Anda di halaman 1dari 8

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA

Dr. dr. Junaidi. Sp.KO, Subs. ALK (K)

Cedera olahraga adalah cedera pada sisitem muskuloskeletal atau


sistem lain yang dapat memengaruhi sistem muskuloskeletal, terjadi baik selama
berolahraga atau sesudahnya.
I. PENCEGAHAN CEDERA OLAHRAGA
A. Jenis Pencegahan Cedera Olahraga
Pencegahan cedera olahraga dapat dibagi dalam pencegahan primer,
pencegahan sekunder dan pencegahan tertier. Contoh pencegahan primer
meliputi promosi kesehatan dan pencegahan terjadinya cedera (misalnya
dengan menggunakan penyangga atau alat perlindungan lainnya. Pencegahan
sekunder didefinisikan sebagai diagnosis dan tindakan dini guna membatasi
perkembangan cedera kearah yang lebih parah atau terulang kembali, misalnya
perawatan dengan metode RICE pada kasus strain dan sprain. Sedangkan
pencegahan tersier adalah fokus pada rehabilitasi untuk
mengurangi/memperbaiki suatu kecacatan.
a). Pencegahan Primer
Pencegahan cedera olahraga dapat dilakukan dalam berbagai keadaan.
Yang paling murni adalah pencegahan cedera sebelum terjadinya cedera .
Pencegahan ini disebut pencegahan primer. Menurut angka penyelidikan, 70-80
persen cedera dapat dicegah. Terhadap pencegahan primer ini harus diberikan
perhatian yang khusus. Terutama yang harus diperhatikan untuk pencegahan
primer adalah; 1). Promosi temasuk pemeriksaan kesehatan secara berkala. 2).
Lakukan latihan dengan teknik yang baik. 3). Gunakan material yang baik dan
penggunaan alat pelindung. 4). Persiapkan fasilitas yang baik, seperti kualitas
ruangan atau lapangan. 5). Jalani gaya hidup yang baik.
b). Pencegahan Sekunder
Kalau tetap timbul cedera walaupun semua pencegahan primer telah
dilakukan, mungkin karena pembebanan yang berlebihan, maka yang terpenting

1
adalah mengenal gejala-gejala awal dari cedera tersebut dan segera
menanganinya agar supaya cedera tersebut tidak semakin parah atau terulang
kembali. Pengenalan gejala-gejala awal dari cedera serta mengambil langkah-
langkah langsung yang tepat agar supaya tidak menjadi lebih parah atau
terulang kembali dinamakan pencegahan sekunder.
Selama menjalani program latihan, sebaiknya kita selalu memantau gejala-
gejala pembebanan pada otot yang berlebihan. Gejala-gejala tersebut dapat
berupa; nyeri ketika bangun tidur, kekakuan sendi dan otot, mudah lelah, nyeri
otot bila dikontraksikan, nyeri otot bila diregangkan, nyeri sentuh pada otot,
pengerasan otot dan pembengkakan ringan.
Selain itu kita juga harus selalu memantau gejala-gejala latihan yang
berlebihan. Gejala-gejala tersebut adalah; cepat lelah, kekakuan otot-otot,
keengganan untuk latihan, nadi istirahat tinggi dan jantung berdebar-debar,
nafsu makan kurang, tidur terganggu, berat badan menurun, pusing dan
berkeringat dingin, mudah marah, sepat tersinggung dan tekanan darah turun
atau naik.
c). Pencegahan Tersier
Dengan pencegahan tersier kita fokus pada rehabilitasi untuk
mengurangi/memperbaiki suatu kecacatan. Baik selama fase persiapan maupun
fase pertandingan, pelatih dan tim kesehatan harus menjaga kesehatan atletnya
dengan mengedepankan usaha pencegahan cedera. Pada fase pertandingan,
banyak hal yang dapat menghambat penampilan atlet. Atlet yang baru sembuh
dari cedera, biasanya sistem muskuloskeletal masih rentan terhadap trauma.
B. Konsep Pencegahan Cedera Olahraga
Konsep pencegahan cedera olahraga biasanya mengikuti apa yang
dijelaskan oleh Van Mechelen. Konseptual ini telah berhasil diterapkan oleh
dokter olahraga. 1). Menetapkan besarnya kejadian dan tingkat keparahan
cedera, dengan melakukan pencatatan semua kejadian cedera dalam tim. 2).
Menetapkan faktor risiko dan mekanisme cedera yang berperan dalam
menyebabkan cedera. 3). Memperkenalkan langkah-langkah mengurangi risiko

2
cedera. 4). Kemudian efek dari langkah-langkah tersebut diatas harus dievaluasi
dengan cara mengulangi langkah pertama.
Selain itu dalam usaha pencegahan cedera, dokter dapat melakukan
pendekatan berdasarkan pada model faktor penyebab potensial cedera menurut
Meeliwisse. Model ini tidak hanya memperhitungkan sifat multifaktorial cedera,
tetapi juga urutan waktu dari peristiwa yang menyebabkan cedera.
1). Faktor-faktor resiko internal yang dapat mempengaruhi atau melindungi atlet
dari cedera, termasuk karakteristik atlet, seperti faktor umur, kematangan, jenis
kelamin, komposisi tubuh dan tingkat kebugaran. Faktor internal seperti ini
dapat menjadi faktor predisposisi cedera atau sebagai faktor pelindung terhadap
terjadinya cedera. Faktor internal ada yang bisa dimodifikasi dan ada juga yang
tidak. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti halnya metode latihan,
sedangkan faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti halnya jenis kelamin.
Termasuk faktor resiko internal adalah pembebanan berlebihan, faktor keturunan
seperti penyakit jantung. Jaringan tidak siap terhadap pembebanan walaupun
beban yang diberikan tidak berlebihan juga dapat menyebabkan terjadi cedera.
Bentuk sistem muskuloskeletal yang tidak normal seperti scoliosis, hiperlordosis,
genu valgus atau genu varus juga dapat mempermudah terjadi cedera.
Nutrisi yang tidak memadai dapat meningkatkan risiko cedera karena
efeknya pada pemulihan. Penipisan glikogen menyebabkan ketergantungan pada
lemak dan protein sehingga mengakibatkan peningkatan pemecahan protein,
yang pada gilirannya dapat menyebabkan cedera jaringan lunak. Latihan intensif
menyebabkan kerusakan otot rangka, yang dapat diperburuk oleh protein
makanan yang tidak adekuat. Hidrasi yang tidak memadai dapat menghambat
aliran darah ke otot yang bekerja, dan keadaan ini dapat meningkatkan
kerentanan untuk cedera. Kalsium adalah komponen mineral utama tulang dan
bila asupannya tidak memadai dapat mempermudah terjadinya patah tulang.
2). Faktor-faktor eksternal, misalnya, melaksanakan prinsip-prinsip latihan yang
tidak benar, fasilitas latihan olahraga yang tidak baik meliputi lantai venue yang
tidak memenuhi standar atau track yang licin, cuaca sangat dingin, penggunaan

3
pakaian yang kurang benar, penggunaan sepatu yang tidak sesuai, penggunaan
alat pelindung yang kurang baik dan tipe olahraga. Paparan faktor resiko
eksternal dapat berinteraksi dengan faktor internal untuk membuat atlet lebih
rentan terhadap cedera. Ketika faktor internal dan eksternal bertindak secara
bersamaan, maka atlet berada pada resiko cedera yang jauh lebih besar
daripada saat faktor resiko tersebut terisolasi.
Faktor resiko individu misalnya riwayat cedera sebelumnya, ketidak
kesegarisan tulang, kekuatan, fleksibilitas dan kontrol neuromuskuler yang
kurang baik. Faktor lain adalah ketika atlet beralih dari satu program latihan ke
program lain atau beralih berlatih dari satu permukaan ke permukaan lain;
misalnya dari rumput ke permukaan yang berkerikil
Tautan terakhir dalam rangkaian peristiwa cedera adalah mekanisme
cedera. Mekanisme cedera mengarah ke situasi terjadinya cedera, meliputi
situasi permainan, perilaku pemain lawan, serta gambaran biomekanik sendi
saat terjadinya cedera. Setiap cabang olahraga memiliki pola cedera yang
berbeda.
3). Faktor Psikologi
Psikologis yang berlebihan tidak hanya dapat merusak performa atlet,
tetapi juga cenderung meningkatkan resiko cedera. Over-arousal berhubungan
dengan gangguan teknik alami, dimana atlet seperti 'kehilangan ritme'.
Kehilangan konsentrasi juga dapat menjadi predisposisi terjadinya cedera
dengan memberi atlet lebih sedikit waktu untuk bereaksi terhadap stimulus.
Keadaan seperti ini jelas merupakan resiko dalam olahraga kontak. Under-
arousal juga bisa menjadi predisposisi terjadinya cedera, misalnya jika seorang
atlet melawan pemain yang levelnya lebih rendah, mungkin dia tidak melakukan
pemanasan dengan baik sehingga dapat menyebabkan terjadinya cedera.
Selain itu personality meliputi komitmen, kecemasan, motivasi yang
berlebihan dapat memudahkan terjadinya cedera. Riwayat stress seperti riwayat
cedera, daily hassles, coping resources seperti dukungan orang lain yang kurang
dan potentially stressful situation dapat memudahkan terjadinya cedera.

