Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN STUDI KASUS

“Archilles Sinistra”

Mata kuliah :PKK Keperawatan Medikal Bedah (KMB 1)

DISUSUN OLEH :

Nama : Siti rahma Maryam kaplale

Nim : P07120321062

Tingkat : 2B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PRODI KEPERAWATAN MASOHI

2022/2023
A. KONSEP MEDIS

1. Definisi

Tendinitis adalah peradangan yang terjadi pada tendon, yaitu jaringan yang
menghubungkan otot dan tulang. Meski umumnya menyerang tendon di bahu, siku,
lutut, pergelangan kaki, atau tumit, kondisi ini dapat terjadi pada tendon di bagian
tubuh mana pun.tendinitis umumnya terjadi akibat aktivitas yang dilakukan secara
berulang, seperti berkebun dan mencangkul. Tendinitis menyebabkan tendon
terasa sakit ketika otot digerakkan sehingga dapat mengganggu pergerakan.
Kondisi ini dapat berlangsung dalam jangka pendek (akut) atau jangka panjang
(kronis).
Pada sebagian besar kasus, tendinitis bisa sembuh dengan beristirahat,
mengonsumsi obat pereda nyeri, serta menjalani fisioterapi. Akan tetapi,
tendinitis yang parah dapat mengakibatkan robekan pada tendon sehingga perlu
diatasi dengan operasi.

2. Etiologi
Endinitis umumnya disebabkan oleh gerakan yang dilakukan secara
berulang-ulang, seperti gerakan melompat yang sering dilakukan atlet basket,
atau gerakan mengayun tangan yang sering dilakukan oleh atlet tenis. Gerakan
tersebut dapat membuat tendon menjadi tertekan sehingga terjadi
peradangan.Pada kasus tertentu, tendinitis juga dapat terjadi karena cedera
akibat mengangkat beban berat.

 Faktor risiko tendinitis

Tendinitis dapat terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, ada beberapa


faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita tendinitis,
yaitu:

 Memiliki pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang, seperti


atlet, petani, atau pekerja bangunan
 Memiliki riwayat penyakit yang memengaruhi tulang dan sendi,
seperti rheumatoif arthritis atau penyakit asam urat
 Berusia di atas 40 tahun
 Mengonsumsi obat yang dapat merusak tendon, seperti
levofloxacin atau ciprofloxacin, tanpa saran dari dokter
 Memiliki postur tubuh yang buruk ketika bekerja
 Tidak melakukan pemanasan sebelum berolahraga
 Memiliki berat badan berlebih atau obesitas

3. Patofisilogi

Patofisiologi ruptur tendon Achilles berkaitan dengan degenerasi tendon dan


faktor mekanik. Dilaporkan bahwa 1 dari 3 ruptur tendon Achilles disebabkan
oleh pembebanan eksentrik yang cepat atau aktivitas berbasis pilometrik
eksplosif.

 Faktor Mekanik
Faktor mekanik yang menyebabkan mudahnya terjadi ruptur
tendon Achilles adalah adanya intensitas aktivitas atau olahraga
berlebihan, mikrotrauma kronis, overpronasi tendon, dan insufisiensi otot
gastrocnemius atau soleus. Pada kondisi normal, komposisi otot paling
banyak adalah kolagen tipe I. Namun, adanya stres dan trauma tendon
menyebabkan kompensasi berupa peningkatan kolagen tipe III yang
kurang kuat jika meregang sehingga memudahkan terjadinya ruptur.
 Degenerasi
Penyebab terjadinya degenerasi tendon antara lain adalah
pengaruh usia, kondisi medis, penggunaan flurokuinolon, dan
kortikosteroid.

 Pengaruh Usia

Pertambahan usia menyebabkan kondisi hipo/avaskular


yang menyebabkan fragilitas tendon meningkat dan durasi
penyembuhan menjadi lebih lama.
 Kondisi Medis

Beberapa penyakit dapat menyebabkan percepatan


degenerasi tendon, misalnya rheumatoid arthtritis , penyakit
genetik dengan abnormalitas kolagen,dislipidemia , dialisis jangka
panjang, diabetes mellitus, dan transplantasi ginjal.

 Penggunaan Fluorokuinolon

Fluorokuinolon seperti ciprofloxacin dan levofloxacin  akan


menurunkan transkripsi dekorin. Dekorin merupakan proteoglikan
yang berfungsi dalam pertumbuhan jaringan dan
mempertahankan kekuatan tendon. Berkurangnya dekorin akan
menyebabkan perubahan struktur dan mengubah biokimia otot
sehingga mudah terjadi ruptur.

 Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid baik oral maupun injeksi akan


menekan fibroblast dan menghambat pertumbuhan jaringan
sehingga durasi penyembuhan lebih lama. Selain itu, masking
effect akibat penggunaan kortikosteroid membuat pasien akan
meningkatkan aktivitas melebihi kemampuan yang tentunya
berisiko membuat ruptur tendon.

