Diajukan kepada:
dr. Leonardus Hartoko Budiriantoro, Sp.OT(K)
Disusun oleh:
Winda Retno Ningrum (20204010232)
Diajukan kepada:
dr. Leonardus Hartoko Budiriantoro, Sp.OT(K)
Disusun oleh:
Winda Retno Ningrum (20204010232)
tugas presentasi kasus “Fraktur Collum Humeri” dan tak lupa pula kita
panjatkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
Senopati Bantul
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
seperti pipa dari bagian ekstremitas superior. Humerus bersendi pada bagian
proksimal dengan scapula dan pada bagian sital bersendi pada siku lengan
dengan dua tulang, ulna, radius. Humerus secara anatomis memiliki tiga bagian
yang terdiri atas caput, corpus, dan ujung bawah. Dan secara pembagian daerah
proksimal humerus terdiri atas caput humeri, collum humeri, tuberositas majus
dan tuberositas minus. Collum humeri atau yang biasa disebut sebagai leher dari
humerus terdiri menjadi dua bagian yaitu Anatomical neck dan Surgical neck.
Dewasa ini, fraktur pada humerus bagian proksimal terutama pada bagian
fraktur collum humeri adalah 80% dari fraktur humerus proksimal yang terjadi.
Insiden fraktur collum humeri mencapai 84 per 100.000 per tahun pada tahun
2008, dan akan terus meningkat. Fraktur collum humeri sering terjadi pada
wanita dengan usia yang lebih tua dengan rata-rata usia 60-65 tahun, sehingga
rasio yang didapatkan antara wanita dan pria adalah 3 : 1. Hal ini disebabkan
oleh osteoporosis (penurunan kepadatan tulang) pada lanjut usia dan akibat dari
mekanisme trauma dengan energi rendah (low energy). Namun tidak menutup
kemungkinan terjadi pada usia lebih muda rata-rata 30-40 tahun pada pria akibat
mekanisme trauma dengan energi tinggi (high energy), terutama saat
berkegiatan olahraga. Manifestasi klinis yang terjadi berupa rasa nyeri pada
daerah yang terkena fraktur. Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara lengkap
sendiri menjadi pilihan yang lebih baik untuk pasien yang ingin kembali dapat
berkomitmen pada rehabilitasi yang sesuai dan telah ditentukan oleh dokter
A. Definisi
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri
B. Anatomi
Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari
ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan
skapula dan pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna
dan radius.
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri)
yang bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio
gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum
yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah
proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus
merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu.
Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang
disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput
humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan
collum chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder
pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk
segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian
lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V
dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan sebagai
titik perlekatan tendon musculus deltoideus.
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang pada bagian distal
dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar
pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan
caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi
medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan
suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan
difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang
menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral
dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel.
Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada
permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan
humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus4
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
M. Clavi Tubercul Aduksi Nervus
pectoralis cula, um majus dan dan merotasi pectoralis medialis
major sternum, sisi lateral sulcus medial lengan dan lateralis
cartilago intertubercularis pada sendi
costalis II- dari humerus bahu; kepala
VI, clavicula
terkadang memfleksikan
cartilago lengan dan
costalis I-VII kepala
sternocostal
mengekstensika
n lengan yang
fleksi tadi ke
arah truncus
M. Spina Sulcus Ekstensi Nervus
latissimus T7-L5, intertubercularis , aduksi, dan thoracodorsalis
dorsi vertebrae dari humerus merotasi medial
lumbales, lengan pada
crista sacralis sendi bahu;
dan crista menarik lengan
iliaca, costa ke arah inferior
IV inferior dan posterior
melalui
fascia
thoracolumb
alis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
M. Extre Tuberosit Serat Nervus
deltoideus mitas as deltoidea dari lateral axillaris
acromialis humerus mengabduksi
dari lengan pada
clavicula, sendi bahu;
acromion serat anterior
dari scapula memfleksikan
(serat dan merotasi
lateral), dan medial lengan
spina pada sendi
scapulae bahu, serat
(serat posterior
posterior) mengekstensika
n dan merotasi
lateral lengan
pada sendi
bahu.
M. Fossa Tubercul Merotasi Nervus
subscapularis subscapularis um minus dari medial lengan subscapularis
dari scapula humerus pada sendi bahu
M. Fossa Tubercul Memban Nervus
supraspinatus supraspinata uum majus dari tu M. deltoideus subscapularis
dari scapula humerus mengabduksi
pada sendi bahu
M. Fossa Tubercul Merotasi Nervus
infraspinatus infraspinata um majus dari lateral lengan suprascapularis
dari scapula humerus pada sendi bahu
M. Angu Sisi Mengek Nervus
teres major lus inferior medial sulcus stensikan subscapularis
dari scapula intertubercularis lengan pada
sendi bahu dan
membantu
aduksi dan
rotasi medial
lengan pada
sendi bahu
M. Marg Tubercul Merotasi Nervus
teres minor o lateralis um majus dari lateral dan axillaris
inferior dari humerus ekstensi lengan
scapula pada sendi bahu
M. Proce Pertenga Memfle Nervus
coracobrachi ssus han sisi medial ksikan dan musculocutaneus
alis coracoideus dari corpus aduksi lengan
dari scapula humeri pada sendi bahu
Anatomic neck
Anatomic neck
Gambar 3.2. Tampilan Posterior Humerus5
osteoporosis yang lebih tua akibat cedera yang berenergi rendah (low
mewakili patah tulang dan dislokasi yang lebih parah. Dapat terjadi juga
ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan karena yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis meliputi nyeri, edema dan hematoma pada lengan atas dan
biasanya tampak lebih berat pada dua minggu pertama. Fraktur tersebut
tersembunyi.
E. Diagnosis
1. Anamnesis
lokalis).
1. Gambaran umum:
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan Umum (K.U): baik/buruk, yang dicatat adalah tanda-tanda
vital yaitu:
o Kesadaran penderita; apatis, sopor, koma, gelisah
o Kesakitan
o Tanda vital seperti tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
b. Kemudian secara sistematik diperiksa dari kepala, leher, dada
(toraks), perut (abdomen: hepar, lien) kelenjar getah bening, serta
kelamin
c. Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)
2. Pemeriksaan lokal:
Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal
dari anggota terutama mengenai status neuro vaskuler. Pada pemeriksaan
orthopaedi/muskuloskeletal yang penting adalah:
a. Look (inspeksi)
o Bandingkan dengan bagian yang sehat
o Perhatikan posisi anggota gerak
o Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
o Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam samapai
beberapa hari
o Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
kependekan
b. Feel (palpasi)
Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita
diperbaiki agar dimulai dari posisi netral/posisi anatomi. Pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi
dua arah, baik si pemeriksa maupun si pasien, karena itu perlu selalu
diperhatikan wajah si pasien atau menanyakan perasaan si pasien.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
o Temperatur setempat yang meningkat
o Nyeri tekan, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat
fraktur pada tulang
o Krepitasi
o Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri
pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma,
temperatur kulit.
o Pengukuran tugkai terutama pada tungkai bawah untuk
mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
Selain diperiksa pada posisi duduk dan berbaring juga perlu dilihat waktu
berdiri dan jalan. Jalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang
disebabkan karena instability, nyeri, discrepancy, fixed deformity.
Anggota gerak atas:
Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (global
joint); ada beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu:
gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi
akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal
(floating joint).
Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka sebaiknya
gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di belakang
pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka pemeriksa
ada di samping pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat di dalam darah.
Radiologi
Pemeriksaan penunjang yang disarankan untuk dilakukan adalah dengan
menggunakan Sinar X-Ray dengan tampilan true AP view (Grashey), Scapular
Y, dan Axillary Lateral. Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat
fraktur, garis fraktur (transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya
dapat terbaca jelas). Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan.
Tampilan Scapular Y dan Axillary Lateral berfungsi untuk menyingkirikan
kemungkinan dislokasi bahu.Sendi bahu dan siku harus terlihat dalam foto.
Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada perencanaan
preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CT-scan, bone-scan
dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan kemungkinan fraktur
patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.
F. Penatalaksanaan
1. Non-operatif
coaptation splint diikuti oleh pergerakan pasif dari bahu. Serial X-ray
robekan rotator cuff. Gambaran ini akan pulih seiring waktu dan
penyembuhan.
minimal (Neer part 1) (Jawa et al., 2016). Pada beberapa pasien yang
lanjut usia dan memiliki komorbiditas medis, tipe fraktur yang kompleks
2. Operatif
fraktur surgical neck, dua hingga tiga buah Kirschner wire (0.045 –
internal rotasi dan external rotasi hingga fragmen fraktur tereduksi dan
dan pada penderita yang tidak kooperatif (Nho et al., 2007). Reduksi
bahu kadaver dengan perkutaneus pinning (dua pin lateral, satu pin
anterior dan dua pin pada tuberositas mayor). Dari studi ini ditemukan
tendon long head biceps brachii dan 11 mm dari vena sefalika. Pin di
struktur penting apabila bahu dalam posisi internal rotasi. Pada kadaver
dengan dua buah one-third tubular plate. Standar insisi melalui approach
menggunakan injeksi bone semen ke dalam lubang screw pada kasus tulang
digunakan pada penderita muda dengan medial hinge yang intak dan korteks
diafisis yang adekuat (> 4 mm), oleh karena itu penderita usia tua
diperhatikan untuk reposisi dari medial calcar. Posisi plate di tengah dari
bergantung pada medial hinge atau calcar, dan harus diperhatikan agar
plate adalah adanya fraktur dislokasi, humeral head yang terpecah dan
- Hemiarthroplasti
normal dan retroversi (sekitar 30◦ - 40◦). Hampir semua kasus memerlukan
Pada literatur Bone and Joint Surgery ini dilakukan teknik penjahitan.
Cerclage suture pertama dari tuberositas mayor yang dilingkarkanke arah
dislokasi dan fraktur impresi yang meliputi > 40 % permukaan sendi, dengan
yang tinggi. Sebaliknya, infeksi dari sendi bahu atau jaringan ikat sekitarnya
humeral head yang benar (sekitar 30◦ - 40◦ menggunakan bicipital groove
sebagai patokan) dan lokasi anatomis tuberositas mayor. Selain dari itu,
yang memendek post operasi akan mengurangi lever arm dari otot deltoid
tuberositas nonunion dan migrasi superior dari implant (Murray et al., 2011).
Restorasi dari epiphyseal width juga menjadi salah satu pertimbangan untuk
tidak ada perbedaan yang signifikan antara arthroplasti yang dilakukan pada
Komplikasi awal :
Cedera vaskuler
Jika ada tanda-tanda insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan arteri
brakhialis harus disingkirkan. Angiografi akan memperlihatkan tingkat cedera.
Hal ini merupakan kegawatdaruratan, yang memerlukan eksplorasi dan
perbaikan langsung ataupun cangkok (grafting) vaskuler. Pada keadan ini
internal fixation dianjurkan.
Cedera saraf
Radial nerve palsy (wrist drop dan paralisis otot-otot ekstensor
metacarpophalangeal) dapat terjadi pada fraktur shaft humerus, terutama fraktur
oblik pada sepertiga tengah dan distal tulang humerus. Pada cedera yang
tertutup, saraf ini sangat jarang terpotong, jadi tidak diperlukan operasi segera.
Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur
digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan
(preserve) pergerakan sendi sampai saraf pulih. Jika tidak ada tanda-tanda
perbaikkan dalam 12 minggu, saraf harus dieksplorasi. Pada lesi komplit, jahitan
saraf kadang tidak memuaskan, tetapi fungsi dapat kembali dengan baik dengan
pemindahan tendon.
Jika fungsi saraf masih ada sebelum manipulasi lalu kemudian cacat
setelah dilakukan manipulasi, hal ini dapat diasumsikan bahwa saraf sudah
mengalami robekan dan dibutuhkan opera
Infeksi
Infeksi luka pasca trauma sering menyebabkan osteitis kronik.
Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan
lambat dan kejadian fraktur berulang meningkat.
Jika ada tanda-tanda infeksi akut dan pembentukan pus, jaringan
lunak disekitar fraktur harus dibuka dan didrainase. Pilihan antibiotik harus
disesuaikan dengan hasil sensitivitas bakteri.
External fixation sangat berguna pada kasus ini, namun jika
intramedullary nail sudah terlanjur digunakan dan terfiksasi stabil, nail tidak
perlu dilepas
Komplikasi Lanjut
Delayed Union and Non-Union
Fraktur transversa kadang membutuhkan waktu beberapa bulan untuk
menyambung kembali, terutama jika traksi digunakan berlebihan
(penggunaan hanging cast jangan terlalu berat). Penggunaan teknik yang
sederhana mungkin dapat menyelesaikan masalah, sejauh ada tanda-tanda
pembentukkan kalus (callus) cukup baik dengan penanganan tanpa operasi,
tetapi ingat untuk tetap membiarkan bahu tetap bergerak. Tingkat non-
union dengan pengobatan konservatif pada fraktur energi rendah kurang
dari 3%. Fraktur energi tinggi segmental dan fraktur terbuka lebih
cenderung mengalami baik delayed union dan non-union.
Intermedullary nailing menyebabkan delayed union, tetapi jika fiksasi
rigid dapat dipertahankan tingkat non-union dapat tetap dibawah 10%.
Joint stiffness
Joint stiffness sering terjadi. Hal ini dapat dikurangi dengan aktivitas
lebih awal, namun fraktur transversa (dimana abduksi bahu nyeri
disarankan) dapat membatasi pergerakan bahu untuk beberapa minggu.
H. Prognosis
bedah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Apley, G.A and Solomon, L. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th
Dorland. 2002. Kamus saku kedokteran edisi 28. Jakarta: Buku kedokteran EGC
Keating J. (2010). Fracture of the Humeral Neck . Rockwood and Green’s Fracture in
Browner BD. et al. (2014). Chapter 4: Upper Extremity. Skeletal Trauma 5 th ed.
Elsevier.;1410-1.
Fracture.
Nho BS. et al. (2008). Management of Proximal Humeral Fracture. The Journal of Bone
Management.;Vol.2:590.
Murray IR. et al. (2011). Article Review of Proximal Humeral Fracture Concept in
Surgery.;93(B):1.
McClure P. et al. (2013). Measures of Adult Shoulder Function: The American Shoulder
Research.;49(55):550-558.
Journal Pb Orthopaedic.;Vol.XI:1.
De La Hoz Marín JJ. et al. (2010). Surgical Treatment of Proximal Humeral Fracture
Jawa A. et al. (2016). Treatment of Proximal Humeral Fracture. The Journal of Bone and
Joint Surgery.;4: