Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN CANAL STENOSIS DI RUANG GALILEA 2

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA

Oleh :

1. Cristina vagil nayu ardhani (20191818)


2. Fadila narulita (20191827)
3. Liando agus yunanto (20191831)
4. Kurnia tesa Isabela (20191834)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGESTI WALUYO PARAKAN

2021
BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Anatomi fisiologi
1. Anatomi Vertebra
Tulang Belakang secara medis dikenal sebagai columna
vertebralis (Malcolm, 2002). Rangkaian tulang belakang adalah
sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang
disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara setiap dua ruas
tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian
tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57 sampai 67
sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya
adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian hari menyatu
menjadi sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah (Pearce, 2006).
Tulang vertebra merupakan struktur komplek yang secara
garis besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas
korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan
ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior.
Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi
tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrae. Bagian
posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi
apofisial (faset). Stabilitas vertebra tergantung pada integritas
korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan
penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif).

Vertebra dikelompokan dan dinamai sesuai dengan daerah


yang ditempatinya, yaitu:
a. Vertebra Servikal
Vertebra servikal terdiri dari tujuh tulang atau ruas tulang leher,
ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Ruas tulang leher pada
umumnya mempunyai ciri badanya kecil dan persegi panjang, lebih
panjang ke samping daripada ke depan atau ke belakang. Lengkungnya
besar, prosesus spinosus atau taju duri ujungnya dua atau bivida.
Prosesus transverses atau taju sayap berlubang-lubang karena banyak
foramina untuk lewatnya arteri vertebralis(Pearce, 2006).
b. Vertebra Torakalis
Vertebra torakalis terdiri dari dua belas tulang atau nama
lainnya ruas tulang punggung lebih besar dari pada yang
servikal dan disebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khasnya
adalah badannya berbentuk lebar lonjong dengan faset atau
lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya
agak kecil, taju duri panjang dan mengarah kebawah, sedangkan
taju sayap yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat
serta memuat faset persendian untuk iga (Pearce, 2006).
c. Vertebra Lumbalis
Vetebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau nama
lainnya adalah ruas tulang pinggang, luas tulang pinggang
adalah yang terbesar. Taju durinya lebar dan berbentuk seperti
kapak kecil. Taju sayapnya panjang dan langsing. Ruas kelima
membentuk sendi dan sakrum pada sendi lumbo sacral
(Pearce, 2006).
d. Vertebra Sakralis
Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau nama
lainnya adalah tulang kelangkang. Tulang kelangkang
berbentuk segi tiga dan terletak pada bagian bawah kolumna
vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata. Dasar
dari sakrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra
lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang
khas. Tapi anterior dari basis sakrum membentuk
promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah
kanalis vertebra. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang
untuk dilalui saraf sakral. Taju duri dapat dilihat pada
pandangan posterior dan sakrum.
e. Vertebra Kosigeus
Vertebra Kosigeus nama lainnya adalah tulang
tungging. Tulang tungging terdiri dari empat atau lima
vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi satu
(Pearce, 2006).
Fungsi dari kolumna vertebralis atau rangkaian tulang
belakang adalah bekerja sebagai pendukung badan yang
kokoh sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan
perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang
lengkungannya memberi fleksibilitas dan memungkinkan
membengkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk
menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakan berat
seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian
otak dan sumsum tulang belakang terlindung terhadap
goncangan. Gelang panggul adalah penghubung antara
badan dan anggota bawah. Sebagian dari kerangka axial,
atau tulang sakrum dan tulang koksigeus, yang letaknya
terjepit antara dua tulang koxa, turut membentuk tulang ini.
Dua tulang koxa itu bersendi satu dengan lainnya di tempat
simfisis pubis (Pearce, 2006).
2. Artikulasio
Permukaan atas dan bawah korpus dilapisi oleh kartilago
hialin dan dipisahkan oleh discus intervertebralis dan
fibroblastilaginosa. Tiap discus memiliki anulus fibrosus di perifer
dan nukleus pulposus yang lebih lunak di tengah yang terletak
lebih dekat ke bagian belakang daripada bagian depan discus.
Nukleus pulpsus kaya akan glikosaminoglikan sehingga memiliki
kandungan air yang tinggi, namun kandungan air ini berkurang
dengan bertambahnya usia. Kemudian nukleus bisa mengalami
hernia melalui anulus fibrosus, berjalan ke belakang (menekan
medula spinalis) atau ke atas (masuk ke korpus vertebralis – nodus
Schmorl). Diskus vertebra lumbalis dan servikalis paling tebal,
karena ini paling banyak bergerak (Faiz dan Moffat, 2004).
Persendian pada korpus vertebra adalah symphysis (articulation
cartilaginosa sekunder) yang dirancang untuk menahan berat tubuh
dan memberikan kekuatan. Permukaan yang berartikulasio pada
vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh diskus IV dan ligamen.
Discus IV menjadi perlengketan kuat di antara korpus vertebra, yang
menyatukannya menjadi kolummna semirigid kontinu dan
membentuk separuh inferoir batas anterior foramen IV. Pada agregat,
discus merupakan kekuatan (panjang) kolumna vertebralis. Selain
memungkinka gerakan di antara vertebra yang berdekatan,
deformabilitas lenturnya memungkinkan discus berperan sebagai
penyerap benturan (Moore dan Dalley, 2013).
3. Ligamentum
Vertebra lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligamenligamen yang berada di
lumbal. Berikut adalah sistem ligamen
yang ada pada vertebra lumbal :
a. Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbar spine) adalah
ligamen longitudinal anterior. Ligamen ini berfungsi sebagai
stabilisator pasif pada saat gerakan ekstensi lumbal dan
merupakan ligamen yang tebal dan kuat.
b. Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamen yang
berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.
Ligamen ini mengandung serabut saraf afferent nyeri
sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki sirkulasi
darah.
c. Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung
serabut elastin lebih banyak daripada serabut kolagen jika
dibandingkan dengan ligamen lainnya di vertebra. Ligamen
flavum memiliki fungsi dalam mengontrol gerakan fleksi
lumbal.
d. Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan
ligamen yang berperan dalam gerakan fleksi lumbal. Ligamen
intertransversal merupakan ligamen yang berfungsi untuk
mengontrol gerakan lateralfleksi pada daerah lumbal kearah
kontralateral (Anshar dan Sudaryanto, 2011).
4. Otot – otot Vertebra Lumbal
a. Erector spine
Merupakan kelompok otot yang luas dan terletak dalam
facia lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada
sacrum, crista illiaca dan procesus spinosus thoraco lumbal.
Kelompok otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu: a. M.
Longissimmus, b. M. Iliocostalis, c. M. Spinalis. Kelompok otot
ini merupakan penggerak utama pada gerakan ekstensi lumbal
dan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam
keadaan tegak. Kerja otot tersebut dibantu oleh M.
transverso spinalis dan paravertebral muscle (deep muscle)
seperti M. intraspinalis dan M. intrasversaris, M. trasversus
abdominal, M. lumbal multifidus, M. diafragma, M. pelvic floor
(Ansar dan Sudaryanto, 2011).
b. Abdominal
Merupakan kelompok otot ekstrinsik yang membentuk
dan memperkuat dinding abdominal. Ada 4 otot abdominal
yang penting dalam fungsi spine, yaitu M. rectus abdominis,
M. obliqus external, M. obliqusinternal dan M. transversalis
abdominis (global muscle). Kelompok otot ini merupakan
fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam
mendatarkan kurva lumbal. Di samping itu M. obliqus
internal dan external berperan pada rotasi trunk (Ansar dan
Sudaryanto, 2011).
c. Deep lateral muscle
Merupakan kelompok otot intrinstik pada bagian lateral
lumbal yang terdiri dari Musculus Quadratus Lumborum dan
Musculus Psoas, kelompok otot ini berperan pada gerakan
lateral fleksi dan rotasi lumbal (Ansar dan Sudaryanto,
2011).
5. Persarafan Vertebra
Sendi-sendi di antara korpora vertebra dipersarafi oleh ramus
meningei kecil setiap nervus spinalis (Gambar 2.2). Sendi-sendi di
antara prosesus artikularis dipersarafi oleh cabang-cabang dari
ramus posterior nervus spinalis.

6. Biomekanik Vertebra Lumbal


Diskus intervertebralis berperan untuk menstabilkan dan
mempertahankan satu pola garis lurus vertebra dengan cara
menjangkarkan antara satu diskus dengan diskus yang lainnya.
Selain itu, diskus intervertebralis juga berperan dalam penyerapan
energi, pendistribusian beban tubuh, dan menjaga fleksibilitas
vertebra. Struktur diskus terdiri atas cincin luar (anulus fibrosus)
yang mengelilingi substansi gelatin lunak, yang disebut nukleus
pulposus. Prosesus transversus merupakan titik penting bagi
ligamen dan otot untuk memulai gerakan vertebra. Titik ini
berperan untuk menjaga stabilisasi. Ligamen di sekitar vertebra
memandu gerakan segmental, berkontribusi untuk menjaga
stabilitas instrinsik vertebra dengan cara membatasi gerakan yang
berlebihan. Ada dua sistem utama ligamen di vertebra, yaitu sistem
intrasegmental dan intersegmental. Sistem intrasegmental, yang
terdiri dari ligamentum flavum, kapsul faset, ligamen interspinosus
dan ligamen intertransversus, berfungsi memegang satu vertebra
secara bersama–masa. Sistem intersegmental tidak hanya
memegang satu vertebra, tapi juga ligamentum longitudinal
anterior dan posterior serta supraspinosus.
Gerakan intervetebralis memiliki enam derajat kebebasan yaitu
rotasi dan translasi sepanjang sumbu inferior–superior, medial–
lateral dan posterior–anterior. Kondisi vertebra akan berubah
secara dinamis ketika fleksi dan ekstensi (Rahim, 2012).
a. Gerakan fleksi lumbal
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis
gerakan frontal. Sudut yang normal gerakan fleksi lumbal
sekitar 60°. Gerakan ini dilakukan oleh otot fleksor yaitu
otot rectus abdominis dibantu oleh otot-otot esktensor
spinal (Kapanji, 2010).
b. Gerakan ekstensi lumbal
Gerakan ini menempati bidang sagital dengan axis
frontal, sudut ekstensi lumbal sekitar 35°. Gerakan ini
dilakukan oleh otot spinalis dorsi, otot longisimus dorsi dan
iliococstalis lumborum (kapanji, 2010).
c. Gerakan rotasi lumbal
Terjadi di bidang horizontal dengan aksis melalui
processus spinosus dengan sudut normal yang dibentuk 45°
dengan otot pergerakan utama M. iliocostalis lumborum
untuk rotasi ipsi leteral dan kontra lateral, bila otot
berkontraksi terjadi rotasi ke pihak berlawanan oleh M.
obliques eksternal abdominis. Gerakan ini dibatasi oleh
rotasi samping yang berlawanan dan ligamen interspinosus
(Kapanji, 2010).
d. Gerakan lateral fleksi lumbal
Gerakan pada bidang frontal dan sudut normal yang di
bentuk sekitar 30° dengan otot pergerakan m.
Abliquesinternus abomiminis, m rektus abdominis.Pada
posisi normal, seharusnya semua komponen struktur
stabilitator terjadi harmonisasi gerak, yaitu antara otot dan
ligamen. Bagian lumbal mempunyai kebebesan yang besar
sehingga kemungkinan terjadinya cidera yang besar
walaupun tulang-tulang vertebra dan ligament di daerah
punggung lebih kokoh (Cailliet, 2003). Posisi berdiri sudut
normal lumbosakral untuk laki-laki 30° dan wanita 34°.
Semakin besar sudut lumbosacral, semakin besar kurva
lordosis, begitu pula sebaliknya (kepandji, 2010).

B. Definisi
Lumbal spinal stenosis atau stenosis kanal lumbal adalah penyempitan
osteoligamentous kanalis vetebralis dan atau foramen intervetrebalis yang
menghasilkan penekanan pada akar syaraf sumsum tulang belakang. Penyempitan
kanal tulang belakang atau sisi kanal yang melindungi syaraf sering
mengakibatkan penekanan dari akar syaraf sumsum tulang belakang. Syaraf
menjadi lebih sempit. Pravelensinya 4 dari 1000 orang diatas usia 40 tahun di
Amerika. Pria lebih tinggi insidennya daripada wanita, dari paling banyak
mengenai L4-L5 dan L3-L4.
Stenosis tulang belakang lumbal (penyempitan pada uang saraf) adalah penyakit
yang trutama mengenai usia paruh baya dan usia lebih tua, dan terjadi akibat
penyempitan kanal spinal secara perlahan, mulai dari gangguan akibat penebalan
ligament kuning, sendi fset yang membesar, dan diskus yang menonjol. Biasanya
seseorang dengan stenosis tulang belakang memiliki keluhan khas nyeri yang luar
biasa pada tungkai atau betis dan punggung bagian bawah bila berjalan. Hal ini
biasanya terjadi berulang kali dan hilang dengan duduk bersandar. Saat tulang
belakang dibungkukkan, akan tersedia ruang yang lebih luas bagi kanal spinal,
sehingga gejala berkurang. Meski gejala dapat muncul akibat penyempitan kanal
spinal, tidak semua pasien mengalami gejala. Belum diketahui mengapa sebagian
pasien mengalami gejala dan sebagian lagi tidak . karena itu istilah stenosis tulang
belakang bukan merujuk pada ditemukannya penyempitan kanal spinal, namun
lebih pada adanya nyeri tungkai yang disebabkan oleh penekanan saraf yang
terkait.
LCS merupkan enyempitan pada ruang syaraf (terjadi pada lumbal). Keadaan ini
adalah penyakit yang erutama mengenai pada usia paruh baya atau lansia.
Penyempitan pada kanal spinal terjadi secara perlahan dimulai dari kerpuhan
cincin fibrosa, keluarnya nucleus pulposus, dan diskus intervetebrae yang
menonjol pada akhirnya akan menekan saraf spinal. Seseorang dengan stenosis
tulang belakang ataupun lumbal memiliki keluhan khas nyeri yang luar biasa pada
tungkai atau betis dan punggul bagian bawah bila berjalan (Hickey,J.V.2014)

C. Etiologi
Perubahan degeneratif melemahkan ligament longitudinal dan jaringan fibrosa
annulus pada tempo kehidupan pertengahan dan lanjut usia. Perubahan
degeneratif terjadi pada diskus intervetebrae, dimuli pada saat setelah
tercapainya kepadatan puncak pada umur 30 tahun (Hickey,J.V.2014)
Ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap lumbal spinal canal stenosis,
antara lain:
1. Pertumbuhan berlebih pada tulang
2. Ligamentum flavum hipertrofi
3. Prolapse diskus

Sebagian besar kasus stenosis kanal lumbal adalah karena progresif tulang dan
pertumbuhan berlebih jaringan lunak dari arthritis. Resiko terjadinya stenosis
tulang belakang meningkat pada orang yang :

1. Terlahir dengan kanal spinal yang sempit


2. Jenis kelamin wanita lebih beresiko daripada pria
3. Usia 50 tahun atau lebih (osteofit atau tonjolan tulang berkaitan dengan
pertambahan usia)
4. Pernah mengalami cedera tulang belakang sebelumnya
D. Tanda dan Gejala
Gejala yang dirasakan tiap pasien berbeda tergantung pola dan distribusi stenosis.
Gejala bisa berhubungan dengan satu akar saraf pada satu level. Adapun manifestasi
kliniknya adalah:
1. Kebanyakan pasien mengeluh pada nyeri pinggang bawah (95%)
2. Nyeri pada ekstremitas bawah (71%) berupa rasa terbakar yang sifatnya hilang
timbul, kesemutan, berat, geli diposterior atau posteroteral tungkai .
3. Kelemahan (33%) yang menjalar ke ekstremitas bawah memburuk dengan berdiri
lama, beraktivitas, atau ekstensi lumbal yang biasanya berkurang pada saat duduk,
berbaring, dan posisi fleksi lumbal.
E. Komplikasi
Karena lumbal stenosis lebih banyak mengenai populasi lanjut usia maka
kemungkinan terjadi komplikasi pasca operasi lebih tinggi daripada orang
yang lebih muda. Selin itu juga lebih banyak penyakit penyerta pada orang
lanjut usia yang akan mempengaruhi proses pemulihan pasca operasi.
Komplikasi dibagi menjadi empat grup yaitu infeksi, vaskuler ,
kardiorespirasi, dan kematian. Kematian berkolerasi dengan usia dan penyakit
komorbid. Peningkatan resiko komplikasi yang berkaitan dengan fusi meliputi
infeksi luka, DVT (deep vein thrombosis) atau emboli paru, kerusakan saraf.
Komplikasi laminektomi bisa terjadi fraktur pada facet lumbar, dan
spondilolistetis postoperative.
F. Patofisiologi
Struktur anatomi yang bertanggung jawab terhadap penyempitan kanal
adalah struktur tulang meliputi: osteofit sendi facet lamina, osteofit pada
corpus vertebra, subluksasi maupun dislokasi sendi facet. Struktur jaringan
lunak meliputi: hipertrofi ligamentum flavum penonjolan annulus atau
fragmen nukleus pulposus, penebalan kapsul sendi facet dansinovitis, dan
ganglion yang bersal dari sendi facet. Akibat kelainan struktur tulang
jaringan lunak tersebut dapat mengakibatkan beberapa kondisi yang
mendasari terjadinya lumbar spinal canal stenosis yaitu:
a. Degenerasi diskus

Merupakan tahap awal yang paling sering terjadi


pada proses degenerasi spinal, walaupun artritis pada sendi facet juga
bisa mencetuskan suatu keadaan patologis pada diskus. Pada usia 50
tahun terjadi degenerasi diskus yang paling sering terjadi pada L4-L5,
dan L5-S1. Perubahan biokimia dan biomekanik membuat diskus
memendek. Penonjolan annulus, herniasi diskus, dan pembentukan dini
osteofit bisa diamati. Sequela dari perubahan ini meningkatkan stres
biomekanik yang ditransmisikan ke posterior yaitu ke sendi facet.
Perubahan akibat arthritis terutama instabilitas pada sendi facet.
Sebagai akibat dari degenerasi diskus, penyempitan ruang foraminal
chepalocaudal, akar saraf bisa terjebak, kemudian menghasilkan central
stenosis maupun lateral stenosis.

b. Instabilitas Segmental

Konfigurasi tripod pada spina dengan diskus, sendi facet dan ligamen
yang normal membuat segmen dapat melakukan gerakan rotasi dan
angulasi dengan halus dan simetris tanpa perubahan ruang dimensi
pada kanal dan foramen. facet bisa terjadi sebagai akibat dari
instabilitas segmental, biasanya pada pergerakan segmental yang
abnormal misalnya gerakan translasi atau angulasi. Degenerasi diskus
akan diikuti oleh kolapsnya ruang diskus, karena pembentukan osteofit
di sepanjang anteromedial apsek dari prosesus articularis superior dan
inferior akan mengakibatkan arah sendi facet menjadi lebih sagital.
Gerakan flexi akan membagi tekanan ke arah anterior. Degenerasi
pergerakan segmen dengan penyempitan ruang diskus menyebabkan
pemendekan relatif pada kanal lumbalis, dan penurunan volume ruang
yang sesuai untuk cauda equina. Pengurangan volume diperparah oleh
penyempitan segmental yang disebabkan oleh penonjolan diskus dan
melipatnya ligamentum flavum. Pada kaskade degenerative kanalis
sentralis dan neuroforamen menjadi kurang terakomodasi pada gerakan
rotasi karena perubahan pada diskus dan sendi facet sama halnya
dengan penekanan saraf pada gerakan berputar, kondisi ini bisa
menimbulkan inflamasi pada elemen saraf cauda equina kemudian
mengahasilkan nyeri.
c. Hiperekstensi segmental
Gerakan ekstensi normal dibatasi oleh serat anterior annulus dan otot-
otot abdomen. Perubahan degeneratif pada annulus dan kelemahan otot
abdominal menghasilkan hiperekstensi lumbar yang menetap. Sendi
facet posterior merenggang secara kronis kemudian mengalami
subluksasi ke arah posterior sehingga menghasilkan nyeri pinggang
(Suyasa, I Putu, dkk., 2018)

G. Pathway
H. Pemeriksaan diagnostik
Penegakan diagnosa stenosis lumbar harus didukung dengan beberapa
hasil dari pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menentukan stenosis lumbal menurut Putu Indah, dkk.,
(2016) yaitu sebagai berikut:
a. X-ray
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique
berguna untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan
bentuk foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan
spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan
spondilolistesis.
b. CT Scan
CT Scan dinyatakan efektif untuk mengevaluasi tulang, khususnya di
aspek resesus lateralis. Selain itu dia bisa juga membedakan mana
diskus dan mana ligamentum flavum dari kantongan tekal diskus
lateralis yang mengarahkan kecurigaan kita kepada lumbar stenosis,
serta membedakan stenosis sekunder akibat fraktur. Harus dilakukan
potongan 3 mm dari L3 sampai sambungan L5-S1. Namun derajat
stenosis sering tidak bisa ditentukan karena tidak bisa melihat jaringan
lunak secara detail.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan gold standart diagnosis lumbar stenosis
dan perencanaan operasi. Kelebihannya adalah bisa mengakses jumlah
segmen yang terkena, serta mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila
dicurigai. Selain itu bisa membedakan dengan baik kondisi central
stenosis dan lateral stenosis. Bisa mendefinisikan flavopathy, penebalan
kapsuler, abnormalitas sendi facet, osteofit, herniasi diskus atau
protrusi. Ada atau tidaknya lemak epidural, dan kompresi teka dan akar
saraf juga bisa dilihat dengan baik. Potongan sagital juga menyediakan
porsi spina yang panjang untuk mencari kemungkinan tumor metastase
ke spinal. Kombinasi potongan axial dan sagital bisa mengevaluasi
secara komplit central canal dan neural foramen. Namun untuk
mengevaluasi resesus lateralis diperlukan pemeriksaan tambahan
myelografi lumbar dikombinasi dengan CT scan tanpa kontras

I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dari spinal canal stenosis lumbal dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan terapi konservatif dan terapi operatif. Berikut
beberapa contoh dari terapi konservatif dan terapi operatif menurut Putu
Indah, dkk., (2016):
a. Terapi Konservatif
1) Lumbar Corset-type
Korset dapat digunakan untuk mobilisasi, meskipun manfaatnya
kontroversial. Korset lumbosakral tidak memberikan keuntungan
jangka panjang. Korset dapat membatasi tekanan di cakram dan
mencegah gerakan ekstra di tulang belakang. Tetapi juga dapat
menyebabkan otot punggung dan perut melemah. Biasanya
pemakaian korset dianjurkan selama satu hingga dua minggu.
2) Obat anti-inflamasi. Karena rasa nyeri stenosis disebabkan oleh
tekanan pada saraf tulang belakang, mengurangi inflamasi
(pembengkakan) di sekitar saraf dapat meredakan nyeri. Nonsteroid
antiinflammatory drugs (NSAID) awalnya memberikan penghilang
rasa sakit. Ketika digunakan selama 5-10 hari, mereka juga dapat
memiliki efek anti inflamasi.
3) Injeksi steroid. Kortison adalah anti inflamasi kuat. Suntikan
kortison pada sekitar saraf atau di "ruang epidural" bisa
mengurangi pembengkakan dan rasa sakit. Tetapi sebetulnya tidak
dianjurkan untuk menerima ini, karena pemberian yang lebih dari 3
kali per tahun. Suntikan ini lebih cenderung untuk mengurangi rasa
sakit dan mati rasa namun bukan mengurangi kelemahan pada kaki.
4) Akupuntur. Akupuntur dapat membantu dalam mengobati rasa
sakit untuk kasus-kasus yang kurang parah. Meskipun sangat aman,
namun kesuksesan pengobatan ini secara jangka panjang belum
terbukti secara ilmiah.
b. Terapi Operatif
Terapi operatif dilakukan jika memiliki indikasi yaitu, gejala neurologis
yang bertambah berat, defisit neurologis yang progresif,
ketidakamampuan melakukan aktivitas sehari-hari dan menyebabkan
penurunan kualitas hidup, serta terapi konservatif yang gagal. Prosedur
yang paling standar dilakukan adalah laminektomi dekompresi.
Tindakan operasi bertujuan untuk dekompresi akar saraf dengan
berbagai tekhnik sehingga diharapkan bisa menangani stenosis lumbar.
Standar laminektomi dekompresi adalah membuang lamina dan
ligamentum flavum dari tepi lateral satu resesus lateralis sampai
melibatkan level transversal spina. Semua resesus lateralis yang
membuat akar saraf terperangkap harus didekompresi.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.IDENTITAS PASIEN
Pengkajian meliputi identitas pasien seperti : Nama, Tanggal lahir, Umur, Jenis
kelamin, Alamat, Status perkawinan, Agama, Suku, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal
masuk RS, Tanggal pengkajian, Sumber informasi, Penanggung jawab
2.RIWAYAT PENYAKIT
A.Keluhan utama
B.Riwayat kesehatan sekarang
* penjelasan dari pasien tentang keluhan saat dating ke rumah sakit
C.Riwayat penyakit dahulu
* penyakit yang di derita pasien berhubungan dengan penyakit saat ini atau
penyakit saat ini atau penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, militus
jantung atau penyakit menular
D.Rwayat penyakit keluarga
* Apakah ada riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes militus, jantung, atau
penyakit menular
B.PENGKAJIAN BIOLOGIS
1.RASA NYAMAN DAN AMAN
2.AKTIVITAS ISTIRAHAT-TIDUR
3.CAIRAN
4.NUTRISI
5.ELIMINASI
6.KEBUTUHAN OKSIGENASI DAN KARBONDIOKSIDA
7.PERSONAL HYGINE
8.REPRODUKSI
C.PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1.PSIKOLOGI-STATUS-KONSEP DIRI
2.HUBUNGAN SOSIAL
3.SPIRITUAL
D.Pemeriksaan Fisik
1.KEADAAN UMUM
a.kesadaran
GCS: E: V: M:
b.kondisi secara umum pasien:
c.tanda-tanda vital
d.pertumbuhan fisik:TB,BB, Postur tubuh, Antropomeri
e.keadaan kulit: warna, tekstur, kelainan kulit

2.PEMERIKSAAN HEAD TO TOE

a.kepala

-bentuk, keadaan kulit,pertumbuhan rambut

-mata

-telinga

-hidung

-mulut

-leher

b.dada

-inspeksi,auskultasi,perkusi,perfusi

c.abdomen
-inspeksi,auskultasi,perkusi,perfusi

d.genetalia,anus,rectum

-inspeksi,palpasi

e.ekstremitas atas dan bawah

E.Pengkajian Resiko Jatuh

F.Pemeriksaan Penunjang

a.laboratorium

b.pemeriksaan kardiologi (Thorak,MRI,CT SCAN,DLL)

c.program terapi obat

G. Analisa Data

H. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri

i. Intervensi Keperawatan

Tgl/ja No. Tujuan dan kriteria hasil intervensi Rasional ttd


m DX
1 Setelah dilakukan tindakan - Kaji adanya keluhan - Membantu
keperawatan pengalaman nyeri, catat lokasi, menentukan
sensorik atau emosional yang lamanya serangan, pilihan intervensi
berkaitan dengan onset factor pencetus/ yang da memberikan
mendadak atau lambat dan memperberat. Minta dasar untuk
berintesitas ringan hingga berat pasien untuk perbandingan dan
dan konstan menurun 1x24 jam menetapkan pada evaluasi terhadap
KH : skala 0-10 terapi.
a. Melporkan nyeri hilang - Pertahankan tirah - Tirah baring dalam
atau terkontrol baring lama Selma posisi yang
b. Mengungkapkan fase akut. Letakkan nyaman
metode penghilangan pasien pada posisi memingkinkan
c. Mendemonstrasikan semi fowler dengan pasien untuk
penggunaan intervensi tulang spinal, menurunkan
terapeutik (misalnya, pinggang dan lutut spasme otot,
ketrampilan relaksasi, dalam keadaan fleksi; menurunkan
modifikasi perilaku) posisi terlentang penekanan pada
untuk menghilangkan dengan atau tanpa bagian tubuh
nyeri meninggikan kepala tertentu dan
10-13 derajat atau memfasilitasi
pada posisi lateral. terjadinya reduksi
- Gunakan logroll dan tonjolan
(papan) Selma diskus
melakukan perubahan - Menurunkan
posisi fleksi, perputaran,
- Bantu memasang desakan pada
brace/korset. daerah belakang
- Batasi aktifitas selama tubuh
fase akut sesuai - Berguna Selama
dengan kebutuhan fase akut dari
- Letakkan semua repture diskus
kebutuhan, termasuk untuk memberikan
bel panggil dalam sokongan dan
batas yang mudah membatasi
dijangkau/diraih oleh fleksi/terpelintir.
pasien Penggunaan dalam
- Instruksikan pasien waktu panjang
untuk melakukan dalam menambah
teknik kelemahan otot
relakssi/visualisasi dan lebih lanjut
- Instruksikan/anjurkan menyebabkan
untuk melakukan degenerative
mekanika - Menurunkan gaya
tubuh/gerakan yang gravitasi dan gerak
tepat yang dapat
- Berikan kesempatan menghilangkan
untuk berbicara/ spasme otot dan
mendengarkan menurunkan
masalah pasien edema dan tekanan
- Berikan tempat tidur pada struktur
otropedik atau sekitar diskus
letakkan papan intertebralis yang
dibawah kasur/matras terkena.
- Kolaborasi pemberian - Menurunkan
terapi sesuai indikasi resiko
- Sokongan perengangan saat
anatomis/struktur meraih
berguna untuk - Memfokuskan
menurunkan perhatian pasien,
ketegangan/spasme membantu
otot dan menurunkan menurunkan
nyeri tegangan otot dan
meningkatkan
proses
penyembuhan.
- Menghilangkan /
mengurangi stress
pada otot dan
mencegah trauma
lebih lanjut.
- Ventilasi rasa
takut/cemas dapat
membantu
menurunkan
faktor-faktor stress
selama dalam
keadaan sakit dan
dirawat.
Kesempatan untuk
memberikan
informasi/membet
ulkan informasi
yang kurang tept.
