Anda di halaman 1dari 16

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Kajian Teori.

1. Anatomi Vetebra

Tulang belakang merupakan komponen yang kompleks, terdiri dari berbagai saraf, tulang, sendi, tendon, ligamen, dan otot yang menyatu bersama. Tulang
belakang dirancang untuk menjadi sangat kuat, dengan banyak fleksibilitas di punggung bawah dan leher (Stafford, 2017). Tulang belakang adalah pilar atau
tiang yang berfungsi sebagai penyangga bagi tubuh. Tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental. Terdiri dari 7 ruas
tulang servikal, 12 ruas tulang torakal, 5 ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sakral yang menyatu, dan 4 ruas tulang ekor (Davis, 2019).

Gambar 2.1 Tulang belakang (Davis, 2019)

Punggung bawah terdiri dari tulang belakang lumbar dibentuk menjadi sangat kokoh karena daerah ini banyak mengalami beban tingkat tinggi, yang terdiri
oleh tulang belakang, saraf, otot, ligamen, pembuluh darah dan diskus intervertebralis (Waxenbaum, 2018).

Tulang belakang lumbar memiliki kurva lordosis cekung yang membantu mendistribusikan beban dan mengurangi konsentrasi tekanan. Peningkatan atau
penurunan lordosis ini dapat menyebabkan nyeri punggnng bawah (Cramer, 2016). Menurut Wilke (2018) adapun fungsi dari tulang belakang lumbal, adalah
sebagai berikut:
1. Mendukung dan menstabilkan tubuh bagian atas. 5 vertebralumbal adalah yang terbesar dibandingkan dengan daerah tulang belakang lainnya. Dalam
hubungannya dengan otot dan ligamen, tulang belakang ini membantu menopang berat tubuh bagian atas, termasuk kepala dan leher. Tulang belakang
lumbar juga mentransfer beban dari tubuh bagian atas ke kaki.
2. Sebagai fasilitator utama untuk gerakan batang tubuh ke berbagai arah, termasuk gerakan depan dan belakang, sisi ke sisi, dan gerakan memutar.
Pergerakan sebagian besar terjadi pada dua tingkat vertebra terakhir.
3. Kontrol gerakan kaki. Saraf tulang belakang lumbar yang bercabang dari sumsum tulang belakang dan cauda equina untuk mengontrol gerakan dan
sensasi di kaki.
4. Melindungi medula spinalis dan cauda equina. Vertebra lumbalis atas melindungi medula spinalis di lengkungan vertebra mereka. Vertebra bawah
menyediakan penutup tulang untuk saraf cauda equina yang turun dari sumsum tulang belakang.
Gambar 2.2 Vertebrae Lumbal (Wilke, 2018)

a. Facet Joint

Sendi facet mempunyai pergerakan gliding yang sedikit.Arah permukaan facet articular menentukan besarnya gerakan setiap vertebrae. Setiap sendi facet
mempunyai cavitas articulardengan terbungkus oleh sebuah kapsul, dan setiap tulang belakang terdiri dar dua facet (Sari, 2017)

b. Discus Intervertebralis

Merupakan bantalan yang ada pada tulang belakang berperan melindungi tekanan yang ditahan oleh badan dan sebagai penyambung antar
corpus.Discus intervertebralis berfungsi sebagai gerakan vertebrae, yaitu fleksidan ekstensi(Saputra, 2017).

c. Ligamen

Pada columna vertebralisligamen berfungsi sebagai pengikat dan memperkuat. Berikut ini ligamen-ligamen yang ada pada columna
vertebralis(Rohmawan, 2017)

a. Ligamen longitudinal anterior

b. Ligamen longitudinal posterior

c. Ligamen transversum

d. Ligamen flavum

e. Ligamen interspinosus
Gambar 2.3 Ligamen Stabilisasi Columna Vertebralis (Rohmawan, 2017)

2. Otot
Lumbal dikelilingi oleh otot-otot uang memiliki dasar fungsi tertentu. Otot- otot paravertebral lumbal merupakan otot intrinsik dan ekstrinsik dengan
fungsi utama sebagai stabilisator, disamping sebagai penggerak. Sebagian besar otot-otot tualng belakang termasuk otot tipe I sehingga apabila mengalami
patologi terjadi spasm, thightness dan kontraktur. Yang termasuk otot-otot paravertebral lumbal anatra lain (Cael,2010)

1) M. Quadratus lumborum

M. Quadratus lumborum adalah otot multifungsi pada tulang belakang. M. Quadratus lumborum merupakan otot yang luas, dengan
bentuk menyerupai segitiga, melapisi 2/3 bagian lateral atau permukaan anterior dari processus transversus L1 - L4 dan pada bagian lateralnya
memanjang beberapa sentimeter ke luar ujung transversus. Berorigo pada crista illiaca dan ligamen illolumbal , serta berinsertio pada processus
L2 -L4 dan sisi inferior costa ke-12. Quadratus lumborum menghubungkan illium ke tulang belakang lateral dan costa ke- 12. Serabut ototnya
berjalan sedikit diagonal dari costa dan vertebra inferior dan kemudian kearah iliac posterior. Secara fungsional, otot quadratus lumborum
menunjukkan posisi tulang belakang relatif terhadap panggul saat tubuh bagian bawah tetap. Otot quadratus lumborum mempertahankan postur
tegak, menciptakan gerakan lateral saat berkoordinasi dengan otot erector spine. Saat kita berdiri, otot quadratus lumborum bekerjasama dengan
otot gluteus medius untuk memposisikan tubuh diats ekstremitas bawah. Selama berjalan, otot quadratus lumborum dan gluteus medius
membantu menstabilkan panggul saat berat badan berpindah ke satu kaki, lalu ke kaki lainnya. Otot-otot ini mencegah pelvis berpindah ke lateral
dan mempertahankan gerakan di bidang sagital. Quadratus lumborum juga meningkatkan puncak crista illiaca ke arah costa berat badan
berpindah ke kaki lainnya. Hal ini memungkinkan kaki mengayun tanpa menambrak tanah. Quadratus lumborum juga membantu pernapsan.
Pada saat, inhalasi quadratus lumborum berkontraksi sehingga menungkinkan costa mengembang dengan sepenuhnya. Persarafan quadratus
lumborum dari plexus lumbal. (Cael,2010)
2) Mm. Erector spine
Erector spine merupakan gabungan dari beberapa otot-otot instrinsik punggung yang terdiri dari m. illiocotalis lumbal, m. longisimus dan
m. spinalis. M. Illiocostalis lumbal berorigo pada tendon erector spine dari sisi medial crista sacralis, lateral dari crista illiaca, sisi medial dari
illium, dan posterior sacroiliiac, berinsertio pada sudut costa 6-7. Berfungsi untuk gerakan ekstensi bila kontraksi secara bilateral dan lateral
fleksi-elevasi pelvic bila berkontraksi secara unilateral. M. longisimus berorigo di processus transversus vertebra lumbal dan fascia
thoracolumbalis serta berinsertio pada posterior costa 3-12 dan processus tranversus Th1-Th12. Berfungsi unutk gerkana ekstensi bila kontraksi
bilateral dan lateral fleksi bila kontraksi unilateral. M. spinalis merupakan grup otot erector spine yang paling medial. Berorigo pada processus
spinosus L2-Th11 dan Th2-C7dan berinsertio pada processus spinosus Th 1-Th8 dan C2-C4. Grup otot tranversospinais dan erector spine
bersama-sama mempertahankan postur tubuh tegak di tulang belakang melawan gravitasi. Grup otot ini menghubungkan sacrum, illium, column
vertebra, dan cranial memberikan stabilisasi dan gerakan yang luas. Mm erector spine dipersarafi oleh nervus spinalis. (Cael,2010)
3) M. Multifidus
Multifidus merupakan bagian dari grup otot transversospinalis. Bersama dengan otot rotator dan semispinalis membentuk jaringan yang
meghubungkan processus transversus dan processus spinosus pada vertebra yang lain. Multifidus bersama rotator dan semispinalis juga
menstabilkan dan mengarahkan saat column vertebra bergerak. Multifidus terketak jauh di dalam dari semispinalis dan lebih superficial dari
rotator. Grup otot transversospinalis terdapat disemua segmen vertebra. Serabut otot mereka menghubungkan processus transversus vertebra 1 ke
processus spinosus vertebra 3 atau 4 diatasnya. Multifidus dipersarafi dari nervus spinalis. (Cael,2010)

3. Patologi Fraktur

Fraktur merupakan kontinuitas tulang atau kesatuan struktur tulang terputus yang dapat merupakan retak, remah, atau bagian korteks pecah (Ridwan, Pattiiha,
& Selomo, 2019)

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara

lain:

a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah direposisi
atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.

b. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua fragmen tulang.

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.

d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yan menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini
biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.

f. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.

Fraktur kompresi vertebra (VCF) paling umum dengan osteoporosis mungkin disebabkan oleh trauma benturan beban tinggi dengan mekanisme kompresi
fleksi.Fraktur kompresi lumbal adalah cedera serius, baik yang disebabkan oleh osteoporosis atau trauma.
Nyeri punggung adalah gejala khas dari fraktur kompresi lumbal.Rasa sakitnya bersifat aksial, tidak menyebar, sakit, atau menusuk dan mungkin parah dan
melumpuhkan ( Goldstein, Christina L., et al. 2015)
Lokasi nyeri sesuai dengan lokasi fraktur, seperti yang terlihat pada radiografi.Namun, pada pasien lanjut usia dengan osteoporosis berat, mungkin tidak ada
rasa sakit sama sekali karena fraktur terjadi secara spontan. Pasien dengan VCF akut merasakan nyeri punggung yang tiba-tiba dengan perubahan posisi, batuk,
bersin, atau mengangkat beban.( McCarthy JA, Davis A, 2016 )

4. Myofacial Release Tehnique

Myofacial release Technique (MRT) adalah jenis terapi yang menggunakan tangan pada teknik untuk melepaskan ketegangan otot. Hal ini dilakukan dengan
memberikan tekanan stimulasi lembut ke dalam jaringan ikat Myofascial yang terletak di bawah otot (Shah & Bhalara, 2012).

Manfaat utama yang dapat diperoleh dari myofascial release yaitu untuk meningkatkan kebebasan gerak dan mengurangi rasa sakit akibat adanya
pembatasan dari suatu jaringan, menghilangkan rasa sakit dan ketidak nyamanan, meningkatkan proprioception dan interoception, meningkatkan fungsi
jangkauan gerak sendi dan otot, memulihkan keseimbangan dan postur tubuh yang benar (Shah & Bhalara, 2012),

Myofascial Release Technique (MRT) melibatkan sistem myofascial yang berfokus pada fascia. Fascia adalah lapisan tiga dimensi dari jaringan ikat yang
berjalan terus menerus di seluruh tubuh. Kontinuitas fasia ini berarti bahwa ada jaringan terus menerus dari kepala sampai kaki, jaringan terus menerus dari
dangkal sampai dalam dan jaringan dari mikroskopis untuk makroskopik berkelanjutan (Riggs and Grant, 2009).

Oleh karena itu, sistem fasia tidak tersegmentasi atau dibagi secara struktural. Namun kualitas jaringan dalam sistem tunggal ini bervariasi dalam hal
kepadatan dan fungsi. Fascia terdiri dari sebuah kompleks elastocollagenous dengan serat elastin, dan serat kolagen, tertanam dalam substansi dasar agar-agar
yang memungkinkan mobilitas serat, serta sirkulasi seluler. Molekul kolagen dimulai sebagai rantai protein rapuh diproduksi dalam sel fibroblast. Rantai
protein tunggal ini dibagi menjadi tangan kiri spiral dan mengapung di dalam fibroblast sampai terjadi kontak dengan dua rantai tunggal lainnya. Ketiga rantai
tunggal akan menyelaraskan dan spiral atau twist sekitar satu sama lain ke kanan, akibatnya meningkatkan kekuatan struktural. Triple helix ini membentuk
molekul kolagen tunggal. Ketika dilepaskan dari fibroblast, ia bermigrasi melalui substansi dasar tubuh untuk lokasi cedera, infeksi atau stres. Substansi dasar
adalah gel bertujuan mengurangi gesekan antara serat-serat otot menciptakan kemudahan gerak (Shah & Bhalara, 2012).

Menurut Werenski J (2011) prosedur pemberian Myofascial Release Technique adalah sebagai berikut:

a. Indikasi

1. Pasien memiliki keluhan, nyeri global yang kompleks, atau spesifik yang tidak mengikuti dermatom, miotom, atau pola refferal visceral.

2. Pasien memiliki kondisi kronis menyebabkan adanya ketegangan dan pembatasan dalam jaringan lunak.

3. Pasien memiliki kelemahan otot akibat neuropati perpheral atau pusat akut atau kronis.

4. Pasien adalah seorang atlet yang kompetitif atau pemain yang membutuhkan stertching halus untuk meningkatkan kecepatan atau ketepatan dan
untuk mencegah cedera

b. Kontra Indikasi

1. luka terbuka

2. deep vein trombhosis

3. hiperaestesi

4. diabetes yang telah lanjut

5. cedera akut atau area paska bedah yang masih akut passive stertching

c. Penatalaksanaan Myofascial Release Technique

Prosedur pemberian Myofascial Release Technique adalah sebagai berikut:


Pasien dalam keadaan posisi terlentang dan rileks.

1. Terapis memposisikan pasien dengan posisi internal rotasi, adduksi dan fleksi hip 60 d̊ an fleksi knee 45 ̊. Lutut sisi yang sakit berada di samping
sisi yang sehat. Terapis meraba otot Piriformis yang sakit kemudian memberikan tekanan pada otot tersebut secara vertikal. Prosedur ini dilakukan
selama 3 sampai 5 menit.

2. Terapis memposisikan pasien dengan posisi tengkurap dan terapis melakukan penekanan pada facia thoracolumbal dari arah vertikal ke distal dan
terapis memerintahkan pasien untuk untuk nafas biasa. Terapis kembali memberikan penekanan selama 3 sampai 5 menit.

3. Selanjutnya memposisikan pasien dengan posisi miring dan pasien fleksi hip 600 dan fleksi knee 450 . Terapis meraba otot quadratus lumbolum
kemudian memberikan tekanan dari arah vertikal ke serat distal dan terapis 23 memerintahkan pasien untuk menggerakkan fleksi hip dan extensi
knee bersamaan dengan gerakan tangan terapis. Terapis kembali memberikan penekanan selama 3 sampai 5 menit.

5. Core Stability Exercise

1. Definisi

Core stability merupakan komponen penting dalam mengefisiensi gerak fungsi atletik. Fungsi sering diproduksi oleh kinetic chain, koordinasi,
dan rangkaian aktivasi dari segmen tubuh yang terletak pada segmen distal di posisi yang optimal, pada posisi yang optimum dapat memproduksi
gerakan attletik. Otot core sangat penting untuk memberikan kekuatan lokal, keseimbangan, dan menurunkan resiko cidera. Dengan kata lain, otot core
merupakan pusat dari kontrol kekuatan otot core, keseimbangan, dan gerakan yang akan di maksimalkan oleh kinethic chains baik dari ekstremitas
atas maupun bawah (Kibler et al., 2006). Stabilitas pada spine tidak hanya bergantung pada kekuatan otot, namun dari input sensori yang selalu siap
menjadi alarm central nervous system mengenai interaksi antara tubuh dan lingkungan, menyediakan umpan balik yang konstan dan memperboleh
pergantian gerakan (Akuhota, 2008). Core stability exercise merupakan latihan yang memfasilitasi dari otot bagian dalam dari spine pada level rendah
yang terus menerus isometric dan kontraksi, yang mengintegrasi menjadi latihan dan beprogres pada fungsional. Core stability exercise menggunakan
prinsip motor learning untuk memfasilitasi koordinasi dari otot bagian dalam dari spine (Pourahmadi, 2017).

2. Teknik Latihan Core Stability Exercise

a. Plank

Plank merupakan latihan yang dapat mengaktivasi otot core dengan kompresi rendah pada vertebrae yang mana terjadi pada bagian
belakang. Pada faktanya plank mengaktivasi otot serratus anterior yang mana berinsersio di otot abdominal yang mana mampu mengaktivasi
otot core (Holman, 2018).

Saat melakukan plank pastikan responden prone lying lalu lengan bawah dan kaki menyentuh lantai, lalu minta mengangkat tubuhnya.

b. Side Plank

Side plank merupakan posisi yang paling kuat untuk mengaktivasi otot perut yaitu otot external oblique. Minta responden untuk memposisikan
side-lying. Lalu minta untuk menopangnya dengan siku dan angkat pelvis, untuk menopang tubuh bagian bawah dengan sisi lateral dari lutut sisi
bawah (Kisner & Colby, 2012)

c. Curl up

Curl up merupakan latihan yang mengaktivasi otot abdominals. Otot - otot yang diaktivasi merupakan rectus abdominis namun rendah akan
aktivasi otot oblique. Latihan ini merupakan pilihan yang bijak untuk mengaktivasi otot rectus abdominis, karena tidak memaksakan kompresi
pada spine (Kisner & Colby, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Rutkwoska & Szpala (2010) curl up dengan posisi tangan berada di atas bahu dengan elbow ekstensi mengaktivasi
otot rectus abdominis dengan baik.

Minta responden untuk tidur telentang sambil menekuk kedua lututnya, lalu angkat kedua tangan di atas bahu dengan elbow ekstensi, lalu minta
responden untuk mengangkat kepala dan sebagian punggungnya

d. Bridging

Menurut Mok (2015), bridging merupakan latihan yang mengaktivasi otot tranversus abdominis dan internal oblique saat di permukaan yang
stabil maupun tidak stabil.
Minta responden berbaring telentang dengan lutut ditekuk, kaki sejajar, dan tumit berada di dekat pantat, letakkan kedua lengan di samping.
Kencangkan perut dan tilt pelvis. Tekan kaki ke bawah dengan kuat dan angkat pinggul (Rose, 2006)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

B. Kajian Teori.

6. Anatomi Vetebra

BAB II

LANDASAN TEORITIS

C. Kajian Teori.

7. Anatomi Vetebra

Tulang belakang merupakan komponen yang kompleks, terdiri dari berbagai saraf, tulang, sendi, tendon, ligamen, dan otot yang menyatu bersama. Tulang
belakang dirancang untuk menjadi sangat kuat, dengan banyak fleksibilitas di punggung bawah dan leher (Stafford, 2017). Tulang belakang adalah pilar atau
tiang yang berfungsi sebagai penyangga bagi tubuh. Tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental. Terdiri dari 7 ruas
tulang servikal, 12 ruas tulang torakal, 5 ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sakral yang menyatu, dan 4 ruas tulang ekor (Davis, 2019).

Gambar 2.1 Tulang belakang (Davis, 2019)

Punggung bawah terdiri dari tulang belakang lumbar dibentuk menjadi sangat kokoh karena daerah ini banyak mengalami beban tingkat tinggi, yang terdiri
oleh tulang belakang, saraf, otot, ligamen, pembuluh darah dan diskus intervertebralis (Waxenbaum, 2018).
Tulang belakang lumbar memiliki kurva lordosis cekung yang membantu mendistribusikan beban dan mengurangi konsentrasi tekanan. Peningkatan atau
penurunan lordosis ini dapat menyebabkan nyeri punggnng bawah (Cramer, 2016). Menurut Wilke (2018) adapun fungsi dari tulang belakang lumbal, adalah
sebagai berikut:
5. Mendukung dan menstabilkan tubuh bagian atas. 5 vertebralumbal adalah yang terbesar dibandingkan dengan daerah tulang belakang lainnya. Dalam
hubungannya dengan otot dan ligamen, tulang belakang ini membantu menopang berat tubuh bagian atas, termasuk kepala dan leher. Tulang belakang
lumbar juga mentransfer beban dari tubuh bagian atas ke kaki.
6. Sebagai fasilitator utama untuk gerakan batang tubuh ke berbagai arah, termasuk gerakan depan dan belakang, sisi ke sisi, dan gerakan memutar.
Pergerakan sebagian besar terjadi pada dua tingkat vertebra terakhir.
7. Kontrol gerakan kaki. Saraf tulang belakang lumbar yang bercabang dari sumsum tulang belakang dan cauda equina untuk mengontrol gerakan dan
sensasi di kaki.
8. Melindungi medula spinalis dan cauda equina. Vertebra lumbalis atas melindungi medula spinalis di lengkungan vertebra mereka. Vertebra bawah
menyediakan penutup tulang untuk saraf cauda equina yang turun dari sumsum tulang belakang.

Gambar 2.2 Vertebrae Lumbal (Wilke, 2018)

d. Facet Joint

Sendi facet mempunyai pergerakan gliding yang sedikit.Arah permukaan facet articular menentukan besarnya gerakan setiap vertebrae. Setiap sendi facet
mempunyai cavitas articulardengan terbungkus oleh sebuah kapsul, dan setiap tulang belakang terdiri dar dua facet (Sari, 2017)

e. Discus Intervertebralis

Merupakan bantalan yang ada pada tulang belakang berperan melindungi tekanan yang ditahan oleh badan dan sebagai penyambung antar
corpus.Discus intervertebralis berfungsi sebagai gerakan vertebrae, yaitu fleksidan ekstensi(Saputra, 2017).

f. Ligamen

Pada columna vertebralisligamen berfungsi sebagai pengikat dan memperkuat. Berikut ini ligamen-ligamen yang ada pada columna
vertebralis(Rohmawan, 2017)

f. Ligamen longitudinal anterior

g. Ligamen longitudinal posterior

h. Ligamen transversum

i. Ligamen flavum

j. Ligamen interspinosus
Gambar 2.3 Ligamen Stabilisasi Columna Vertebralis (Rohmawan, 2017)

8. Otot
Lumbal dikelilingi oleh otot-otot uang memiliki dasar fungsi tertentu. Otot- otot paravertebral lumbal merupakan otot intrinsik dan ekstrinsik dengan
fungsi utama sebagai stabilisator, disamping sebagai penggerak. Sebagian besar otot-otot tualng belakang termasuk otot tipe I sehingga apabila mengalami
patologi terjadi spasm, thightness dan kontraktur. Yang termasuk otot-otot paravertebral lumbal anatra lain (Cael,2010)

1) M. Quadratus lumborum

M. Quadratus lumborum adalah otot multifungsi pada tulang belakang. M. Quadratus lumborum merupakan otot yang luas, dengan
bentuk menyerupai segitiga, melapisi 2/3 bagian lateral atau permukaan anterior dari processus transversus L1 - L4 dan pada bagian lateralnya
memanjang beberapa sentimeter ke luar ujung transversus. Berorigo pada crista illiaca dan ligamen illolumbal , serta berinsertio pada processus
L2 -L4 dan sisi inferior costa ke-12. Quadratus lumborum menghubungkan illium ke tulang belakang lateral dan costa ke- 12. Serabut ototnya
berjalan sedikit diagonal dari costa dan vertebra inferior dan kemudian kearah iliac posterior. Secara fungsional, otot quadratus lumborum
menunjukkan posisi tulang belakang relatif terhadap panggul saat tubuh bagian bawah tetap. Otot quadratus lumborum mempertahankan postur
tegak, menciptakan gerakan lateral saat berkoordinasi dengan otot erector spine. Saat kita berdiri, otot quadratus lumborum bekerjasama dengan
otot gluteus medius untuk memposisikan tubuh diats ekstremitas bawah. Selama berjalan, otot quadratus lumborum dan gluteus medius
membantu menstabilkan panggul saat berat badan berpindah ke satu kaki, lalu ke kaki lainnya. Otot-otot ini mencegah pelvis berpindah ke lateral
dan mempertahankan gerakan di bidang sagital. Quadratus lumborum juga meningkatkan puncak crista illiaca ke arah costa berat badan
berpindah ke kaki lainnya. Hal ini memungkinkan kaki mengayun tanpa menambrak tanah. Quadratus lumborum juga membantu pernapsan.
Pada saat, inhalasi quadratus lumborum berkontraksi sehingga menungkinkan costa mengembang dengan sepenuhnya. Persarafan quadratus
lumborum dari plexus lumbal. (Cael,2010)
4) Mm. Erector spine
Erector spine merupakan gabungan dari beberapa otot-otot instrinsik punggung yang terdiri dari m. illiocotalis lumbal, m. longisimus dan
m. spinalis. M. Illiocostalis lumbal berorigo pada tendon erector spine dari sisi medial crista sacralis, lateral dari crista illiaca, sisi medial dari
illium, dan posterior sacroiliiac, berinsertio pada sudut costa 6-7. Berfungsi untuk gerakan ekstensi bila kontraksi secara bilateral dan lateral
fleksi-elevasi pelvic bila berkontraksi secara unilateral. M. longisimus berorigo di processus transversus vertebra lumbal dan fascia
thoracolumbalis serta berinsertio pada posterior costa 3-12 dan processus tranversus Th1-Th12. Berfungsi unutk gerkana ekstensi bila kontraksi
bilateral dan lateral fleksi bila kontraksi unilateral. M. spinalis merupakan grup otot erector spine yang paling medial. Berorigo pada processus
spinosus L2-Th11 dan Th2-C7dan berinsertio pada processus spinosus Th 1-Th8 dan C2-C4. Grup otot tranversospinais dan erector spine
bersama-sama mempertahankan postur tubuh tegak di tulang belakang melawan gravitasi. Grup otot ini menghubungkan sacrum, illium, column
vertebra, dan cranial memberikan stabilisasi dan gerakan yang luas. Mm erector spine dipersarafi oleh nervus spinalis. (Cael,2010)
5) M. Multifidus
Multifidus merupakan bagian dari grup otot transversospinalis. Bersama dengan otot rotator dan semispinalis membentuk jaringan yang
meghubungkan processus transversus dan processus spinosus pada vertebra yang lain. Multifidus bersama rotator dan semispinalis juga
menstabilkan dan mengarahkan saat column vertebra bergerak. Multifidus terketak jauh di dalam dari semispinalis dan lebih superficial dari
rotator. Grup otot transversospinalis terdapat disemua segmen vertebra. Serabut otot mereka menghubungkan processus transversus vertebra 1 ke
processus spinosus vertebra 3 atau 4 diatasnya. Multifidus dipersarafi dari nervus spinalis. (Cael,2010)

9. Patologi Fraktur

Fraktur merupakan kontinuitas tulang atau kesatuan struktur tulang terputus yang dapat merupakan retak, remah, atau bagian korteks pecah (Ridwan, Pattiiha,
& Selomo, 2019)

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara


lain:

a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah direposisi
atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.

b. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua fragmen tulang.

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.

d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yan menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini
biasanya sulit ditangani.

e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.

f. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.

Fraktur kompresi vertebra (VCF) paling umum dengan osteoporosis mungkin disebabkan oleh trauma benturan beban tinggi dengan mekanisme kompresi
fleksi.Fraktur kompresi lumbal adalah cedera serius, baik yang disebabkan oleh osteoporosis atau trauma.
Nyeri punggung adalah gejala khas dari fraktur kompresi lumbal.Rasa sakitnya bersifat aksial, tidak menyebar, sakit, atau menusuk dan mungkin parah dan
melumpuhkan ( Goldstein, Christina L., et al. 2015)
Lokasi nyeri sesuai dengan lokasi fraktur, seperti yang terlihat pada radiografi.Namun, pada pasien lanjut usia dengan osteoporosis berat, mungkin tidak ada
rasa sakit sama sekali karena fraktur terjadi secara spontan. Pasien dengan VCF akut merasakan nyeri punggung yang tiba-tiba dengan perubahan posisi, batuk,
bersin, atau mengangkat beban.( McCarthy JA, Davis A, 2016 )

10. Myofacial Release Tehnique

Myofacial release Technique (MRT) adalah jenis terapi yang menggunakan tangan pada teknik untuk melepaskan ketegangan otot. Hal ini dilakukan dengan
memberikan tekanan stimulasi lembut ke dalam jaringan ikat Myofascial yang terletak di bawah otot (Shah & Bhalara, 2012).

Manfaat utama yang dapat diperoleh dari myofascial release yaitu untuk meningkatkan kebebasan gerak dan mengurangi rasa sakit akibat adanya
pembatasan dari suatu jaringan, menghilangkan rasa sakit dan ketidak nyamanan, meningkatkan proprioception dan interoception, meningkatkan fungsi
jangkauan gerak sendi dan otot, memulihkan keseimbangan dan postur tubuh yang benar (Shah & Bhalara, 2012),

Myofascial Release Technique (MRT) melibatkan sistem myofascial yang berfokus pada fascia. Fascia adalah lapisan tiga dimensi dari jaringan ikat yang
berjalan terus menerus di seluruh tubuh. Kontinuitas fasia ini berarti bahwa ada jaringan terus menerus dari kepala sampai kaki, jaringan terus menerus dari
dangkal sampai dalam dan jaringan dari mikroskopis untuk makroskopik berkelanjutan (Riggs and Grant, 2009).

Oleh karena itu, sistem fasia tidak tersegmentasi atau dibagi secara struktural. Namun kualitas jaringan dalam sistem tunggal ini bervariasi dalam hal
kepadatan dan fungsi. Fascia terdiri dari sebuah kompleks elastocollagenous dengan serat elastin, dan serat kolagen, tertanam dalam substansi dasar agar-agar
yang memungkinkan mobilitas serat, serta sirkulasi seluler. Molekul kolagen dimulai sebagai rantai protein rapuh diproduksi dalam sel fibroblast. Rantai
protein tunggal ini dibagi menjadi tangan kiri spiral dan mengapung di dalam fibroblast sampai terjadi kontak dengan dua rantai tunggal lainnya. Ketiga rantai
tunggal akan menyelaraskan dan spiral atau twist sekitar satu sama lain ke kanan, akibatnya meningkatkan kekuatan struktural. Triple helix ini membentuk
molekul kolagen tunggal. Ketika dilepaskan dari fibroblast, ia bermigrasi melalui substansi dasar tubuh untuk lokasi cedera, infeksi atau stres. Substansi dasar
adalah gel bertujuan mengurangi gesekan antara serat-serat otot menciptakan kemudahan gerak (Shah & Bhalara, 2012).

Menurut Werenski J (2011) prosedur pemberian Myofascial Release Technique adalah sebagai berikut:

d. Indikasi

5. Pasien memiliki keluhan, nyeri global yang kompleks, atau spesifik yang tidak mengikuti dermatom, miotom, atau pola refferal visceral.

6. Pasien memiliki kondisi kronis menyebabkan adanya ketegangan dan pembatasan dalam jaringan lunak.

7. Pasien memiliki kelemahan otot akibat neuropati perpheral atau pusat akut atau kronis.
8. Pasien adalah seorang atlet yang kompetitif atau pemain yang membutuhkan stertching halus untuk meningkatkan kecepatan atau ketepatan dan
untuk mencegah cedera

e. Kontra Indikasi

1. luka terbuka

2. deep vein trombhosis

3. hiperaestesi

4. diabetes yang telah lanjut

5. cedera akut atau area paska bedah yang masih akut passive stertching

f. Penatalaksanaan Myofascial Release Technique

Prosedur pemberian Myofascial Release Technique adalah sebagai berikut:

Pasien dalam keadaan posisi terlentang dan rileks.

4. Terapis memposisikan pasien dengan posisi internal rotasi, adduksi dan fleksi hip 60 d̊ an fleksi knee 45 ̊. Lutut sisi yang sakit berada di samping
sisi yang sehat. Terapis meraba otot Piriformis yang sakit kemudian memberikan tekanan pada otot tersebut secara vertikal. Prosedur ini dilakukan
selama 3 sampai 5 menit.

5. Terapis memposisikan pasien dengan posisi tengkurap dan terapis melakukan penekanan pada facia thoracolumbal dari arah vertikal ke distal dan
terapis memerintahkan pasien untuk untuk nafas biasa. Terapis kembali memberikan penekanan selama 3 sampai 5 menit.

6. Selanjutnya memposisikan pasien dengan posisi miring dan pasien fleksi hip 600 dan fleksi knee 450 . Terapis meraba otot quadratus lumbolum
kemudian memberikan tekanan dari arah vertikal ke serat distal dan terapis 23 memerintahkan pasien untuk menggerakkan fleksi hip dan extensi
knee bersamaan dengan gerakan tangan terapis. Terapis kembali memberikan penekanan selama 3 sampai 5 menit.

11. Core Stability Exercise

3. Definisi

Core stability merupakan komponen penting dalam mengefisiensi gerak fungsi atletik. Fungsi sering diproduksi oleh kinetic chain, koordinasi,
dan rangkaian aktivasi dari segmen tubuh yang terletak pada segmen distal di posisi yang optimal, pada posisi yang optimum dapat memproduksi
gerakan attletik. Otot core sangat penting untuk memberikan kekuatan lokal, keseimbangan, dan menurunkan resiko cidera. Dengan kata lain, otot core
merupakan pusat dari kontrol kekuatan otot core, keseimbangan, dan gerakan yang akan di maksimalkan oleh kinethic chains baik dari ekstremitas
atas maupun bawah (Kibler et al., 2006). Stabilitas pada spine tidak hanya bergantung pada kekuatan otot, namun dari input sensori yang selalu siap
menjadi alarm central nervous system mengenai interaksi antara tubuh dan lingkungan, menyediakan umpan balik yang konstan dan memperboleh
pergantian gerakan (Akuhota, 2008). Core stability exercise merupakan latihan yang memfasilitasi dari otot bagian dalam dari spine pada level rendah
yang terus menerus isometric dan kontraksi, yang mengintegrasi menjadi latihan dan beprogres pada fungsional. Core stability exercise menggunakan
prinsip motor learning untuk memfasilitasi koordinasi dari otot bagian dalam dari spine (Pourahmadi, 2017).

4. Teknik Latihan Core Stability Exercise

e. Plank

Plank merupakan latihan yang dapat mengaktivasi otot core dengan kompresi rendah pada vertebrae yang mana terjadi pada bagian
belakang. Pada faktanya plank mengaktivasi otot serratus anterior yang mana berinsersio di otot abdominal yang mana mampu mengaktivasi
otot core (Holman, 2018).

Saat melakukan plank pastikan responden prone lying lalu lengan bawah dan kaki menyentuh lantai, lalu minta mengangkat tubuhnya.

f. Side Plank

Side plank merupakan posisi yang paling kuat untuk mengaktivasi otot perut yaitu otot external oblique. Minta responden untuk memposisikan
side-lying. Lalu minta untuk menopangnya dengan siku dan angkat pelvis, untuk menopang tubuh bagian bawah dengan sisi lateral dari lutut sisi
bawah (Kisner & Colby, 2012)
g. Curl up

Curl up merupakan latihan yang mengaktivasi otot abdominals. Otot - otot yang diaktivasi merupakan rectus abdominis namun rendah akan
aktivasi otot oblique. Latihan ini merupakan pilihan yang bijak untuk mengaktivasi otot rectus abdominis, karena tidak memaksakan kompresi
pada spine (Kisner & Colby, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Rutkwoska & Szpala (2010) curl up dengan posisi tangan berada di atas bahu dengan elbow ekstensi mengaktivasi
otot rectus abdominis dengan baik.

Minta responden untuk tidur telentang sambil menekuk kedua lututnya, lalu angkat kedua tangan di atas bahu dengan elbow ekstensi, lalu minta
responden untuk mengangkat kepala dan sebagian punggungnya

h. Bridging

Menurut Mok (2015), bridging merupakan latihan yang mengaktivasi otot tranversus abdominis dan internal oblique saat di permukaan yang
stabil maupun tidak stabil.

Minta responden berbaring telentang dengan lutut ditekuk, kaki sejajar, dan tumit berada di dekat pantat, letakkan kedua lengan di samping.
Kencangkan perut dan tilt pelvis. Tekan kaki ke bawah dengan kuat dan angkat pinggul (Rose, 2006)

Tulang belakang merupakan komponen yang kompleks, terdiri dari berbagai saraf, tulang, sendi, tendon, ligamen, dan otot yang menyatu bersama. Tulang
belakang dirancang untuk menjadi sangat kuat, dengan banyak fleksibilitas di punggung bawah dan leher (Stafford, 2017). Tulang belakang adalah pilar atau
tiang yang berfungsi sebagai penyangga bagi tubuh. Tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang belakang yang tersusun secara segmental. Terdiri dari 7 ruas
tulang servikal, 12 ruas tulang torakal, 5 ruas tulang lumbal, 5 ruas tulang sakral yang menyatu, dan 4 ruas tulang ekor (Davis, 2019).

Gambar 2.1 Tulang belakang (Davis, 2019)

Punggung bawah terdiri dari tulang belakang lumbar dibentuk menjadi sangat kokoh karena daerah ini banyak mengalami beban tingkat tinggi, yang terdiri
oleh tulang belakang, saraf, otot, ligamen, pembuluh darah dan diskus intervertebralis (Waxenbaum, 2018).
Tulang belakang lumbar memiliki kurva lordosis cekung yang membantu mendistribusikan beban dan mengurangi konsentrasi tekanan. Peningkatan atau
penurunan lordosis ini dapat menyebabkan nyeri punggnng bawah (Cramer, 2016). Menurut Wilke (2018) adapun fungsi dari tulang belakang lumbal, adalah
sebagai berikut:
9. Mendukung dan menstabilkan tubuh bagian atas. 5 vertebralumbal adalah yang terbesar dibandingkan dengan daerah tulang belakang lainnya. Dalam
hubungannya dengan otot dan ligamen, tulang belakang ini membantu menopang berat tubuh bagian atas, termasuk kepala dan leher. Tulang belakang
lumbar juga mentransfer beban dari tubuh bagian atas ke kaki.
10. Sebagai fasilitator utama untuk gerakan batang tubuh ke berbagai arah, termasuk gerakan depan dan belakang, sisi ke sisi, dan gerakan memutar.
Pergerakan sebagian besar terjadi pada dua tingkat vertebra terakhir.
11. Kontrol gerakan kaki. Saraf tulang belakang lumbar yang bercabang dari sumsum tulang belakang dan cauda equina untuk mengontrol gerakan dan
sensasi di kaki.
12. Melindungi medula spinalis dan cauda equina. Vertebra lumbalis atas melindungi medula spinalis di lengkungan vertebra mereka. Vertebra bawah
menyediakan penutup tulang untuk saraf cauda equina yang turun dari sumsum tulang belakang.

Gambar 2.2 Vertebrae Lumbal (Wilke, 2018)

g. Facet Joint

Sendi facet mempunyai pergerakan gliding yang sedikit.Arah permukaan facet articular menentukan besarnya gerakan setiap vertebrae. Setiap sendi facet
mempunyai cavitas articulardengan terbungkus oleh sebuah kapsul, dan setiap tulang belakang terdiri dar dua facet (Sari, 2017)

h. Discus Intervertebralis

Merupakan bantalan yang ada pada tulang belakang berperan melindungi tekanan yang ditahan oleh badan dan sebagai penyambung antar
corpus.Discus intervertebralis berfungsi sebagai gerakan vertebrae, yaitu fleksidan ekstensi(Saputra, 2017).

i. Ligamen

Pada columna vertebralisligamen berfungsi sebagai pengikat dan memperkuat. Berikut ini ligamen-ligamen yang ada pada columna
vertebralis(Rohmawan, 2017)

k. Ligamen longitudinal anterior

l. Ligamen longitudinal posterior

m. Ligamen transversum

n. Ligamen flavum

o. Ligamen interspinosus
Gambar 2.3 Ligamen Stabilisasi Columna Vertebralis (Rohmawan, 2017)

12. Otot
Lumbal dikelilingi oleh otot-otot uang memiliki dasar fungsi tertentu. Otot- otot paravertebral lumbal merupakan otot intrinsik dan ekstrinsik dengan
fungsi utama sebagai stabilisator, disamping sebagai penggerak. Sebagian besar otot-otot tualng belakang termasuk otot tipe I sehingga apabila mengalami
patologi terjadi spasm, thightness dan kontraktur. Yang termasuk otot-otot paravertebral lumbal anatra lain (Cael,2010)

1) M. Quadratus lumborum

M. Quadratus lumborum adalah otot multifungsi pada tulang belakang. M. Quadratus lumborum merupakan otot yang luas, dengan
bentuk menyerupai segitiga, melapisi 2/3 bagian lateral atau permukaan anterior dari processus transversus L1 - L4 dan pada bagian lateralnya
memanjang beberapa sentimeter ke luar ujung transversus. Berorigo pada crista illiaca dan ligamen illolumbal , serta berinsertio pada processus
L2 -L4 dan sisi inferior costa ke-12. Quadratus lumborum menghubungkan illium ke tulang belakang lateral dan costa ke- 12. Serabut ototnya
berjalan sedikit diagonal dari costa dan vertebra inferior dan kemudian kearah iliac posterior. Secara fungsional, otot quadratus lumborum
menunjukkan posisi tulang belakang relatif terhadap panggul saat tubuh bagian bawah tetap. Otot quadratus lumborum mempertahankan postur
tegak, menciptakan gerakan lateral saat berkoordinasi dengan otot erector spine. Saat kita berdiri, otot quadratus lumborum bekerjasama dengan
otot gluteus medius untuk memposisikan tubuh diats ekstremitas bawah. Selama berjalan, otot quadratus lumborum dan gluteus medius
membantu menstabilkan panggul saat berat badan berpindah ke satu kaki, lalu ke kaki lainnya. Otot-otot ini mencegah pelvis berpindah ke lateral
dan mempertahankan gerakan di bidang sagital. Quadratus lumborum juga meningkatkan puncak crista illiaca ke arah costa berat badan
berpindah ke kaki lainnya. Hal ini memungkinkan kaki mengayun tanpa menambrak tanah. Quadratus lumborum juga membantu pernapsan.
Pada saat, inhalasi quadratus lumborum berkontraksi sehingga menungkinkan costa mengembang dengan sepenuhnya. Persarafan quadratus
lumborum dari plexus lumbal. (Cael,2010)
6) Mm. Erector spine
Erector spine merupakan gabungan dari beberapa otot-otot instrinsik punggung yang terdiri dari m. illiocotalis lumbal, m. longisimus dan
m. spinalis. M. Illiocostalis lumbal berorigo pada tendon erector spine dari sisi medial crista sacralis, lateral dari crista illiaca, sisi medial dari
illium, dan posterior sacroiliiac, berinsertio pada sudut costa 6-7. Berfungsi untuk gerakan ekstensi bila kontraksi secara bilateral dan lateral
fleksi-elevasi pelvic bila berkontraksi secara unilateral. M. longisimus berorigo di processus transversus vertebra lumbal dan fascia
thoracolumbalis serta berinsertio pada posterior costa 3-12 dan processus tranversus Th1-Th12. Berfungsi unutk gerkana ekstensi bila kontraksi
bilateral dan lateral fleksi bila kontraksi unilateral. M. spinalis merupakan grup otot erector spine yang paling medial. Berorigo pada processus
spinosus L2-Th11 dan Th2-C7dan berinsertio pada processus spinosus Th 1-Th8 dan C2-C4. Grup otot tranversospinais dan erector spine
bersama-sama mempertahankan postur tubuh tegak di tulang belakang melawan gravitasi. Grup otot ini menghubungkan sacrum, illium, column
vertebra, dan cranial memberikan stabilisasi dan gerakan yang luas. Mm erector spine dipersarafi oleh nervus spinalis. (Cael,2010)
7) M. Multifidus
Multifidus merupakan bagian dari grup otot transversospinalis. Bersama dengan otot rotator dan semispinalis membentuk jaringan yang
meghubungkan processus transversus dan processus spinosus pada vertebra yang lain. Multifidus bersama rotator dan semispinalis juga
menstabilkan dan mengarahkan saat column vertebra bergerak. Multifidus terketak jauh di dalam dari semispinalis dan lebih superficial dari
rotator. Grup otot transversospinalis terdapat disemua segmen vertebra. Serabut otot mereka menghubungkan processus transversus vertebra 1 ke
processus spinosus vertebra 3 atau 4 diatasnya. Multifidus dipersarafi dari nervus spinalis. (Cael,2010)

13. Patologi Fraktur

Fraktur merupakan kontinuitas tulang atau kesatuan struktur tulang terputus yang dapat merupakan retak, remah, atau bagian korteks pecah (Ridwan, Pattiiha,
& Selomo, 2019)

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara


lain:

a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah direposisi
atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.

b. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua fragmen tulang.

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.

d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yan menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur jenis ini
biasanya sulit ditangani.

e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada diantara vertebra.

f. Fraktur spiral

Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi.

Fraktur kompresi vertebra (VCF) paling umum dengan osteoporosis mungkin disebabkan oleh trauma benturan beban tinggi dengan mekanisme kompresi
fleksi.Fraktur kompresi lumbal adalah cedera serius, baik yang disebabkan oleh osteoporosis atau trauma.
Nyeri punggung adalah gejala khas dari fraktur kompresi lumbal.Rasa sakitnya bersifat aksial, tidak menyebar, sakit, atau menusuk dan mungkin parah dan
melumpuhkan ( Goldstein, Christina L., et al. 2015)
Lokasi nyeri sesuai dengan lokasi fraktur, seperti yang terlihat pada radiografi.Namun, pada pasien lanjut usia dengan osteoporosis berat, mungkin tidak ada
rasa sakit sama sekali karena fraktur terjadi secara spontan. Pasien dengan VCF akut merasakan nyeri punggung yang tiba-tiba dengan perubahan posisi, batuk,
bersin, atau mengangkat beban.( McCarthy JA, Davis A, 2016 )

14. Myofacial Release Tehnique

Myofacial release Technique (MRT) adalah jenis terapi yang menggunakan tangan pada teknik untuk melepaskan ketegangan otot. Hal ini dilakukan dengan
memberikan tekanan stimulasi lembut ke dalam jaringan ikat Myofascial yang terletak di bawah otot (Shah & Bhalara, 2012).

Manfaat utama yang dapat diperoleh dari myofascial release yaitu untuk meningkatkan kebebasan gerak dan mengurangi rasa sakit akibat adanya
pembatasan dari suatu jaringan, menghilangkan rasa sakit dan ketidak nyamanan, meningkatkan proprioception dan interoception, meningkatkan fungsi
jangkauan gerak sendi dan otot, memulihkan keseimbangan dan postur tubuh yang benar (Shah & Bhalara, 2012),

Myofascial Release Technique (MRT) melibatkan sistem myofascial yang berfokus pada fascia. Fascia adalah lapisan tiga dimensi dari jaringan ikat yang
berjalan terus menerus di seluruh tubuh. Kontinuitas fasia ini berarti bahwa ada jaringan terus menerus dari kepala sampai kaki, jaringan terus menerus dari
dangkal sampai dalam dan jaringan dari mikroskopis untuk makroskopik berkelanjutan (Riggs and Grant, 2009).

Oleh karena itu, sistem fasia tidak tersegmentasi atau dibagi secara struktural. Namun kualitas jaringan dalam sistem tunggal ini bervariasi dalam hal
kepadatan dan fungsi. Fascia terdiri dari sebuah kompleks elastocollagenous dengan serat elastin, dan serat kolagen, tertanam dalam substansi dasar agar-agar
yang memungkinkan mobilitas serat, serta sirkulasi seluler. Molekul kolagen dimulai sebagai rantai protein rapuh diproduksi dalam sel fibroblast. Rantai
protein tunggal ini dibagi menjadi tangan kiri spiral dan mengapung di dalam fibroblast sampai terjadi kontak dengan dua rantai tunggal lainnya. Ketiga rantai
tunggal akan menyelaraskan dan spiral atau twist sekitar satu sama lain ke kanan, akibatnya meningkatkan kekuatan struktural. Triple helix ini membentuk
molekul kolagen tunggal. Ketika dilepaskan dari fibroblast, ia bermigrasi melalui substansi dasar tubuh untuk lokasi cedera, infeksi atau stres. Substansi dasar
adalah gel bertujuan mengurangi gesekan antara serat-serat otot menciptakan kemudahan gerak (Shah & Bhalara, 2012).

Menurut Werenski J (2011) prosedur pemberian Myofascial Release Technique adalah sebagai berikut:

g. Indikasi

9. Pasien memiliki keluhan, nyeri global yang kompleks, atau spesifik yang tidak mengikuti dermatom, miotom, atau pola refferal visceral.

10. Pasien memiliki kondisi kronis menyebabkan adanya ketegangan dan pembatasan dalam jaringan lunak.

11. Pasien memiliki kelemahan otot akibat neuropati perpheral atau pusat akut atau kronis.
12. Pasien adalah seorang atlet yang kompetitif atau pemain yang membutuhkan stertching halus untuk meningkatkan kecepatan atau ketepatan dan
untuk mencegah cedera

h. Kontra Indikasi

1. luka terbuka

2. deep vein trombhosis

3. hiperaestesi

4. diabetes yang telah lanjut

5. cedera akut atau area paska bedah yang masih akut passive stertching

i. Penatalaksanaan Myofascial Release Technique

Prosedur pemberian Myofascial Release Technique adalah sebagai berikut:

Pasien dalam keadaan posisi terlentang dan rileks.

7. Terapis memposisikan pasien dengan posisi internal rotasi, adduksi dan fleksi hip 60 d̊ an fleksi knee 45 ̊. Lutut sisi yang sakit berada di samping
sisi yang sehat. Terapis meraba otot Piriformis yang sakit kemudian memberikan tekanan pada otot tersebut secara vertikal. Prosedur ini dilakukan
selama 3 sampai 5 menit.

8. Terapis memposisikan pasien dengan posisi tengkurap dan terapis melakukan penekanan pada facia thoracolumbal dari arah vertikal ke distal dan
terapis memerintahkan pasien untuk untuk nafas biasa. Terapis kembali memberikan penekanan selama 3 sampai 5 menit.

9. Selanjutnya memposisikan pasien dengan posisi miring dan pasien fleksi hip 600 dan fleksi knee 450 . Terapis meraba otot quadratus lumbolum
kemudian memberikan tekanan dari arah vertikal ke serat distal dan terapis 23 memerintahkan pasien untuk menggerakkan fleksi hip dan extensi
knee bersamaan dengan gerakan tangan terapis. Terapis kembali memberikan penekanan selama 3 sampai 5 menit.

15. Core Stability Exercise

5. Definisi

Core stability merupakan komponen penting dalam mengefisiensi gerak fungsi atletik. Fungsi sering diproduksi oleh kinetic chain, koordinasi,
dan rangkaian aktivasi dari segmen tubuh yang terletak pada segmen distal di posisi yang optimal, pada posisi yang optimum dapat memproduksi
gerakan attletik. Otot core sangat penting untuk memberikan kekuatan lokal, keseimbangan, dan menurunkan resiko cidera. Dengan kata lain, otot core
merupakan pusat dari kontrol kekuatan otot core, keseimbangan, dan gerakan yang akan di maksimalkan oleh kinethic chains baik dari ekstremitas
atas maupun bawah (Kibler et al., 2006). Stabilitas pada spine tidak hanya bergantung pada kekuatan otot, namun dari input sensori yang selalu siap
menjadi alarm central nervous system mengenai interaksi antara tubuh dan lingkungan, menyediakan umpan balik yang konstan dan memperboleh
pergantian gerakan (Akuhota, 2008). Core stability exercise merupakan latihan yang memfasilitasi dari otot bagian dalam dari spine pada level rendah
yang terus menerus isometric dan kontraksi, yang mengintegrasi menjadi latihan dan beprogres pada fungsional. Core stability exercise menggunakan
prinsip motor learning untuk memfasilitasi koordinasi dari otot bagian dalam dari spine (Pourahmadi, 2017).

6. Teknik Latihan Core Stability Exercise

i. Plank

Plank merupakan latihan yang dapat mengaktivasi otot core dengan kompresi rendah pada vertebrae yang mana terjadi pada bagian
belakang. Pada faktanya plank mengaktivasi otot serratus anterior yang mana berinsersio di otot abdominal yang mana mampu mengaktivasi
otot core (Holman, 2018).

Saat melakukan plank pastikan responden prone lying lalu lengan bawah dan kaki menyentuh lantai, lalu minta mengangkat tubuhnya.

j. Side Plank

Side plank merupakan posisi yang paling kuat untuk mengaktivasi otot perut yaitu otot external oblique. Minta responden untuk memposisikan
side-lying. Lalu minta untuk menopangnya dengan siku dan angkat pelvis, untuk menopang tubuh bagian bawah dengan sisi lateral dari lutut sisi
bawah (Kisner & Colby, 2012)
k. Curl up

Curl up merupakan latihan yang mengaktivasi otot abdominals. Otot - otot yang diaktivasi merupakan rectus abdominis namun rendah akan
aktivasi otot oblique. Latihan ini merupakan pilihan yang bijak untuk mengaktivasi otot rectus abdominis, karena tidak memaksakan kompresi
pada spine (Kisner & Colby, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Rutkwoska & Szpala (2010) curl up dengan posisi tangan berada di atas bahu dengan elbow ekstensi mengaktivasi
otot rectus abdominis dengan baik.

Minta responden untuk tidur telentang sambil menekuk kedua lututnya, lalu angkat kedua tangan di atas bahu dengan elbow ekstensi, lalu minta
responden untuk mengangkat kepala dan sebagian punggungnya

l. Bridging

Menurut Mok (2015), bridging merupakan latihan yang mengaktivasi otot tranversus abdominis dan internal oblique saat di permukaan yang
stabil maupun tidak stabil.

Minta responden berbaring telentang dengan lutut ditekuk, kaki sejajar, dan tumit berada di dekat pantat, letakkan kedua lengan di samping.
Kencangkan perut dan tilt pelvis. Tekan kaki ke bawah dengan kuat dan angkat pinggul (Rose, 2006)

Anda mungkin juga menyukai