Anda di halaman 1dari 15

Skor Nilai :

MAKALAH MK
PHYSIOTHERAPY
PRODI S1 PKO-FIK

ANALISIS JURNAL ATAU VIDIO TENTANG CIDERA SPRAIN PADA


ATLIT PENCAK SILAT

Dosen Pengampu : Mahmuddin, S.Pd., M.Pd


Asep Prima S.Or,M.Pd

DISUSUN OLEH :

1. Putri Febrian Dalimunthe

2. Theresya Indriyani Br Sembiring

3. Aldi Prabowo

4. Ahmad Baihaqqi

5. Alfredo Simanjuntak

PRODI S1 PENDIDIKAN KEPRELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, dan
hidayah-Nya, sehingga dengan rahmatnya dan kerja keras maka, Penulisan Makala ini dapat
terselesaikan dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih Bapak Mahmuddin, S.Pd., M.Pd dan Bapak Asep Prima S.Or,. M.Pd. selaku
dosen mata kuliah Physiotherapy Prodi Pendidikan Kepelatihan Olahraga yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Semoga Penulisan Makala ini dapat digunakan dan memberi manfaat bagi kita semua
demi menambah pengetahuan kita. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda dan Dosen pengampu demi perbaikan makalah ini di waktu yang
datang.

Medan,November 2023

1
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Cedera merupakan rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal


diakibatkan karena keadaan patologis (Potter & Perry, 2005). Cedera adalah
kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh manusia tibatiba mengalami penurunan
energi dalam jumlah yang melebihi ambang batas toleransi fisiologis atau akibat dari
kurangnya satu atau lebih elemen penting seperti oksigen (WHO, 2014). Pengertian
cedera olahraga seringkali hanya dibatasi pada kerusakan jaringan yang mendadak
yang terjadi saat olahraga misal seperti strains dan laserasi pada jaringan lunak sistem
muskuloskeletal. Sebenarnya ada yang dikenal dengan sindroma overuse, yaitu
kerusakan jaringan yang terjadi pada atlet olahraga yang terjadi tanpa didahului oleh
insiden spesifik. Manifestasi klinis yang muncul merupakan akibat dari sesi latihan
dengan gerakan atau postur tubuh yang monoton dan berulang-ulang. Pada seorang
atlet yang diberikan sejumlah latihan fisik yang berulangulang dan terus menerus,
akan memerlukan waktu pemulihan dengan jangka waktu tertentu sehingga
tercapailah kondisi yang disebut sebagai overreaching functional atau non-functional
overreaching. Overreaching functional didefinisikan sebagai penurunan kinerja atau
performa atlet dalam jangka pendek sebagai akibat dari stress akibat latihan.

Cedera yang sering terjadi pada atlet adalah sprain yaitu cedera pada sendi
yang mengakibatkan robekan pada ligament. Sprain terjadi karena adanya tekanan
yang berlebihan dan mendadak pada sendi, atau karena penggunaan berlebihan yang
berulang-ulang. Sprain ringan biasanya disertai hematom dengan sebagian serabut
ligament putus, sedangkan pada sprain sedang terjadi efusi cairan yang menyebabkan
bengkak (Setiawan, 2011). Cedera itu sendiri adalah suatu permasalahan bagi setiap
atlet olahraga (Pencak silat), Menurut saya biasanya cedera itu terjadi akibat 2 faktor
sebagai berikut: (a) Disebabkan oleh atlet itu sendiri, karna kurangnya pemanasan
ketika atlet tersebut sedang mencoba/melatih teknik-teknik dalam pencak silat. (b)
Karena kurangnya pecaya diri ketika melakukan teknik-teknik dalam pencak silat
terutama ada saat bertanding, terkadang tidak sedikit atlet yang grogi ketika sedang

2
tanding karna banyaknya penonton dan terhadap lawan yang sedang dihadapi. Sprain
adalah cedera pada ligamentum (jaringan ikat) yang teregang, menimbulkan
haematoma atau effusi rasa nyeri bila digerakkan dan terjadi pembengkakan.
Berdasarkan berat ringannya cedera rnenurut Sadoso (1985 :9) sprain dibagi menjadi
3 tingkatan, yaitu:

 Sprain tingkat I, biasa tidak ada haematorna atau effusi pada waktu digerakkan (tidak
terasa sakit dan stabil).
 Sprain tingkat II, ada beberapa serabut yang robek, rasa nyeri, pernbengkakan, dan
biasanya fungsi persendian tidak dapat dipergunakan.
 Sprain tingkat III, cedera ini ditandai instabilitas dari persendian, salah satu! beberapa
ligamentum robek atau putus Pencegahan dan perawatan sederhana pada sprain yang
diperlukan adalah:
 Pada tingkat I, pemberian hebat tekan 24-28 jam, bila rasa nyeri berkurang beri terapi
kompres kontras dingin dan panas..
 Pada tingkat II, terapi istirahat pada cedera dengan menggunakan tongkat atau cruch
(extremitas bawah) dan mitella atau (extremitas atas) serta pemberian behat tekan
untuk immohilisasi 24-28 jam, bilamana perlu dengan spalk. Bila rasa nyeri
herkurang darat diberi terapi kompres kontras.
 Pada tingkat III, bawa ke rumah sakit tindakan hedah tim dokter karena instabilitas
ini hanya clapat dilihat dengan sinar x.

B. Tujuan
Tujuan tugas ini adalah agar kita dapat memahami cidera” dalam setiap
olahraga maka kami mengambil kajian tentang cidera sprain dalam pencak silat
sehingga kami dapat menyelasaikan tujuan dari tugas ini yaitu kami akan memahami
cidera sprain dalam olahraga pencak silat dan beberapa penanganannya.

C. Manfaat
Manfaat dari mengerjkan makalah ini adalah kita dapat mengetahui jenis”
cidera dan dapat memberikan penanganan pertama atau pertolongan pertama Ketika
ada teman atau atlit yang mengalami cidera saat pertandingan,
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian teori
1. Pengertian Cidera

Menurut Jeffry Tamala Artha (2012) Cedera merupakan terjadinya kerusakan


pada 12 organ dan jaringan tubuh pada bagian kepala, badan, lengan dan tungkai
akibat dari aktivitas yang berlebihan dan tubuh tidak dapat. Menurut Graha &
Priyo (2009 ; 45), Cidera atau trauma adalah kelainan yang terjadi pada tubuh
yang mengakibatkan timbulnya nyeri, panas, merah, bengkak, dan tidak dapat
berfungsi dengan baik pada otot, tendon, ligament, persendian, maupun tulang
akibat aktifitas gerak yang berlebihan atau kecelakaan. Sindrom ini kadang
memberikan respons yang baik dengan pengobatan sendiri (Wijanarko, dkk.
2010: 49). Berdasarkan waktu terjadinya cedera olahraga ada dua jenis yang
sering dialami atlet, yaitu trauma akut dan trauma kronis (yang terjadi karena
overuse syndrome/sindrom pemakaian berlebih) (Graha, 2012: 28). Dari pendapat
di atas maka dapat di simpulkan bahwa cidera adalah kerusakan yang terjadi pada
tubuh yang menimbulkan nyeri, panas, merah, bengkak, pada bagian kepala,
lengan dll yang mengakibatkan gerak yang berlebihan atau kecelakaan.
Pada dasarnya cedera dapat terjadi disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam
(intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik) yang kurang dijaga dan diperhatikan
sehingga dapat menyebabkan terjadinya cedera baik pada otot maupun rangka.
Kushartanti (2007: 3) mengungkapkan mengenai gejala yang timbul akibat cedera
dapat berupa peradangan yang merupakan mekanisme mobilisasi pertahan tubuh
dan reaksi fisiologis dari jaringan rusak akibat tekanan mekanis, kimiawi, panas,
dingin dan invasi bakteri. Diperjelas oleh Graha & Priyonoadi, (2009: 46) tanda-
tanda peradangan pada cedera jaringan tubuh yaitu:
(a) kalor atau panas karena meningkatnya aliran darah ke daerah yang
mengalami cedera,
(b) tumor atau bengkak disebabkan adanya penumpukan cairan pada daerah
sekitar jaringan yang cedera,
(c) rubor atau merah pada bagian cedera karena adanya pendarahan,
4
(d) dolor atau rasa nyeri, karena terjadi penekanan pada syaraf akibat
penekanan baik otot maupun tulang, dan
(e) functiolaesa atau tidak bisa digunakan lagi, karena kerusakannya sudah
cedera berat
a. Macam-macam Cidera
Beberapa gerakan otot yang berulang, seperti senam, lari, tenis, sepak bola,
dapat menjadi faktor penyebab terjadinya cedera kronik/overuse selain itu cedera
juga dapat terjadi secara akut/traumatic seperti memar (contusio), keseleo
(sprain), strain dan patah tulang (fracture) yang diakibatkan karena benturan keras
secara langsung. Adapun, macam-macam cedera yang mungkin dapat terjadi
dibagi menjadi 7 jenis, yaitu:
 Memar
 Cedera pada otot atau tendon dan cedera ligamen

