Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Negara Maju terjadi kecenderungan penurunan kasus penyakit
jantung (PJ) dan penyakit pembuluh darah (PD) (contoh: antara tahun 1988-
1998 di USA terjadi penurunan sebesar 30%, sementara di swendia 42%)
yang disebabkan oleh perbaikan gaya hidup, seperti mengurangi tembakau
(rokok) dan tingkat kesadaran yang tinggi terhadap kesehatan. Sementara di
Negara berkembang terjadi hal yang sebaliknya, yaitu adanya
kecenderungan peningkatan penyakit, pembuluh darah, dan penyakit
jantung yang disebabkan oleh gaya hidup ”kebarat-baratan” (yang
sebenarnya di dunia barat sudah mulai di tinggalkan), dan peningkatan
jumlah usia lanjut (Depkes RI, 2007).
Di Negara berkembang keadaan tersebut telah menambah beban
masalah kesehatan yang harus di hadapi. Sementara masalah kurang gizi
dan penyakit infeksi masih belum teratasi, penyakit tidak menular termasuk
di dalam penyakit jantung dan pembuluh darah mengalami peningkatan
pervalensi (Depkes RI, 2007).
Penyakit sistem sirkulasi menduduki peringkat pertama sebagai
penyebab kematian di Indonesia. Proses kenaikan proporsi kematian akibat
kardiovaskular nyata sekali yaitu dalam 10 tahun terjadi peningkatan dari
13% pada tahun 1980 menjadi 24 % pada tahun 1990, beberapa hasil
penelitian membuktikan bahwa salah satu factor resiko terjadinya
peningkatan stroke (kardiovaskular) adalah tekanan darah tinggi (hipertensi)
(woro Riyadina, dkk, 2002). Dari 10 peringkat utama penyakit system
sirkulasi darah RS Indonesia rawat jalan tahun 2005, hipertensi esensial
(primer) menduduki peringkat pertama, disusul dengan penyakit jantung
lainnya (depkes RI, 2007).
Prevalensi hipertensi di Indonesia bervariasi antara 1,8%-17,6% dari
survey kesehatan rumah tangga tahun 2004, prevalensi hipertensi di
2

Indonesia sekitar 14% dari meningkat dan bertambahnya umur . pada


kelompok umur 25-34 tahun sebesar 7% menjadi 16% pada kelompok umur
65 tahun atau lebih menjadi 29%. Prevalensi tersebut pada perempuan
(16%) lebih tinggi di bandingkan laki-laki (12%). Hipertensi labil maupun
menetap tinggkat ringan maupun berat, hipertensi sistolik atau diastolik,
timbul pada usia berapa pun (Depkes RI, 2007).
Mayoritas hipertensi 90% adalah hipertensi esensial (tidak diketahui
penyebabnya), sedangkan 10% adalah hipertensi sekunder (akibat suatu
penyakit). Meskipun telah banyak dilakukan pengobatan baik secara
farmakologis maupun non farmakologis, prevalensi hipertensi tidak
menunjukan adanya penurunan secara bermakna terutama untuk hipertensi
esensial (woro Riyadina, ddk, 2002).
Adapun factor-faktor yang berperan dalam hipertensi esensial adalah:
factor genetic, umur, jenis kelamin, ras, asupan tinggi natrium, obesitas,
stress, logam berat, dan lain-lain (Woro Riyadina, dkk, 2002).
Hipertensi berperan penting dalam perkembangan komplikasi pada
berbagi organ seperti mata, ginjal, jantung, dan otak. Hipertensi dapat
menimbulkan komplikasi penyakit jantung koroner, gagal jantung,
retinopati, gagal ginjal, stroke dan sebagainya (soeparman,1996).
Mengingat besarnya pengaruh hipertensi dalam perkembangan
komplikasi pada berbagai organ, maka asuhan keperawatan pada klien
dengan hipertensi yang efektif sangatlah penting dalam upaya penanganan
hipertensi dan mencegah timbulnya komplikasi pada berbagai organ akibat
hipertensi.
Dari uraian di atas, maka kelompok tertarik membahas tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan hipertensi.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
hipertensi.
3

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit hipertensi
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien
dengan hipertensi, yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, dan intervensi
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
hipertensi, yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
1.3 Manfaat
1. Aplikatif makalah ini diharapkan menambah pengetahuan dan
keterampilan kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan hipertensi.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan hipertensi.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Hipertensi

2.1.1 Pengertian

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah penyakit regulasi

vaskuler yang terjadi karena malfungsi mekanisme kontrol tekanan

arterial (SPP, sistem renninangiotensi-aldosteron volume cairan

ekstraseluler) (Sandra M. Nettina, 1996).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmhg dan tekanan diastolnnya

diatas 90 mmhg.Pada populasi manula, hipertensi didefenisikan sebagai

tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastol 90 mmhg (Brunner dan

Suddarth, 2001).

Menurut WHO (1978), batas tekanan darah sama dengan atau

diatas 160/95 mmhg dinyatakan sebagai hipertensi (Slamet Suyono,

2001).

Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah didalam

arteri (Medicastore.com, 2007)


5

2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

1. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi peredaran darah (Rokhaini, 200).


6

Gambar 2.2 Anatomi Jantung (Smeltzer, 2001).

2. Fisiologi

a. Darah

Darah adalah jaringan cair yang komplek yang

mengandung sel-sel khusus dalam cairan plasma, tenaga

penggerak aliran darah adalah tekanan yang dibentuk oleh

kontraksi otot jantung.

Fungsi darah adalah :

1) Bekerja sebagai sistem transport dari tubuh, mengantarkan

semua bahan kimia, oksigen dan zat makanan yang

diperlukan untuk tubuh supaya fungsi normalnya dapat

dijalankan, dan menyingkirkan karbondioksida dan hasil

buangan lain.

2) Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan

menyingkirkan sebagai dari karbondioksida.


7

3) Sel darah putih menyediakan banyak bahan pelindung dan

arena gerakan fositosis dari beberapa sel maka melindungi

tubuh terhadap serangan bakteri.

4) Plasma membagi protein yang diperlukan untuk

pembentukan jaringan, menyegarkan cairan jaringan karena

melalui cairan ini semuah sel tubuh menerima makanannya.

Dan merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan

buangan ke berbagai organ ezkretorik untuk dibuang.

5) Hormon dan enzim diantarakan dari organ ke organ dengan

perantaraan darah.

(Evelyn C. Pearce, 2002)

b. Jantung

Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut,

berorgan dan dengan basis di atas dan puncaknya dibawah.

Ape(puncak) miring ke sebelah kiri.Berat jantung kira-kira 300

gram.Jantung berada didalam torax, antara kedua paru-paru dan

dibelakang sternum, dan lebih menghadap ke kiri dari pada ke

kanan.Jantung memiliki empat ruang yaitu dua atrium yang

menerima darah dari vena-vena dan dua vertical yang memompa

darah ke arteri-arteri.Dinding jantung terdiri atas tiga lapis yaitu

peikardium (pembungkus luar), miokardium (lapisan otot

tengah), endokardium (batas dalam). Dinding otot jantung tidak

sama tebalnya. Dinding vertikel paling tebal dan dinding


8

disebelah kiri lebih dari dinding certikel sebelah kanan„ sebab

kekuatan kontraksi dari vertikel kiri jauh lebih besar dari yang

kanan.Dinding artrium tersusun atas otot yang lebih tipis (Evely,

2002).

Darah vena dari jaringan tubuh memasuki atrium kanan

dari vena kava superior dan inferior, atrium kanan memompa

darah melalui katup trikuspidalis ke ventrikel kanan, darisini

darah dipompa oleh kontraksi dinding vertikel melewati katup

semilunaris masuk ke arteri pulmanalis dalam perjalanannya

menuju paru-paru. Darah teroksigenasi (kaya oksigen) dari paru-

paru memasuki atrium kiri melalui empat vena pulmonalis dan

melintas katup mitral masuk ke vertikel kiri dari sini

dipompakan melalui katup semilunaris masuk ke aorta yang

mendistribusikan darah ke sirkulasi sistemik (Cambridge

Communication Limited, 1996).

c. Pembuluh - Pembuluh Darah

1) Arteri dan Arteriol

Arteri dan arteriol membawah darah keluar dari

jantung, selalu membawa darah berisi oksigen, kecuali arteri

pulmoner yang membawa darah kotor yang memerlukan

oksigenasi (Evely, 2002).

2) Vena dan Venula

Vena dan venula membawa darah ke arah jantung


9

dan kecuali vena pulmuner, selalu membawah darah yang

miskin oksigen.

3) Kapiler

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat halus

yang ada pada seluruh jaringan tubuh kita.Kapiler

menghubungkan arteri kecil ke vena kecil. (Cambride

Communication Limited, 1996)

2.1.3 Klasifikasi Tekanan Darah

Adapun klasifikasi tekanan darah pada dewasa yaitu :

1. Normal

Tekanan darah sistolik 120 mmhg - 130 mmhg dan tekanan darah

diastolik 85 mmhg (untuk para lansia tekanan diastolic 140 mmhg

masih dianggap normal).

2. Normal Tinggi

Tekanan darah sistolik 130-139 mmhg dan tekanan darah diastolik

85-89 mmhg.

3. Stadium I (Hipertensi ringan)

Tekanan darah sistolik 140-159 mmhg dan tekanan darah diastolik

90-99 mmhg.

4. Stadium II (Hipertensi sedang)

Tekanan darah sistolik 160-179 mmhg dan tekanan darah diastolik

100-109 mmhg.
10

5. Stadium III (Hipertensi berat)

Tekanan darah sistolik 180-209 mmhg dan tekanan darah diastolik

110-119 mmhg.

6. Stadium IV (Hipertensi Maligna)

Tekanan darah sistolik 210 mmhg atau dan tekanan darah diastolik

mmhg atau lebih.(Wikipedia Indonesia.com, 2007).

Tabel : 2.1 Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah
Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi
ringan)
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi
sedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi
berat)
Stadium 4 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi
maligna)
(Smeltzer, 2001).

2.1.4 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, hepertensi dibatasi menjadi 2

golongan yaitu :

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, dijumpai lebih kurang 90% banyak faktor yang

mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas

susunan saraf simpatis, sistem rennin-angiotensi.


11

2. Hipertensis sekunder, penyebabnya diketahui, yaitu 10% dari

seluruh hipertensis. Pada hipertensis sekunder penyebab dan

patofisiologi diketahui, sehingga dapat dikendalikan dengan obat-

obatan atau pembedahan. Adapun penyebab hipertensi sekunder

yaitu :

a. Kelainan ginjal yaitu glomerulonefritis, pielonefritis, nefritis

tubulointerstisial, nekrosis tubulan akut, kistal ginjal,

nefrokalsinosis, tumor, radiasi, diabetes, SLE dan penyumbatan.

b. Kelainan renvaskuler seperti Aterosklerosis, Hyperplasia,

Trombosis, aneurisma, emboli kolesterol, Vaskulitis, rejeksi

akut sesudah transplantasi.

c. Kelainan adrena seperti Feoromositoma, Aldosteronisme

primer, Sinrom Cushing

d. Gangguan aorta seperti koarktasio aorta, arteritis takayasu

e. Neoplasma seperti tumor Wilm, tumor yang mengsekresi rennin

f. Kelainan endokrin lain seperti obesitas, resestensi insulin,

hiperkalsemia, akromegali, sindroin karsinoma.

g. Gangguan saraf seperti stres berat, psikosis, tekanan intracranial

meninggi, stroke dan ensefalitis.

h. Toksemia pada kehamilan

i. Obat-obatan seperti konstrasepi oral, kartikosteroid (Slamet

Suyono, 2001).
12

2.1.5 Patofisiologi

Tubuh mempunyai mekanisme keseimbangan yang

berpengaruh terhadap pengaturan tekanan arteri sistemik dan

mencegah kegagalan sirkulasi secara keseluruhan.Ada empat kontrol

sistem yang berperan dalam pengaturan tekanan darah yaitu sistem

arteri baroreseptor, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin

angiotensin dan autoregulasi vaskuler.

Baroreceptor berperan dalam memonitor tingkat tekanan

arteri. Sisten barorespetor menormalkan peningkatan tekanan arteri

melalui vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatik dan

memperlambat kerja jantung. Perubahan volume cairan berdampak

pada peningkatan arteri sistemik. Jika tubuh mempunyai

kelebihangaram dan air, tekanan darah akan meningkat melalui

mekanisme fisiologis yang komplek yang merubah aliran darah balik

ke jantung, dan menghasilkan peningkatan cardiac output. Jika fungsi

ginjal adekuat, peningkatan tekanan arteri sistemik akan meningkatkan

diuresis dan tekanan akan menurun. Renin dan angiotensin berperan

dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal memproduksi renin, suatu

enzym yang berperan dalam protein plasma untuk membentuk

Angiotensin I, yang kemudian diaktifkan oleh enzim converting dalam

paru-paru untuk membentuk Angiotensin I, lalu Angiotensin III.

Angiotensin II dan III mempunyai efek vasokonstriksi kuat dalam

pembuluh darah dan mengontrol mekanisme pengeluaran aldosteron.


13

Dengan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik, Angiostensin II

dan III juga berperan dalam menghambat eksresi sodium yang

mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Sekresi renin menyebabkan resistensi vaskularisasi perifer

dalam hipertensi esensial. Dalam tekanan darah tinggi, peningkatan

tekanan arteri ginjal dapat menghambat sekresi renin.

Autoregulasi vaskuler merupakan mekanisme lain yang

berperan dalam hipertensi. Autoregulasi vaskuler adalah proses yang

menjaga perfusi jaringan tubuh tetap stabil. Jika aliran darah berubah,

proses autoregulasi seharusnya menurunkan resistensi vaskuler sebagai

hasil dari penurunan aliran darah, dan seharusnya resistensi vaskuler

meningkat sebagai akibat dari peningkatan aliran darah. Autoregulasi

vaskuler menjadi mekanisme penting yang menyebabkan hipertensi

disertai dengan peningkatan garam dan cairan (Ignativicius, 1991).


14

2.1.6 Pathway
umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas, artearteriosklerosis

hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh


darah
Perubahan
struktur
Penyumbatan pembuluh
darah
vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokonstriks sistemik koroner Spasm


pembuluh darah ipembuluh
otak
otak darah e
menurun vasokonstriksi Iskemi
arterio
diplopia
Blood miocard
Nyeri Gangguan sinkop le
flow Afterload
kepal pola tidur Nyeri dada Resti injuri
munurun meningkat
a Respon
Gangguan
RAA Penurunan Fatique
perfusi
Rangsang curah
jaringan
aldosteron jantung Intoleransi
aktifitas
Retensi
Na
edema
Gambar 2.3 Patway Hipertensi (Sylvia Anderson, 2000)
15

2.1.7 Tanda dan Gejala

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-

satunya gejala.Bila demikian gejala baru muncul setalah terjadi

komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang

ditentukan adalah :