4. Tanda dan Gejala


Gejala cedera tendon achilles yang paling umum adalah:
 Rasa nyeri pada kaki yang muncul secara tiba-tiba, rasanya bagian
belakang betis seperti ditendang.
 Rasa sakit yang bertambah semakin parah saat Anda aktif bergerak.
 Pembengkakan di bagian belakang kaki, antara betis dengan tumit.
 Kesulitan berjalan, khususnya jika naik tangga atau berjalan di tanjakan.
 Kesulitan mengangkat jemari kaki.
 Terdapat suara seperti retak atau patah pada kaki yang mengalami
cedera tendon.
 Tendon achilles yang terasa kaku saat bangun dari posisi berbaring.
 Rasa sakit di area tendon setelah berolahraga.
 Tendon menjadi lebih tebal.
 Ada tulang yang menonjol pada tumit.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis tendinitis Achilles bisa ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik, gejala yang paling sering muncul adalah nyeri di belakang kaki atau diatas
tumit dan kekakuan diatas tumit yang sering muncul di pagi hari. Pemeriksaan
penunjang dibutuhkan beberapa kasus untuk mempertajam diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding seperti bursitis dan fraktur pada kalkaneus.

 Anamnesis
Nyeri yang dirasakan pada tendinitis Achilles biasanya
dimulai sebagai nyeri ringan di bagian belakang kaki atau di atas
tumit setelah berlari atau aktivitas olahraga. Rasa nyeri yang lebih
berat biasanya dirasakan jika kegiatan olahraga tersebut tetap
dilakukan terus-menerus. Pada beberapa orang biasanya
mengalami kekakuan diatas tumit, terutama di pagi hari, yang
biasanya membaik dengan aktivitas ringan.

 Pemeriksaan Fisik
Kunci pemeriksaan fisik pada gangguan muskular
adalah look, feel dan move.
 Pada tahap look, lihat gait pasien, kemudian lakukan
inspeksi kulit dan lihat apakah terdapat
pembengkakan, ecchymosis, dan benjolan pada otot.
 Pada tahap feel, palpasi tendon untuk merasakan
kekenyalan dan bentuk otot, apakah terdapat nyeri tekan
atau teraba gap, letak gap umumnya berada pada 2-6 cm
di atas tulang calcaneus. Namun gap bisa tidak teraba jika
terdapat pembengkakan.
 Pada tahap move: lakukan penilaian Range Of
Motion (ROM) baik aktif dan pasif serta bandingkan
kekuatan otot dengan kontralateral. Jika terjadi ruptur,
kekuatan plantarfleksi menurun sedangkan pergerakan
pasif dan aktif dorsofleksi tidak terpengaruh.
 Pedoman American Academy of Orthopaedic
Surgeons (AAOS) menyarankan pemeriksaan Thompson
test dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan adalah Matles test, Copeland
test, dan O’Brien test.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tendinitis Achilles harus meliputi istirahat, kontrol nyeri
dan rehabilitasi untuk memperbaiki fungsi. Pada kasus-kasus komplikasi seperti
adanya ruptur maka tindakan pembedahan harus dilakukan.
 Terapi Konservatif
Pada terapi konservatif komponen istirahat, kontrol nyeri,
aplikasi es dan rehabilitasi fungsi harus dilakukan.Istirahatkan
area yang sakit sangat penting untuk mengurangi risiko
bertambahnya keparahan dari peradangan yang ada serta untuk
mencapai recovery. Hal ini sangat bermanfaat terutama pada
kasus-kasus yang disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan.

7. Komplikasi
Tendinitis yang tidak ditangani dengan baik dapat meningkatkan risiko
robeknya tendon. Jika tendon robek, penanganan perlu dilakukan dengan
operasi.Jika peradangan pada tendon berlangsung selama beberapa minggu
atau beberapa bulan, penderita tendinitis dapat mengalami tendinosis. Kondisi ini
menyebabkan kerusakan kronis pada tendon sehingga menimbulkan nyeri dan
kaku pada tendon yang terkena.
 Pencegahan Tendinitis
Beberapa upaya yang dapat Anda lakukan untuk mencegah
tendinitis adalah:
 Menghindari aktivitas yang memberi tekanan berlebih pada
tendon, terutama jika dilakukan secara terus-menerus
 Melakukan jenis olahraga lain jika olahraga yang biasa
dilakukan menimbulkan nyeri
 Mengikuti saran instruktur olahraga profesional agar
gerakan yang dilakukan tidak menimbulkan masalah pada
tendon
 Melakukan peregangan sebelum dan setelah latihan, untuk
memaksimalkan gerakan sendi dan mengurangi risiko
cedera
 Mengenakan sepatu olahraga dan alat pelindung yang
tepat sesuai dengan jenis olahraga yang dilakukan
 Mengatur posisi duduk yang benar, seperti posisi
punggung yang tetap tegak selama duduk

