Anda di halaman 1dari 18

REFERAT BEDAH SARAF

Degenerasi Diskus Intervertebralis

Oleh :
Ewaldo Amirullah Hadi
H1A 013 020

Supervisor
dr. Bambang Priyanto, Sp.BS

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM /RSUP NTB

2019
BAB 1

Latar Belakang

Proses degenerasi diskus intervertebralis adalah hilangnya sifat bantalan struktur


semikaku (diskus intervertebralis) yang memisahkan dan menahan kolom tulang (vertebrae)
pada tulang belakang lumbal secara bertahap. Degenerasi ini dapat menyebabkan penekanan
pada saraf spinal atau radikulopati atau dapat menyebabkan penyempitan kanal spinalis. Pasien
dapat merasakan nyeri derajat ringan dari leher yang kaku, mati rasa, rasa geli atau bahkan
kelemahan pada leher,lengan atau pundak yang disebabkan oleh saraf pada daerah servikal
yang teriritasi atau tertekan1. Pada penelitian di Jepang prevalensi terjadinya degenerasi diskus
di seluruh tulang belakang adalah 71% pada pria dan 77% pada wanita berusia <50 tahun, hal
ini meningkat >90% pada pria dan wanita berusia >50 tahun2.

Gambar 1. Gambaran diskus intervertebralis, pusat Nucleus Polposus (NP) dikelilingi oleh
lamella dari annulus fibrosus (AF), terletak diantara vertebral bodies (VB) dan terpisah oleh
cartiliginous endplates (CEP). Spinal Cord (SC), Nerve Roots (NR) dan apophyseal joints
(AJ)1

Usia dan degenerasi sering dikaitkan dengan terjadinya proses degenerasi diskus
intervertebralis. Dengan bertambahnya usia, kandungan air yang terdapat pada diskus
intervertebralis akan menurun dan retakan yang ada pada pada nukleus pulposus akibat
kandungan air yang menurun akan berpotensi meluas hingga annulus fibrosis, dimulainya
proses ini dinamakan chondrosis intervertebralis dan ini dimulai sebagai pertanda
penghancuran degeneratif diskus intervertebralis, endplates, dan badan vertebra3.

Usia dan juga obesitas dikaitkan dengan terjadinya kasus degenerasi diskus
intervertebralis. