Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR SPRAIN
2.1.1 Pengertian
Sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum.
Sprain adalah cedera struktur ligament di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit serta
memutar. Sprain trauma pada sendi biasanya berkaitan dengan cedera ligament.
2.1.2 Etiologi
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan
jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh tahun kekuatan otot
akan relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia tiga
puluh tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga lutut
mengalami sprain.
3. Pukulan
Sprain knee dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian lututnya dan
menyebabkan sprain.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan.
2.1.3 Manifestasi Klinis
1. Merasakan nyeri pada lutut
2. Adanya bengkak / oedem
3. Mengalami keterbatasan gerak
4. Adanya spasme otot.
5. Kulit tampak kemerahan
2.1.4 Deraja
t Sprain

1. S
prain
Tingkat
I (Gambar A)
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa
serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa
sakit pada daerah tersebut.
2. Sprain Tingkat II (Gambar B)
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih
separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri
tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat
menggerakkan persendian tersebut.
3. Sprain Tingkat III (Gambar C)
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah.
Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam
persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan–
gerakan yang abnormal.
4. Sprain Tingkat IV (Gambar D)
Robekan yang parah pada ligamen. Biasanyua ligamennya putus sehingga tulang-
tulang yang dihubungkan olah ligamen akan terpisah.
2.1.5 Patofisiologi
Adanya tekanan eksternal yang berlebih menyebabkan suatu masalah yang
disebut dengan sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami
kerusakan serabut dari rusaknya serabut yang ringan maupun total ligamen akan
mengalami robek dan ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan stabilitasnya.
Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah edema ;
sendi mengalami nyeri dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan
nyeri terus meningkat selama 2 sampai 3 jam setelah cedera akibat membengkaan dan
pendarahan yang terjadi maka menimbulkan masalah yang disebut dengan sprain.
2.1.6 Komplikasi
1. Plica Syndrome
Sindrom plica disebabkan oleh adanya penebalan pada lapisan persediaan
lutut. Biasanya terjadi pada bagian dalam tepat pada perbatasan patella bagian
atas.Lapisan-lapisan persendian tersebut tersebut tersusun dari jaringan yang
dinamakan synovium. Jaringan synovium ini memproduksi cairan pelumas yang
disebut cairan synovial. Jika terjadi penebalan pada lapisan ini lapisan akan
menggesek pada bagian-bagian lutut lainnya, khususnya bagian dalam femural
condyle (ujung bagian bawah dari tulang paha) sehingga menimbulkan rasa sakit
dan iritasi.
2. Compartment Syndrome
Para atlet pada umumnya sering mengalami permasalahan (gangguan rasa
nyeri atau sakit) yang terjadi pada kaki bawah (meliputi daerah antara lutut dan
pergelangan kaki). Terkadang rasa sakit/nyeri tersebut terjadi karena adanya suatu
sindrom kompartemen. Diagnosa terhadap sindrom tersebut dilakukan dengan
cara perkiraan, karena pola karakteristik (gejala) dan rasa sakit tersebut dan
ukuran tekanan kompartemennya. Diantara beberapa penyakit yang menyertai
sindrom ini dapat diatasi dengan pembedahan (operasi).
3. Shin Splints
Istilah shin splints kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan adanya
rasa sakit (cedera pada kaki bagian bawah yang seringkali terjadi akibat
melakukan berbagai aktivitas olahraga, termasuk olahraga lari. Shin splints
tersebut dibedakan menjadi dua jenis menurut lokasi rasa sakitnya. Anterior Shin
Splints, yaitu rasa sakit yang terjadi pada bagian depan (anterior) dari tibia. Dan
yang kedua adalah Posterior Shin Splints, rasa sakit tersebut terasa pada bagian
dalam (medial) kaki pada tulang tibia. Shin splints disebabkan oleh adanya
robekan sangat kecil pada otot-otot kaki bagian bawah yang berhubungan erat
dengan tibia. Pertama-tama akan mengalami rasa sakit yang menarik-narik setelah
melakukan lari. Apabila keadaan ini dibiarkan dan terjadi terus, maka akan
semakin parah, bahkan dapat juga terasa sakit meskipun pada saat kita berjalan
kaki. Rasa sakit tersebut biasanya terasa seperti adanya satu / beberapa benjolan
kecil pada sepanjang sisi tulang tibia.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostic
1. Foto Rontgen
Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Selain
itu, dapat pula dilihat kondisi fraktur, seperti adanya
tulang yang tumpang-tindih, retak, dan sebagainya.

2. X-Ray
Prosedur ini penting untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan
musculoskeletal. Berikut beberapa jenis X – Ray :
a. X-Ray tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan
perubahan hubungan tulang.
b. X-Ray multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang
diperiksa
c. X-Ray korteks tulang menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan
tanda iregularitas.
d. X-Ray sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, spur,
penyempitan, dan perubahan struktur sendi.
3. CT-Scan
Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah
yang sulit dievaluasi dengan cara menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
4. Artrografi
Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk
melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran
pergerakannya sementara itu diambil gambar sinar-X serial. Artrogram sangat
berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi
atau ligament penyangga lutut, bahu, tumit, panggul, dan pergelangan tangan.
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
a. Penanganannya dapat dilakukan dengan RICE :

R – Rest : diistirahatkan
adalah pertolongan pertama yang
penting untuk mencegah kerusakan
jaringan lebih lanjut.
I – Ice : terapi dingin, gunanya mengurangi pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
C – Compression : membalut gunanya membantu mengurangi pembengkakan
jaringan dan pendarahan lebih lanjut.
E – Elevasi : peninggian daerah cedera gunanya mengurangi oedema
(pembengkakan) dan rasa nyeri.
b. Terapi dingin :
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1. Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu
kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua puluh – tiga puluh menit
dengan interval kira-kira sepuluh menit.
2. Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan
lama lima - tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang waktu sepuluh menit.
3. Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin
yang dicampur dengan es. Lamanya sepuluh – dua puluh menit.
4. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke bagian
tubuh yang cedera.

c. Pembedahan
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-
pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
d. Latihan ROM : Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan
perdarahan, latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang
sakit.
2.1.9 Pencegahan
1. saat melakukan aktivitas olahraga memakai peralatan yang sesuai seperti sepatu
yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama
aktivitas.
2. Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas atletik,
serta latihan yang tidak berlebihan.
3. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan pemakaian
perlengkapan olahraga yang sesuai.

