikologis
Kebugaran fisik dan psikologis, para atlet yang kurang bugar bila
berusaha untuk menyangi lawan-lawan yangf lebih bugar, lebih besar
kemungkinan untuk mendapat cedera karena kontak atau stres yang berlebihan
(misalnya strain dan sprain) dan problema-problema medis lain (misalnya
kelelahan dan sengatan panas).
c. Latihan-latoihan yangprogresif dan perilaku olahraga
Latihan-latihan yang progresif, perlu ditekankan prinsip-prinsip
pemberian beban lebih yang bertahap dan prinsip spesifisitas dari latihan.
d. Latihan-latihan pemanasan, pendingian dan peregangan
8. Cara Menangani Cedera
Penanganan yang tidak tepat akan memperburuk cedera dan
memperlambat proses penyembuhan. Dari segi medis, penanganan cedera
olahraga untuk soft tissue secara umum memiliki prinsip RICER (Rest, Ice,
Compression, Elevation, dan Reverral) dan menghindari HARM (Heat, Alcohol,
Running, Massage).
a. Lakukan RICER
1) Rest, istirahatkan bagian tubuh yang mengalami cedera agar cedera tidak
semakin parah. Jika merasakan nyeri pada saat bergerak itu berarti tubuh
mengirimkan sinyal untuk mengurangi gerkan di bagian tubuh yang cedera.
Kurangi pembebanan tubuh di bagian yang cedera misalkan dengan
menggunakan kruk. Istirahatkan sendiri minimal 48-72 jam. Untuk kondisi
cedera ringan pada saat bertanding dan dapat melanjutkan permainan, harus
dicek terlebih dahulu oleh tim medis dokter atau fisioterapis dan diberikan
support seperti tapping/kinesiotape/decker.
2) Ice, kompres dengan menggunakan es/dingin sesegera mungkin, kompres
bias menggunakan es batu ditumbuk dimasukkan ke dalam plastik kemudian
dibebat maupun menggunakan ice bag, atau kompres dengan handuk yang
sudah direndam air dingin. Tujuannya adalah mengurangi nyeri dan
bengkak pada fase inflamasi, supaya pembuluh darah yang melebar menjadi
lebih menutup. Apilkasikan es dengan durasi 10-15 menit saja. Bila lebih
dari 20-30 menit justru akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Ulangi

kompres setelah 30 menit. Pada 24-72 jam bisa sehari melakukan 6-7 kali
kompres es.
3) Compression, gunakan bebat menggunakan perban elastis, atau adhesive
elastic bandage, kinesiotaping dan taping untuk mengurangi bengkak dan
pendarahan. Dibebat jangan terlalu kencang. Lepas bebat pada saat akan
tidur kecuali kinesiotaping dapat digunakan hingga dua hari.
4) Elevation, angkat bagian yang cedera lebih tinggi dari jantung. Misalnya
ketika terkena sprain ankle maka ganjal ankle pada saat duduk/ tidur dengan
menggunakan bantal supaya mengurangi pembengkakan.
5) Reverral, segera rujuk ke dokter/fisioterapis apabila mencurigai cedera
termasuk parah dan mengganggu aktivitas. Cedera akan mendapatkan
pemeriksaan dan diagnosa, treatment dan program fisioterapi.
b. Jauhi HARM
1) Heat, menggunakan panas saat penanganan pertama cedera akan
meningkatkan pembengkakan karena panas akan membuat pembuluh darah
semakin melebar, seperti pemberian balsam, jahe, minyak kocok, saina,
berendam di bathtub dan shower panas.
2) Alcohol, meminum alkohol atau merendam bagian yang cedera dengan
alkoholakan meningkatkan pembengkakan serta memperlambat
penyembuhan.
3) Running, berlatih dalam 48-72 jam saat cedera akan memperburuk kondisi.
Seseorang dinyatakan aman bermain kembali setelah dilakukan
pemeriksaan dan diagnosa dari dokter/ fisioterapis.
4) Massage (pijatan) pada saat cedera akan meninggalkan aliran darah
sehingga akan membuat semakin bengkak, dan dapat terjadi kerusakan
pada jaringan yang cedera. Misalnya ligamennya terluka lalu diberikan
massage maka luka sobeknya akan semakin melebar dan pada saat kembali
ke lapangan akan menjadi kendor dan terganggu stabilitasnya sehingga
memudahkan terjadinya cedera ulang.
Contoh-contoh cedera olahraga :
a. Robekan Otot (strain) dan Robekan Ligamen (sprain)
Tanda-tanda :
1) Rasa nyeri yang umum
2) Bengkak dan memar
Strain diklsaifikasikan berdasarkan berat ringannya
1) Derajat I : regangan serabut tendon dan otot, dengan minimal

2) Derajat II : regangan serabut tendon dengan robekan sebagian, bersamaan


dengan nyeri dan bengkak.
3) Derajat III : robekan serabut otot yang luas dengan nyeri, bengkak dan
kemungkinan ada yang putus.
Pada prinsipnya pertolongan pertama :
1) RICE
2) Balut tekan (pressure bandage)
3) Bantu dengan tongkat atau kruk
4) Mulai aktivitas dengan hati-hati secara bertahap
Cara Pencegahan :
1) Berikan latihan stretching, latihan ini meningkatkan kelenturan
2) Tidak melakukan latihan terlalu banyak/ cepat
b. CRAMPS
Tanda :
1) Nyeri otot yang sangat dan spasme
2) Keringat yang berlebihan
3) Tidak bereaksi terhadap massage atau stretching
Pertolongan :
1) Angkat korban ke daerah yang lebih dingin
2) Kemudian kram dihilangkan dengan massage
c. Patah Tulang
Tanda :
1) Adanya ruda paksa
2) Nyeri setempat dan makin bertambah bila digerakkan
3) Hilangnya fungsi
4) Terdapat perubahan bentuk
5) Nyeri tekanan/ ketok
6) Gerakan-gerakan abnormal
Pertolongan :
1) Atasi shock dan pendarahan, dijaga lapangnya jalan nafas.
2) Pasangkan bidai (spalk) atau dibebankan ke anggota badan penderita yang
sehat
3) Bila adanya dugaan patah tulang, dibaringkan pada alas yang keras
4) Massage / diurut sama sekali dilarang
5) Bawalah ke rumah sakit yang terdekat untuk perawatan lebih lanjut
d. Keseleo (strain pergelangan kaki)
Adalah Ligament yang putus (partial/ total) atau kadang-kadang dislokasi.
Tanda :
1) Sakit pada sendi
2) Rasa putus
3) Fungsi menurun

4) Bengkak
5) Hematoma
Penyebab :
Trauma/ gerakan yang keras pada pergelangan kaki sehingga kaki terpuntir
melebihi ROM.

Pengobatan :
1) RICE
2) Boleh pakai bidai, tongkat, jalan dengan menunpu berat badan
3) Gips, boleh jalan setelah 21 hari
4) Kompres es 3-4 kali sehari
5) Elevasi

B.

Masalah Kesehatan pada acara East Asia Summit (EAS) 2015


1. East Asia Summit (EAS) 2015
Indonesia dan 58 negara atau organisasi internasional bertukar pengalaman
dalam menanggulangi bencana. Hal ini dilakukan di Bali bersama 58 perwakilan
dunia internasional, termasuk Australia.
Tukar pengalaman itu dilakukan dalam acara Indonesia-Australia 2015
East Asia Summit (EAS) Rapid Disaster Response Workshop and Indonesia-New
Zealand 2015 EAS Disaster Recovery Workshop. Acara ini digelar di Kuta, Bali,
Rabu (10/6/2015).
"Tujuan dari recovery workshop adalah memfasilitasi pertukaran informasi
dan pengalaman dan keahlian di bidang recovery, meningkatkan pemahaman
pentingnya kerjasama dan pelibatan masyarakat dan semua sektor yang terkait
recovery dan rehabilitasi serta memberikan dukungan untuk ASEAN Disaster
Recovery Toolbox.
Peserta yang hadir dalam Workshop ini adalah 58 internasional dan 40
nasional/daerah. Peserta internasional merupakan perwakilan dari 17 negara EAS,
Timor Leste dan beberapa organisasi internasional dari IFRC, UNOCHA, WHO
dan INSARAG.
Sedangkan dari Indonesia melibatkan perwakilan dari BNPB, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, BMKG, Kementerian Pertahanan,
Kementerian PU PERA, Pusdokkes Mabes POLRI, PMI Bali, Dinas Pertanian
Provinsi Bali dan Basarda Provinsi Bali. Kegiatan Workshop Indonesia-Australia
2015 EAS Rapid Disaster Respons ini dilaksanakan 2 hari dibagi kedalam 7 sesi
dan pada hari ketiga, akan diselenggarakan Indonesia-New Zealand 2015 EAS
Disaster Recovery Workshop pada tanggal 12 Juni 2015 dengan tema
'Implementing a People Centred Recovery'.
"Yang akan mendiskusikan pengalaman penanganan rehabilitasi
Christchurch Selandia Baru, pengalaman Indonesia setelah gempa bumi
Yogyakarta 2006 serta Jepang," ujar Sutopo.