4
II. PENANGANAN CEDERA OLAHRAGA
Bagian-bagian yang biasa terkena cedera, boleh dikatakan seluruh
bagian dari tubuh. Jaringan tubuh yang biasa terkena cedera tersebut dibagi
atas:
1. Jaringan lunak, terdiri dari: kulit, jaringan dibawah kulit, pembuluh darah,
saraf, otot/tendo dan ligamen.
2. Jaringan keras, terdiri dari: tulang, tulang rawan dan sendi.

a. Cedera pada kulit


Luka yang sering terjadi ialah lecet, terpotong atau luka tusuk.
Pengobatan luka pada kulit sebagai berikut:
Kita harus membersihkan terlebih dahulu luka tersebut, karena dikhawatirkan
akan timbul infeksi. Pembersihan luka bisa dilakukan dengan menggunakan
Hidrogen Peroksida 3%, Betadine, Kalium Permanganat atau bila tidak tersedia
semuanya, boleh menggunakan sabun kemudian diberi salep antibiotik.
Pada luka yang lebih besar misalnya luka robek, pertolongan
pertamanya adalah; pertama luka dibersihkan kemudian luka di bebat dengan
kasa steril untuk memberhentikan pendarahannya. Setelah itu luka tersebut kita
kompres dengan es dan posisikan agak tinggi. Bila pertolongan pertama masih
terjadi pendarahan, maka sebaiknya kita rujuk ke Rumah Sakit.
b. Cedera pada otot
Cedera pada otot bisa berbentuk Strain, Strain dibagi 3 derajat, yaitu:
- Derajat 1 : cedera paling ringan, dimana cedera yang terjadi hanya
mengenai beberapa serabut otot, tempat yang terkena
cedera tampak sedikit bengkak dan berasa nyeri.
- Derajat 2 : cedera yang terjadi adalah robeknya otot sampai setengah
jumlah serabut otot.
- Derajat 3 : cedera yang terjadi adalah robeknya otot hampir putus atau
sampai putus seluruh serabut otot.

5
Cara menguji otot yang mengalami strain adalah dengan metode tahanan
(isometrcic test), yaitu kita menahan kontraksi sekelompok otot pada
bagian yang dekat dengan insersionya. Pada strain penderita akan
merasa nyeri pada lokasi cedera sewaktu menjalani metode tahanan.
c. Cedera pada ligamen
Cedera pada ligamen disebut sprain. Sprain adalah robeknya ligamen.
Pembagiannya sama dengan pembagian strain. Cara menguji ligamen yang
mengalami sprain adalah dengan metode tarikan, yaitu dengan melakukan
tarikan pada bagian ligamen yang cedera. Bila terdapat sprain, pada ligamen
tersebut akan terasa nyeri.
Pertolongan pertama Strain dan sprain
- Strain/sprain derajat 1 cukup diberi istirahat
- Strain/sprain derajat 2, lakukan metode RICE dan lakukan terapi latihan 3
sampai 6 minggu
- Strain/sprain derajat 3, perlu dirujuk ke Rumah Sakit, tapi sebelumnya di
lapangan perlu dilakukan metode RICE.
d. Patah tulang (Fractur)
Patah tulang adalah suatu keadaan dimana tulang retak, pecah atau
patah. Hal ini bisa terjadi pada tulang maupun tulang rawan. Patah tulang dapat
dibagi menjadi 2 macam:
- Fractur sederhana (simple fractur) ; tulang patah tidak diikuti robeknya kulit
- Fractur kompleks (Compound fractur); tulang patah disertai menonjolnya
ujung tulang keluar. Jenis fractur ini sangat berbahaya karena mudah terjadi
infeksi.
Gejala dari patah tulang adalah:
1. Adanya reaksi radang setempat yang hebat
2. Nyeri tekan pada tempat yang patah.
3. Perubahan bentuk tulang (deformitas)
4. Fungsiolesi
5. Krepitasi yaitu bunyi tulang karena gesekan kedua ujung tulang yang patah.

6
Pertolongan pertama pada patah tulang adalah: memasang spalk/bidai dan
lakukan metode RICE, kemudian rujuk ke Rumah Sakit.
e. Kram Otot
Disebabkan sekelompok otot tertentu terlalu berat berkerja, kehilangan cairan
tubuh, cuaca dingin dan juga gangguan sirkulasi; yang disebabkan kaus kaki
terlalu ketat, atau semua faktor yang dapat menyebabkan kram.
Pengobatan
Regangkan otot yang terkena kram, masase halus di tempat yang mengalami
kram
f. Atlet tidak sadar/pingsan
Pengobatan;
1. Pastikan jalan napas bebas dari benda asing dan atlet yang cedera mampu
bernapas dengan bebas
2. Tempatkan pemain dalam posisi rileks
3. Carilah bantuan medis.
g. Pendarahan hidung
Umumnya disebabkan benturan/trauma, akibat pecahnya pembuluh darah
Pleksus Kiesselbach
Pertolongan pertama : Dudukkan, batang hidung ditekan/dipijat, bernapas
melalui mulut, kompres dengan es
h. Nyeri abdomen
Rasa sakit yang menusuk pada perut bagian atas ketika sedang bermain
Disebabkan kejangnya otot sekat rongga dada, gas dalam usus, berkurangnya
suplai darah akibat perut kenyang.
Pertolongan: berhenti latihan, tekan jari tangan dalam-dalam pada bagian yang
nyeri, membungkuk dan bernapas melalui mulut

7
8

Anda mungkin juga menyukai