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien : Nama klien, nomor RM, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, pekerjaan, agama, alamat, tanggal MRS, diagnosa medis:
diagnosa medis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang, tidak bisa
hanya dengan manifestasi klinik yang ada, tanggal pengkajian, jam
pengkajian.
b. Riwayat penyakit sekarang
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang dialami sekarang seperti
apakah ada nyeri, nyeri skala berapa, intensitas nyerinya, penyebab
terjadinya nyeri. Apakah terdapat sesak nafas, mual muntah, keringat dingin
dan lemah.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Yang dikaji adalah riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat opname
dengan trauma, operasi, transfusi darah, alergi dan kebiasaan spesifik klein
lainnya. Selain itu, dikaji pula apakah sebelumnya pasien pernah menderita
nyeri dada, darah 23 tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan
yang biasa diminum oleh pasien pada masa lalu yang masih relevan.Catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan
reaksi alergi apa yang timbul
d. Riwayat keluarga
Kaji penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota
keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor
risiko utama untuk penyakit jantung pada keturunannya.
e. Status kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena
sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP), bentuk
gelombang pada tekanan darah invasive, curah jantung dan cardiac index,
serta drainase rongga dada
f. Status respirasi
Meliputi ukuran dan tanggal pemasangan ETT, masalah yang timbul
selama intubasi, gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi,
volume tidal, konsentrasi oksigen, mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan
ventilator, saturasi oksigen, serta analisa gas darah.
g. Status neurologi
Meliputi tingkat kesadaran, orientasi,pemberian sedasi, ukuran refleks
pupil terhadap cahaya, gerakan reflex (reflex muntah, patella, tendon),
memori, nervus cranial, serta gerakan ekstremitas.
h. Status fungsi ginjal
Meliputi haluaran urine, warna urine, osmolalitas urine, distensi kandung
kemih, serta kebutuhan cairan.

i. Status gastrointestinal
Meliputi bising usus, frekuensi bising usus, palpasi abdomen, nyeri pada
saat palpasi, mual, muntah, frekuensi BAB, konsistensi dan warna feses,
j. Status musculoskeletal
Meliputi kondisi kulit, gerakan ekstremitas, lokasi luka, kekuatan dan
tonus otot.

2. Diagnose keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien


terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnose
keperawatan yang mungkin mucul adalah:
1) Nyeri akut
2) Gangguan rasa nyaman
3) Gangguan pola tidur
4) Gangguan mobilitas fisik

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh


perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan
luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Intervensi keperawatan
pada kasus archilles sinistra berdasarkan buku standar intervensi keperawatan
Indonesia sebagai berikut :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis.latihan fisik
berlebihan) (D.0077)
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat nyeri
menurun (L.08066)
Intervensi keperawatan : manajemen nyeri (I.08238)
2) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit (D.0074)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status
kenyamanan meningkat (L.08064)
Intervensi keperawatan : manajemen nyeri (I.08238)
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur (D.0055)
Tujuan : setelah dilakukan tindKn keperawatan diharapkan pola tidur
membaik (L.05045)
Intervensi : dukungan tidur (I.05174)
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak (D.0054)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilitas
fisik meningkat (L.05042)
Intervensi : dukungan ambulasi (I.06171)

4. implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai


setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012).
Menurut Setiadi (2012) dalam buku Konsep & penulisan Asuhan Keperawatan,
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).
Menurut (Asmadi, 2008)Terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini meliputi 4
komponen yang dikenal dengan istilah SOPA, yakni subjektif (data keluhan
pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data
dengan teori), dan perencanaan.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktifitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai
dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode
yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara
pada akhir pelayanan, menanyakan respon pasien dan keluarga terkai
pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi dalam pencapaian tujuan keperawatan,
yaitu :
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian
3) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Furuhata, R., et al. (2020). Seasonal Variation in the Onset of Acute Calcific
Tendinitis of Rotator Cuff. BMC Musculoskeletal Disorders, 21(1), pp. 741.

Macchi, M., et al. (2020). Obesity Increases the Risk of Tendinopathy, Tendon
Tear and Rupture, and Postoperative Complications: A Systematic Review of Clinical Studies.
Clinical Orthopaedics and Related Research, 478(8), pp. 1839–1847.

Van der Vlist, A., et al. (2019). Clinical Risk Factors for Achilles Tendinopathy: A
Systematic Review. British Journal of Sports Medicine, 53(21), pp. 1352–1361.

National Health Service UK (2020). Health A to Z. Tendonitis.

Cleveland Clinic (2020). Disease & Conditions. Tendinitis.

Mayo Clinic (2020). Diseases & Conditions. Tendinitis.

American College of Rheumatology (2021). Diseases & Conditions. Tendinitis


(Bursitis).Drugs (2021). Tendonitis.

Anda mungkin juga menyukai