Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

CEDERA OLAHRAGA PADA ANAK

Oleh:
dr. Aulia Novariza Fahman

Pembimbing:
Prof. Dr. Hermawan N. Rasyid, dr., SpOT (K).,MT(BME).,Ph.D

SUB BAGIAN BEDAH ORTOPEDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2020
CEDERA OLAHRAGA

1. Definisi
Cedera yang timbul akibat berolahraga, baik sebelum selama maupun sesudah
berolahraga
Jenis cedera dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi di antaranya :
a)  Klasifikasi cedera berdasar penyebab
b)  Klasifikasi cedera berdasar berat ringan cedera
c)  Klasifikasi cedera berdasar waktu
d)  Klasifikasi cedera berdasar struktur jaringan yang terkena
e)  Klasifikasi cedera berdasar mekanisme (biomekanik)

1.1. Klasifikasi berdasar penyebab


A) External violence (sebab yang berasal dari luar)
Adalah cedera yang timbul karena pengaruh dari luar, misalnya;
- Body contact sports : sepakbola, tinju, karate
- Alat alat olahraga : bola, stick hockey atau raket yang terlepas dari pegangannya
- Keadaan sekitar : lapangan yang tidak memenuhi persyaratan, lintasan balap mobil
atau balap motor yang tidak baik, lapangan bola yang berlubang.
B) Internal violence (sebab yang berasal dari dalam)
Cedera ini terjadi karena koordinasi otot dan sendi yang kurang sempurna sehingga
menimbulkan gerakan-gerakan yang salah dan mengakibatkan cedera. Ukuran tungkai
yang tidak sama panjang, serta ketidakseimbangan kekuatan otot-otot yang bersifat
antagonis juga dapat menjadi faktor internal penyebab cedera. Cedera juga dapat
terjadi karena kurangnya pemanasan, kurang konsentrasi, atau pada saat fisik dan
mental pemain sedang lemah.
C) Overuse (pemakaian yang terus menerus)
Cedera ini timbul karena pemakaian otot yang berlebihan dan terjadi berulang-ulang
Sifatnya biasanya perlahan-lahan (bersifat kronis).

1.2. Klasifikasi berdasar berat ringan cedera


Berdasar berat ringannya, cedera dapat diklasifikasikan menjadi :
a) Cedera Ringan
Cedera yang tidak diikuti kerusakaan yang berarti pada jaringan tubuh kita, misalnya
kekakuan otot dan kelelahan. Pada cedera ringan biasanya tidak diperlukan
pengobatan apapun, dan cedera akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa
waktu.
b) Cedera Berat
Cedera yang serius, dimana pada cedera tersebut terdapat kerusakan jaringan tubuh,
misalnya robeknya otot atau ligamen maupun patah tulang.Kriteria cedera berat :
- Kehilangan substansi atau kontinuitas
- Rusaknya atau robeknya pembuluh darah
c) Peradangan lokal (ditandai oleh kalor/panas, rubor/kemerahan, tumor/bengkak,
dolor/nyeri, fungsi-olesi/tidak dapat digunakan secara normal).

1.3. Klasifikasi berdasar waktu terjadinya cedera

Berdasarkan waktu terjadinya, cedera dapat diklasifikasikan menjadi cedera akut dan
kronik.
a) Cedera Akut
Cedera yang terjadi ketika latihan. Beberapa gejala dari cedera akut adalah :
- Terjadi secara mendadak (saat latihan)
- Nyeri
- Bengkak
- Penurunan range of motion (bila terjadi pada sendi)
- Kelemahan otot pada ekstremitas yang cedera
- Tampak abnormalitas pada sendi atau tulang (pada kasus dislokasi atau fraktur).
b) Cedera Kronik
Cedera yang terjadi secara berulang-ulang didapat akibat dari overuse ataupun
penyembuhan yang tidak sempurna dari cedera akut.Gejala-gejala cedera kronik
antara lain :
- Bengkak
- Nyeri ketika digunakan untuk berlatih
- Nyeri tumpul ketika istirahat latihan.

1.4. Klasifikasi berdasar jaringan yang terkena


A. Cedera Jaringan Lunak
Yang termasuk jaringan lunak adalah :
- Skin (kulit)
- Connective tissue (jaringan ikat): tendon, ligamen, fascia, membran sinovial
- Non connective tissue (jaringan non konektif): pembuluh darah, syaraf,otot
Beberapa cedera jaringan lunak :
a) Cedera pada Kulit
Cedera yang paling sering adalah ekskoriasi (lecet), laserasi (robek), maupun punctum
(tusukan).
 Ekskoriasi (lecet)
Luka yang terjadi karena adanya gesekan dengan benda rata, misal tanah, aspal.

 Laserasi (luka sobek)


Luka yang disebabkan oleh benda tajam.

 Punctum
Luka yang disebabkan oleh suatu tusukan

b) Cedera pada otot/tendon dan ligamen


 Strain
Adalah cedera yang terjadi pada otot dan tendon. Biasanya disebabkan oleh
adanya regangan yang berlebihan.Gejala: Nyeri yang terlokalisasi, kekakuan,
bengkak, hematom di sekitar daerah yang cedera.

 Sprain
Adalah cedera yang disebabkan adanya peregangan yang berlebihan sehingga
terjadi cedera pada ligamen.Gejala dapat disertai nyeri, bengkak, hematoma, tidak
dapat menggerakkan sendi, kesulitan untuk menggunakan extrimitas yang cedera.
Sprain dapat dibagi menjadi 3 derajat :
Derajat I : terjadi over-streched ligamen, cedera secara mikroskopik,tapi tidak
terjadi suatu
robekan
Derajat II : terjadi robekan parsial dari ligamen
Derajat III : terjadi robekan total dari ligamen. Ini merupakan derajat terparah dari
suatu sprain.

Patofisiologi cedera jaringan lunak akibat olahrga berkaitan dengan proses penyembuhan :
a) Fase Inflamasi
Fase ini dapat berlangsung sampai 72 jam setelah cedera dan melibatkan sejumlah
respon inflamasi yaitu nyeri, bengkak, kemerahan dan suhu bagian tubuh meningkat.
Terdapat edema (pembengkakan) dan akumulasi eksudat akibat keluarnya darah dan
cairan tubuh ke jaringan sekitar. Pada cedera otot/tendo dapat terjadi kekakuan otot dalam
waktu 2 jam. Pembengkakan dan anoksia (kekurangan oksigen) akan menyebabkan sel
rusak dan mati dalam waktu 24 jam serta melepaskan protein yang berasal dari sel yang
rusak. Akibatnya pembengkakan pun bertambah sehingga terjadi hipoksia jaringan dan
sel-sel akan mati. Pada fase ini juga terbentuk bekuan darah untuk mencegah kebocoran
darah lebih lanjut.
b) Fase Regenerasi dan Perbaikan
Fase ini terjadi mulai dari 72 jam hingga 4-6 minggu setelah cedera. Pada fase ini
terjadi proses perbaikan dan regenerasi struktur jaringan yang rusak. Fibroblast mulai
mensintesis jaringan parut. Sel ini akan memproduksi jaringan kolagen tipe 3, yang
timbul setelah kurang dari 4 hari. Pembentukan kapiler baru juga terjadi untuk membawa
nutrisi ke daerah cedera dan mulai terjadi pembentukan jaringan kolagen menyilang.
Selama proses berlangsung, jumlah fibroblast akan berkurang dan jaringan kolagen
bertambah. Fase ini diakhiri dengan dimulainya pengerasan dan pemendekan jaringan di
area yang cedera.
c) Fase Remodelling (pembentukan kembali)
Fase ini dimulai setelah 3-6 minggu hingga 3-12 bulan, dan ditandai dengan
remodeling jaringan kolagen yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional
dari otot, tendo dan jaringan lainnya. Latihan yang direkomendaksikan oleh dokter dan
dilaksanakan oleh fisioterapis sangat membantu proses penyembuhan ini. Lokasi yang
sering mengalami sprain adalah pada daerah lutut, siku, ankle dan persendian lain

