Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN SPONDILITIS TUBERCULOSA


DI RUANG ZAMRUD RSUD DR.SLAMET GARUT

Oleh :
Bagas Muhammad Rafiqi
211FK01042

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
TAHUN 2023

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN SPONDILITIS TUBERCULOSA
1. Definisi
Spondilitis Tuberculosa yaitu infeksi kronis yang berupa infeksi granulomatosis yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa yang menyerang vertebra. Spondylitis
TB disebut juga Penyakit Pott bila disertai paraplegi atau deficit neurologis. Spondylitis ini
pasling sering ditemukan pada vertebra T8 sampi L3 dan paling jarang pada C2. Spondylitis
Tb biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang mengenai arkus vertebra.

2. Etiologi
Spondilitis TB merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis ditempat lain ditubuh.
Penyebabnya yaitu bakteri berbentuk batang atau basil yang mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempatyang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorma
atau tertidur lama selama beberapa tahun.

3. Anatomi Vertebrae
Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5
buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap
dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sakral dan koksigeus satu sama lain
menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakum dan koksigeus (Cailliet, 1981 dikutip
oleh Kuntono, 2007). Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu: (1)
menyangga berat kepala dan dan batang tubuh, (2) melindungi medula spinalis, (3)
memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis, (4) tempat untuk perlekatan
otot-otot, (5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh (Seelley dan Stephens, 2001
dikutip oleh Yanuar, 2003).
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar sampai mencapai
maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil sampai apex dari tulang koksigeus.
Struktur demikian dikarenakan beban yang harus ditanggung semakin membesar daricranial
hingga caudalsampai kemudian beban tersebut ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui
articulatio sacroilliaca. Korpus vertebra selain dihubungkan oleh diskus intervertebralis juga
oleh suatu persendian sinovialis yang memungkinkan fleksibilitas tulang punggung, kendati
hanya memungkinkan pergerakan yang sedikit untuk mempertahankan stabilitas kolumna
vertebralis guna melindungi struktur medula spinalis yang berjalan di dalamnya. Stabilitas
kolumna vertebralis ditentukan oleh bentuk dan kekuatan masing-masing vertebra, diskus
intervertebralis, ligamen dan otot-otot (Moore, 1999 dikutip oleh Yanuar, 2002). Vertebra
lumbalis terletak diregio punggung bawah antara regio torakal dan sakrum. Vertebra pada
regio ini ditandai dengan korpus vertebra yang berukuran besar, kuat dan tiadanya costal
facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5) merupakan vertebra yang mempunyai pergerakan
terbesar dan menanggung beban tubuh bagian atas (Yanuar, 2002).
Menurut Adam et al (1989); Bagduk (1997); Morris (1980) dikutip oleh Auliana (2003)
setiap vertebra lumbal dibagi atas 3 set elemen fungsional yaitu :
1. Elemen anterior atau korpus vertebra
Merupakan komponen utama dari kolumna vertebralis. Berfungsi untuk
mempertahankan diri dari beban kompresi yang tiba pada kolumna vertebra bukan
saja dari berat badan, tetapi juga dari kontraksi otot-otot punggung.
2. Elemen posterior
Elemen posterior berfungsi untuk mengatur kekuatan pasif dan aktif yang mengenai
kolumna vertebralis dan juga mengatur gerakannya. Prosesus artikularis memberikan
mekanisme lockingyang menahan tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus
vertebra. Prosesus spinosus, transversus, mamilaris dan aksesorius menjadi tempat
melekatnya otot sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot
tersebut. Lamina merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan prosesus
artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pars
artikularis.
3.Elemen tengah
Elemen tengah terdiri dari pedikel. Pedikel berfungsi menghubungkan elemen
posterior dan anterior, memindahkan kekuatan yang mengontrol dari elemen
posterior ke anterior.
4. Vertebra sakrum merupakan tulang yang berbentuk segitiga dan merupakan fusi
dari kelima segmen vertebra segmen sakral. Sakrum berperan dalam stabilisasi dan
kekuatan dari pelvis serta mentransmisikan berat badan tubuh ke pelvis (Yanuar, 2002).
5. Persendian pada kolumna vertebralis ada 2 yaitu persendian antara 2 korpus
vertebra (amphiarthrodial) dan antara 2 arkus vertebra (arthrodial). Persendian ini
membentuk apa yang disebut motion segmen (Bagduk, 1997; Finneson, 1980 dikutip
oleh Auliana, 2003). Persendian antara 2 vertebra disebut persendian amfiartrodial
dimana permukaan tulang dihubungkan baik oleh fibrokartilago diskus atau oleh ligamen
interoseus, sehingga pergerakan menjadi terbatas tetapi bila keseluruhan vertebra
bergerak maka rentang gerakan dapat diperhitungkan (Finneson, 1980 dikutip Auliana,
2003).