2.2 KONSEP DASAR STRAIN

2.2.1 Pengertian
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact)
atau tidak langsung (overloading). Pada cidera strain rasa sakit adalah nyeri yang
menusuk pada saat terjadi cedera, terlebih jika otot berkontraks).
Strain adaalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan
berlebihan, atau stress yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak
komplet dengan perdarahan ke dalam jaringan. Pasien mengalami rasa sakit dan nyeri
mendadak dengan nyeri tekan local pada pemakaian otot dan kontraksi isometric.
(Brunner & suddarth, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa strain
adalah kerusakan pada jaringan otot yang terjadi baik secara langsung maupun tidak
langsung akibat dari peregangangan atau penggunaan yang berlebihan.
Cedera strain terbagi menjadi derajat satu, dua dan tiga.
1. Strain derajat pertama, peregangan ringan dari otot/tendon menghasilkan
ketegangan pada saat dipalpitasi, memungkinkan ketegangan otot, tetapi tidak
mengalami kehilangan rentang gerak sendi ( ROM), edema, atau ekimosis.
Penangannannya adalah mengukur kenyamanan dengan tindakan pengompresan
dingin secara intermitten pada 24 jam pertama, kemudian pengompresan hangat,
relaksan otot, analgesic ringan dan obat anti imflamasi.
2. Strain derajat kedua, peregangan sedang atau sobekan pada otot atau tendon yang
mengasilkan spasme otot yang berat, nyeripada gerakan yang pasif, dan edema
segera setelah luka, diikuti dengan ekimosis. Penangannannya sama dengan strain
derajat pertama, kecuali pada penggunaan es digunakan secara intermediet selama
lebih dari 48 jam, setelah kompres hangat dilakukan. Mobilitas dibatasi selama 4-
6 minggu, kemudian diikuti latihan yang bertahap. Tindakan pembedahan
diperlukan pada kasus berat.
3. berat dan penggerusan komplit dari tendon/ otot yang menyebabkan Strain derajat
ketiga, peregangan spasme otot, ketegangan, edema, dan kehilangan pergerakan.
Penanganannya sama dengan derajat kedua.
Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan teraba
pada bagian otot yang mengaku. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak bisa
berkontraksi dan terbentuk benjolan. Cidera strain membuat daerah sekitar cedera
memar dan membengkak. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan
warna, ada tanda-tanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot mengalami
kekejangan.
2.2.2 Etiologi
Sebagai penyebabnya adalah persendian tulang dipaksa melakukan suatu
gerak yang melebihi jelajah sendi atau range of movement normalnya. Trauma
langsung ke persendian tulang, yang menyebabkan persendian bergeser ke posisi
persendian yang tidak dapat bergerak.
2.2.3 Manifestasi Klinis
1. Memar.
2. Bengkak di sekitar persendian tulang yang terkena cedera, termasuk perubahan
warna kulit.
3. Terjadi haemarthrosis atau perdarahan sendi.
4. Nyeri pada persendian tulang.
5. Nyeri bila anggota badan digerakkan atau diberi beban.
6. Fungsi persendian terganggu.
7. Terjadi kekakuan sendi, ketidakstabilan persendian tergantung jenis cederanya.
2.2.4 Penatalaksanaan
Terapi yang harus dilakukan adalah rest atau istirahat, ice atau mendinginkan
area cedera, compression atau balut bagian yang cedera, elevasi atau meninggikan,
dan membebaskan dari beban. Jika nyeri dan bengkak berkurang 48 jam setelah
cedera, gerakkan persendian tulang ke seluruh arah. Hindari tekanan pada daerah
cedera sampai nyeri hilang (biasanya 7 sampai 10 hari untuk cedera ringan dan 3
sampai 5 minggu untuk cedera berat). Jika dibutuhkan, gunakan tongkat penopang
ketika berjalan.
Es mengurangi nyeri dan pembengkakan melalui beberapa cara. Daerah yang
mengalami cedera mengalami pembengkakan karena cairan merembes dari dalam
pembuluh darah. Dengan menyebabkan mengkerutnya pembuluh darah, maka dingin
akan mengurangi kecenderungan merembesnya cairan sehingga mengurangi jumlah
cairan dan pembengkakan di daerah yang terkena. Menurunkan suhu kulit di sekitar
daerah yang terkena bisa mengurangi nyeri dan kejang otot. Dingin juga akan
mengurangi kerusakan jaringan karena proses seluler yang lambat.
Pengompresan dengan es batu terlalu lama bisa merusak jaringan. Jika suhu
sangat rendah (sampai sekitar 15 derajat Celsius), kulit akan memberikan reaksi
sebaliknya, yaitu menyebabkan melebarkan pembuluh darah. Kulit tampak merah,
teraba hangat dan gatal, juga bisa terluka. Efek tersebut biasanya terjadi dalam waktu
9-16 menit setelah dilakukan pengompresan dan akan berkurang dalam waktu sekitar
4-8 menit setelah es diangkat.
Apabila terjadi cedera otot, sering kali ditemukan kasus-kasus ini ditangani
dengan pengurutan. Padahal, tidak selalu harus demikian. Orang yang mengalami
cedera, bisa saja ada pembuluh darah pada jaringan otot yang robek sehingga timbul
perdarahan. Sebaiknya, dalam kasus ini bagian yang cedera jangan diurut atau diberi
param karena cedera justru akan semakin parah.
Pengurutan hanya akan menimbulkan inflamasi yang pada akhirnya malah
menjadi bengkak karena pembuluh darah yang robek makin melebar dan biasanya
menjadi lama sembuhnya. Padahal, jika dikompres dengan es, pembuluh darah yang
pecah pun tidak semakin pecah, justru bisa makin kuat karena terjadi pembekuan. Bila
cedera otot ini sudah cukup berat maka tindakan dokter adalah memberikan gips,
karena biasanya cedera sudah mengarah pada keretakan tulang dan sendi.
2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi:
1. CT scan
2. MRI
3. Artroskopi
4. Elektromiografi
5. Pemeriksaan dengan bantuan komputer lainnya untuk menilai fungsi otot dan
sendi.
2.2.6 Pencegahan
Sebagai upaya pencegahan, saat melakukan aktivitas olahraga memakai sepatu
yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas.
Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas atletik,
serta latihan yang tidak berlebihan. Cedera dapat terjadi pada setiap orang yang
melakukan olahraga dengan jenis yang paling sering adalah strain dan sprain dengan
derajat dari yang ringan sampai berat. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan
pemanasan dan pemakaian perlengkapan olahraga yang sesuai.

2.3 KONSEP DASAR DISLOKASI


2.3.1 Pengertian
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk
sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis
membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan
kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka
mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain:
sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Beberapa pengertian dislokasi :
1. Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth)
2. Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan
suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif Mansyur, dkk.
2000)
3. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal
1138)
4. Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan
tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi sering di temukan pada orang dewasas dan jarang di temukan pada anak
–anak, biasanya klien jatuh dengan ekerasa dalam keadaan tangan out streched .
bagian distal humerus terdorong ke depan melalui kapsul anterior .misalkan oada
radius dan ulna mengalami dislokasi pada posterior oleh karna itu brakhialis yang
mengalmi robekan pada proseus karanoid.
5. Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth)
6. Dislokasi adalah keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif
Mansyur, dkk. 2000)

2.3.2 Klasifikasi
Dislokasi dapat
diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan.

b. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang
c. Dislokasi traumatic.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami
stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen,
syaraf, dan
system
vaskular.

Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.


Berdasarkan tipe kliniknya dibagi menjadi :
a. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
b. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya
sering dikaitkan dengan patah tulang atau fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
Berdasarkan tempat terjadinya :
a. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
- Menguap atau terlalu lebar.
- Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita
tidak dapat menutup mulutnya kembali.

b. Dislokasi Sendi Bahu


Pergeseran kaput humerus dari sendi
glenohumeral, berada di anterior dan
medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di bawah
glenoid (dislokasi inferior).
c. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan
dislokasi sendi
siku ke arah
posterior
dengan siku
jelas berubah
bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
d. Dislokasi Sendi Jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera
sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke
arah telapak tangan atau punggung
tangan.

e. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas
acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan
caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).

f. Dislokasi
Patella
- Paling sering
terjadi ke arah lateral.
- Reduksi
dicapai dengan memberikan
tekanan ke arah medial pada
sisi lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan.
- Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara
bedah.
- Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya
trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

2.3.3 Etiologi
Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga
tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat
disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena
sejak lahir (kongenital).
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan. Dan biasanya disebabkan oleh :
a. Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
b. Trauma akibat kecelakaan
c. Trauma akibat pembedahan ortopedi
d. Terjadi infeksi di sekitar sendi
e. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski,
senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain.
2.3.4 Patofisiologi
Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan
exercise sebelum olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera
olahraga menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
sehingga dapat merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya
kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek
kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi
normal. Keadaan tersebut dikatakan sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam
melakukan suatu tindakan atau saat berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk
pengaman memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi
jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur sendi dan
ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompres jaringan tulang yang terdorong ke
depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang
berpindah dari posisi normal yang menyebabkan dislokasi.
2.3.5 Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya
dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan
,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.
a. Nyeri
b. perubahan kontur sendi
c. perubahan panjang ekstremitas
d. kehilangan mobilitas normal
e. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
f. deformitas
g. kekakuan
2.3.6 Pemeriksaan Fisik
a. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi
b. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami dislokasi
c. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi
d. Tampak adanya lebam pad dislokasi sendi
2.3.7 Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap dapat dilihat adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan
leukosit.
2. Pemeriksaan radiologi
a. foto X-ray
Untuk menentukan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur
b. foto rontgen
Menentukan luasnya degenerasi dan mengesampingkan malignasi
c. Pemeriksaan radiologi
Tampak tulang lepas dari sendi
2.3.8 Diagnosis atau Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa :
a. Ada trauma
b. Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada
dislokasi anterior sendi bahu
c. Ada rasa sendi keluar
2.3.9 Penatalaksanaan
1. Lakukan reposisi segera.
Dengan manipulasi secara hati-hati permukaan sendi diluruskan kembali. Tindakan ini
sering dilakukan anestesi umum untuk melemaskan otot-ototnya.
2. Dislokasi sendi :
Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anestesi. Misalnya
dislokasi jari ( pada fase shock ), dislokasi siku, dislokasi bahu.
3. Dislokasi sendi besar. Misalnya panggul memerlukan anestesi umum
Fisioterapi harus segera mulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latihan yang
aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh,
khususnya pada sendi bahu.
4. Tindakan pembedahan harus dilakukan bila terdapat tanda-tanda gangguan
neumuskular yang berat atau jika tetap ada gangguan vaskuler setelah reposisi tertutup
berhasil dilakukan secara lembut. Pembedahan terbuka mungkin diperlukan,
khususnya kalau jaringan lunak terjepit diantara permukaan sendi.
5. Persendian tersebut disangga dengan pembedahan, dengan pemasangan gips, misalnya
pada sendi panngkal paha, untuk memberikan kesembuhan pada ligamentum yang
teregang.
6. Dislokasi reduksi: dikembalikan ke tempat semula dengan menggunakan anastesi jika
dislokasi berat.
7. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
8. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar
tetap dalam posisi stabil.
9. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari
yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
10. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Medis :
a. Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)
1. Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
a) Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala,
nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis:
sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.
b) Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang,
kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri
setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah,
agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu 250mg
tiap 6 jam.
b. Pembedahan
1. Operasi ortopedi
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-
kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut dan
bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi
Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah
ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :
a) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang
yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang
yang patah.
b) Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plat, paku dan pin logam.
c) Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau
mengganti tulang yang berpenyakit.
d) Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
e) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
f) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam
atau sintetis.
h) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendidengan logam atau sintetis.
Non medis:
a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
b. RICE
1) R : Rest (istirahat)
2) I : Ice (kompres dengan es)
3) C : Compression (kompresi/ pemasangan pembalut tekan)
4) E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
2.3.10 Pencegahan
1) Cedera akibat olahraga
- Gunakan peralatan yang diperlukan seperti sepatu untuk lari
- Latihan atau exercise
- Conditioning
2) Trauma kecelakaan
- Kurangi kecepatan
- Memakai alat pelindung diri seperti helm, sabuk pengaman
- Patuhi peraturan lalu lintas
2.3.11 Komplikasi
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
b. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
c. Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut :
1) Kekakuan sendi bahu: Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul terlepas
dari bagian depan leher glenoid
3) Kelemahan otot

Anda mungkin juga menyukai