B. Cedera Jaringan Keras


Cedera ini terjadi pada tulang atau sendi. Dapat ditemukan bersama dengan cedera
jaringan lunak. Proses penyembuhan kurang lebih sama dengan proses penyembuhan
jaringan lunak, diawali oleh terbentuknya hematoma, lalu diikuti oleh terbentuknya
pembuluh darah baru dan seterusnya hingga terbentuk kembali tulang seperti semula.
Proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Yang termasuk cedera ini:
a) Fraktur (Patah Tulang)
Yaitu diskontinuitas struktur jaringan tulang. Penyebabnya adalah tulang mengalami
suatu trauma (ruda paksa) melebihi batas kemampuan yang mampu diterimanya.
Bentuk dari patah tulang dapat berupa retakan saja sampai dengan hancur berkeping-
keping.
Patah tulang dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1) Closed fracture
Dimana patah tulang terjadi tidak diikuti oleh robeknya struktur di sekitarnya.
2) Open fracture
Dimana ujung tulang yang patah menonjol keluar. Jenis fraktur ini lebih
berbahaya dari fraktur tertutup, karena dengan terbukanya kulit maka ada bahaya
infeksi akibat masuknya kuman-kuman penyakit ke dalam jaringan.Gejala umum
patah tulang diantaranya; reaksi radang setempat yang hebat, fungsiolesi
(ketidakmampuan fungsi), nyeri tekan pada tempat yang patah, perubahan bentuk
tulang (deformitas), krepitasi

b) Dislokasi
Sendi adalah hubungan di antara dua buah ujung tulang yang berfungsi seperti sebuah
engsel, sehingga tulang yang satu dapat bergerak terhadap tulang yang lainnya.
Dislokasi adalah sebuah keadaan dimana posisi tulang pada sendi tidak pada tempat
yang semestinya. Biasanya dislokasi akan disertai oleh cedera ligamen (sprain)

1. 5. Klasifikasi cedera berdasar mekanisme (aspek biomekanik)


a) Traction
Cedera yang disebabkan oleh adanya suatu tarikan dari dua energi yang bergerak
berlawanan arah. Bagian yang teregang tersebut dapat mengalami cedera traction

Gambar (a) Pukulan terhadap kepala yang menyebabkan fleksi lateral dan depresi
bahu dapat mengakibatkan cedera traksi pada trunkus bagian atas dari pleksus
brakialis. (b) Cedera kompresi dapat terjadi akibat pukulan pada daerah
supraklavikula yang menyebabkan fleksi lateral dengan rotasi dan ekstensi tulang
servikal.

b) Compression
Cedera yang disebabkan oleh dua energi yang berasal dari arah yang berlawanan
menuju ke satu titik. Daerah yang menerima energi di satu titik inilah yang
mengalami cedera compression.

c) Bending
Cedera yang disebabkan oleh adanya bengkokan (biasanya hiperfleksi atau
hiperekstensi) sehingga ada bagian yang “over streched”. Bagian yang over streched
inilah yang akan mengalami cedera bending.

d) Torsion
Cedera yang disebabkan oleh adanya suatu putaran sehingga bagian yang menerima
energi tersebut mengalami cedera .

e) Shear stress
Cedera yang disebabkan oleh adanya energi yang arahnya berpotongan. Bagian yang
merupakan titik perpotongan arah energi inilah yang akan mengalami cedera shear
stress.

f) Overuse
Cedera yang disebabkan oleh karena adanya suatu bagian yang menerima beban terus-
menerus di tempat yang sama. Bagian tersebut lama kelamaan akan menjadi rentan
dan kemudian akan timbul cedera overuse.

g) Overload
Cedera overload adalah cedera yang disebabkan oleh karena bagian tertentu menerima
suatu beban yang melebihi batas yang dapat diterimanya sehingga timbul cedera.

CEDERA OLAHRAGA PADA ANAK

Cedera olahraga pada anak-anak mempengaruhi pertumbuhan tulang dan jaringan


lunak, dan dapat mengakibatkan kerusakan mekanisme pertumbuhan dengan gangguan
pertumbuhan seumur hidup di masa depan.
Sekitar 3-11% anak sekolah mengalami cedera per tahun saat berpartisipasi dalam
olahraga. Anak laki-laki dua kali lipat cedera disbanding anak perempuan terkait olahraga.
Anak laki-laki sering menderita luka yang lebih parah, karena mereka lebih agresif. Untuk
olahraga tertentu, seperti berkuda, cedera empat kali lebih sering terjadi pada wanita.
Untuk memahami luka anak-anak, penting untuk memiliki wawasan tentang kekhasan
sistem muskuloskeletal yang sedang berkembang. Tendon dan ligamen relatif lebih kuat
daripada lempeng epifisis dan jauh lebih elastis. Kerusakan plat pertumbuhan lebih sering
terjadi daripada cedera ligament