Persendian amfiartrodial melibatkan komponen-komponen sebagai berikut:


Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis merupakan suatu bantalan penghubung antar dua korpus
vertebra yang di desain untuk menahan beban peredam getaran (shock absorbers) selama
berjalan, melompat, berlari dan memungkinkan terjadinya gerakan kolumna vertebralis
(Kurnia M, 2006; Yanuar, 2002).
Menurut Bagduk, 1997; Cailliet, 1976; Finneson, 1980 dikutip oleh Auliana,
2003 diskus intervertebralis terdiri dari 3 komponen yaitu :
1) Nukleus sentralis pulposus gelatinous
Nukleus pulposus terdiri dari matrik proteoglikans yang mengandung sejumlah
air (±80%), semitransparan, terletak ditengah dan tidak mempunyai anyaman jaringan
fibrosa.
2) Anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus
Anulus fibrosus merupakan suatu cincin yang tersusun oleh lamellae
fibrocartilogeneayang konsentris yang membentuk circumfereria dari diskus
intervertebralis. Cincin tersebut diselipkan di cincin epifisis pada fasies artikularis korpus
vertebra. Serabut-serabut yang menyusun tiap lamella berjalan miring dari satu vertebra
ke vertebra lainnya, serabut-serabut dari suatu lamella secara khas berjalan pada sisi
kanan menuju yang berdekatan. Pola seperti ini, walaupun memungkinkan terjadinya
suatu gerakan antar dua vertebra yang berdekatan juga berfungsi sebagai pengikat yang
erat antar dua vertebra tersebut (Moore, 1999; Young, 2000 dikutip oleh Yanuar, 2002).
3) Sepasang vertebra endplate yang mengapit nukleus
a. Sepasang vertebra endplate adalah merupakan permukaan datar teratas dan
terbawah dari suatu diskus intervertebralis.
Fungsi mekanik diskus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air yang
diletakkan di antara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata
bekerja pada vertebra maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus
intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nukleus polposus akan
melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan.
Keadaan ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi,
laterofleksi (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007). Diskus intervertebralis sendiri
merupakan jaringan non innervasi dan non vaskuler sehingga apabila terjadi kerusakan
tidak bisa terdeteksi oleh pasien meskipun sudah berlangsung dalam waktu lama
(Parjoto, 2006).
Ligamen longitudinal anterior
Ligamen longitudinal anterior melapisi dan menghubungkan bagian anterolateral
korpus vertebra dan diskus intervertebralis, terbentang dari permukaan anterior sakrum
hingga ke tuberkulum anterior vertebra servikal 1 dan tulang oksipital di sebelah anterior
foramen magnum. Ligamen ini melekat pada korpus vertebra dan diskus intervertebralis
(Yanuar, 2002). Fungsi ligamen anterior tersebut adalah untuk memelihara stabilitas
pada persendian korpus vertebralis dan mencegah hiperekstensi kolumna vertebralis
(Parjoto, 2006; Yanuar, 2002).

Ligamen longitudinal posterior


Ligamen longitudinal posterior lebih sempit dan lebih lemah dari ligamen
anterior, terbentang dalam kanalis vertebralis di dorsal dari korpus vertebralis. Ligamen
ini melekat pada diskus intervertebralis dan tepi posterior dari korpus vertebra mulai
vertebra servikal 1 sampai sakrum. Ligamentum ini dilengkapi akhiran saraf nyeri
(nociceptor). Ligamen posterior berperan mencegah hiperfleksi kolumna vertebralis serta
mencegah herniasi diskus intervertebralis (Yanuar, 2002).
Persendian antara 2 arkus vertebra (arthrodial) dibentuk oleh prosesus artikularis
superior dari 1 vertebra dengan prosesus artikularis inferior vertebra di atasnya disebut
sebagai zygapophyseal joint/facet joint atau sendi faset (Bagduk, 1997; Finneson, 1980
dikutip oleh Auliana, 2003). Arah permukaan sendi faset mencegah/membatasi gerakan
yang berlawanan arah dengan permukaan sendi faset. Di regio lumbal, sendi fasetnya
memiliki arah arah sagital dan medial, sehingga memungkinkan gerakan fleksi dan
ekstensi dan lateral fleksi, namun tidak memungkinkan terjadinya gerakan rotasi
(Yanuar, 2002). Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lumbal) kedua faset saling
mendekat sehingga gerakan kelateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi
sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua faset saling menjauh sehingga
memungkinkan gerakan ke lateral berputar (Cailliet, 1981 dikutip oleh Kuntono, 2007).
Ligamen-ligamen yang memperkuat persendian di kolumna vertebralis regio
lumbal adalah :
Ligamen flavum
Ligamen flavum merupakan ligamen yang menghubungkan lamina dari dua arkus
vertebra yang berdekatan. Ligamen ini panjang, tipis dan lebar diregio servikal, lebih
tebal di regio torakal dan paling tebal di regio lumbal. Ligamen ini mencegah terpisahnya
lamina arkus vertebralis dan juga mencegah terjadinya cidera di diskus intervertebralis.
Ligamen flavum yang kuat dan elastis membantu mempertahankan kurvatura kolumna
vertebralis dan membantu menegakkan kembali kolumna veretbralis setelah posisi fleksi
(Yanuar, 2002).

Ligamen interspinosus
Ligamen interspinosus merupakan ligamen yang menghubungkan prossesus
spinosus mulai dari basis hingga apex, merupakan ligamen yang lemah hampir
menyerupai membran (Yanuar, 2002)
Ligamen intertranversus
Ligamen intertranversus adalah ligamen yang menghubungkan prossesus
tranversus yang berdekatan. Ligamen ini di daerah lumbal tipis dan bersifat membranosa
(Yanuar, 2002).

Ligamen supraspinosus
Ligamen supraspinosus menghubungkan prosesus spinosus di daerah apex
vertebra servikal ke 7 (VC7) sampai dengan sakrum. Ligamen ini dibagian kranial
bergabung dengan ligamen nuchae. Ligamen supraspinosus ini kuat, menyerupai tali
(Yanuar, 2002).

Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya. Otot


yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif
mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : m. quadraus lumborum, m. sacrospinalis,
m. intertransversarii dan m. interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah muskulus
abdominalis mencakup : m. obliqus eksternus abdominis, m. internus abdominis, m.
transversalis abdominis dan m. rectus abdominis, m. psoas mayor dan m. psoas minor.
Otot latero fleksi lumbalis adalah m. quadratus lumborum, m. psoas mayor dan minor,
kelompok m. abdominis dan m. Intertransversarii. Jadi dengan melihat fungsi otot
punggung di bawah berfungsi menggerakkan punggung bawah dan membantu
mempertahankan posisi tubuh berdiri (Kuntono, 2007).
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebra. Radik saraf keluar melalui kanalis
spinalis, menyilang diskus intervertebralis di atas foramen intervertebralis.
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu
ramus anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi
sendi faset. Akibat berdekatnya struktur tulang vertebra dengan radik saraf cenderung
rentan terjadinya gesekan dan jebakan radik saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang
dan sendi faset adalah struktur tubuh yang sensitif terhadap rangsangan nyeri, karena
struktur persarafan sensoris. Kecuali ligamen flavum, diskus intervertebralis dan
ligamentum interspinosum, karena tidak dirawat oleh saraf sensoris. Dengan demikian
semua proses yang mengenai struktur tersebut di atas seperti tekanan dan tarikan dapat
menimbulkan keluahan nyeri. Nyeri punggung bawah sering berasal dari ligamentum
longitudinal anterior atau posterior yang mengalami iritasi. Nyeri artikuler pada
punggung bawah berasal dari fasies artikularis vertebra beserta kapsul persendiannya
yang sangat peka terhadap nyeri. Nyeri yang berasal dari otot dapat terjadi oleh karena
aktivitas motor neuron, ischemia muscular dan peregangan miofasial pada waktu otot
berkontraksi kuat (Zimmermann M, 1987 dikutip oleh Kuntono, 2007).

Biomekanika Komponen Vertebra


Medula spinalis merupakan struktur yang mudah bergerak yang digantung oleh
akar saraf dan ligamen dentatum. Bila vertebra bergerak, pada awalnya dapat
menyebabkan terlipat atau tidak terlipatnya medula spinalis. Sepanjang medula spinalis
dapat menyesuaikan diri, maka medula spinalis tidak bergerak naik-turun dalam kanalis
spinalis. Perubahan panjang medula spinalis sewaktu terjadi ketegangan (tension), sekitar
70-75% dalam bentuk terlipat dan tidak terlipat, sisanya dalam bentuk elongasi oleh sifat
deformasi elastik. Sifat dapat meregang dari medula spinalis tercatat dalam bentuk
bifasik, awalnya ia sangat elastis dan memanjang lebih dari 10%, untuk peregangan lebih
dari itu dibutuhkan kekuatan yang lebih besar. Perubahan panjang medula spinalis diikuti
secara simultan oleh perubahan pada area cross sectional dengan cara menurun pada
waktu tegang (tension) dan meningkat sewaktu kompresi (Auliana, 2003)
Kekuatan vertebra dalam menahan beban pada dasarnya ditentukan oleh kekuatan
elemen tulang. Secara anatomis, tiap vertebra telah menyesuaikan bentuk dan ukuranya
sebagai refleksi dari beban yang diembannya, sehingga tampak bertambah ukurannya
mulai dari regio servikal sampai lumbal. Persendian faset mengemban 18% beban
kompresi, 45% kekuatan torsional dan sejumlah stabilitas vertebra lainnya, tergantung
dari arah orientasi faset (Auliana, 2003).
Diskus intervertebralis relatif resisten terhadap kegagalan menghadapi beban
kompresi.Vertebral end plate biasanya yang terlebih dahulu kalah baik pada diskus
normal maupun yang telah mengalami degenerasi terutama oleh beban torsional. Beban
pada vertebra terbukti sangat bervariasi, tergantung postur dan beban eksternal. Pada L3-
L4 sesorang yang sedang duduk, tekanan intradiskalnya lebih tinggi dibanding waktu
berdiri, tetapi tekanan paling rendah sewaktu seseorang berbaring terlentang (Auliana,
2003).
Struktur ligamen pada vertebra harus mampu memerankan fungsi ganda yaitu
memungkinkan gerakan fisiologis vertebra disamping menahan gerakan vertebra yang
melampaui batas. Sebagai contoh pada waktu ekstensi panjang ligamen flavum
berkurang 10%, tetapi tidak menekuk ke dalam kanalis spinalis oleh karena masih
dibawah 15% yang dianggap sebagai pretension. Pada fleksi penuh, ligamen mampu
memanjang sampai 35%. Di luar range ini ligamen menjadi sangat kaku dan tidak dapat
berelongasi lagi (Auliana, 2003).
Gerakan yang terjadi pada regio lumbal meliputi fleksi-ekstensi, yang
mempunyai luas gerak sendi sebesar 20/35 – 0 – 40/60 pada bidang sagital posisi pasien
berdiri anatomis. Pada gerak fleksi terjadi slide ke anterior dari korpus vertebra sehingga
terjadi penyempitan pada diskus intervertebralis bagian anterior dan meluas pada bagian
posterior. Gerak lateral fleksi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 15/20 – 0 –
15/20 pada bidang frontal posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak lateral fleksi, korpus
pada sisi ipsilateral saling mendekat dan saling melebar pada sisi kontralateral. Gerak
rotasi yang mempunyai luas gerak sendi sebesar 45 – 0 – 45 pada bidang transversal,
posisi pasien duduk anatomis dimana gerak rotasi ini daerah lumbal hanya 2 derajat
persegmen karena dibatasi oleh sendi faset (Hall, 1953).
Mekaniaka columna vertebralis netral didefinisikan sebagai adanya lordosis
servikal dan lumbal yang normal dan kifosis torakal dan sakral. Frytte dan Greenman
menyatakan mekanika normal adalah saat sendi faset tidak bekerja. Pada kondisi ini,
gerakan lateral fleksi pada columna vertebralis akan menghasilkan rotasi pada sisi yang
berlawanan. Hal ini dikenal dengan mekanika tipe 1 dan terjadi di regio torakal dan
lumbal. Jika gerakan fleksi atau ekstensi dilakukan pada region tersebut, sendi faset akan
bekerja dan akan mengontrol pergerakan vertebra. Pada saat demikian, lateral fleksi dan
rotasi berada pada satu sisi. Hal ini dinamakan mekanika tipe 2 atau mekanika non-netral
dan terjadi di regio torakal atau lumbal saat fleksi atau ekstensi (Moore,1999; Seeley,
2003; Carola, 1990 dikutip oleh Yanuar, 2002).

4. Manifestasi Klinis
a) Badan lemah / lesu
b) Nafsu makan menurun
c) BB menurun
d) Suhu tubuh sedikit meningkat (sub febris) terutama pada malam hari
e) Nyeri punggung
f) Nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut
g) Deformitas tulang belakang
h) Adanya spasme otot paravertebralis
i) Gangguan motoric
j) Adanya gibus/kifosis

5. Stadium Penyakit
a) Stadium implantasi
Setelah bakteri berada pada tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita turun maka
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaany ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak -anak umumya
pada daerah sentral vertebra.

b) Stadium destruksi awal


Setelah stadium implantasi selanjutnya terjadi desktruksi kopus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
c) Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif. Kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin) yang terjadi 2-3 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuenstrum serta
kerusakan diskus invertebralis. Pada saat ini trebentuk tulang baji terutama disebelah
depan akibat kerusakan korpus vertebra yang menyebabkan terjadinya kifosis atau
gibbus.
d) Stadium gangguan neurologis
Ganggaun neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, terutama
ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari
seluruh komplikasi spondylitis TB. Vertebra torakalis mempunyai mampunyai kanalis
spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah
ini. Bila terjadi gangguan neorologis maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia,
yaitu :
1) Derajat 1
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas atauu
setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
2) Derajat 2
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
3) Derajat 3
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membetasi gerak / aktifitas
penderita.
4) Derajat 4
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris serta gangguan defekasi dan miksi.
e) Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurnag lebih 3-5 tahun setelah timbulnnya stadium miplantasi.
Kifosis atau gibbus akan bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yag massif
disebelah depan.

6. Patofisiologi
Basil TB masuk kedalam tubuh kebanyakan melalui traktus respiratorius. Pada saat
etrjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.
Penyebaran etrjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati, limpa,
ginjal, dan tulang. Enam hingga delapan minggu kemudian respon tubuh imunologis
timbul dan fokus tasi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif
atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit
tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini
pada umumnya menyerang lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral,
bagian depan, atau daerah apifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan
eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi
kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya.
Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang
dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada
vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus mengahncurkan vertebra didekatnya.
Kemudiann eksudat menyebar ke depan, dibawah ligamentum longitudinal anterior dan
mendesak aliran darah vertebra didekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum
dan dapat berekspansi ke berbagai arah disepanjang garis ligamnet yang lemah. Pada
daerah servical, eksudat terkumpul dibelakang fascia paravertebralis dan menyebar
lateral dibelakang mukulus sklernokleidomastioideus. Eksudat dapat mengalami protrusi
kedepan dan menonjol kedalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat
berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses
pada vertebra torakalis akan tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah
paravertebral, berbentuk massa yang menonjol fusiform. Abses pada serah ini dapat
menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat
menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul dibawah ligamentum inguinal
pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar kedaerah krista iliaka dan
mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio
glutea.

Pathway
Pre op
7. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
 Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis
 Uji Mantoux : hasil positif TB
 Pada pemeriksaan biakan kuma mungkin ditemukan Mycobacterium
 Biopsy jringan granulasi atau kelenjar limbfe regional
 Pemeriksaan hispatologi ditemukan tuberkel. Pemeriksaan foto toraks untuk
melihat adanya tberkulosis paru
 Phungsi lumbal akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah
b) Pemeriksaan Radiologi
 Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitil, dan destruksi korpus
vertebra disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara korpus
tersebutdan mungkin dapat ditemukan adanya abses paravertebral.
 Pemeriksan mielografi dilakukan bila terdapat tanda-tanda penekanan pada
sumsum tulang
 CT Scan
Dapat memberikan gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irregular,
sclerosis, kolaps diskus.

8. Penatalaksanaan
a) Head education :
- Memberikan masker untuk mencegah terjadinya penularan
- Memberikan kebutuhan yang sesuai kebutuhan
- Menganjurkan untuk meminum rutin obat anti TB

b) Terapi konservatif, berupa :


 Tirah baring (bedrest)
 Memberi korset yang mencegah pergerakan vertebra/ membatasi pergerakan
vertebra
 Memperbaiki keadaan umum penderita
 Pengobatan antituboerculosa ( rifampicin, pyrazinamid, isoniazid)
c) Terapi operatif
Indikasi opersi yaitu bila ada :
 Bila dengan terapi konservatif tidak ada perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya 3 minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondiliris
TB diberikan obat tuberculotic.
 Adanya abses yang besar sehingga diperlukan darinase abses secara terbuka dan
sekaligus debridemen serta bone graft
 Pada pemeriksaan foto polos, mielografi, ataupun CT Scan ditemukan adanya
penekanan langsung pada medulla spinalis.

9. Komplikasi
a) Post Paraplegia, dimana ekstremitas bawah mengalami kelumpuhan karena tekanan
ekstradural oleh pus maupun sequeter, atau invasi jaringan granulasi pada medula
spinalis bila pada stadium awal. Dan pada stadium lanjut terjadi karena terbentuknya
fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang diatas kanalis spinalis.
b) Empisema tuberkulosis, yang disebabkan oleh rupturnya abses paravertebra torakal ke
dalam pleura
c) Cold abses, yang disebabkan oleh pus pada vertebra lumbal yang turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses

DAFTAR PUSTAKA

Asnawi C. Margono.1996.Neuropati Kapita Selekta Edisi TI.Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Harsono. 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Howard, L. Werner, Lowrence P. Levitt. 2001. Buku Saku Neurologi,  Edisi ke . Jakarta :
EGC
Mardjono M, Sidharta P. 2003. Neurologi Klinis Dasar, Edisi IX. Jakarta : Dian Rakyat
Rasjad C. 2003. Spondilitis Tuberkulosa dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ed.II.
Makassar: Bintang Lamumpatue.

Anda mungkin juga menyukai