Anda di halaman 1dari 5

Jawaban no.

Faktor risiko adalah sesuatu yang meningkatkan peluang Anda mengalami cedera.

Faktor risiko juga dapat dipilih sebagai intrinsik atau ekstrinsik untuk atlet. Faktor risiko intrinsik
adalah yang terkait dengan Anda, atlet, khususnya, seperti usia, jenis kelamin, anatomis, kontrol
neuromuskular, dan riwayat cedera sebelumnya. Faktor risiko ekstrinsik adalah yang berhubungan
dengan lingkungan olahraga, seperti penggunaan alat pelindung, iklim, keterampilan atau
kemampuan lawan dan aturan permainan. Bersaing dengan standar yang tinggi meningkatkan
insiden cedera olahraga, juga memiliki risiko cedera lebih besar daripada non-kontak dan dalam
olahraga lebih banyak cedera yang terjadi selama pertandingan daripada dalam pelatihan, berbeda
dengan olahraga individu.

Tendon achilles itu apa?


Tendon Achilles merupakan gabungan dari tiga otot besar di betis, yaitu
gastroknemius medial dan lateral, serta soleus, yang fungsi utamanya adalah
mengangkat tumit kaki ke atas.

Jika kita kemudian melihat faktor ekstrinsik seperti lingkungan, katakanlah atlet basket biasanya
Latihan di Pantai untuk meningkatkan performa lompatan lalu ia memutuskan untuk beralih dari
berlari di pantai ke berlari di jalan, dia telah mengubah karakteristik beban tendon Achilles yang
normal, meningkatkan besaran pengulangan eksternal. pembebanan ke tendon Achilles. Sekarang
atlet ini rentan terhadap cedera tendon Achilles baik dari trauma kumulatif, sering terlihat pada
cedera berlebihan, atau dari beberapa peristiwa pemicu seperti tergelincir di permukaan jalan yang
basah, yang akan meningkatkan laju pembebanan ke tendon Achilles dengan toleransi beban yang
menurun. menyebabkan cedera akut.

Jawaban LO no. 3

Festiawan, Rifqi. (2021). Terapi dan Rehabilitasi Cedera Olahraga. 10.31219/osf.io/gzcr3.


Cedera ada 2 jenis yaitu : cedera akut dan cedera kronis. Cedera akut yaitu cedera yang terjadi secara
tiba-tiba, sedangkan cedera kronis yaitu cedera yang yang berkembang secara perlahan-lahan dari
melakukan olahraga yang rendah, dan terus menerus di alami selama melakukan olahraga.

Jenis-Jenis Cedera Ada beberapa jenis cedera yang sering dialami ketika melakukan aktivitas
olahraga, diantaranya yaitu:
1. Sprain Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament (jaringan
yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi.
Kerusakan yang parah pada ligament atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada
sendi. Gejalanya dapat berupa nyeri, inflamasi/peradangan, dan pada beberapa kasus,
ketidakmampuan menggerakkan tungkai.

Berikut ini adalah tingkatan cedera sprain:

a. Sprain Tingkat I Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya
beberapa serabut yang putus. Hematoma adalah kondisi ketika darah merembes dan terkumpul di bawah
kulit, sehingga muncul memar pada kulit. Kondisi ini umumnya terjadi karena robeknya pembuluh darah
akibat cedera . Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan rasa sakit pada daerah
tersebut. cedera pada tingkat ini cukup diberikan istirahat saja karena akan sembuh dengan
sendirinya.

(Jadi pada kondisi ini tidak diperlukan adanya penanganan spesifik atau terapi lebih lanjut yang
spesifik tidak apa apa)

b. Sprain Tingkat II Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih
separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan,
pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian
tersebut. kita harus membrikan tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang diberikan agar bagian yang
cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut tekan, spalk maupun gibs.

c. Sprain Tingkat III Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah.
Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan,
tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan– gerakan yang abnormal. Cedera tingkat ini
harus dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi namun harus diberi pertolongan pertama terlebih
dahulu.

Cidera derajat I biasanya sembuh dengan cepat dengan pemberian istirahat, es, kompresi dan elevasi
(RICE). Terapi latihan dapat membantu mengembalikan kekuatan dan fleksibilitas. Cidera derajat II
terapinya sama hanya saja ditambah dengan immobilisasi pada daerah yang cidera. Kunci dari
penyembuhan adalah evaluasi dini dengan professional medis.

2. Strain Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-
tendinous (otot dan tendon).
3. Knee Injuries adalah Cidera yang terjadi karena adanya paksaan dari tendon. Saat mengalami
cidera ini akan merasakan nyeri tepat dibawah mangkuk lutut setelah melakukan latihan olahraga.
Rasa sakit itu disebabkan oleh gerakan melompat dlsbg.

4. Fractures -> Setiap tulang yang mendapatkan tekanan terus-menerus diluar kapasitasnya dapat
mengalami keretakan (stress fracture). Kelemahan pada struktur tulang sering terjadi pada atlet ski,
jogging, berbagai atlet lari, dan pendaki gunung maupun para tentara, mengalami march fracture.
Macam-macam patah tulang:

a. Patah tulang terbuka dimana fragmen (pecahan) tulang melukai kulit diatasnya dan tulang keluar.
b. Patah tulang tertutup dimana fragmen (pecahan) tulang tidak menembus permukaan kulit

->fisiologis terapi dingin

Aplikasi dingin dapat mengurangi sensitivitas dari akhiran syaraf yang berakibat terjadinya
peningkatan ambang batas rasa nyeri. Aplikasi dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan
dengan jalan mengurangi metabolisme lokal sehingga kebutuhan oksigen jaringan menurun. Respon
neurohormonal terhadap terapi dingin adalah sebagai berikut : 1) Pelepasan endorphin 2)
Penurunan transmisi saraf sensoris 3) Penurunan aktivitas badan sel saraf 4) Penurunan iritan yang
merupakan limbah metabolisme sel 5) Peningkatan ambang nyeri

Untuk cedera akut seperti keselo, terapi dingin sering digunakan bersama-sama dengan teknik
pertolongan pertama pada cedera yang disebut RICE (rest, ice, compression and elevation). Teknik ini
meliputi :

1) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera.

2) Memberikan es selama dua hari setelah cedera untuk mencegah pembengkakan luka.

3) Mempergunakan kompresi elastis selama dua hari untuk mencegah pembengkakan.

4) Berusaha agar bagian yang cedera ada di atas letak jantung untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya pembengkakan.
 Rest (Istirahat): tubuh memiliki mekanisme pemulihan diri sendiri. Istirahat adalah faktor
kunci mekanisme itu. Jika bagian yang cedera diistirahatkan, pemulihan akan lebih
cepat. Selain itu, jika tidak beristirahat maka cedera bisa berkembang makin parah.
 Ice (Es): penggunaan kantong es bisa membantu mengendalikan hingga mengurangi
bengkak yang terjadi akibat cedera ringan. Rasa sakit atau nyeri pada bagian yang
cedera juga dapat berkurang.
 Compression (Kompresi): jika terjadi peradangan, berarti ada penumpukan cairan
pada area yang cedera sehingga menyebabkan rasa sakit, mengurangi aliran darah, dan
membatasi mobilitas. Kompresi atau penekanan menggunakan bahan elastis atau lunak
pada bagian yang cedera itu dapat membantu mengendalikan cairan yang menumpuk.
 Elevation (Pengangkatan): dengan mengangkat bagian tubuh yang cedera, aliran
darah tidak akan terfokus pada bagian tersebut sehingga dapat mengurangi rasa sakit
dan pembengkanan.

A Thermotherapy

Thermotherapy merupakan pemberian aplikasi panas pada tubuh untuk mengurangi gejala nyeri
akut maupun kronis. Terapi ini efektif untuk mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan
otot walaupun dapat juga dipergunakan untuk mengatasi berbagai jenis nyeri yang lain. Panas pada
fisioterapi dipergunakan untuk meningkatkan aliran darah kulit dengan jalan melebarkan pembuluh
darah yang dapat meningkatkan suplai oksigen dan nutrisi pada jaringan. Panas juga meningkatkan
elastisitas otot sehingga mengurangi kekakuan otot. Thermotherapy sering dipergunakan pada fase
kronis cedera, sedangkan cryotherapy (coldtherapy) digunakan pada fase akut cedera untuk
mengurangi reaksi peradangan sebelum thermotherapy dilakukan untuk meningkatkan aliran darah
pada daerah tersebut. Atas dasar ini thermotherapy baru dilakukan setelah beberapa hari paska
cedera. Thermotherapy sering dikombinasikan dengan air (hydrotherapy). Selain didapat dengan
pemanasan air, terdapat pula beberapa alat-alat listrik yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan
panas. Terapi panas tidak diperkenankan pada beberapa kondisi seperti orang dengan gangguan
syaraf tepi (misalnya akibat dari neuropati) karena dapat meningkatkan resiko terjadinya kerusakan
kulit.

12. Asam laktat dan Perbedaan reaksi Baim dan Doni

Sistem metabolisme energi untuk menghasilkan ATP dapat berjalan secara aerobik (dengan oksigen)
dan secara anaerobik (tanpa oksigen). Kedua proses ini dapat berjalan secara simultan di dalam
tubuh saat berolahraga. Simultan berarti terjadi atau berlaku pada waktu yang bersamaan, secara
serentak, atau secara serentak dilakukan
Respirasi aerobic terjadi dengan 4 tahapan :

1. Pada proses glikolisis atau tahapan pemecahan gula yang diubah menjadi asam
piruvat serta proses ini sendiri terjadi di sitoplasma.
2. Setelah itu, dilanjutkan lagi ke proses dekarboksilasi oksidatif. Pada proses ini,
terjadi pada mitokondria. Di proses ini, asam piruvat akan diubah menjadi asetil
Co-A.
3. Tahapan selanjutnya adalah siklus krebs. Pada proses ini juga dilakukan pada
mitokondria. Lalu, diproses ini yang akan dihasilkan dalam asam sitrat dan
oksaloasetat.
4. Terakhir, tahapan transport electron. Di tahapan atau proses ini bisa dibilang
masih juga dilakukan di mitokondria. Lalu, yang dihasilkan dari proses ini adalah
H2O dan juga energi.
Prosesnya lebih lama tapi menghasilkan energi yang cukup besar, namun ketika
tubuh dalam keadaan hypoxia atau kekurangan oksigen, maka glikolisis yang terjadi
di otot akan beralih

Adenosine triphosphate (ATP) merupakan sumber energi yang terdapat di dalam sel-sel tubuh
terutama sel otot yang siap dipergunakan untuk aktivitas otot. Terdapat 2 macam sistem pemakaian
energi anaerobik yang dapat menghasilkan ATP selama exercise yaitu (1) sistem ATP-CP (2) sistem
asam laktat. Sistem oksigen/ aerobik membutuhkan oksigen untuk memecahkan glikogen/glukosa
menjadi CO2 dan H2O melalui siklus krebs (Tricarboxyclic acid=TCA) dan sistim transport elektron

Glikogen atau glukosa dipecah secara kimia menjadi asam piruvat dan dengan adanya O2 maka asam
laktat tidak menumpuk. Asam piruvat yang terbentuk selanjutnya memasuki siklus Kreb dan sistim
transport elektron. Sistim aerobik digunakan untuk exercise yang membutuhkan energi lebih dari 3
menit seperti lari marathon, renang gaya bebas 1500 m. Reaksi aerobik terjadi dalam sel otot yaitu
pada organel mitokondria. Sistem aerobik menghasilkan ATP lebih lambat daripada sistem ATP-CP
dan asam laktat, tetapi produksi ATP jauh lebih besar. Dengan jumlah 36 Atp

Fungsi utama glukosa adalah menghasilkan energi bagi jaringan tubuh. Cara terpenting untuk
pelepasan energi dari molekul glukosa adalah proses glikolisis dan kemudian oksidasi dari produk
akhir glikolisis. Pada proses glikolisis yang berlangsung di dalam sarkoplasma dan dikatalisis oleh
enzimenzim protein sarkoplasma terlarut pada masing-masing tahap. Glikogen mulamula putus
menjadi unit-unit glukosa 1-fosfat dan masing-masing unit dibagi menjadi dua fragmen 3-karbon.
Produk akhir dari perombakan glukosa adalah asam piruvat.

Anda mungkin juga menyukai