1. Sakit Kepala

2. Epitaksi

3. Pusing Dan Migran

4. Rasa Mudah Lelah Dan Cepat Marah

5. Telinga Berdengung

6. Rasa Berat ditengkuk

7. Sukar Tidur karena Gelisah

8. Mata Berkunang-Kunang

9. Sesak Nafas

10. Mual Muntah

(Slamet Suyono, 2002)

2.1.8 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah

meningkatkan tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis,

pusingataumigrain, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-

kunang, lemah dan lelah, muka pucat suhu tubuh rendah. (Sylvia,

2000).
16

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksan diagnostik yang biasa dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan Darah

a. Hemoglobin atau Hematokrit

Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel

volumecairan (viskositas) dan dapat mengidentifikasikan

faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas.

b. BUNatauKreatinin

Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi ginjal.

c. Glukosa

Hiperglikimia (diabetes meletus adalah pencetus hipertensi)

dapat diakibat oleh peningkatan kadar ketokelamin

(meningkatkan hipertensi).

d. Kalium Serum

Hipokalenmia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama

(penyebab) atau menjadi efek terapi deuretik.

e. Kalsium Serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningklatkan

hipertensi

f. Kolesterol dan Trigliserida Serum

Peningkatan dapat menginditasikan pencetik untuk/adanya

pembentukan plat ateromatosa (efek kardiovaskular).


17

2. Pemeriksaan Urin

a. Kadar aldosteron urin atau serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)

b. Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal atau

adanya diabetes.

c. VMA Urin (Metabolit Ketokelamin)

Kenaikan dapat mengindikasikan adanya feokromositoma

(penyebab), VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk

pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.

d. Asam Urat

Hiperurisermia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko

terjadinya hepertensi.

e. Steroid urin kenaikan dapat mengindikasikan

hiperadrenalisme, feokromositoma, atau difungsi putuitari,

sindro chusing's, kadar rennin dapat juga meningkatkan.

3. Intra Vena Pressure (IVP)

Dapat mengindetifikasikan penyebab hipertensi seperti penyakit

parenkim ginjal, batu ginjal/ ureten.

4. Foto Dada

Dapat menunjukkan obstruk klasifikasi pada area katup, deposit

pada atau takit aorta, pembesar jantung.


18

5. CT Scan

Mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, dan feokromositoma

6. Elelctrokardiogram (EKG)
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan

konduksi.(Doenges, 1999).

2.1.10 Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas

dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan

dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90

mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

1. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi

ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan

berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gram/hari menjadi 5

gram per hari

2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

3) Penurunan berat badan

4) Penurunan asupan etanol

5) Menghentikan merokok

6) Diet tinggi kalium


19

7) Adapun makanan yang harus di hindari para penderita

hipertensi adalah makanan seperti daging, sayuran yang

terlalu banyak garam, kangkung. Adapun yang boleh,

makanan yang harus di konsumsi bagi penderita hipertensi

seperti wartel, mentimun dan lain-lain.

b. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang

dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang

mempunyai empat prinsip yaitu :

1) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,

jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain

2) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80% dari kapasitas

aerobik atau 72-87% dari denyut nadi maksimal yang

disebut zona latihan. Denyutnadi maksimal dapat

ditentukan dengan rumus 220 – umur

3) Lamanya latihan berkisar antara 20 - 25 menit berada dalam

zona latihan

4) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik

5x perminggu

2. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan

tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah

komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.


20

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi

dua jenis penatalaksanaan:

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.

1) Diet

Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.

Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi

dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar

adosteron dalam plasma.

2) Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan

dan disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan

kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau

berenang.

b. Penatalaksanaan Farmakologis.

Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti

hipertensi yaitu:

1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.

2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau

minimal.

3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.

4) Tidak menimbulakn intoleransi.

5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.


21

Golongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan

hipertensi seperti golongan diuretik, golongan betabloker,

golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi

rennin angitensin.

2.1.11 Komplikasi

Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi antara

lain mata berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan

sampai kebutaan, gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh

darah otak.
22

BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

3.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

3.1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan komputeratik untuk
mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui
kebutuhan pasien terserbut berhasil atau tidaknya suatu asuhan
keperawatan sangat tergantung dari data atau hasil
pengkajian.(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Adapun data yang dikumpulkan pada klien dengan hipertensi

adalah :

1. Biodata klien dan Penanggung jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan ,tanggal atau jam

masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa,nama orang

tua,alamat,umur, pendidikan, pekerjaan,pekerjaan orang tua,agama

dan suku bangsa.

a. Keluhan Utama

Keluhan yang dirasakan paling berat oleh pasien.

b. Riwayat penyakit sekarang

Kapan mulai ada keluhan, sudah berapa lama, bagaimana

kejadiannya dan apa saja upaya untuk mengatasi penyakitnya.

c. Riwayat penyakit dahulu


23

Bagaimana kesehatan klien sebelumnya, apakah pernah

mengalami penyakit atau ada riwayat penyakit yang lain dan

jika ada, biasanya pergi berobat kemana

a) Riwayat penyakit keluarga

Bagaimana kesehatan keluarganya, apakah ada diantara

anggota keluarganya ada yang mengalami penyakit yang

sama

b) Riwayat kesehatan lingkungan

2. Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual

Dalam pengkajian kebiasaan sehari-hari/kebutuhan dasar,

penulis menggunakan konsep dasar menurut Virginia handerson

yaitu

a. Aktivitas/ Istirahat.

Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton. Tatida

yaitu Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea.

b. Sirkulasi

Gejala: Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

Koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.

Tanda: kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,

radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena

jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)

pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.


24

c. Integritas Ego

Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress

multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).

Tanda: Letupan suasana hati gelisah, penyempitan continue

perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan

menghela, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi

Gejala: gangguan ginjal saat. ini atau (seperti obstruksi atau riwayat

penyakit ginjal pada masa yang lalu.)

e. Makanan atau cairan

Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi

garam, lemak serta kolesterol, miial, muntah dan perubahan BB

akhir-akhir ini (meningkat atau turun) Riwayat penggunaan

diuretic Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema,

glikosuria.

f. Neurosensori

Gejala: Keluhan pening pening atau pusing, berdenyut, sakit

kepala, subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan

secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan

(diplobia, penglihatan kabur, epistakis).

Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi

bicara, efek, proses pikir, penurunan keuatan genggaman tangan.

g. Nyeri/ ketidaknyamanan
25

Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakit

kepala.

h. Pernafasan

Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,

ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,

riwayat merokok.

Tanda: distress pernafasan atau penggunaan otot aksesori

pernafasan bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.

i. Keamanan

Gejala: Gangguan koordinasi dan cara berjalan, hipotensi postural.

j. Pembelajaran atau Penyuluhan

Gejala: faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit

jantung, DM. Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika, Amerika,

Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormon lain, penggunaan

alkohol/obat. Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri

TD atau perubahan dalam terapi obat.

3. Pemeriksaan fisik

a. Kepala dan rambut

1) Inspeksi: Untuk mengetahui warna, tekstur dan distribusi

rambut, apakah bentuk kepala simetris atau tidak, apakah

ada ketombean, kutu atau tidak,apakah rambut mudah

rontok atau tidak.


26

2) Palpasi: Untuk mengetahui ada atau tidak pembengkakan

pada kepala , ada atau tidak ada nyeri tekan.

b. Wajah
1) Inspeksi: Untuk mengetahui bentuk wajah klien simetris

atau tidak, gerakan otot wajah dan ekspresi wajah klien

pada saat melakukan pengkajian

2) Palpasi: Untuk mengetahui ada atau tidak odema pada

wajah

c. Mata
Inspeksi: Untuk mengetahui apakah ada sianosis atau tidak,

terdapat konjungtivitis atau tidak, kelopak mata bersih atau

tidak

d. Hidung
Inspeksi: Untuk mengetahui bentuk hidung apakah simetris

atau tidak, apakah terdapat skret atau polipnasi atau tidak dan

untuk mengetahui sejauh mana ketajaman penciuman klien.

e. Telinga

Inspeksi: untuk mengetahui bentuk telinga simetris atau tidak,

apakah terdapat serumen atau tidak, apakah pendengaran kedua

telinga baik atau tidak.

f. Mulut
27

Inspeksi: Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada mulut

dan gigi klien, bibir kering atau lembab, ada tidaknya caries

gigi.

g. Leher

1) Inspeksi: Untuk mengetahui bentuk leher, apakah ada atau

tidak pembesaran kelenjar tiroid maupun vena jugularis

2) Palpasi: Untuk mengetahui ada atau tidak pembesaran

kelenjar tiroid maupun vena jugularis.

h. Dada

1) Inspeksi: Untuk mengetahui bentuk dada simetris atau

tidak, apakah menggunakan oto bantu pernafasan atau

tidak.

2) Palpasi: Untuk mengetahui apakah ada atau tidak

pembengkakan di daerah dada, kelengkapan tulang iga,

apakah ada atau tidak nyeri tekan pada dinding dada,

apakah ada tarikan dinding dada.

3) Auskultasi: Untuk mengetahui suara jantung dan nafas

klien( suara nafas tambahan) apakah ada kelainan atau

tidak.

4) Perkusi: untuk mengetahui bunyi ketuk pada daerah dada

klien, apakah ada bunyi atau tidak.

i. Abdomen
28

1) Inspeksi: Untuk melihat apakah ada striae atau tidak,

apakah turgor kulit klien baik atau tidak

2) Auskultasi: Untuk mendengar apakah ada bising usus atau

tidak, apakah ada kelainan pada daerah abdomen, apakah

ada nyeri tekan.

3) Perkusi: Untuk mengetahui apakah ada bunyi timpani pada

abdomen.

4) Palpasi: Untuk mengetahui apakah terdapat nyeri tekan

abdomen atau kelainan lainnya pada saat dilakukan palpasi.

j. Ekstremitas bawah dan atas

1) Inspeksi: untuk melihat apakah ada odema atau tidak,

kekuatan otot dan capillary refill time dan apakah terdapat

infuse atau tidak.

