Oleh :
2021
BAB I
A. Anatomi fisiologi
1. Anatomi Vertebra
Tulang Belakang secara medis dikenal sebagai columna
vertebralis (Malcolm, 2002). Rangkaian tulang belakang adalah
sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang
disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Diantara setiap dua ruas
tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian
tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57 sampai 67
sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya
adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian hari menyatu
menjadi sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah (Pearce, 2006).
Tulang vertebra merupakan struktur komplek yang secara
garis besar terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas
korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan
ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior.
Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi
tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrae. Bagian
posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi
apofisial (faset). Stabilitas vertebra tergantung pada integritas
korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan
penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif).
B. Definisi
Lumbal spinal stenosis atau stenosis kanal lumbal adalah penyempitan
osteoligamentous kanalis vetebralis dan atau foramen intervetrebalis yang
menghasilkan penekanan pada akar syaraf sumsum tulang belakang. Penyempitan
kanal tulang belakang atau sisi kanal yang melindungi syaraf sering
mengakibatkan penekanan dari akar syaraf sumsum tulang belakang. Syaraf
menjadi lebih sempit. Pravelensinya 4 dari 1000 orang diatas usia 40 tahun di
Amerika. Pria lebih tinggi insidennya daripada wanita, dari paling banyak
mengenai L4-L5 dan L3-L4.
Stenosis tulang belakang lumbal (penyempitan pada uang saraf) adalah penyakit
yang trutama mengenai usia paruh baya dan usia lebih tua, dan terjadi akibat
penyempitan kanal spinal secara perlahan, mulai dari gangguan akibat penebalan
ligament kuning, sendi fset yang membesar, dan diskus yang menonjol. Biasanya
seseorang dengan stenosis tulang belakang memiliki keluhan khas nyeri yang luar
biasa pada tungkai atau betis dan punggung bagian bawah bila berjalan. Hal ini
biasanya terjadi berulang kali dan hilang dengan duduk bersandar. Saat tulang
belakang dibungkukkan, akan tersedia ruang yang lebih luas bagi kanal spinal,
sehingga gejala berkurang. Meski gejala dapat muncul akibat penyempitan kanal
spinal, tidak semua pasien mengalami gejala. Belum diketahui mengapa sebagian
pasien mengalami gejala dan sebagian lagi tidak . karena itu istilah stenosis tulang
belakang bukan merujuk pada ditemukannya penyempitan kanal spinal, namun
lebih pada adanya nyeri tungkai yang disebabkan oleh penekanan saraf yang
terkait.
LCS merupkan enyempitan pada ruang syaraf (terjadi pada lumbal). Keadaan ini
adalah penyakit yang erutama mengenai pada usia paruh baya atau lansia.
Penyempitan pada kanal spinal terjadi secara perlahan dimulai dari kerpuhan
cincin fibrosa, keluarnya nucleus pulposus, dan diskus intervetebrae yang
menonjol pada akhirnya akan menekan saraf spinal. Seseorang dengan stenosis
tulang belakang ataupun lumbal memiliki keluhan khas nyeri yang luar biasa pada
tungkai atau betis dan punggul bagian bawah bila berjalan (Hickey,J.V.2014)
C. Etiologi
Perubahan degeneratif melemahkan ligament longitudinal dan jaringan fibrosa
annulus pada tempo kehidupan pertengahan dan lanjut usia. Perubahan
degeneratif terjadi pada diskus intervetebrae, dimuli pada saat setelah
tercapainya kepadatan puncak pada umur 30 tahun (Hickey,J.V.2014)
Ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap lumbal spinal canal stenosis,
antara lain:
1. Pertumbuhan berlebih pada tulang
2. Ligamentum flavum hipertrofi
3. Prolapse diskus
Sebagian besar kasus stenosis kanal lumbal adalah karena progresif tulang dan
pertumbuhan berlebih jaringan lunak dari arthritis. Resiko terjadinya stenosis
tulang belakang meningkat pada orang yang :
b. Instabilitas Segmental
Konfigurasi tripod pada spina dengan diskus, sendi facet dan ligamen
yang normal membuat segmen dapat melakukan gerakan rotasi dan
angulasi dengan halus dan simetris tanpa perubahan ruang dimensi
pada kanal dan foramen. facet bisa terjadi sebagai akibat dari
instabilitas segmental, biasanya pada pergerakan segmental yang
abnormal misalnya gerakan translasi atau angulasi. Degenerasi diskus
akan diikuti oleh kolapsnya ruang diskus, karena pembentukan osteofit
di sepanjang anteromedial apsek dari prosesus articularis superior dan
inferior akan mengakibatkan arah sendi facet menjadi lebih sagital.
Gerakan flexi akan membagi tekanan ke arah anterior. Degenerasi
pergerakan segmen dengan penyempitan ruang diskus menyebabkan
pemendekan relatif pada kanal lumbalis, dan penurunan volume ruang
yang sesuai untuk cauda equina. Pengurangan volume diperparah oleh
penyempitan segmental yang disebabkan oleh penonjolan diskus dan
melipatnya ligamentum flavum. Pada kaskade degenerative kanalis
sentralis dan neuroforamen menjadi kurang terakomodasi pada gerakan
rotasi karena perubahan pada diskus dan sendi facet sama halnya
dengan penekanan saraf pada gerakan berputar, kondisi ini bisa
menimbulkan inflamasi pada elemen saraf cauda equina kemudian
mengahasilkan nyeri.
c. Hiperekstensi segmental
Gerakan ekstensi normal dibatasi oleh serat anterior annulus dan otot-
otot abdomen. Perubahan degeneratif pada annulus dan kelemahan otot
abdominal menghasilkan hiperekstensi lumbar yang menetap. Sendi
facet posterior merenggang secara kronis kemudian mengalami
subluksasi ke arah posterior sehingga menghasilkan nyeri pinggang
(Suyasa, I Putu, dkk., 2018)
G. Pathway
H. Pemeriksaan diagnostik
Penegakan diagnosa stenosis lumbar harus didukung dengan beberapa
hasil dari pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menentukan stenosis lumbal menurut Putu Indah, dkk.,
(2016) yaitu sebagai berikut:
a. X-ray
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique
berguna untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan
bentuk foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan
spondilosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan
spondilolistesis.
b. CT Scan
CT Scan dinyatakan efektif untuk mengevaluasi tulang, khususnya di
aspek resesus lateralis. Selain itu dia bisa juga membedakan mana
diskus dan mana ligamentum flavum dari kantongan tekal diskus
lateralis yang mengarahkan kecurigaan kita kepada lumbar stenosis,
serta membedakan stenosis sekunder akibat fraktur. Harus dilakukan
potongan 3 mm dari L3 sampai sambungan L5-S1. Namun derajat
stenosis sering tidak bisa ditentukan karena tidak bisa melihat jaringan
lunak secara detail.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan gold standart diagnosis lumbar stenosis
dan perencanaan operasi. Kelebihannya adalah bisa mengakses jumlah
segmen yang terkena, serta mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila
dicurigai. Selain itu bisa membedakan dengan baik kondisi central
stenosis dan lateral stenosis. Bisa mendefinisikan flavopathy, penebalan
kapsuler, abnormalitas sendi facet, osteofit, herniasi diskus atau
protrusi. Ada atau tidaknya lemak epidural, dan kompresi teka dan akar
saraf juga bisa dilihat dengan baik. Potongan sagital juga menyediakan
porsi spina yang panjang untuk mencari kemungkinan tumor metastase
ke spinal. Kombinasi potongan axial dan sagital bisa mengevaluasi
secara komplit central canal dan neural foramen. Namun untuk
mengevaluasi resesus lateralis diperlukan pemeriksaan tambahan
myelografi lumbar dikombinasi dengan CT scan tanpa kontras
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dari spinal canal stenosis lumbal dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan terapi konservatif dan terapi operatif. Berikut
beberapa contoh dari terapi konservatif dan terapi operatif menurut Putu
Indah, dkk., (2016):
a. Terapi Konservatif
1) Lumbar Corset-type
Korset dapat digunakan untuk mobilisasi, meskipun manfaatnya
kontroversial. Korset lumbosakral tidak memberikan keuntungan
jangka panjang. Korset dapat membatasi tekanan di cakram dan
mencegah gerakan ekstra di tulang belakang. Tetapi juga dapat
menyebabkan otot punggung dan perut melemah. Biasanya
pemakaian korset dianjurkan selama satu hingga dua minggu.
2) Obat anti-inflamasi. Karena rasa nyeri stenosis disebabkan oleh
tekanan pada saraf tulang belakang, mengurangi inflamasi
(pembengkakan) di sekitar saraf dapat meredakan nyeri. Nonsteroid
antiinflammatory drugs (NSAID) awalnya memberikan penghilang
rasa sakit. Ketika digunakan selama 5-10 hari, mereka juga dapat
memiliki efek anti inflamasi.
3) Injeksi steroid. Kortison adalah anti inflamasi kuat. Suntikan
kortison pada sekitar saraf atau di "ruang epidural" bisa
mengurangi pembengkakan dan rasa sakit. Tetapi sebetulnya tidak
dianjurkan untuk menerima ini, karena pemberian yang lebih dari 3
kali per tahun. Suntikan ini lebih cenderung untuk mengurangi rasa
sakit dan mati rasa namun bukan mengurangi kelemahan pada kaki.
4) Akupuntur. Akupuntur dapat membantu dalam mengobati rasa
sakit untuk kasus-kasus yang kurang parah. Meskipun sangat aman,
namun kesuksesan pengobatan ini secara jangka panjang belum
terbukti secara ilmiah.
b. Terapi Operatif
Terapi operatif dilakukan jika memiliki indikasi yaitu, gejala neurologis
yang bertambah berat, defisit neurologis yang progresif,
ketidakamampuan melakukan aktivitas sehari-hari dan menyebabkan
penurunan kualitas hidup, serta terapi konservatif yang gagal. Prosedur
yang paling standar dilakukan adalah laminektomi dekompresi.
Tindakan operasi bertujuan untuk dekompresi akar saraf dengan
berbagai tekhnik sehingga diharapkan bisa menangani stenosis lumbar.
Standar laminektomi dekompresi adalah membuang lamina dan
ligamentum flavum dari tepi lateral satu resesus lateralis sampai
melibatkan level transversal spina. Semua resesus lateralis yang
membuat akar saraf terperangkap harus didekompresi.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.IDENTITAS PASIEN
Pengkajian meliputi identitas pasien seperti : Nama, Tanggal lahir, Umur, Jenis
kelamin, Alamat, Status perkawinan, Agama, Suku, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal
masuk RS, Tanggal pengkajian, Sumber informasi, Penanggung jawab
2.RIWAYAT PENYAKIT
A.Keluhan utama
B.Riwayat kesehatan sekarang
* penjelasan dari pasien tentang keluhan saat dating ke rumah sakit
C.Riwayat penyakit dahulu
* penyakit yang di derita pasien berhubungan dengan penyakit saat ini atau
penyakit saat ini atau penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, militus
jantung atau penyakit menular
D.Rwayat penyakit keluarga
* Apakah ada riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes militus, jantung, atau
penyakit menular
B.PENGKAJIAN BIOLOGIS
1.RASA NYAMAN DAN AMAN
2.AKTIVITAS ISTIRAHAT-TIDUR
3.CAIRAN
4.NUTRISI
5.ELIMINASI
6.KEBUTUHAN OKSIGENASI DAN KARBONDIOKSIDA
7.PERSONAL HYGINE
8.REPRODUKSI
C.PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1.PSIKOLOGI-STATUS-KONSEP DIRI
2.HUBUNGAN SOSIAL
3.SPIRITUAL
D.Pemeriksaan Fisik
1.KEADAAN UMUM
a.kesadaran
GCS: E: V: M:
b.kondisi secara umum pasien:
c.tanda-tanda vital
d.pertumbuhan fisik:TB,BB, Postur tubuh, Antropomeri
e.keadaan kulit: warna, tekstur, kelainan kulit
a.kepala
-mata
-telinga
-hidung
-mulut
-leher
b.dada
-inspeksi,auskultasi,perkusi,perfusi
c.abdomen
-inspeksi,auskultasi,perkusi,perfusi
d.genetalia,anus,rectum
-inspeksi,palpasi
F.Pemeriksaan Penunjang
a.laboratorium
G. Analisa Data
H. Diagnosa Keperawatan
i. Intervensi Keperawatan
Anthony J.caputy.M.D., Caple A. spence 2010.The role of spinas Fusion in surgery for
lumbal spinal stenosis: a review. NeurasurgFocus 3 Article 3
Keith L moore, Anne M R. Agur. 2012: anatomi klinis dasar. Jakarta: hipekrates
Dhokia R, Eames N. Cauda Equina Syndrome: A review of the current position. Hard Tissue
2014; 18(3):7.
Korse NS, Jacobs WCH, Elzevier HW, Vleggeert Lankamp CLAM: Complaints of
micturition, defacation and sexual function in cauda equina syndrome due to lumbar disk
herniation: a systematic review. Eur Spine J 2013; 22:1019-1029.