- Memberikan
sokongan dan
menurunkan fleksi
spinal, yang
menurunkan spsme
- Membantu
menurunkan gejala
yang timbul
- Sokongan
anatomis/struktur
berguna untuk
menurunkan
ketegangan/spasm
e otot dan
menurunkan nyeri
2 Setelah dilakukan tindakan - Identivikasi gangguan - Mengetahui bagian
keperawatan diharapkan fungsi tubuh yang tubuh yang dapat
respon fisiologis terhadap mengakibatkan digunakan dengan
aktivitas yang membutuhkan kelelahan efektif
tenaga meningkat 3x24jam - Monitoring kelelahan - Agar kelelahan
KH: fisik dan emosional fisik dan
a. Kekuatan dan fungsi - Monitor pola dan jam emosional
bagian tubuh yang sakit tidur terkontrol
dan/atau kompensasi - Lakukan latihan - Agar pola hidup
meningkat rentang gerak pasif da terkontrol
b. Kemudahan dalam tau aktif - Membantu proses
melakukan aktivitas - Berikan aktivitas penyembuhan
sehari hari meningkat distraksi yang - Mengurangi
menenangkan tingkat kecemasan
- Fasilitasi duduk disisi - Membantu pasien
tempat tidur, jika agar lebih mudah
tidak dapat berpindah untuk duduk
atau berjalan - Memulai aktivitas
- Anjurkan melakukan yang dapat
aktivitas secara menunjang
bertahap kesembuhan
- Ajarkan strategi - Agar membantu
koping untuk proses
mengurangi kelelahan penyembuhan
- Kolaborasikan dengan - Gizi pasien
ahli gizi tentang cara terpenuhi selama
meningkatkan asupan dirumah sakit
makanan
3 Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi toleransi - Untuk mengetahui
keperawatan 1x24 jam fisik melakukan toleransi fisik
mobilitas fisik meningkat pergerakan - Untuk mengontrol
dengan KH : - Monitor kondisi kondisi umum
a. Pergerakan ekstremitas umum selama - Agar pasien bias
meningkat melakukan mobilisasi mobilisasi dengan
b. Kekuatan otot - Fasilitas aktivitas baik
meningkat mobilisasi dengan alat - Agar pasien bisa
c. Kaku sendi menurun bantu melakukan
- Fasilitasi aktivitas pergerakan dengan
mobilisasi dengan alat baik
bantu - Aar pasien bisa
- Fasilitasi melakukan berlatih kapan saja
pergerakan - Agar pasien dan
- Libatkan keluarga keluarga pasien
untuk membantu mengerti tentang
pasien dalam prosedur
meningkat pergerakan mobilisasi
- Jelaskan tujuan dan - Agar pasien
prosedur mobilisasi terbiasa dalam
- Anjurkan melakukan melakukan
mobilitas dini mobilisasi
DAFTAR PUSTAKA

Anthony J.caputy.M.D., Caple A. spence 2010.The role of spinas Fusion in surgery for
lumbal spinal stenosis: a review. NeurasurgFocus 3 Article 3

Keith L moore, Anne M R. Agur. 2012: anatomi klinis dasar. Jakarta: hipekrates

McRae, Ronald.2014.clinical Orthopaedic examination. Fifth edition: 151-152

Joseph D.Fortin, DO and michael wheeler.2014 imaging in lumbar Spinal Stenosis


Physician

Muhammad, Ilham Zul (2020) KARYA ILMIAH AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN LUMBAL SPINAL STENOSIS DENGAN LITERATURE REVIEW
TERAPI PANAS (HOT PACK ) UNTUK MENGATASI NYERI. Diploma thesis,
Universitas Andalas.

Dhokia R, Eames N. Cauda Equina Syndrome: A review of the current position. Hard Tissue
2014; 18(3):7.

Korse NS, Jacobs WCH, Elzevier HW, Vleggeert Lankamp CLAM: Complaints of
micturition, defacation and sexual function in cauda equina syndrome due to lumbar disk
herniation: a systematic review. Eur Spine J 2013; 22:1019-1029.

Anda mungkin juga menyukai