2) Perkusi: Untuk mengetahui bagaimana refleks patella.

k. Integument

1) Inspeksi: untuk mengetahui apakah kulit bersih atau tidak,

apakah ada luka ataupun penyakit kulit lainnya.

2) Palpasi: untuk mengetahui turgor kulit klien baik atau tidak.

4. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan

menghubungkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip

yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan

masalah kesehatan dan perawatan klien (Smeltzer, 2001).


29

Berdasarkan data-data yang telah terkumpul maka dapat

dianalisa dan mencari kemungkinan penyebab timbulnya masalah

dan merumuskan diagnosa yang ada pada pasien baik aktual

maupun potensial. (Carpenito, 2000).

Tabel 2.1. Analisa Data


No Symptom Etiologi Problem
1 Ds :Klien biasanya Obesitas Nyeri( akut)
mengeluh nyeri kepala
 Paliative :
Nyeri kepala secara tiba
- tiba Pengumoulan lemak
 Quality/Quantity :
Klien mengatakan
sakitnya seperti nyut - Penyempitan pembuluh
nyut darah
 Region :
terasa sakitdikepala
bagian belakang Aliran darah ke jantung
 Severity scale : menurun
merasa tidak nyaman
jika sakitnya datang
skala 3 peningkatan tekanan
 Timming : vaskuler serebral
sakitnya kambuh
diwaktu tertentu,pada
siang dan malam hari nyeri kepala bagian
belakang
Do : K/u baik
 Biasanya TTV dalam
batas tidak normal Nyeri ( akut )

2 Ds : Aliran darah ke jantung Resiko


 Klien mengatakan menurun tinggi
capek,lemah pada saat Penurunan
beraktifitas curah
Do : k/u lemah, pucat jantung
kelayan tampak letih saat
beraktifitas
Ketidakseimbangan
 Biasanya TTV dalam
suplai darah dan
batas tidak normal
kebutuhan oksigen
30

Kelemahan umum

Intoleransi aktifitas
3 Ds : Obesitas Intoleransi
 Klien mengeluh sering aktivitas
pusing
 Klien mengeluh tidak
bisa melakukan Pengumpulan lemak
aktivitas
Do : biasanya keadaan
umum tampak lemah dan
sedikit pucat Penyumbatan pembuluh
 TD : 140 / 80 mmHg darah
 RR : 17x / menit
 N : 72x / menit
 S : 35,2 ”C
 ADL Klien selalu Aliran darah
dibantu oleh
keluarganya
 Klien tampak lemah
 ADL klien di bantu Kejantung akan
oleh keluarga atau menurun
saudara

Peningkatan vaskuler
serebral

Nyer ( akut )

Gangguan pola istirahat


tidur
31

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang

menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan

pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas

dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan

merubah (Carpenito,2000).Adapun diagnosa yang muncul pada pasien

dengan diagnosa medis hipertensi adalah (Mansjoer Arief, 2000)

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard,

hipertrofi atau rigiditas (kekakuan) ventrikuler

2. Nyeri (akut atau kronis) sakit kepala berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler.

3. Resiko Injuri berhubungan dengan sensori atau perubahan

penglihatan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi in adekuat, mual muntah.

3.1.3 Rencana Keperawatan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang

diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah


32

menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana

dokumentasi (Hidayat, 2008).

Secara tradisional, rencana keperawatan diartikan sebagai

suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan

dan intervensi. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana

keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan

keperawatan kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan

keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik. (Dongoes, 2000)

Diagnosa 1

Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan

vasokontriksi pembuluh darah.

Kriteria Hasi1 : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan

tekanan darah/ beban kerja jantung, mempertahankan TD dalam rentang

individu yang dapat diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi

jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

1. Observasi tekanan darah

Rasional: perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang

lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).

2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

Rasional: Denyutan karotisjugularis, radialis dan femoralis

mungkin teramati/ palpasi.

3. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari


33

vasokontriksi

Rasional: Peningkatan SVR dan kongesti vena.

4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.

Rasional: adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian

kapiler lambat mencerminkan dekompensasi atau penurunan curah

jantung.

5. Catat adanya demarn umum/ tertentu.

Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal

atau vaskuler.

6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas/

keributan lingkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya

tinggal.

Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,

meningkatkan relaksasi.

7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.

Rasional: dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan

stress, membuat efektenang, sehingga akan menurunkan tekanan

darah.

8. Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terafi anti hipertensi,

deuritik.

Rasional: menurunkan tekanan darah.

Diagnosa 2

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,


34

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O 2.

Kriteria Hasil: Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di

inginkan atau diperlukan, melaporkan peningkatan dalam toleransi

aktivitas yang dapat diukur.

Intervensi :

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan

parameter

Rasional: Frekuensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat,

catat peningkatan

2. TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan,

berkeringat, pusing atau pingsan.

Rasional: Parameter menunjukan respon fisiologis pasien

terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh

kelebihan kerja jantung).

3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan

kelemahan atau kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi,

peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.

Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk

memajukan tingkat aktivitas individual.

4. Dorong memajukan aktivitas/ toleransi perawatan diri.

Rasional: Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai

aktivitas dapat menir.gkatkan jumlah oksigen yang ada.

Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba


35

pada kerja jantung.

5. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi

mandi, menyikat gigi/ rambut dengan duduk dan sebagainya

Rasional: Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan

energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen).

6. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.

Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap

kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan).

Diagnosa 3

Gangguan rasa nyaman nyeri: sakit kepala berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler cerebral.

Kriteria Hasil: Melaporkan nyeri/ ketidaknyamanan tulang/

terkontrol, mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan,

mengikuti regiment farmakologi yang diresepkan.

Intervensi :

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut.

Rasional: Meminimalkan stimulasi/ meningkatkan relaksasi.

2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit

kepala, misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan

leher serta teknik relaksasi.

Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral


36

dengan menghambat/ memblok respon simpatik, efektif dalam

menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.

3. Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat

meningkatkan sakit kepala: mengejan saat BAB, batuk

panjang,dan membungkuk.

Rasional: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi

menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan tekanan

vaskuler serebral.

4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.

Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas

yang berlebihan yang memperberat kondisi klien.

5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien istirahat selama 1 jam

setelah makan.

Rasional: Menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja

pencernaan.

6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti

ansietas, dan diazepam.

Rasional: Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan

rangsangan saraf simpatis).


37

Diagnosa 4

Resiko Injuri berhubungan dengan sensori/ perubahan penglihatan

Kriteria Hasil:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko

terjadinya cidera.

2. Menyebutkan tujuan menggunakan tindakan keamanan untuk

mencegah cedera misalnya menyingkirkan perabot yang tidak

teratur atau membiarkannya.

3. Meningkatkan kegiatan sehari-hari jika memungkinkan.

Intervensi:

1) Kaji adanya faktor-faktor penyebab atau pendukung

2) Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab atau pendukung

3) Gunakan penerangan pada malam hari

4) Dorong untuk minta bantuan pada malam hari.

5) Atur tempat tidur lebih rendah pada malam hari.

6) Memberi penerangan yang cukup di semua ruangan.

Diagnosa 5

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.

Kriteria Hasil: klien dapat mengidentifikasi hubungan antara

hipertensi dengan kegemukan, menunjukan perubahan pola

makan, melakukan/ memprogram olah raga yang tepat secara

individu.
38

Intervensi :

1. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara

hipertensi dengan kegemukan.

Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi,

kerena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah

jantung berkaitan dengan masa tumbuh).

2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi

masukan lemak, garam dan gula sesuai indikasi.

Rasional: Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya

aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi

untuk hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit

ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak

volume cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih

memperburuk hipertensi.

3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.

Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal.

Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila

tidak maka program sama sekali tidak berhasil.

4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.

Rasional: mengidentifikasi kekuatan/ kelemahan dalam program

diet terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu

untuk menyesuaikan/ penyuluhan.

5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien,


39

Misalnya: penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.

Rasional: Penurunan masukan kalori scscorang sebanyak 500

kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg/

minggu. Penurunan berat badan yang ambat mengindikasikan

kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara

mengubah kebiasaan makan.

6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian

termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan

dan perasaan sekitar saat makanan dimakan.

Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi

yang dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu

untuk memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien telah /

dapat mengontrol perubahan.

7. Intruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat , hindari

makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es

krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur,

produk kalengan, jeroan).

Rasional: Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan

kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.

8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.

Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi

kebutuhan diet individual).

(Doenges, 2000).
40

3.1.4 Tindakan keperawatan

Tindakan keperawatan merupakan tahap dimana peran

perawat merealisasikan rencana keperawatan ke dalam tindakan

keperawatan yang nyata dan langsung kepada klien. (Doenges, E.

Marilyan, 1999).

Dalam tahap ini, perawat tidak hanya melakukan tindakan

keperawatan saja tetapi juga melaporkan tindakan yang telah

dilakukan tersebut sekaligus respon klien, dan mendokumentasikan

nya ke dalam catatan perawatan klien.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tahap

pelaksanaan pada dasarnya harus disesuaikan dengan intervensi yang

ada pada tahap perencanaan.Namun tidak selamanya hal tersebut

dapat dilakukan karena tergantung pada beberapa faktor.Faktor-

faktor tersebut antara yaitu keadaan klien, fasilitas yang ada,

pengorganisasian kerja perawat, ketersediaan waktu serta lingkungan

fisik dimana tindakan keperawatan tersebut dilakukan. (Arikunto,

1997 ).

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir dalam proses keperawatan,

dimana perawat menilai pencapaian tujuan serta mengkaji ulang

rencana keperawatan selanjutnya. Tolok ukur yang digunakan untuk

mencapai tujuan pada tahap evaluasi ini adalah kriteria-kriteria yang

telah dibuat pada tahap perencanaan.Dengan patokan pada kriteria


41

tersebut, dinilai apakah masalah teratasi atau bahkan timbul masalah

baru, sehingga intervensi keperawatan diubah atau dimodifikasi.

Penilaian dan kesimpulan tersebut dituangkan dalam catatan

perkembangan klien dan diuraikan berdasarkan urutan SOAPIER

dimana S merupakan data subyektif, O merupakan data obyektif, A

merupakan analisa terhadap pencapaian tujuan, I merupakan

implementasi, E merupakan evaluasi ulang, dan R yang merupakan

revisi tindakan. ( Hidayat, A.A, 2002 ).

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana

tentangkesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan

pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. ( Dawn, 2008 )

2.2.6 Dokumentasi Keperawatan

Potter (2005) mendefenisikan dokumentasi sebagai segala

sesuatu yang tercetak atau tertulis yang dapat diandalkan sebagai

catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang .Dokumentasi

keperawatan juga merupakan salah satu bentuk upaya membina dan

mempertahankan akontabilitas perawza dan keperawatan (Webster

New World Dictionary dalam Marelli (1996).

Pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan juga sebagai

salah satu alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan

suatu pelayanan asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah.

Dokumentasi keperawatan adalah pencatatan yang lengkap dan


42

akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

Dokumentasi dilakukan segera setelah setiap kegiatan atau tindakan

dalam setiap langkah proses keperawatan dari pengkajian sampai

dengan evaluasi.

Sebagai dokumentasi yang mencatat semua pelayanan

keperawatan klien, dokumentasi tersebutdapat diartikan sebagai

suatu catatan bisnis dan hokum yang mempunyai banyak manfaat

dan penggunaan. Tujuan utama dari pendokumentasian adalah untuk:

1. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat

kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan

keperawatan dan mengevaluasikan tindakan.

2. Dokumentasi untuk Penulisan, keuangan, hokum dan etika.

Sedangkan manfaat dan pentingnya dokumentasi dapat dilihat

dari berbagai aspek seperti hukum, jaminan mutu pelayanan,

komunikasi, keuangan, pendidikan, Penulisan dan akreditasi

(Nursalam, 2008)
43

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah penyakit regulasi vaskuler

yang terjadi karena malfungsi mekanisme kontrol tekanan arterial (SPP,

sistem renninangiotensi-aldosteron volume cairan ekstraseluler) (Sandra M.

Nettina, 1996).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya diatas 140 mmhg dan tekanan diastolnnya diatas 90

mmhg.Pada populasi manula, hipertensi didefenisikan sebagai tekanan

sistolik 160 mmhg dan tekanan diastol 90 mmhg (Brunner dan Suddarth,

2001).

Menurut WHO (1978), batas tekanan darah sama dengan atau diatas

160/95 mmhg dinyatakan sebagai hipertensi (Slamet Suyono, 2001).

4.2 Saran

Pada pasien yang menderita Hipertensi tidak bisa melakukan aktivitas

yang berat karena akan memperparah keadaan, untuk itu diharapkan agar

penderita lebih banyak istirahat dan melakukan terapi pengobatan.


44

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Rahayu. (2000). Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta:PT.Rineka


Cipta.

Arikunto.(1997). Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta

Brunner dan Suddart. (2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi


8.Volume 1.Jakarta:EGC.

Carpenito. (2000). Diagnosa Keperawatan Pada Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta:EGC

Curnelia, et all(2007). Dokumentasi keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, Marilynn E.(2000) Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC.

Dongoes dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Merencanakan dan mendokumentasian Perawatan Pasien Penerbit
buku Kedokteran Jakarta: EGC.

Evely C. Pearce. (2002). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Fisbach T.F., (1991).Dokumentasi keperawatan. Jakarta: EGC.

Gapko Dawn, (2008). Dokumentasi keperawatan. Jakarta:EGG

Gurley L. (2002).Advantages and Disadvantages of the Electronic Medical Record,


diakses pada tanggal 3 Maret 2012.

Hidayat,A. (2008).Pengantar Konsep Dasar Keperawatan .Edisi


3.Jakarta:Salemba Medika

Hudak, Gallo. (1997). Keperawatan Kritis.Pendekatan Holistik. Ed.VI. Vol.1


Jakarta: EGC

Ignativicius . (1991). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Gaya Baru.

Jasun. (2006). Aplikasi proses keperawatan dengan pendekatan , Nanda NIC;,


NOC dalam komputer informasi munajemen keperawatan
Disampaikan pada seminar di RSU Banyumas.

Kozier, et all. (1995). Fundamentals of nursing: concepts process andpractice,


45

fourth edition, Addison Wesley, California.

Mansjoer, Arif dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:


Media Aesculapius.

Marelli. (1996). New Worl Dictionary Nurses in America. Los Angeles: Jackson.

Marylynn. E. Doengus. (2000). Rencana Asuhan Keperawatun, Edisi 3, Jakarta :


EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Potter Yatricia.(2005). BukuAjar Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC.

Sitorus, R. (2004). Konsep proses keperawatan Menggunakan Nanda, NIC dun


NOC.

Smeltzer. (2001). Asuhan Keperawatan pada Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:


GayaBaru.

Suyono, H. Slamet. (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3,
EGC. Jakarta.

Sylvia Anderson. (2000). Patofisiology Penyakit, Edisi 4, Penerbit Jakarta: EGC


Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai