Anda di halaman 1dari 34

REFERAT ORTOPEDI

FRAKTUR COLLUM HUMERI


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada:
dr. Leonardus Hartoko Budiriantoro, Sp.OT(K)

Disusun oleh:
Winda Retno Ningrum (20204010232)

KSM ILMU BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
2021
HALAMAN PENGESAHAN
FRAKTUR COLLUM HUMERI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Diajukan kepada:
dr. Leonardus Hartoko Budiriantoro, Sp.OT(K)

Disusun oleh:
Winda Retno Ningrum (20204010232)

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal


20 Mei 2021

Menyetujui dan mengesahkan,


Dokter Pembimbing

dr. Leonardus Hartoko Budiriantoro, Sp.OT(K)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukuri penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah

meberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas presentasi kasus “Fraktur Collum Humeri” dan tak lupa pula kita

panjatkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

menghantarkan kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang.

Dalam penyusunan referat ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT, telah memberikan segala nikmat yang tidak terhingga

sehingga mampu menyelesaikan Presentasi Kasus ini dengan baik

2. dr. Leonardus Hartoko Budiriantoro, Sp.OT(K) selaku dokter

pembimbing dalam menyelesaikan referat ini

3. Teman-teman ko-asistensi seperjuangan di RSUD Panembahan

Senopati Bantul

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Bantul,20 Mei 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Humerus adalah tulang terbesar dan terpanjang yang berbentuk

seperti pipa dari bagian ekstremitas superior. Humerus bersendi pada bagian

proksimal dengan scapula dan pada bagian sital bersendi pada siku lengan

dengan dua tulang, ulna, radius. Humerus secara anatomis memiliki tiga bagian

yang terdiri atas caput, corpus, dan ujung bawah. Dan secara pembagian daerah

fraktur dibagi menjadi proksimal, medial/shaft, dan distal. Pada bagian

proksimal humerus terdiri atas caput humeri, collum humeri, tuberositas majus

dan tuberositas minus. Collum humeri atau yang biasa disebut sebagai leher dari

humerus terdiri menjadi dua bagian yaitu Anatomical neck dan Surgical neck.

Dewasa ini, fraktur pada humerus bagian proksimal terutama pada bagian

collum humerus terjadi peningkatan.

Data demografi di Edinburgh, Inggris menunjukan angka kejadian

fraktur collum humeri adalah 80% dari fraktur humerus proksimal yang terjadi.

Insiden fraktur collum humeri mencapai 84 per 100.000 per tahun pada tahun

2008, dan akan terus meningkat. Fraktur collum humeri sering terjadi pada

wanita dengan usia yang lebih tua dengan rata-rata usia 60-65 tahun, sehingga

rasio yang didapatkan antara wanita dan pria adalah 3 : 1. Hal ini disebabkan

oleh osteoporosis (penurunan kepadatan tulang) pada lanjut usia dan akibat dari

mekanisme trauma dengan energi rendah (low energy). Namun tidak menutup

kemungkinan terjadi pada usia lebih muda rata-rata 30-40 tahun pada pria akibat
mekanisme trauma dengan energi tinggi (high energy), terutama saat

berkegiatan olahraga. Manifestasi klinis yang terjadi berupa rasa nyeri pada

daerah yang terkena fraktur. Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara lengkap

dapat membantu menegakkan diagnosis lebih dari 80 persen untuk fraktur

collum humeri. Pemeriksaan penunjang yang disarankan untuk dilakukan adalah

dengan menggunakan Sinar X-Ray dengan tampilan true AP view (Grashey),

Scapular Y, dan Axillary Lateral. Penatalaksanaan pada fraktur collum humeri

terdiri dari manajemen konservatif atau intervensi bedah. Intervensi bedah

sendiri menjadi pilihan yang lebih baik untuk pasien yang ingin kembali dapat

melakukan aktivitas tingkat tinggi. Pasien yang menjalani operasi harus

berkomitmen pada rehabilitasi yang sesuai dan telah ditentukan oleh dokter

untuk hasil terbaik.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pengertian fraktur menurut Dorland (1994) adalah suatu

diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan karena trauma atau

keadaan patologis, sedangkan menurut Apley (1995) adalah suatu

patahan pada kontinuitas struktur tulang. Pada fraktur jenis ini,

insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait dengan

osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 3:1. Mekanisme

trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan

tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat

terjadi karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas

sepeda motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan

abduksi bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.

Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri

pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat

terlihat dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera.

B. Anatomi
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan
skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna
dan radius.
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri)
yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio
gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum
yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah
proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus
merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu.
Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang
disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput
humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan
collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder
pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk
segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian
lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V
dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai
titik perlekatan tendon musculus deltoideus.
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang pada bagian distal
dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar
pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan
caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi
medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan
suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan
difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang
menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral
dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel.
Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada
permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan
humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus4
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
M. Clavi Tubercul Aduksi Nervus
pectoralis cula, um majus dan dan merotasi pectoralis medialis
major sternum, sisi lateral sulcus medial lengan dan lateralis
cartilago intertubercularis pada sendi
costalis II- dari humerus bahu; kepala
VI, clavicula
terkadang memfleksikan
cartilago lengan dan
costalis I-VII kepala
sternocostal
mengekstensika
n lengan yang
fleksi tadi ke
arah truncus
M. Spina Sulcus Ekstensi Nervus
latissimus T7-L5, intertubercularis , aduksi, dan thoracodorsalis
dorsi vertebrae dari humerus merotasi medial
lumbales, lengan pada
crista sacralis sendi bahu;
dan crista menarik lengan
iliaca, costa ke arah inferior
IV inferior dan posterior
melalui
fascia
thoracolumb
alis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
M. Extre Tuberosit Serat Nervus
deltoideus mitas as deltoidea dari lateral axillaris
acromialis humerus mengabduksi
dari lengan pada
clavicula, sendi bahu;
acromion serat anterior
dari scapula memfleksikan
(serat dan merotasi
lateral), dan medial lengan
spina pada sendi
scapulae bahu, serat
(serat posterior
posterior) mengekstensika
n dan merotasi
lateral lengan
pada sendi
bahu.
M. Fossa Tubercul Merotasi Nervus
subscapularis subscapularis um minus dari medial lengan subscapularis
dari scapula humerus pada sendi bahu
M. Fossa Tubercul Memban Nervus
supraspinatus supraspinata uum majus dari tu M. deltoideus subscapularis
dari scapula humerus mengabduksi
pada sendi bahu
M. Fossa Tubercul Merotasi Nervus
infraspinatus infraspinata um majus dari lateral lengan suprascapularis
dari scapula humerus pada sendi bahu
M. Angu Sisi Mengek Nervus
teres major lus inferior medial sulcus stensikan subscapularis
dari scapula intertubercularis lengan pada
sendi bahu dan
membantu
aduksi dan
rotasi medial
lengan pada
sendi bahu
M. Marg Tubercul Merotasi Nervus
teres minor o lateralis um majus dari lateral dan axillaris
inferior dari humerus ekstensi lengan
scapula pada sendi bahu
M. Proce Pertenga Memfle Nervus
coracobrachi ssus han sisi medial ksikan dan musculocutaneus
alis coracoideus dari corpus aduksi lengan
dari scapula humeri pada sendi bahu

Anatomic neck

Gambar 3.1. Tampilan Anterior Humerus5

Anatomic neck
Gambar 3.2. Tampilan Posterior Humerus5

Gambar 3.3. Tampilan Anterior Saraf di Sekitar Humerus5


Gambar 3.4. Tampilan Lateral Saraf di Sekitar Humerus5

Gambar 3.5. Tampilan Aliran Darah di Sekitar Humerus

Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang


melingkari periosteum diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah
mengalami cedera akibat patah tulang humerus bagian tengah. Secara klinis, pada
cedera nervus radialis didapati ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan
tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak
dapat menggenggam.
Gambar 3.6. Nervus Radialis dan Otot-Otot yang Disarafinya
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft

Klasifikasi menurut Neer, antara lain:


1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis
fraktu
2. Two-part fracture :
 anatomic neck
 surgical neck
 Tuberculum mayor
 Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
 Surgical neck dengan tuberkulum mayor
 Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

Menurut Dengan menggunakan radiografi pra operasi dan scan


tomografi terkomputasi, fraktur collum humerus surgical / chirurgicum
diklasifikasikan menjadi 3 jenis, sesuai dengan perpindahan fragmen kepala
humerus :
• valgus surgical neck fracture : translasi medial diafisis sebagian dan
digabungkan dengan beberapa abduksi dan rotasi, yang menyebabkan
deformitas valgus pada caput humerus (miring ke medial)
• Translanted surgical neck fracture : Ketika poros seluruhnya
translasisecara medial dan anterior oleh pektoralis mayor dan diputar
secara internal oleh latissimus dorsi dan teres mayor, tidak ada lagi kontak
antara fragmen kepala dan diafisis sehingga tidak ada deformitas kepala
humerus.
• varus surgical neck fracture : translasi ke lateral dengan beberapa
adduksi dan rotasi, menyebabkan deformitas varus pada caput humerus
(miring ke lateral).
C. Pathomechanism of Injury

Paling umum adalah cedera ekstremitas atas pada wanita

osteoporosis yang lebih tua akibat cedera yang berenergi rendah (low

energy – injury). Pasien yang lebih muda biasanya datang dengan

fraktur humerus proksimal trauma yang keras akibat cedera yang

berenergi tinggi (high energy – injury), seperti kecelakaan kendaraan

bermotor, saat berolahraga, dan jatuh dari ketinggian. Ini biasanya

mewakili patah tulang dan dislokasi yang lebih parah. Dapat terjadi juga

benturan secara langsung dan tidak langsung ke bahu. Secara langsung

memiliki maksud patah tulang pada titik terjadinya kekerasan, biasanya

akan mengenai tuberositas majus sehingga menyebabkan fraktur

humerus proksimal tipe 3 bagian (surgical neck dan Greater tuberosity).

Dan secara tidak langsung memiliki maksud menyebabkan patah tulang

ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan karena yang patah

biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan, biasanya mengenai pada tuberositas minus menyebabkan

fraktur humerus proksimal 3 tipe (surgical neck dan lesser tuberosity).

D. Manifestasi Klinis

Pasien biasanya datang dengan ekstremitas atas dipegang erat ke dada

di tangan kontralateral, dengan nyeri, bengkak, nyeri tekan, rentang

gerak yang menyakitkan sehingga terbatas, dan krepitasi variabel.

Gejala klinis meliputi nyeri, edema dan hematoma pada lengan atas dan

biasanya tampak lebih berat pada dua minggu pertama. Fraktur tersebut

terletak di dalam otot bahu dan pembengkakan dan hematoma sering


terlihat lebih jelas pada lengan bawah bagian anterior-inferior. Edema

yang berlebihan menunjukkan adanya kerusakan pembuluh darah yang

tersembunyi.

E. Diagnosis

Penegakan diagnosis pada fraktur collum humerus didasarkan

pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, sedangkan diagnosis pasti

didapatkan dari pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Dicatat tanggal saat melakukan anamnesis dari dan oleh siapa.


Ditanyakan persoalan: mengapa datang, untuk apa dan kapan dikeluhkan;
penderita bercerita tentang keluhan sejak awal dan apa yang dirasakan sebagai
ketidakberesan; bagian apa dari anggotanya/lokalisasi perlu dipertegas sebab
ada pengertian yang berbeda misalnya “… sakit di tangan ….”, yang dimaksud
tangan oleh orang awam adalah anggota gerak atas dan karenanya tanyakan
bagian mana yang dimaksud, mungkin saja lengan bawahnya.
Kemudian ditanyakan gejala suatu penyakit atau beberapa penyakit atau
beberapa penyakit yang serupa sebagai pembanding. Untuk dapat melakukan
anamnesis demikian perlu pengetahuan tentang penyakit.
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta
pertolongan:
1) Sakit/nyeri
Sifat dari sakit/nyeri:
- Lokasi setempat/meluas/menjalar
- Ada trauma riwayat trauma tau tidak
- Sejak kapan dan apa sudah mendapat pertolongan
- Bagaimana sifatnya: pegal/seperti ditusuk-tusuk/rasa panas/ditarik-tarik, terus-
menerus atau hanya waktu bergerak/istirahat dan seterusnya
- Apa yang memperberat/mengurangi nyeri
- Nyeri sepanjang waktu atau pada malam hari
- Apakah keluhan ini untuk pertama kali atau sering hilang timbul
2) Kelainan bentuk/pembengkokan
- Angulasi/rotasi/discrepancy (pemendekan/selisih panjang)
- Benjolan atau karena ada pembengkakan
3) Kekakuan/kelemahan
Kekakuan:
Pada umumnya mengenai persendian. Apakah hanya kaku, atau
disertai nyeri, sehingga pergerakan terganggu?
Kelemahan:
Apakah yang dimaksud instability atau kekakuan otot
menurun/melemah/kelumpuhan
Dari hasil anamnesis baik secara aktif oleh penderita maupun pasif
(ditanya oleh pemeriksa; yang tentunya atas dasar pengetahuan mengenai
gejala penyakit) dipikirkan kemungkinan yang diderita oleh pasien,
sehingga apa yang didapat pada anamnesis dapat dicocokkan pada
pemeriksaan fisik kemudian.
2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Dibagi

menjadi dua yaitu (1) pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan (2) pemeriksaan setempat (status

lokalis).

1. Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda
vital yaitu:
o Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
o Kesakitan
o Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada
(toraks), perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta
kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal
dari anggota terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan
orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:
a. Look (inspeksi)
o Bandingkan dengan bagian yang sehat
o Perhatikan posisi anggota gerak
o Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
o Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai
beberapa hari
o Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan

b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita
diperbaiki agar dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi
dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
o Temperatur setempat yang meningkat
o Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang
o Krepitasi
o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri
pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma,
temperatur kulit.
o Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai

c. Move (pergerakan terutama mengenai lingkup gerak)


Setelah memeriksa feel pemeriksaan diteruskan dengan
menggerakkan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Periksalah bagian yang tidak sakit dulu, selaiam untuk
mendapatkan kooperasi pasien pada waktu pemeriksaan, juga untuk
mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya.
Apabila terdapat fraktur tentunya akan terdapat gerakan
abnormal di daerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture). Gerakan
sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari setiap arah pergerakan
mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik. Pencatatan
ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.
Kekakuan sendi disebut ankilosis dan hal ini dapat disebabkan
oleh faktor intra artikuler atau ekstra artickuler.
o Intra artikuler: Kelainan/kerusakan dari tulang rawan yang
menyebabkan kerusakan tulang subkondral; juga didapat oleh
karena kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi
o Ekstra artikuler: oleh karena otot atau kulit
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (penderita sendiri
disuruh menggerakkan) dan pasif (dilakukan oleh pemeriksa). Selain
pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga
penting untuk melihat kemajuan/kemunduran pengobatan

Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu
berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang
disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:
Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global
joint); ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu:
gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi
akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal
(floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya
gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang
pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa
ada di samping pasien.

3. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat di dalam darah.
 Radiologi
Pemeriksaan penunjang yang disarankan untuk dilakukan adalah dengan
menggunakan Sinar X-Ray dengan tampilan true AP view (Grashey), Scapular
Y, dan Axillary Lateral. Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat
fraktur, garis fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya
dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan.
Tampilan Scapular Y dan Axillary Lateral berfungsi untuk menyingkirikan
kemungkinan dislokasi bahu.Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto.
Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada perencanaan
preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone-scan
dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan fraktur
patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.
F. Penatalaksanaan

1. Non-operatif

Fraktur yang bergeser minimal atau tidak bergeser dapat diterapi

secara konservatif, dengan periode imobilisasi 2 minggu dengan sling atau

coaptation splint diikuti oleh pergerakan pasif dari bahu. Serial X-ray

control dilakukan dalam jangka waktu 3 minggu. Hal ini untuk

memastikan tidak adanya pergeseran dari fragmen fraktur di kemudian

hari. Adanya gambaran ‘pseudosubluksasi’ inferior pada fraktur proximal

humerus disebabkan oleh karena atoni otot deltoid, hemarthrosis ataupun

robekan rotator cuff. Gambaran ini akan pulih seiring waktu dan

penyembuhan.

Menurut literatur, penanganan non-operatif menghasilkan outcome


yang cukup baik bagi 75% kasus, khususnya untuk fraktur yang bergeser

minimal (Neer part 1) (Jawa et al., 2016). Pada beberapa pasien yang

lanjut usia dan memiliki komorbiditas medis, tipe fraktur yang kompleks

dapat diterapi secara konservatif dan masih menghasilkan outcome yang

memuaskan. Namun apabila terapi non-operatif gagal, maka hasil outcome

nya akan lebih buruk setelah operasi salvage

2. Operatif

- Reduksi tertutup dan perkutaneus pinning

Reduksi fraktur secara anatomis dilakukan dibawah C-arm. Untuk

fraktur surgical neck, dua hingga tiga buah Kirschner wire (0.045 –

0.0625) dimasukkan ke korteks lateral distal terhadap insersi deltoid

dan diteruskan ke daerah subchondral tanpa merusak permukaan sendi

artikular. Untuk fraktur tuberositas mayor dengan surgical neck, dua

buah Kirschner wire harus purchase ke korteks medial > 2 cm dari

batas inferior humeral head. G. Resch et.al menjelaskan teknik untuk

reduksi tertutup untuk fraktur proximal humerus Neer part 3: fraktur

subkapital direduksi dengan adduksi, internal rotasi dan traksi axial

dari lengan atas. Pointed hook retraktor dimasukkan ke rongga

subakromial untuk mengarahkan fragmen tuberositas mayor ke anterior

dan inferior. Dengan menggunakan C-arm, sendi bahu dimanipulasi ke

internal rotasi dan external rotasi hingga fragmen fraktur tereduksi dan

difiksasi dengan dua cannulated self-tapping screw. Imobilisasi

dilakukan untuk tiga sampai empat minggu kemudian dilanjutkan

dengan pendulum exercise, elevasi anterior dan external rotasi bahu.

Pergerakan aktif dilaksanakan setelah 6 minggu bila sudah ada tanda-


tanda penyembuhan secara radiologis. Fiksasi perkutaneus untuk

fraktur proximal humerus memiliki keunggulan minimal soft-tissue

stripping, sehingga mengurangi insiden osteonekrosis. Beberapa

literatur juga menyatakan minimal jaringan parut antara permukaan

scapulohumeral sehingga memudahkan program rehabilitasi.

Penggunaan Kirschner wire tidak mendukung untuk kasus

osteoporosis, kasus dengan comminution pada bagian medial calcar

dan pada penderita yang tidak kooperatif (Nho et al., 2007). Reduksi

tertutup dan pinning ini memerlukan teknik yang advanced. Hingga

saat ini telah banyak diteliti studi anatomikal yang mengevaluasi

hubungan struktur neurovaskular dengan Kirschner wire yang dipasang

secara perkutaneus. Rowles dan McGrory meneliti mengenai sepuluh

bahu kadaver dengan perkutaneus pinning (dua pin lateral, satu pin

anterior dan dua pin pada tuberositas mayor). Dari studi ini ditemukan

bahwa pin yang terletak di proximal lateral berjarak rata-rata 3 mm dari

cabang anterior nervus axillaris. Pin anterior terletak sekitar 2 mm dari

tendon long head biceps brachii dan 11 mm dari vena sefalika. Pin di

proximal tuberositas berjarak 6 mm dari nervus axillaris dan 7 mm dari

arteri circumflexa posterior. Pin tersebut akan menekan struktur-

struktur penting apabila bahu dalam posisi internal rotasi. Pada kadaver

studi yang dilakukan oleh Kamineni et.al, pemasangan Kirschner wire

secara perkutaneus mengikuti metoda Jaberg et.al dengan satu

anteroposterior wire dan dua dari sisi lateral. Ditemukan beberapa

kasus adanya kerusakan langsung nervus axillaris oleh pin lateral

sedangkan pin anterior merusak cabang terminal nervus axillaris.


Menurut Kamineni et.al, fiksasi pada fraktur proximal humerus tetap

dianjurkan untuk dilakukan minimal open approach untuk menghindari

cedera pada struktur penting di sekitar bahu.

- Reduksi terbuka dan internal fiksasi – Konventional plate

Penanganan dengan ORIF dapat menggunakan konventional plating

ataupun locking plate. Wanner et.al menggunakan sistem ‘double plating’

dengan dua buah one-third tubular plate. Standar insisi melalui approach

deltopectoral dengan tujuan mencapai reduksi anatomis diantaranya untuk

tuberositas minor dan mayor, mengembalikan panjang shaft humerus dan

retroversi daripada humeral head. Pertama-tama dilakukan fiksasi di bagian

lateral untuk mereduksi tuberositas mayor. Kemudian fiksasi plate anterior

perpendikular dengan plate pertama. Pada penelitian Warren et.al, mereka

menggunakan injeksi bone semen ke dalam lubang screw pada kasus tulang

porotik. Tulang porotik pada daerah proximal humerus ini dapat

menyebabkan kegagalan implantasi berupa screw pullout dan loosening.

Meskipun demikian, plating secara konventional masih dapat memberi hasil

yang baik bila reduksi anatomis tercapai. Konvensional plating biasanya

digunakan pada penderita muda dengan medial hinge yang intak dan korteks

diafisis yang adekuat (> 4 mm), oleh karena itu penderita usia tua

dianjurkan menggunakan fiksasi dengan locking plate. Metode Warren et.al

dengan menggunakan ‘double plate’ system memberikan outcome yang

cukup memuaskan meskipun dengan adanya kondisi osteonekrosis.

- Reduksi terbuka dan internal fiksasi – Locking plate


Dengan menggunakan teknikoperasi deltopectoral, pasien dalam
beach chair positiondan C-arm tersedia untuk mengamati sendi

glenohumeral posisi anteroposterior.Saat reduksi anatomis dari fraktur,

diperhatikan untuk reposisi dari medial calcar. Posisi plate di tengah dari

korteks lateral 8 mm distal dari aspek superior tuberositas mayor.

Penggunaan locking plate memiliki keuggulan mekanik pada jenis fraktur

yang comminuted di daerah metafisis karena adanya ‘fixed-angle’

relationship plate dan screw. Proximal humeral locking plate harus

diletakkan pada tinggi yang sesuai karena akan cenderung terjadi

impingement di akromion. Penyembuhan fraktur proximal humerus sangat

bergantung pada medial hinge atau calcar, dan harus diperhatikan agar

tereduksi secara anatomis (Gambar 6). Kontraindikasi pemasangan locking

plate adalah adanya fraktur dislokasi, humeral head yang terpecah dan

fraktur impresi meliputi > 40% permukaan artikular.

- Hemiarthroplasti

Prinsip hemiarthroplasti sendi bahu mengikuti literatur berdasarkan

Neer. Teknik operasi standar menggunakan deltopectoral approach. Pada

arthroplasti bahu, penting untuk mengidentifikasi tuberositas dengan suture

di bone-tendon junction untuk mengetahui control dan insersi dari rotator

cuff. Komponen humerus diposisikan untuk mengembalikan tinggi humerus

normal dan retroversi (sekitar 30◦ - 40◦). Hampir semua kasus memerlukan

cemented stem untuk menghindari rotasi pada humerus, dan bone

graftdiantara tuberositas dan shaftuntuk mendukung pertumbuhan tulang.

Anatomi dari proximal humerus direkonstruksi kembali dengan

mengembalikan posisi tuberositas dengan teknik suture yang berbeda beda.

Pada literatur Bone and Joint Surgery ini dilakukan teknik penjahitan.
Cerclage suture pertama dari tuberositas mayor yang dilingkarkanke arah

medial leher humerus. Secara biomekanik, medial circumferential cerclage

ini mengurangi pergerakan interfragmen dan memaksimalkan stabilitas

untuk persiapan rehabilitasi post operasi. Cerclage suture kedua melewati

tuberositas minor, dan tension band dapat digunakan untuk memfiksasi

tuberositas ke shaft humerus. Pergerakan sendi bahu setelah pemasangan

implant arthroplasti dilakukan sebelum penutupan luka untuk memastikan

stabilitas telah tercapai. Hemiarthroplasti dianjurkan untuk fraktur proximal

humerus Neer part 3 & 4 pada kasus osteoporotik, comminution, fraktur

dislokasi dan fraktur impresi yang meliputi > 40 % permukaan sendi, dengan

pertimbangan kegagalan fiksasi pada tulang porotik dan risiko osteonekrosis

yang tinggi. Sebaliknya, infeksi dari sendi bahu atau jaringan ikat sekitarnya

menjadi kontraindikasi arthroplasti (Khmelnitskaya et al., 2012).

Secara keseluruhan, outcome yang optimal untuk arthroplasty dapat

dicapai apabila operator mempertimbangkan dua hal utama yaitu: retroversi

humeral head yang benar (sekitar 30◦ - 40◦ menggunakan bicipital groove

sebagai patokan) dan lokasi anatomis tuberositas mayor. Selain dari itu,

panjang humerus juga sangat mempengaruhi outcome operasi. Humerus

yang memendek post operasi akan mengurangi lever arm dari otot deltoid

dan mengurangi kekuatan otot untuk elevasi lengan. Sebaliknya, humerus

yang terlalu panjang setelah arthroplasti akan menyebabkan impingement,

tuberositas nonunion dan migrasi superior dari implant (Murray et al., 2011).

Restorasi dari epiphyseal width juga menjadi salah satu pertimbangan untuk

mencapai hasil arthroplasti yang optimal. Epiphyseal width yang sesuai

(dibandingkan dengan kontralateral) akan memberikan soft-tissue tension


otot deltoid dan supraspinatus yang adekuat dan fungsi yang maksimal.

Hemiarthroplasti biasanya dilakukan dalam kondisi akut karena lebih

mudah dilakukan secara teknis, namun beberapa studi mendapatkan bahwa

tidak ada perbedaan yang signifikan antara arthroplasti yang dilakukan pada

kondisi akut atau kronik (jangka waktu 30 hari).


G. Komplikasi

 Komplikasi awal :

 Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan arteri
brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat cedera.
Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan
perbaikan langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadan ini
internal fixation dianjurkan.
 Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur
oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang
tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi segera.
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur
digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan
(preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda
perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan
saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan
pemindahan tendon.
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat
setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah
mengalami robekan dan dibutuhkan opera
 Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan
lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan
lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus
disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak
perlu dilepas
 Komplikasi Lanjut
 Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk
menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan
(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang
sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda
pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa operasi,
tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-
union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang
dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih
cenderung mengalami baik delayed union dan non-union.
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika fiksasi
rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah 10%.
 Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas
lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri
disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa minggu.

H. Prognosis

Prognosis untuk kasus fraktur collum humerus umumnya baik.

Penanganan yang tepat dapat mengembalikan anatomis lengan yang

rusak kembali ke kondisi yang optimal dengan tindakan pembedahan

sehingga tercapainya tujuan stabilisasi lengan dan pengembalian fungsi

normal. Umumnya penggunaan optimal kembali lengan yang cedera

untuk beraktivitas dapat dilakukan satu - enam bulan setelah tindakan

bedah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Apley, G.A and Solomon, L. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th

ed. London: Hodder Arnold.

Dorland. 2002. Kamus saku kedokteran edisi 28. Jakarta: Buku kedokteran EGC

Drake, R. Gray's Anatomy for Students. 2nded. Elsevier; 2010

Keating J. (2010). Fracture of the Humeral Neck . Rockwood and Green’s Fracture in

Adults 7ed. Lippincott Williams & Wilkins.;35:1047-8.

Brinker MR. (2013). Proximal Humerus Fracture and Dislocation. Review of

Orthopaedic Trauma 2 nd ed. Lippincott Williams & Wilkins.;19:404-430.

Browner BD. et al. (2014). Chapter 4: Upper Extremity. Skeletal Trauma 5 th ed.

Elsevier.;1410-1.

Khmelnitskaya E. et al. (2012). Evaluation and Management of Proximal Humeral

Fracture.

Hindawi Publishing Corporation Advances in Orthopaedic.;1-10.

Nho BS. et al. (2008). Management of Proximal Humeral Fracture. The Journal of Bone

and Joint Surgery.;89(A):44-57.

Rüedi TP. et al. (2009). Proximal Humerus Fracture. AO Principle of Fracture

Management.;Vol.2:590.

Vachtsevanos L. et al. (2014). Management of Proximal Humeral Fracture in Adults.

Cardiff Journal of Orthopaedic.;685-93.


Twiss T. et al (2015). Nonoperative Treatment of Proximal Humeral Fracture. Evaluation

and Management of Proximal Humeral Fracture. Springer.;2:23-37.

Murray IR. et al. (2011). Article Review of Proximal Humeral Fracture Concept in

Classification, Management and Result. The Journal of Bone and Joint

Surgery.;93(B):1.

McClure P. et al. (2013). Measures of Adult Shoulder Function: The American Shoulder

and Elbow Surgeons Standardized Shoulder Form Patient Self-Report

Section (ASES), Disabilities of the Arm, Shoulder, and Hand (DASH),

Shoulder Disability Questionnaire, Shoulder Pain and Disability Index

(SPADI), and Simple Shoulder Test. Arthritis Care and

Research.;49(55):550-558.

Sidhu AS. et al. (2009). Analysis of Treatment in Proximal Humeral Fracture.

Journal Pb Orthopaedic.;Vol.XI:1.

De La Hoz Marín JJ. et al. (2010). Surgical Treatment of Proximal Humeral Fracture

Neer Part III. Acta Orthopædica Belgica.;67;3.

Jawa A. et al. (2016). Treatment of Proximal Humeral Fracture. The Journal of Bone and

Joint Surgery.;4:

Anda mungkin juga menyukai