Disusun Oleh:
Nama : Nur Izzati Humaira
Yunita Rahmawati
NIM : 1813020050
1813020051
Pembimbing:
dr. Widijati Hendrajani, Sp.Rad
i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan referat dengan judul
KELAINAN BENTUK VERTEBRAE THORACOLUMBAL
Disusun Oleh:
Nama : Rosmayda Ria Julianti
NIM : 1413010002
NIPP : 1813020012
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: Senin / 18 November 2019
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang belakang atau vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus,
membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium,
costa dan sternum). Tulang belakang berfungsi untuk melindungi medulla spinalis dan serabut
syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.
Normal tulang belakang manusia tidak lurus. Dilihat dari samping, susunan tulang
belakang membentuk beberapa lengkungan. Di bagian dada, tulang belakang membentuk
lengkungan cembung menghadap belakang. Di bagian pinggang, susunan tulang belakang
membentuk lengkungan cembung menghadap depan. Tiga kelainan tulang belakang yang
umum terjadi adalah lordosis, kifosis, dan skoliosis.
Diagnosis klinik adanya didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan berupa pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada
kelainan bentuk tulang belakang meliputi pemeriksaan konvensional foto polos tulang belakang
dengan pengukuran kurva, CT scan dan MRI tergantung dari indikasinya. Pemeriksaan
konvensional masih merupakan pemeriksaan utama dan pemeriksaan pertama yang harus
dilakukan. Pemeriksaan CT scan dan MRI dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan
konvensional untuk evaluasi yang lebih detil atau untuk melihat kelainan yang tidak dapat
dilihat pada pemeriksaan konvensional.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI VERTEBRAE
1. Columna Vertebralis
Columna vertebralis menyangga berat tubuh dan melindungi medulla spinalis.
Columna ini terdiri dari vertebra – vertebra yang dipisahkan oleh diskus fibrokartilago
intervertebral.3 Columna vertebralis terbentang dari cranium sampai ujung os coccygis dan
merupakan unsur utama kerangka aksial (ossa cranii, columna vertebralis, costa, dan
sternum).4
Selain berfungsi sebagai penyangga berat tubuh dan melindungi medulla spinalis,
columna vertebralis merupakan sumbu bagi tubuh untuk sebagian kaku dan untuk sebagian
lentur, serta berfungsi sebagai poros untuk kepala berputar. Dengan demikian columna
vertebralis memegang peranan penting dalam sikap tubuh, penggandaran berat tubuh, dan
lokomosi.4
Terdapat 7 tulang vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracica, 5 vertebra lumbalis yang
dapat digerakkan pada orang dewasa. Pada orang dewasa kelima vertebra sacralis melebur
dan membentuk os sacrum, dan keempat vertebra coccygea melebur membentuk os
coccygis. Ke-33 pasang saraf spinal keluar melalui foramina intervertebralis diantara
vertebra yang letaknya bersebelahan.3
Corpus vertebrae berangsur menjadi besar keujung kaudal columna vertebralis, dan
berturut-turut menjadi makin kecil ke ujung os coccygis. Ke-24 vertebra cervicalis,
vertebra thoracica, dan vertebra lumbalis bersendi pada articulatio intervertebralis yang
membuat columna vertebralis menjadi cukup lentur. Setiap corpus dipisahkan oleh discus
intervertebralis.4
2
Gambar 2.1 Vertebra3
3
e. Procccesus artikularis inferior dan processus artikularis superior menyangga faset
untuk berartikulasi dengan vertebra atas dan vertebra bawah.
4
Gambar 2.2. Lengkung vertebrae
5
2 Processus articularis superior dan inferior juga berpangkal pada tempat
persatuan pediculus arcus vertebrae dan lamin arcus vertebrae
Setiap discus intervertebralis terdiri dari sebuah anulus fibrosus yang terbentuk dari
lamela-lamela fibrokartilago yang teratur konsentris dan mengelilingi nucleus pulposus
yang berkonsistensi jeli. Anulus Vibrosus ini berinsersi pada tepi facies articularis corpus
vertebra yang licin dan membulat. Antara vertebra cervicalis I dan II tidak terdapat discus
intervertebralis. Ketebalan discus intervertebralis diberbagai daerah berbeda antara 1
dengan yang lain. Discus intervertebralis yang paling tebal terdapat di vertebra lumbalis
dan yang paling tipis di torakal sebelah kranial. Di daerah servikal dan lumbal, discus
intervertebralis lebih tebal didaerah ventral dan lebih merata ketebalannya didaerah
torakal.4
Ligamentum longitudinale anterius adalah sebuah pita jaringan ikat yang kuat dan
menutupi serta menghubungkan bagian ventral corpus vertebrae dan discus
intervertebralis. Ligamentum ini memantapkan kedudukan sendi-sendi antara corpus
vertebrae dan membantu mencegah hiperekstensi columna vertebralis.4
Ligamentum Longitudinale posterius seutas pita yang agak lebih lemah daripada
ligamentum longitudinale anterius. Ligamentum longitudinale anterius terbentang didalam
canalis vertebralis dan melekat pada diskus intervertebralis dan tepi dorsal caput certebrae
6
membantu mencegah terjadinya hiperfleksi columna vertebralis dan menonjolmua discus
intervertebralis ke dorsal.4
7
Gambar 2.5. Vaskularisasi arteri pada vertebrae
8
untuk otot – otot kerangka, dan dalam radix anterior terdapat serabut otonom praganglion.
Radix posterior dan radix anterior nervus spinalis bersatu pada tempat keluarnya dikanalis
vertebralis untuk membentuk sebuah nervus spinalis.4
Pembagian nervus spinalis adalah 8 pasang nervus cervicalis, 12 pasang nervus
thoracicus, 5 pasang nervus lumbalis, 5 pasang nervus sacralis, dan 1 pasang nervus
coccygeus. Masing – masing nervus spinalis hampir langsung terpecah menjadi sebuah
ramus anterior dan ramus posterior. Ramus posterior mempersarafi kulit dan otot – otot
punggung, dan ramus anterior mempersarafi ekstremitas dan bagian batang tubuh lainnya.4
Medulla spinalis dewasa lebih pendek dari columna vertebralis sehingga akar – akar
saraf melintas makin serong secara progresif, panjang akar bertambah kearah ujung kaudal
columna vertebralis sampai mencapai foramen intervertebralis didaerah lumbal dan sacral
untuk keluar dari canalis vertebralis. Berkas akar saraf spinal di spatium subarachnoideum
kaudal dari ujung medulla spinalis adalah cauda equina.4
b) Etiologi
Pada 80% pasien, penyebab skoliosis tidak diketahui. Kasus seperti ini disebut
skoliosis idiopatik, dan 65% dari kasus tersebut adalah skoliosis tipe struktural.