Sementara kegiatan Indonesia-Australia EAS Rapid Disaster Response


Workshop merupakan implementasi dari Indonesia-Australia Paper yang berjudul
'A Practical Approach to Enhance Regional Cooperation on Rapid Disaster
Response', yang telah disepakati oleh para pemimpin negara-negara yang hadir
dalam KTT Asia Timur pada bulan November 2011 di Bali, Indonesia dilanjutkan
dengan workshop kedua pada bulan Juni 2014 di Bali.
"Tujuan utama dari penyelenggaraan workshop ketiga ini adalah untuk
meningkatkan kerjasama dalam bidang kesiapan tanggap darurat bencana di
kawasan EAS,".
"Ada beberapa hal yang menjadi fokus dalam workshop ini antara lain
Launching EAS Rapid Disaster Response Toolkit dan diskusi mengenai bagaiman
Toolkit tersebut dapat diaplikasikan," tambahnya.
Selain fokus tersebut, fokus lainnya adalah memperjelas peran dari
National Focal Points negara-negara EAS saat terjadi bencana dan mendapatkan
kesepakatan mengenai hal-hal mendasar yang dapat menjadi acuan bagi para
national focal points dalam berinteraksi Bersama dengan WHO. Workshop ini
juga dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai WHO Guidelines
for Foreign Medical Team serta mendiskusikan hal-hal lain yang terkait dengan
isu-isu kesehatan di tingkat global serta meningkatkan pemahaman megenai WHO
Guidelines bagi Foreign Medical Team serta memperjelas peran dari National
Focal Points Negara-negara EAS saat terjadi bencana.
2. Masalah Kesehatan yang Sering Muncul
Dengan padatnya acara yang di lewati oleh para peserta workshop
tersebut, dikhawatirkan akan timbul gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
daya tahan fisik yang menurun, ataupun makanan yang berbeda dari kebiasaan.
Keluhan yang mungkin muncul antara lain, pusing, diare, flu, lemas, dan beberapa
keluhan mendasar lainnya. Mengingat pentingnya acara ini, sehingga disediakan
tim medis yang akan mencegah dan menangani hal tersebut.

Daftar Pustaka

Depdiknas. 2000. Pedoman dan Modul Pelatihan Kesehatan Olahraga Bagi


Pelatih Olahragawan Pelajar. Jakarta: Depdiknas Pusat Pengembangan
Kualitas Jasmani.
Khomiarko. 2013. Cedera pada Olahraga Bela Diri. Available on :
(http://serbabeladiri.blogspot.com/2013/03/cedera-pada-olahragabeladiri.html). Diakses pada tanggal 9 Juni 2015.
Saut, David. 2015. International Bali Indonesia Tukar Pengalaman Bencana
dengan Dunia International di Bali. Available on :
(http://www.prilly.web.id/berita/read/news/read/2015/06/10/121025/29382
84/10/indonesia-tukar-pengalaman-bencana-dengan-dunia-internationaldi-bali). Diakses pada tanggal 11 Juni 2015.
Sumosadjuno, Sadoso. 1995. Sehat & Bugar, Petunjuk Praktis Berolahraga yang
Benar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Suyudi, Imam. 2012. Pola Cedera Olahraga dalam Olahraga. Bela Diri.
Available on : (http://imamsuyudihardi76.blogspot.com/2012/08/polacedera-olahraga-dalam-olahraga.html). Diakses pada tanggal 9 Juni 2015.
Undip, UKM. 2014. Penanganan Cedera pada Olahraga Seni Bela Diri. Available
on : (http://karateinkai.ukm.undip.ac.id/?p=75). Diakses pada tanggal 9
Juni 2015.

Anda mungkin juga menyukai