1. Sistem muskuloskeletal yang belum matang


Perbedaan pada anak ialah adanya tulang rawan pertumbuhan pada kerangka yang belum
matang. Ada 3 tempat :
a) Permukaan sendi
- Pada anak lebih rentan terhadap robekan terutama pada sendi, lutut, dan engkel
- Pasokan darah yang sangat pas-pasan dan mikrotrauma menyababkan nekrrosis
iskemik pada tulang (osteochondrosis dissecans). Kerusakan diafise dan sendi
permanen
b) Lempeng epifisieal (lempeng pertumbuhan)
Rentan terjasdi kerusakaan saat olahraga berat karena memiliki matrix kartilago
fibroselular paling sedikit dan sangat peka terhadap dislokasi dan fraktur
c) Insersi apofiseal dari satuan otot tendo yang besar
- Dapat terjadi ketegangan otot yang signifikan (apophyseal overuse dan avulsi)
atau terjadi lepasnya pertautan otot ke tulang
- Sering juga terjadi perubahan sikap tubuh seperti lordosis yang meningkatkan
resiko stress fracture pada tulang belakang
2. Pengaruh olahraga terhadap system musculoskeletal yang belum matang
- Latihan yang sangat intensif pada anak dapat menyebabkan cedera lempeng
pertumbuhan dan deformasi tulang
- Pada wanita muda bila disertai prosentase lemak yang rendah dapat memperpanjang
status prepubertal dimana tulang extremetas relative lebih panjang
- Pada gerakan yang berulang dapat menyebabkan cedera bahu karena overuse dan
ketidakseimbangan otot-tendo selama masa pertumbuhan
3. Factor yang menyertai kejadian cedera olahraga pada anak
- Cedera pada anak 3% per tahun, dean cedera yang cukup serius dialami anak sebesar
0,69% per tahun
- Usia diatas 14 tahun pada anak laki-laki ditemukan banyak cedera dan pada wanita
kejadian cedera tertinggi pada usia 15 tahun
- Cedera yang paling sering dialami ialah sprain dan strain (35-45%), diikuti contussio
dan fraktur ekstremetas atas
- Cabang olahraga yang menonjol menyebabkan cedera ialah sepakbola (63%)
4. Cedera yang biasa terjadi
a) Dislokasi
 Glenohumeral
Dislokasi jarang terjadi sebelum penutupan pelat atau lempeng pertumbuhan,
karena pelat pertumbuhan adalah daerah terlemah jika terjadi trauma. Dislokasi
pada remaja biasanya bersifat traumatis. Kekambuhan sangat mungkin terjadi
karena usia dan trauma traumatis. Luka jaringan lunak yang mengiringi sering
terjadi, terutama yang menyerang rotator cuff dan tendon biseps. Pelepasan yang
berlebihan, dalam olahraga seperti bisbol, bisa merusak labrum glenoid.

 Siku
Dislokasi siku sering terjadi pada senam dan sepak bola. Hal ini dapat dikaitkan
dengan fraktur epikondilus medial humerus, patah tulang leher jari-jari atau luka
pada nervus median atau ulnaris. Kebanyakan dislokasi pada anak muda bersifat
posterior atau posterolateral. Rehabilitasi harus aktif, dan hindari sementara
kegiatan olah raga sebelum 8-12 minggu. Anak seharusnya sembuh seutuhnya
sebelum melanjutkan aktivitas olah raga penuh.
 Patella
Subluksasi atau dislokasi patellar terjadi pada 1 dari 1000 anak berusia antara 9
dan 15 tahun. Penyebab umum adalah cedera putar, saat femur dipilin secara
medial dengan kaki tertanam di tanah, atau trauma langsung.
Penatalaksanaan terdiri dari reduksi dislokasi secara langsung, dan menggunakan
PRICE [perlindungan terhadap prinsip cedera sendi (plaster cast atau splush),
restriksi, es, kompresi, dan elevasi untuk mengendalikan inflamasi]. Imobilisasi
sendi lutut harus terbatas pada 3 minggu untuk menghindari atrofi otot,
pembatasan sendi lutut dan retropatellar crepitus. Latihan penguatan otot paha
depan dan otot hamstring dimulai sesegera mungkin, karena memungkinkan untuk
kembali olahraga dalam 4-6 bulan setelah dislokasi. Namun, satu dari enam pasien
akan mengalami dislokasi rekuren dan akan memerlukan operasi penataan
kembali. Radiografi Skyline direkomendasikan untuk menyingkirkan fraktur
osteochondral marginal.
b) Fraktur
Klasifikasi fraktur lempeng pertumbuhan salter harris :
Tipe I : pergeseran lempeng pertumbuhan
Tipe II : fraktur meninggalkan lempeng pertumbuhan dan berjalan melintasi
diafisis yang berdekatan
Tipe III dan IV : melibatkan permukaan sendi
Tipe V : Fraktur kompresi

 Clavicula
Cedera umum dalam olahraga yang melibatkan trauma pada tangan yaitu terulur
atau jatuh langsung ke bahu. Pada anak yang lebih muda, sering terlihat kelainan
bentuk, karena cedera dan fraktur di dalam tabung periosteal yang tebal.
Radiografi komparatif sangat membantu jika cedera tersebut mempengaruhi pusat
osifikasi. Anak hanya membutuhkan sling untuk imobilisasi selama 2-3 minggu.
Umumnya, pemulihan sangat baik.
 Humerus
Fraktur metaphyseal biasanya terlihat, terutama pada anak-anak yang lebih tua.
Mekanisme cedera biasanya tidak langsung. Kasus ini jarang memerlukan
perbaikan deformitas, mengingat adaptasi sendi bahu dan remodeling yang bagus
pada kasus ini. Fraktur supracondylar pada humerus terjadi akibat terjatuh dengan
tangan yang terulur.

Cedera tersebut mungkin dapat melibatkan kerusakan pembuluh darah utama atau
saraf. Lengan harus dimanipulasi untuk memperbaiki semua komponen fraktur
dan menahan fleksi atau ekstensi. Perlu dipastikan tidak ada cedera arteri
brakialis. Jika ini masalahnya, eksplorasi secara umum dengan reduksi terbuka
harus dilakukan.
 Lengan bawah dan pergelangan tangan
Fraktur ini umumnya disebabkan karena trauma tidak langsung dari terjatuh ke
tangan yang terulur. Beberapa angulasi dapat diterima pada anak kecil, namun
angular deformitas harus dikoreksi pada anak-anak berusia 12 tahun. Deformitas
rotasi harus selalu dihindari. Bila salah satu faktor ini tidak dapat dikoreksi
dengan manipulasi sederhana, reduksi terbuka dan fiksasi internal harus
dilakukan.
 Tibia
Fraktur poros tibial adalah fraktur yang paling umum terjadi pada saat bermain
ski. Manajemen konservatif harus dilakukan untuk fraktur tergeser, fraktur
tertutup, sementara untuk fraktur terbuka atau kompleks, reduksi anatomi dan
fiksasi diperlukan.
 Pergelangan kaki
Secara umum, fraktur pergelangan kaki pada anak-anak terjadi secara minimal.
Namun, bila melibatkan permukaan artikular, mungkin memerlukan reduksi
terbuka dan fiksasi internal.
 Spine
Sebagian besar cedera tulang belakang di bawah usia 12 tahun melibatkan sendi
atlanto-aksial atau atlanto-oksipital.

 Fraktur transfisea caput femoris


Pergeseran akut epifise caput femoris. Menyertai penyakit renal
dystrophia/hypotiroidd
 Fraktur epifisis femoris distal
Akibat puntiran yang hebat atau cedera valgus extremetas bawah
 Fraktur avulsi ligamentum cruciatum anterior (LCA)
Akibat puntiran dan stress valgus pada lutut. Gejala yang dirasakan adalah lutu
nyeri mendadak, kaku, dan benfkak karena terjadi pengumpulan darah dalam
sendi (hemarthosis). Tes Lachman dan tes pergeseran pivot positif
 Fraktur avulsi lain
- Perlekatan otot Sartorius ke spina iliaca anterior superior (SIAS)
- Perlekatan otot iliopsoas pada trochanter minor
- Perlekatan otot abdominal le crista iliaca
- Perlekatan otot hamstring ke tuberositas ischia
Dijumpai pada sprinter, pelompat, pemain sepakbola dengan gejala kontraksi
yang hebat secara mendadak menyebabkan nyeri hebat dan hilangnya kekuatan
pada kelompok otot yang terkena

c) Epifiolisis (pergeseran epifisis)


Terjadi pada lempeng pertumbuhan dan tanpa trauma yang besar paling banyak pada
caput femoris pada sendi panggul. Sering dijumpai adanya abnormalitas seperti
hipotiroid atau osteodyspadia. Pergeseran epifisis sering ditemukan secara bilateral
dengan usia rata-rata pada laki-laki adalah 15 tahun dan wanita 12 tahun. Gejala yang
dapat ditimbulkan ialah nyeri panggul, kadang terasa pada lutu dan paha, dapat
sembuh sendiri, dan kambuh apabila saat sedang melakukan olahraga. Dengan
bertambahnya pergeseran tungkai yang terkena lebih pendek, dapat terjadi ortasi
external dan pincang. Bila berdiri bertumpu pada tungkai yang terkena atau
Trendelenburg positif.

d) Cedera overuse
Dapat terdeteksi dalam keadaan dini. Dapat sembuh dengan cepat dan sering
sempurna apabila pertolongannya tepat

e) Osteochondrosis
Osteochondrosis paling umum dijumpai dan dapat sembuh sendiri. Pappas 1989
mengklasifikasikan ostechondrosis dalam 4 kategori, yaitu;
Klasifikasi Nama penyakit Lokasi
Traksi (tarikan) non - Osgood schlater - Tuberculum tibia
artikular - Sinding Larsen Johanssen - Kutub inferio patella
- Server (quadriceps)
- Calcaneus (gastrocnemeus)
Articular subchondral - Perthes - Caput femoris
(benturan) - Kienbock - Os lunatum (gelang tangan)
- Kohler - Os naviculare (tengah kaki)
- Freiberg - Caput metatarsal
Articular chondral Osteochondritis disesscans - Medial femur
(pergeseran) - Condyles (lutut)
- Capitulum (siku)
- Kubah talus (enkle)
Physical Scheuermann Spina thoracalis
Blount Tibia (proximal)

 Osgood- Schlatter
Akibat tarikan yang berulang pada tuberositas tibia oleh tendo patella, terjadi
avulsi parsial terhadap pusat osifikasi sekunder yg sedang tumbuh. Penyebabnya
akibat kegiatan fisik yang tinggi seperti sepakbola, bola basket, bola voli, senam.
Pemeriksaan: pembengkakan tuberculum tibiae, meningkatnya suhu kulit,
ketegangan pada kelompok otot quadriceps dan hamstring

 Sinding Larsen Johansson


Tarikan pada kutub bawah patela, pada perlekatan superior tendo patella

 Server
Terjadi tarikan pada tumit. Ditemukan banyak pada pelari muda 7-15 tahun,
terutama pada olahraga hockey, basket, sepak bola. Laki-laki mengalami cedera
3x lebih besar daripada wanita. Gejala yang dapat ditemukan yaitu nyeri setelah
latihan, picang, berjalan dengan ujung kaki, tumit membengkak terutama bagian
lateral disertai ketegangan otot gastrocnemius/ soleus

 Perthes
Menimbulkan kerugian jangka panjang. Umur awal kejadian 4-10 tahun, puncak
5-6 tahun. Gejala yang ditemukan seperti pincang yg relatif tdk nyeri dan rasa
tidak nyaman pada panggul, anterior medial paha dan lutut. Keterbatasan rotasi
internal paha, spasme pada rotasi paha dalam keadaan ekstensi, sendi dalam posisi
sedikit flexi dan adduksi.
 Kohler
Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun. Nyeri pada sisi medial kaki di daerah os
naviculare.
 Freinberg
Nekrosis iskemik epifise caput metatrsal kedua. Sering terjadi pada remaja. Gejala
nyeri pada sendi metatarsophalangeal
 Scheurmann
Terjadi pada vetrebra thoracalis sampai vetebra lumbalis. Meningkatnya kyphosis
pada pertengahan v. thoracalis dan disertai meningkatnya lordosis lumbal.
 Blount
Pada bagian posteromedial lempeng pertumbuhan tibia bag proximal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hardianto W. 2005. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga. Jakarta:EGC.
2. Tobing AL. Penatalaksanaan Cedera Olahraga. Handout Lecture. Diunduh dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/00d0379f8e696a1ca73bcd55feb6757427
9e869d.
3. Ilyas E. Cedera Olahraga dan Penatalaksanaannya. 2009. Handout pada Seminar Sport
Inuries, Hotel Gran Melia, Jakarta. BSN.

4. Shanmugam, Chezhiyan dan Maffulli,Nicola. 2008. Sports injuries in children


Department of Trauma and Orthopaedic Surgery, Keele University School of
Medicine, Stoke-on-Trent, UK
5. Brukner P, Khan K. 2006. Clinical sports medicine. 3rd ed. North Ryde, Sydney:
McGraw Hill

Anda mungkin juga menyukai