2. Etiologi Strain
a. Pada strain akut
Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
b. Pada strain kronis
Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang berlebihan / tekanan
berulang-ulang, menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).
Predileksi : punggung, otot harmstring, dan kaki, umumnya disebakan karena
olahraga
3. Klasifikasi Strain
Berdasarkan berat ringannya cedera (Sadoso, 1995: 15), strain dibedakan
menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a. Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat, tetapi belum sampai terjadi
b.
43
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit musculo tendineus. Tahap ini
c.
4. Patofisiologi Strain
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau
tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang
salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha
bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan
daerah sekitar cedera memar dan membengkak.
Nyeri mendadak
Nyeri tekan lokal
Kontraksi isometrik
Bengkak pada persendian yang terkena memar atau kemerahan lokal
PATHWAY STRAIN
44
6. KOMPLIKASI
a. Tendonnitis
Tendonitis atau tendinitis adalah peradangan atau iritasi tendon. Regangan
terus-menerus, penggunaan berlebihan atau penyalahgunaan tendon yang
menyebabkan cedera stres berulang, atau cedera akut yang serius dapat
menyebabkan tendonitis.
Gejala tendonitis adalah nyeri, kekakuan, dan rasa terbakar di tendon dan
daerah sekitarnya. Nyeri dapat memburuk selama dan setelah aktivitas yang
melibatkan tendon.
Tendonitis biasanya terjadi pada ibu jari, siku, bahu, pinggul, lutut, dan
pergelangan tangan, tetapi dapat terjadi di mana saja terdapat tendon.
b. Strain dapat berulang
c. Perioritis
d. Perubahan patologi
Adanya inflasi ringan dan mengganggu jaringan otot dan tendon namun
tanda perdarahan yang besar.
B. SPRAIN
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
45
1. Definisi Sprain
a. Sprain (terkilir) adalah cidera pada jaringan lunak di sekililing suatu sendi, dan
menyebabkan perubahan warna, pembengkakan dan nyeri. (Chris Brooker,
Ensiklopedia Keperawatan, 2008. EGC)
b. Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar. (Suratun, Klieen Gangguan Sistem Muskuloskeletal)
c. Sprain adalah trauma pada sendi biasanya terjadi pada ligamen. Pada sprain yang
berat ligamen dapat putus. Sparin inflamasi, pembengkakan, dan nyeri.
(elizabeth J. Corwin, Buku Saku Patofisiologi , 2009)
d. Sprain adalah cedera struktur ligamen disekitar sendi, akibat gerakan menjepit
atau memutar. Fungsi ligamen adalah stabilitas namun masih memungkinkan
mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangna kemampuan stabilitasnya.
Pembuluh darah akian terputus dan terjadilah edema; sendi terasa nyeri tekan
dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus
meningkat selama 2-3 jam setelah cedera akibat pembengkakan dan perdarahan
yang terjadi. Pasien harus diperiksa dengan sinar-x untuk mengevaluasi bila ada
cedera tulang. Fraktur avulsi (suatu fragmen tulang tertarik oleh ligamen atau
tendon) dapat terjadi pada sprain (Smeltzer, Suzzane C. Buku ajar KMB Brunner
Suddarth, 2001).
Jadi,
sprain
adalah
kerusakan
pada
ligamen,
jaringan
fibrosa
yang
2. Etiologi Sprain
a. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta
kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh tahun
kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun
pada usia tiga puluh tahun.
b. Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga jaringan
ligamen mengalami sprain.
c. Terpelintir
d. Adanya tekanan pada tubuh yang menyebabkan sendi bergeser, sehingga terjadi
cidera ligamen
e. Pukulan
46
Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi dan
menyebabkansprain.
f. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan. Dengan
melakukan pemanasan otot-otot akan menjadi lebih lentur
3. Tingkatan/Klasifikasi Sprain
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh (1992: 195) membagi sprain
menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya
beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan,
pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
b. Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih
separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri
tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat
menggerakkan persendian tersebut.
c. Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah.
Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam
persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat
gerakangerakan yang abnormal.
47
4. Derajat Strain
Cedera strain terbagi menjadi derajat satu, dua dan tiga.
a. Strain derajat pertama
Peregangan ringan dari otot/tendon menghasilkan ketegangan pada saat
dipalpitasi, memungkinkan ketegangan otot, tetapi tidak mengalami kehilangan
rentang gerak sendi (ROM), edema, atau ekimosis. Penangannannya adalah
mengukur kenyamanan dengan tindakan pengompresan dingin secara intermitten
pada 24 jam pertama, kemudian pengompresan hangat, relaksan otot, analgesic
ringan dan obat anti imflamasi.
b. Strain derajat kedua
Peregangan sedang atau sobekan pada otot atau tendon yang mengasilkan
spasme otot yang berat, nyeripada gerakan yang pasif, dan edema segera setelah
luka, diikuti dengan ekimosis. Penangannannya sama dengan strain derajat
pertama, kecuali pada penggunaan es digunakan secara intermediet selama lebih
dari 48 jam, setelah kompres hangat dilakukan. Mobilitas dibatasi selama 4-6
minggu, kemudian diikuti latihan yang bertahap. Tindakan pembedahan
diperlukan pada kasus berat.
c. Strain derajat ketiga
Peregangan berat dan penggerusan komplit dari tendon/ otot yang
menyebabkan spasme otot, ketegangan, edema, dan kehilangan pergerakan.
Penanganannya sama dengan derajat kedua.
Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan
teraba pada bagian otot yang mengaku. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak
bisa berkontraksi dan terbentuk benjolan. Cidera strain membuat daerah sekitar
cedera memar dan membengkak. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi
perubahan warna, ada tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot
mengalami kekejangan.
Therapist mengkategorikan sprain dan strain berdasarkan berat ringannya
cidera. Derajat I (ringan) berupa beberapa stretching atau kerobekan ringan pada
otot atau ligament. Derajat II (sedang) berupa kerobekan parsial tetapi masih
menyambung. Derajat III (berat) berupa kerobekan penuh pada otot dan ligament,
yang menghasilkan ketidakstabilan sendi.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
48
5. Patofisiologi
Adalah kekoyakan (avulsion) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi,
yang
disebabkan
oleh
daya
yang
tidak
semestinya,
pemelintiran
atau
nyeri
Tertekan ujung-ujung
saraf perifer
MK : gg.
mobilitas
mobilisasi
MK : Imobilisasi
MK: Risiko
Kelompok 4,cidera
S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
49
6. Manifestasi Klinis
a. Nyeri tekan (derajat nyeri meningkat selama 2-3 jam akibat pembengkakan dan
b.
c.
d.
e.
warna kulit.
f. Terjadi haemarthrosis atau perdarahan sendi
7. Komplikasi
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
50
2. Pemeriksaan Penunjang
a. MRI
Magnetic Resonance Imaging adalah jenis alat kedokteran untuk pemeriksaan
diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang
tubuh atau organ manusia. MRI tidak memberikan rasa sakit akibat radiasi
karena tidak menggunakan sinar X dalam proses tersebut.
Contoh Hasil MRI
51
b. Artroskopi
Merupakan prosedur endoskpis yang memungkinkan pandangan langsung ke
dalam sendi.
Contoh Hasil artroskopi
c.
Elekt
romy
ograf
i
Pemeriksaan ini memberi informasi mengenai potensi listrik otot dan sarafnya.
Tujuan prosedur ini adalah menentukan setiap abnormalitas fungsi unit.
d.
Foto Rontgen
Foto rontgen merupakan alat yang memanfaatkan sinar X yang sebetulnya
memiliki efek samping akibat dari radiasi.Namun, pasien tidak perlu khawatir
karena manfaat yang didapat dari teknologi ini lebih banyak, jika dilakukan
dengan benar.
Contoh hasil rontgen :
52
e.
CT Scan
Prosedur ini menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit dan
memperlihatkan
tumor
jaringan
lunak
atau
cedera
ligamen
atau
53
2. Rehabilitasi
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
54
55
Lakukan
teknik
masase (manipulasi masase) dengan cara menggabungkan teknik terusan
(friction) dan gosokan (effleurage), pada otot hamstring ke arah atas.
56
57
Lakukan traksi dengan posisi satu tangan memegang tumit dan satu tangan
yang lain memegang punggung kaki. Kemudian traksi/tarik kearah bawah
secara pelan-pelan dan putarkan kaki (engkel) dengan kondisi pergelangan
kaki dalam keadaan tertarik.
jam.
h. Penyangga beban, dilakukan sampai dapat menggerakan bagian yang sakit.
2. Sprain
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; penguranganpengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
58
b. Farmakoterapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan
peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4
jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
d.
e.
f.
g.
yang sakit.
h. Penyangga beban : Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk
selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.
59
menjadi lama sembuhnya. Padahal, jika dikompres dengan es, pembuluh darah yang
pecah pun tidak semakin pecah, justru bisa makin kuat karena terjadi pembekuan.
Bila cedera otot ini sudah cukup berat maka tindakan dokter adalah memberikan
gips, karena biasanya cedera sudah mengarah pada keretakan tulang dan sendi.
2)
3)
60
4)
61
Data Obyektif
1) Kesadaran CM
2) Klien terlihat tidak bisa berdiri dan mengalami lukaluka
3) Nampak terpasang bidai pada tungkai kiri klien dan
terpasang mitela pada bahu kiri
4) Terlihat tungkai bawah terkulai
5) Pada pemeriksaan terlihat adanya pembengkakan,
disertai nyeri tekan dan nyeri sumbu pada cruris
sinistra 1/3 dibagian depan dan daerah deltoid kosong
Data Tambahan
1) Kemungkinan pasien mengatakan tidak
1) Kemungkinan klien terlihat
bisa menggerakkan tangan kiri dan kaki
meringis kesakitan
kirinya
2) Kemungkinan pasien mengatakan
kesulitan dalam membolak-balik posisinya
3. Analisa Data
No.
Data
1
DS :
1) Klien mengatakan jatuh dari ketinggian 30 m
2) Klien mengatakan nyeri dan bengkak pada sendi bahu
kiri
DO :
1) Kesadaran CM
2) Pada pemeriksaan terlihat adanya pembengkakan,
nyeri tekan dan nyeri sumbu pada cruris sinistra 1/3
dibagian depan dan daerah deltoid kosong
3) Kemungkinan klien terlihat meringis kesakitan karena
nyeri dan tungkai bawah terkulai
4) Nampak terpasang bidai pada tungkai kiri klien dan
terpasang mitela pada bahu kiri
2.
DS :
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
Masalah
Etiologi
Nyeri
(akut)
spasme otot,
gerakan
fragmen
tulang, edema,
cedera pada
jaringan lunak
Gangguan
cedera jaringan
62
mobilitas
fisik
sekitar fraktur
dan kerusakan
rangka
neuromuskuler.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur
dan kerusakan rangka neuromuskuler.
c. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah
permukaan;
perubahan
sensasi,
sirkulasi,
akumulasi
eksresi
atau
sekret/immobilisasi fisik.
d. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan
pembentukan trombus.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit dan trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
5. Intervensi Keperawatan
a. Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil:
Intervensi:
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
63
nyeri
dan
mencegah
kesalahan
posisi
tubuh.
Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi:
1) Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
64
mendapatkan
informasi
dan
menentukan
informasi
dalam
kesempatan
untuk
mengeluarkan
energi,
65
Intervensi:
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Intervensi :
1) Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari
fraktur.
Rasional: Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat
normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena
sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
2) Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik/fungsi sensorik.
Rasional: Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi
ketika sirkulasi kesaraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
3) Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Kelompok 4, S1 Keperawatan, UPNVeteranJakarta
66
Intervensi:
1) Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional: Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat
memungkinkan terjadinya infeksi tulang.
2) Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau
adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak.
Rasional: Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan
dapat menimbulkan osteomielitis.
3) Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci
tangan.
Rasional: Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
4) Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit
kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional: Tanda perkiraan infeksi gangren.
5) Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional: Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia
menunjukkan terjadinya tetanus.
67
Intervensi:
1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi.
2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan
terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional: Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama
proses penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat
terjadi sekunder terhadap ketidak tepatan pengguanaan alat ambulasi.
3) Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan
yang memerlukan bantuan.
Rasional: Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan
bantuan.
4) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di
bawah fraktur.
Rasional: Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
5) Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.
68
6. Implementasi
Setelah rencana keperawatan di susun, maka rencana tersebut diharapkan
dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut
harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan
baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Implementasi ini juga dilakukan oleh
si pembuat rencana keperawatan dan di dalam pelaksanaan keperawatan itu kita
harus menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik.
7. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil akhir dari proses keperawatan dilakukan untuk
mengetahui sampai dimana keberhasilan tindakan yang diberikan sehingga dapat
menentukan intervensi yang akan dilanjutkan.
69