 Dislokasi

 Patah tulang

 Melepuh

 Kram otot

 Pendarahan pada kulit


Dikutip dari modul PJJ Penjasorkes Kelas IX (2020) yang membagi cedera pada
otot menjadi 2, yakni:
1. Strain
Strain adalah cedera yang terjadi pada otot dan tendon. Strain biasanya
disebabkan oleh adanya regangan yang berlebihan.
Gejala yang terjadi pada strain ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
 Nyeri yang terlokalisasi

 Kekakuan

 Bengkak

 Hematom di sekitar daerah cedera.


Strain dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
 Tingkat I, yakni merupakan kondisi inflamasi ringan dan tidak terdapat
robekan.
5
 Tingkat II, strain pada tingkat ini sudah terdapat kerusakan pada otot atau
tendon, sehingga hal ini berpengaruh terhadap berkurangnya kekuatan otot.
 Tingkat III, Strain pada tingkat ini memerlukan tindakan operasi atau bedah
dan dilanjutkan dengan fisioterapi dan rehabilitasi.Hal ini dikarenakan pada
tingkat ini terdapat kerobekan yang parah atau bahkan sampai putus sehingga
diperlukan tindakan tersebut
2. Sprain
Sprain adalah cedera yang disebabkan adanya peregangan yang berlebihan
sehingga terjadi cedera pada ligamen. Gejala yang terjadi pada sprain di
antaranya:
 Nyeri

 Bengkak

 Tidak dapat menggerakan sendi

 Kesulitan menggunakan ekstremitas yang cedera.


Sprain sendiri dalam beberapa tingkatan, yaitu:
 Tingkat I Pada cedera tingkat ini, menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan
rasa sakit pada daerah yang cedera. Sprain tingkat 1 ditandai dengan adanya terdapat
hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus. Pada sprain
tingkat 1 ini cukup ditangani dengan istirahat, karena cedera ini akan sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak diperlukan pertolongan atau pengobatan yang spesifik.
 Tingkat II Pada tingkat 2, cedera yang dialami akan menimbulkan rasa sakit, nyeri
tekan, pembengkakan, efusi (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat
menggerakkan persendian tersebut. Hal ini menyebabkan diperlukannya tindakan
imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat
digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6
minggu. Secara spesifik, cedera tingkat II terjadi karena lebih banyak serabut dari
ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh serabut ligamentum yang utuh.
 Tingkat III Yakni suatu kondisi seluruh ligamen putus sehingga kedua ujungnya
terpisah. Ha ini berakibat pada munculnya rasa yang sangat sakit pada persendian
yang bersangkutan, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat
bergerak seperti biasa, hingga terdapat gerakan yang abnormal.

6
Pada tingkat ini diperlukan pengobatan medis yang serius dengan
penanganan oleh tim medis dan harus dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan
tindakan dioperasi. Namun, penting dalam melakukan pemberian pertolongan
pertama terlebih dahulu.
b. Cara mengatasi sprain dan strain
Dalam mengatasi sprain dan strain dilakukan dengan pengobatan cedera biasanya
diawali dengan melakukan metode “RICE”, yaitu: Rest, Ice, Compression, and Elevation.
Hal ini bertujuan untuk membantu menghilangkan rasa sakit, mengurangi
pembengkakan, dan mempercepat penyembuhan.

 Rest, yaitu dilakukan dengan cara menghentikan aktivitas dan mengistirahatkan


anggota tubuh yang cedera.
 Ice, yakni melakukan tindakan mengompres dengan es pada area cedera selama
15 menit dan dilakukan pada setiap dua jam. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan handuk di antara kulit dengan es.
 Compression, yakni tindakan membalut bagian tubuh secara ketat dengan perban
pada yang mengalami cedera dan menekan bagian tersebut agar tidak terjadi
pembengkakkan.
 Elevation, yakni dilakukan dengan cara mengangkat anggota tubuh yang cedera
agar lebih tinggi dari posisi jantung. Hal ini bertujuan agar transportasi aliran
darah kembali lancar.

2. Pengertian Pencak Silat


Pencak silat merupakan olahraga bela diri asli Indonesia yang diwariskan oleh
nenek moyang secara turun temurun sebagai budaya bangsa Indonesia yang perlu
dilestarikan, dibina dan dikembangkan Pencak silat adalah salah satu olahraga beladiri
yang berakar dari bangsa Melayu. Dari segi linguistik kawasan orang Melayu adalah
kawasan Laut Teduh yang membentang dari Easter Island di sebelah timur ke pulau
Madagaskar di sebelah barat. Menurut Kriswanto (2015: 14) pencak silat adalah sutu
metode beladiri yang diciptakan untuk mempertahankan diri dari bahaya yang dapat
mengancam keselamatan. Dalam kamus bahasa Indonesia, pencak silat diartikan
permainan (keahlian) dalam mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis,

7
menyerang, dan membela diri dengan atau tanpa senjata. Dari beberapa pendapat ahli di
atas dapat kita ambil sebuah kesimpulan adalah pencak dan silat merupakan sebuah ilmu
bela diri asli Indonesia yang dikemas dalam bentuk gerakan itu boleh di pertontonkan
atau tidak serta menjadi sebuah sarana dalam meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
1. Aspel-aspek puncak silat
Juli Candra (2021:9-14) aspek-aspek puncak silat dapat di bagi menjadi 4
yaitu
1) Pencak Silat Mental Spiritual
Rata-rata perguruan Pencak silat di Indonesia mengajarkan bagaimana
pembentukan mental pada masing-masing pesilat dengan mengombinasikan
penerapan nilai-nilai agama. Seorang pesilat tidak hanya belajar ilmu bela
diri saja untuk menguatkan mental tetapi harus dibarengi dengan pendekatan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya lahir pesilat yang tangguh secara
fisik dengan kemampuan Ilmu pencak silat yang mumpuni dan senantiasa
terus menjaga hubungan dengan Sang Pencipta dengan melakukan seluruh
perintah dan menjauhi seluruh larangan maka perguruan pencak silat
melahirkan generasi pesilat yang memiliki Akhlak yang mulia.
Tujuan pencak silat mental-spiritual adalah untuk mengaplikasikan
nilai-nilai falsafah yang ada di masing-masing perguruan pecak silat yaitu
bagaimana menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, menjaga
kelestarian alam dan menghambakan diri kepada Sang Pencipta. Semua itu
diwujudkan dalam bentuk teknik sikap dan gerak bela diri yang menjadi ciri
khas masing-masing perguruan pencak silat sebagai bentuk mengekspresikan
dan mendeskripsikan ajaran falsafah di perguruan masing-masing.
2) Pencak Silat Sebagai Bela Diri
Indonesia memiliki berbagai macam suku bangsa dengan berbagai
budaya yang berbeda-beda dengan karakter, social yang melahirkan adat
istiadat yang menjadi pegangan bagi setiap masyarakat. Setiap suku di
Indonesia memiliki tradisi mempelajari pencak silat sebagai alat dalam
melakukan pertahanan dan melindungi dari berbagai macam ancaman yang
datang dari alam, binatang buas dan manusia. Pencak silat merupakan
pegangan masing-masing individu yang bisa dibawa ke mana saja sebagai
8
bekal dalam mengarungi kehidupan. Pada aspek bela diri, pencak silat
bertujuan untuk memperkuat naluri manusia untuk membela diri terhadap
berbagai ancaman dan bahaya.
Aspek bela diri meliputi sifat dan sikap kesiagaan mental dan fisikal
yang dilandasi dengan sikap kesatria, tanggap dan selalu melaksanakan atau
mengamalkan ilmu bela dirinya dengan benar, menjauhkan diri dari sikap
dan perilaku sombong dan menjauhkan diri dari rasa dendam. Pencak silat
adalah suatu sistem atau tata bela diri yang terdiri dari jurus-jurus yang saling
berkaitan satu sama lain dalam menciptakan suatu pola gerakan tertentu yang
diaplikasikan oleh setiap pesilat. Jurus merupakan sebuah sistem atau tatanan
bela diri yang diaplikasikan dalam bentuk teknik-teknik sikap dan gerak yang
saling bergantungan, saling berhubungan secara fungsional menurut pola
tertentu sebagai tujuan khusus yang menjadi identitas masing-masing
perguruan Pencak Silat.
Dalam melakukan pembelajaran pencak silat seorang pesilat akan
diajarkan ilmu bela diri sebagai antisipasi di saat dalam menghadapi situasi
yang membahayakan, di dalam situasi tersebut seorang pesilat harus mampu
mengeluarkan ilmu bela diri sebagai antisipasi dalam melakukan
penyelamatan ataupun kemampuan bela diri yang dimiliki untuk melindungi
orangorang yang dalam keadaan penindasan, sehingga seorang pesilat hadir
dalam melakukan perbuatan penegakan kebenaran dan memberantas
kebatilan dalam mewujudkan keamanan dan kedamaian
3) Pencak Silat Sebagai Seni
Dalam pembelajaran pencak silat dikenal dengan keindahan gerakan
yang diwujudkan dengan gerakan jurus berdasarkan ciri khas masing-masing
wilayah dan kebiasaankebiasaan dari mana pencak silat tersebut berasal. Gari
gerakan silat yang tertata secara rapi yang dikemas dalam bentuk seni akan
terlihat karakter dari perguruan pencak silat tersebut, bahkan dengan
peragaan dalam bentuk seni gerak pencak silat akan terlihat dari identitas
setiap perguruan pencak silat, yang menjadi sebuah keragaman dan kekayaan
seni budaya Bangsa Indonesia. Dalam pembelajaran pencak silat tidak bisa
dipisahkan antara pencak silat seni dan pencak silat bela diri karena kedua
unsur tersebut memiliki struktur yang sama meliputi teknik-teknik sikap
9
pasang, pola langkah, dan serang bela yang dikemas dalam bentuk satu
kesatuan serta berkaitan satu sama lainnya. Perbedaan pencak silat seni dan
pencak silat bela diri terletak pada nilai, orientasi, papakem dan ukuran yang
diterapkan dalam proses pelaksanaannya.
Pelaksanaan pencak silat bela diri bernilai teknis, orientasi efektif,
praktis, taktis dan pragmatis. Papakemnya logika dengan melakukan disiplin
atau urutan tentang pelaksanaan sesuatu dengan menggunakan penalaran atau
perhitungan akal sehat. Pencak silat seni bernilai estetis yang lebih
mengedepankan keindahan dalam arti bagaimana terjadinya keselarasan dan
keseimbangan dari setiap gerakan yang ditampilkan. Papakemnya etika
menekankan kepada disiplin atau aturan tentang pelaksanaan setiap gerakan
secara indah dan penuh makna.
4) Pencak Silat Sebagai Olahraga
Sekarang ini pencak silat sudah dijadikan sebagai olahraga resmi di
sekolah karena sudah masuk kedalam pembelajaran. Pencak silat ini di
pelajari pada tingkat SD,SMP,SMA,SMK dan bahkan perguruan tinggi.
pencak silat juga masuk kedalam kegiatan muatan lokal atau ekstra kurikuler
yang dikembangkan kepada siswa, sebagai ajang dalam peningkatan prestasi.
Kemudian hampir perguruan pencak silat saat ini bermitra dengan lembaga
pendidikan sebagai wadah pengembangan diri dalam bentuk kegiatan fisik
dalam pelaksanaan teknik bela diri Pencak Silat dan juga sebagai ajang
peningkatan prestasi karena mulai dari usia sekolah dasar sampai perguruan
tinggi pertandingan pencak silat dilakukan secara resmi, hal ini menjadikan
setiap pesilat untuk menjadi seorang atlet yang berprestasi dengan terus
berlatih secara berkesinambungan dalam peningkatan kemampuan baik secara
fisik, teknik, taktik dan mental dalam mewujudkan prestasi yang di inginkan.
3. Cara penanganan fase 1 inflamasi dan fase latihan spesifik

Fase ini terjadi sejak terjadinya injuri hingga sekitar hari kelima. Pada fase
inflamasi, terjadi proses :
1) Hemostasis (usaha tubuh untuk menghentikan perdarahan), di mana pada proses ini
terjadi :

10
 Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)

 Agregasi platelet dan pembentukan jala-jala fibrin

 Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah


2) Inflamasi, di mana pada proses ini terjadi :
 Peningkatan permeabilitas kapiler dan vasodilatasi yang disertai dengan migrasi
sel-sel inflamasi ke lokasi luka.
 Proses penghancuran bakteri dan benda asing dari luka oleh neutrofil dan
makrofag.
3) Fase Proliferasi
Fase ini berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai sekitar 3 minggu. Fase
proliferasi disebut juga fase fibroplasia, dan terdiri dari proses :

 Angiogenesis Adalah proses pembentukan kapiler baru yang distimulasi oleh TNF-α2
untuk menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka.
 Granulasi Yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung kapiler pada
dasar luka (jaringan granulasi). Fibroblas pada bagian dalam luka berproliferasi dan
membentuk kolagen.
 Kontraksi Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka yang
disebabkan oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka. Proses ini
kemungkinan dimediasi oleh TGF-β.
 Re-epitelisasi Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel baru pada
permukaan luka.
4) Fase Maturasi atau Remodelling
`Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung berbulan-
bulan. Pada fase ini terjadi pembentukan kolagen lebih lanjut, penyerapan kembali
sel-sel radang, penutupan dan penyerapan kembali kapiler baru serta pemecahan
kolagen yang berlebih. Selama proses ini jaringan parut yang semula kemerahan dan
tebal akan berubah menjadi jaringan parut yang pucat dan tipis. Pada fase ini juga
terjadi pengerutan maksimal pada luka. Jaringan parut pada luka yang sembuh tidak
akan mencapai kekuatan regang kulit normal, tetapi hanya mencapai 80% kekuatan
regang kulit normal.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Jeffry Tamala Artha (2012) Cedera merupakan terjadinya kerusakan
pada 12 organ dan jaringan tubuh pada bagian kepala, badan, lengan dan tungkai
akibat dari aktivitas yang berlebihan dan tubuh tidak dapat. Menurut Graha & Priyo
(2009 ; 45), Cidera atau trauma adalah kelainan yang terjadi pada tubuh yang
mengakibatkan timbulnya nyeri, panas, merah, bengkak, dan tidak dapat berfungsi
dengan baik pada otot, tendon, ligament, persendian, maupun tulang akibat aktifitas
gerak yang berlebihan atau kecelakaan. Dari pendapat di atas maka dapat di
simpulkan bahwa cidera adalah kerusakan yang terjadi pada tubuh yang
menimbulkan nyeri, panas, merah, bengkak, pada bagian kepala, lengan dll yang
mengakibatkan gerak yang berlebihan atau kecelakaan.
Cedera adalah kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh manusia tibatiba
mengalami penurunan energi dalam jumlah yang melebihi ambang batas toleransi
fisiologis atau akibat dari kurangnya satu atau lebih elemen penting seperti oksigen
(WHO, 2014). Pengertian cedera olahraga seringkali hanya dibatasi pada kerusakan
jaringan yang mendadak yang terjadi saat olahraga misal seperti strains dan laserasi
pada jaringan lunak sistem muskuloskeletal
Paada cidera tahap 1 inflamasi spedapat di lihat fase yang dimana sifik yaitu
fase Hemostasis, Inflamasi, Fase Proliferasi dan Fase Maturasi atau Remodelling.
Setelah itu maka penangan dilakukan dengan dengan menghentikan aktifitas,
mengompres, membalut luka, dan mengangkat anggota tubuh.
B. Saran

12
Semoga Makala ini dapat menambah ilmu kita dan dapat meningkatkan
pengetahuan kita mengenai pencak silat dan cidera dan cara menanganinya sehingga
dapat di terapkapkan ketika kita mengalami cedera.

Daftar Pustaka

Anisa Wakidah. 2021. Jenis-Jenis Cedera Otot: Cara Menangani Strain dan Sprain. Akses.
https://tirto.id/jenis-jenis-cedera-otot-cara-menangani-strain-dan-sprain-glx2

Bompa, T. O., & Buzzichelli, C. A. (2019). Peridization: Theory and Methodology of


Training (J. W. Gibson (ed.); Sixth).

Chandra, K., Kusuma, A., Putu, L., Ariani, T., & Muliarta, W. (2023). Implementasi Sport
Science Dalam Penanganan Cedera Di Perguruan Silat Satria Muda Indonesia Unit
Panji Anom. In Jurnal Widya Laksana (Vol. 12, Issue 1).

Juli, Candra. 2021. Pencak Silat. CV Budi Utama

Nugroho A.M., Agung. Benturan Dan Cedera Pada Pencak Silat. Jurnal Cakrawala
Pendidikan, [S.l.], may 2016. ISSN 2442-8620

M., Agung N. A. "Benturan Dan Cedera Pada Pencak Silat." Cakrawala Pendidikan, 1995,
doi:10.21831/cp.v3i3.9195.

Prakoso, Y., & Rochmania, A. (2018). Analisis Cedera Olahraga Pencak Silat Dalam
Kejuaraan DANDIM-0815 CUP 2018 Mojokerto. Jurnal Prestasi Olahraga, 1(4), 1–
10

Kriswanto, E. S. (2015). Pencak Silat. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Umar Nawawi. 2018. Identifikasi Cedera Pada Atlet Pencak Silat Dewasa Kabupaten
Magelang. Universitas Negeri Yogyakarta.

13
Lampiran bukti jurnal ;

14

Anda mungkin juga menyukai