Sebagian besar kasus skoliosis idiopatik memiliki dasar genetik, namun belum ada
penelitian yang mampu mengidentifikasi gen yang mengalami kelainan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa ketidakseimbangan otot disekitar tulang belakang
9
dapat membuat anak-anak rentan terhadap distorsi tulang belakang saat mereka
tumbuh.6
Kelainan otot primer kemungkinan merupakan salah satu penyebab skoliosis
idiopatik. Protein kontraktil trombosit yang menyerupai otot dan calmodulin adalah
mediator penting kontraktilitas yang disebabkan kalsium. Dengan menggunakan
tekhnik pengukuran langsung, menunjukkan bahwa pasien dengan kelengkungan
progresif (lebih dari 100) memiliki tingkat calmodulin trombosit yang secara
statistik lebih tinggi.1
Para peneliti melihat kemungkinan kelainan pada kolagen yang ditemukan
pada otot dan tulang. Enzim yang dikenal sebagai matriks metalloproteinase yang
terlibat didalam perbaikan dan pembentukan ulang kolagen. Enzim ini dapat
menyebabkan kelainan pada komponen cakram tulang belakang. Beberapa peneliti
telah menemukan kadar enzim yang tinggi pada cakram tulang belakang pasien
dengan skoliosis, yang menunjukkan bahwa enzim tersebut dapat menyebabkan
peningkatan kelengkungan.6
c) Klasifikasi skoliosis
Berdasarkan bentuk kelengkungangan vertebra, skoliosis dibedakan atas
skoliosis struktural dan non-struktural. Pada skoliosis struktural, posisi tulang
vertebra tidak hanya melengkung, akan tetapi juga ikut berotasi dan mengalami
perputaran. Pada saat berputar, hemithorax rib cage terdorong keluar sehingga
celah-celah antar kosta melebar, hemithorax rib cage lain berputar kedalam dan
terjadi kompresi kosta. Pada skoliosis non-struktural, terjadi kelengkungan tanpa
perputaran dan biasanya akibat kompensasi dari skoliosis struktural.6
Skoliosis idiopatik adalah tipe yang paling umum dan menyumbang 80% kasus
skoliosis. Skoliosis kongenital, yang meliputi skoliosis yang disebabkan oleh
kelainan struktur tulang dan jaringan saraf, adalah tipe kedua yang paling umum,
terhitung 10% kasus. Skoliosis neuromuskular, perkembangan, dan tumor terkait
sebanyak 10%. Saat ini, skoliosis degeneratif dan skoliosis traumatis juga dianggap
subkategori penting oleh para peneliti yang meneliti penyakit ini.1
Skoliosis idiopatik didefinisikan sebagai penyimpangan lateral tulang belakang
lebih dari 10 derajat (diukur dengan metode Cobb), dengan perubahan struktural
dan tanpa anomali kongenital pada vertebra. Ini terjadi pada sekitar 2% populasi.
10
Biasanya hanya sekitar seperlima sampai seperenam kelompok ini yang
memerlukan perawatan.1
Skoliosis kongenital disebabkan oleh kelainan tulang belakang bawaan yang
biasanya melibatkan kelainan pada perkembangan vertebra. Kondisi ini biasanya
menjadi jelas pada usia 2 tahun atau antara usia 8-13 tahun saat tulang belakang
mulai tumbuh lebih cepat, sehingga memberi tekanan lebih pada kelainan bawaan
lahir. Kelengkungan dalam kasus seperti ini harus dipantau secara ketat, karena bisa
berkembang dengan cepat.5
d) Patofisiologi
Telah dilakukan berbagai penelitian mengenai potensi pengaruh melatonin
pada perkembangan penyakit skoliosis dan sebagian besar menunjukkan defisiensi
melatonin menjadi alasan utama pengembangan skoliosis.10 Dalam keadaan
fisiologis melatonin dan kalsium berikatan dengan kalmodulin. Kalsium yang
berikatan dengan kalmodulin akan menyebabkan kontraksi otot. Pada keadaan
defisiensi melatonin ini, akan menyebabkan ikatan melatonin dan kalmodulin
berkurang. Sehingga kalmodulin yang tidak terikat melatonin akan diduduki
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi kontraksi berlebihan pada otot. Maka
akan terjadi asimetris kontraksi pada otot paraspinal sehingga pada keadaan yang
terus menerus pertumbuhan otot dan tulang akan asimetris.6
Beberapa peneliti juga menyatakan bahwa adanya lesi posterior pada sistem
saraf pusat juga terdapat pada pasien dengan skoliosis, dimana sistem saraf pusat
posterior berperan dalam fungsi keseimbangan. Gangguan postural seperti
kebiasaan duduk yang miring membuat sebagian saraf yang bekerja menjadi lemah
dan bila terus berulang maka saraf tersebut akan mati. Ini berakibat pada
ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang sehingga tulang belakang
penderita bengkok atau seperti huruf S atau huruf C.1
e) Gejala klinis
Gejala-gejala paling umum dari skoliosis ialah suatu lekukan yang tidak normal
dari tulang belakang.13 Sering kali ini adalah suatu perubahan yang ringan dan
mungkin pertama kali diperhatikan oleh seorang teman atau anggota keluarga, dapat
juga ditemukan pada suatu pengujian penyaringan sekolah yang rutin untuk
skoliosis.14 Skoliosis dapat menyebabkan kepala tidak berada di garis tengah,
11
perbedaan posisi dan tinggi pinggul, perbedaan posisi dan tinggi bahu dan saat
membungkuk tinggi punggung kanan dan kiri berbeda.3
Masalah yang dapat timbul akibat skoliosis ialah penurunan kualitas hidup dan
disabilitas, nyeri, deformitas yang mengganggu secara kosmetik, hambatan
fungsional masalah paru, kemungkinan terjadinya progresifitas saat dewasa serta
gangguan psikologis.3
Dengan skoliosis yang lebih berat, penderita terkadang memperhatikan
perbedaan ukuran payudara mereka. Sekitar seperempat pasien dengan skoliosis
mengalami nyeri punggung.4
Pada pasien dewasa, skoliosis kurang dari 30 derajat, umumnya dapat dianggap
stabil, sementara skoliosis lebih dari 30 derajat, dapat diperkirakan akan berlanjut
sekitar 1 derajat per tahun. Pasien remaja dengan skoliosis yang tidak diobati, akan
menjadi tergantung pada kursi roda di hari tua dan kemungkinan meninggal akibat
kerusakan jantung dan paru yang berkaitan dengan skoliosis.5
f) Diagnosis
Gambaran yang terlihat pada skoliosis adalah manifestasi dari tiga deformitas,
yaitu komponen lateral, anteroposterior dan rotasi. Lengkungan yang cembung
kekanan memperlihatkan berbagai derajat rotasi, yang menyebabkan penonjolan iga
(rib hump).
Punggung pasien harus terdedah dan pasien diperiksa dari depan, belakang dan
dari simpang. Kelainan seperti pigmentasi kulit dan anomali kongenital dicari jika
ada.
Tulang belakang mungkin jelas berdeviasi dari garis tengah apabila dilakukan
tes membungkuk ke depan (tes Adams). Tingkat dan arah konveksitas kurva utama
dicatat. (misalnya ‘toraks kanan’ berarti lengkungan pada tulang belakang dada dan
cembung ke kanan). Pelvik berada pada sisi cekung dan skapula di sisi cembung.
Payudara dan bahu juga mungkin asimetris. Dengan skoliasis torasik, rotasi
menyebabkan sudut tulang dada menonjol, sehingga menghasilkan ‘rib hump’ yang
asimetris pada sisi cembung kurva. Pada deformitas yang seimbang, oksiput berada
pada garis tengah.1
Selama tes berlangsung, pasien diminta membungkuk ke depan dengan kaki
bersatu dan lutut lurus sambil menggantungkan lengan. Ketidakseimbangan di
tulang rusuk atau kelainan bentuk lainnya di sepanjang punggung bisa menjadi
12
tanda skoliosis.
Gambaran diagnostik skoliosis yang tetap adalah kurva deviasi tulang belakang
terlihat lebih jelas apabila pasien membungkuk ke depan. Mobilitas spinal harus
dinilai dan efek membungkuk secara lateral harus dicatat jika ada fleksibiltas pada
curva dan adakah dapat diperbaiki. Postur dari samping diperhatikan jika ada
kyphosis atau lordosis yang berlebihan. Pemeriksaan neurologis adalah penting
untuk dilakukan. Kelainan yang menandakan ada lesi pada spinal, dapat dilakukan
pemeriksaan khas seperti CT dan atau MRI. Panjang kaki diukur. Jika satu sisi
pendek, pelvic diratakan dengan meminta pasien berdiri di atas blok kayu dan spine
diperiksa ulang. Pemeriksaan umum mencakup pencarian penyebab yang mungkin
terjadi dan penilaian fungsi kardiopulmoner (yang berkurang pada lengkungan
kurva yang berat).1
g) Gambaran radiologi
13
Temuan radiografi dari skoliosis terutama skoliosis idiopatik bisa digambarkan
sebagai berikut:
Terlihat kelengkungan lateral dari tulang punggung dan dinilai bagian sisi
cembung dan cekung.
Ada empat pola pada skoliosis idiopatik: (1) Lengkung torakal, (2) Lengkung
lumbar (3) lengkung torakolumbar pada sisi yang sama, dan (4) lengkung torakal
dan lumbal pada sisi yang berlawanan.
Jumlah tulang punggung yang terlibat pada kelengkungan harus dinilai.
Pada orang yang sehat, garis lurus bisa digambarkan melalui hubungan
servikotorakal, dorsolumbar, dan lumbosakral. Derajat deviasi dari sudut
servikotorakal diukur dari sakrum.
Ada hipokifosis dengan sudut lengkung kurang dari 20° atau adanya lordosis.
Kifosis torakal yang normal adalah antara 20-45°.
Bagian apex vertebrae menunjukkan adanya peningkatan ketinggian di aspek
anterior dari corpus vertebrae dan penurunan ketinggian di aspek posterior.
Korpus vertebrae dan diskus intervertebrae lebih lebar di sisi konfeks daripada di
sisi yang cekung.
Rusuk posterior terdorong ke arah posterior di sisi cembung, yang menunjukkan
kebungkukan. Tulang-tulang costae ini diposisikan secara anterior disisi yang
cekung.
Di bagian ujung kelengkungan, rongga diskus sama besar atau melebar di sisi
yang cekung. Vertebrae dan sumbu neural menebal di sisi yang cekung.
Prosesus spinosus tergeser ke sisi yang cekung, dan pedikulus, korpus vertebrae
tergeser ke depan sisi yang cembung.
Rotasinya terlihat di bagian apex dari kelengkungan dan hampir rata di bagian
ujung vertebrae. Rotasi bisa intersegmen (antar vertebrae) atau intrasegmen (antar
elemen dari satu tulang vertebrae; yang intrasegmental ini tidak bisa dikoreksi.
Bayangan psoas tidak terlihat di sisi yang cekung dari lengkung.
14
Identifikasi apeks kurva dan vertebra signifikan sangat penting untuk
menunjukkan tipe kurva, memilih pendekatan bedah dan sistem
instrumentasi, dan menentukan tingkat optimal untuk fusi.2.3
Pada gambaran radiografi pada posisi AP yang berdiri dari pasien dengan
skoliosis menunjukkan komponen lengkungan abnormal yang signifikan:
Ujung vertebra (E) adalah yang paling miring, dan puncaknya (A) adalah
diskus atau vertebra yang melenceng paling jauh dari pusat kolom vertebral.
Vertebra netral (N) adalah salah satu yang tidak terputar, dan vertebra stabil
(S) adalah yang terbagi dua atau hampir terbagi oleh central sacral vertical
line CSVL (garis putus-putus).2,3
2) Derajat curva
Sudut Cobb adalah teknik yang paling banyak diadopsi untuk mengukur
besarnya deformitas tulang belakang, terutama pada kasus skoliosis, pada
radiograf polos. Skoliosis didefinisikan sebagai kelengkungan tulang
15
belakang lateral dengan sudut Cobb 10 ° atau lebih. Tingkat kelengkungan
lateral pada skoliosis ditentukan berdasarkan gambar survei tulang belakang
dalam posisi berdiri.4
3) Rotasi vertebra
16
akan terotasi ke sisi kurva yang cembung. Tulang dada semakin dekat dengan
sisi cekung dan terpisah dari sisi cembung curvatura. Penilaian rotasi
vertebra dapat dibuat dengan mengunakan metode “The Nash-Moe”. Dengan
metode Nash-Moe, setengah vertebra pada sisi lengkung kelengkungan
dibagi menjadi tiga segmen, dan rotasi diukur berdasarkan lokasi pedikel
berkenaan dengan segmen.27
17
2. Lordosis
a) Definisi
Lordosis adalah kondisi di mana lumbal spinalis (tulang belakang tepat di atas
bokong) melengkung kedalam. Tulang belakang yang normal dilihat dari belakang
akan tampak lurus. Lain halnya pada tulang belakang penderita lordosis, akan
tampak bengkok terutama di punggung bagian bawah. Sedikit kelengkungan
lordotik adalah normal. Terlalu banyak kelengkungan lordotik disebut lordosis.
Penyebab lordosis adalah posisi duduk, kebiasaan tubuh yang salah, serta bawaan
sejak lahir. Lordosis juga menyebabkan ketegangan pada otot tulang punggung.
Penderita lordosis akan sering mengalami sakit pinggang, distrofi otot,dysplasia
pinggul, serta gangguan neuromuscular.7
18
- Discitis (peradangan pada diskus spinal vertebra)
- Postur tubuh yang buruk
- Spondylolisthesis
- Achondroplasia 9
c) Gambaran radiologi
19
Gambar 2.13. Perbedaan vertebrae normal dan vertebrae kifosis
b) Etiologi
Penyebab kyphosis tergantung pada jenis kifosisnya.
1. Jenis kyphosis pada anak-anak dan remaja, jenis yang paling umum termasuk :
a. Jenis Postural kyphosis. Jenis ini terutama menjadi jelas pada masa remaja.
Permulaan umumnya lambat.
Ini lebih sering terjadi pada anak perempuan.
Biasa disebut “bungkuk udang”.
Postur tubuh yang buruk atau membungkuk dapat menyebabkan
peregangan pada ligamen tulang belakang dan pembentukan abnormal dari
tulang tulang belakang (vertebrae).
Kyphosis postural sering disertai dengan kurva ke dalam berlebihan
(hyperlordosis) di tulang belakang (lumbar) yang lebih rendah.
Hyperlordosis adalah cara kompensasi tubuh untuk kurva keluar
berlebihan pada tulang belakang bagian atas.
Sepertiga dari kasus-kasus yang parah hyperkyphosis sebagian besar patah
tulang belakang.5
c) Gambaran radiologi
Penilaian radiografi untuk kifosis meliputi radiografi berdiri PA dan lateral
seluruh spinal. (Gambar 26) memperlihatkan (1) penyempitan sela diskus, (2)
kehilangan tinggi anterior normal vertebra yang terkena, menimbulkan penjepitan
5 derajat atau lebih pada tiga vertebra atau lebih; (3) bentuk corpus seperti baji, (4)
Penebalan ligamentum.5,6
20
Gambar 2.14. Foto lateral dan PA pada kifosis
C. TATALAKSANA
1. Non-Operatif
Kelengkungan yang ringan (<200) umumnya ditangani secara konservatif. Pada
kebanyakan kasus apabila kelengkungan <100 biasanya cukup diobservasi kecuali pada
pasien usia muda dengan skoliosis neuromuskular atau dengan resiko progresivitas
tinggi. Pada skoliosis 100-200 biasanya tidak ada bergejala dan tidak membutuhkan
penanganan aktif namun cukup dilakukan follow-up setiap 4-6 bulan sekali dengan
pemeriksaan radiologi. Pada anak-anak yang sedang tumbuh dengan kelengkungan 250-
300 merupakan indikasi pemakaian orthosis vertebra (brace). Pada kelengkungan yang
lebih kecil juga diindikasikan memakai brace apabila progesivitas >50/tahun. Pemakaian
brace diindikasikan pada pertumbuhan vertebra yang tetap stabil (Risser 3 atau kurang).
Pemakaian brace pada Risser 4 atau 5 tidak efektif. Batas atas pemakaian brace adalah
skoliosis dengan kelengkungan 450. Brace harus digunakan 23 jam dalam sehari,
biasanya untuk beberapa tahun, sampai kelengkungan stabil. Umumnya brace diapakai
pada malam hari sampai maturitas skeletal dicapai (Risser 5 atau tidak ada pertumbuhan
vertebra selama 18 bulan). Progresivitas kelengkungan dapat dibatasi sampai dibawah
50 pada 75% pasien dibandingkan pasien yang tidak terapi (35%). Tujuan pemakaian
21
brace adalah untuk membatasi progresivitas bukan untuk mengkoreksi kelengkungan.
Pemakaian brace diperiksa ulang setiap 4-6 bulan sekali.
2. Operatif
Secara umum, kelengkungan >400-450 sulit dikontrol dengan penggunaan brace
sehingga harus dikoreksi dengan pembedahan. Prinsip umum pembedahan adalah
pemasangan instrumen untuk mengkoreksi kelengkungan dan keseimbangan, sedangkan
fusi vertebra untuk mempertahankan vertebra yang sudah dikoreksi. Instrumentasi
korektif dikombinasikan dengan arthrodesis adalah metode terbaik untuk mendapatkan
hasil jangka panjang. Instrumentasi Harrinton merupakan bagian dari pendekatan
vertebra dengan kait pada ujungnya dan masuk ke dalam prosesus transversus pada sisi
konveks kelengkungan. Fusi biasanya sempurna setelah 6 bulan pasca operasi dan pasien
sudah diperbolehkan untuk melakukan aktifitas fisik normal.
Sistem Cotrel-Dubousset adalah yang terbaru (1980an) dengan menggunakan kait
yang banyak sehingga dapat mendistraksi dan mengkompresi menggunakan batang yang
sama. Instrumentasi vertebra anterior adalah teknik terbaru dengan beberapa sistem
dipasaran. Awalnya digunakan untuk mengkoreksi skoliosis lumbal atau thorakolumbal
tapi saat ini digunakan juga untuk skoliosis thorakal. Juga dapat membantu dengan
pendekatan anterior dan posterior sekaligus, khususnya kelengkungan >750 dan pada
pasien usia muda.
Gambar 2.15. Fusi Spinal dengan screw pada pedikulus dan batang berkontur
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Van Goethem JWM, Van Compenhaut A. Scoliosis. In:Spinal imaging diagnostic of the
spineand spinal cord. Berlin: Springer-Verlag, 2007. P. 95-108
2. Khaana G. Role of imaging in scoliosis. Pediatr Radiol 2009; 39: S247-S251
3. Prabhakar Rajiah, MD, MBBS, Idiopatic Scoliosis, emedicine.com. March 26, 2009
4. Kouwenhoven JW, Castelein RM. The pathogenesis of adolescent idiopathic scoliosis:
review of the literature. Spine. Dec 15 2008;33(26):2898-908.
5. Richards BS, Sucato DJ, Konigsberg DE, Ouellet JA. Comparison of reliability between
the Lenke and King classification systems for adolescent idiopathic scoliosis using
radiographs that were not premeasured. Spine. Jun 1 2003;28(11):1148-56; discussion
1156-7.
6. Lenke LG, Betz RR, Harms J, et al. Adolescent idiopathic scoliosis: a new classification to
determine extent of spinal arthrodesis. J Bone Joint Surg Am. Aug 2001;83-
A(8):1169-81.
7. Sangole AP, Aubin CE, Labelle H, Stokes IA, Lenke LG, Jackson R, et al. Three-
dimensional classification of thoracic scoliotic curves. Spine. Jan 1 2009;34(1):91-9.
24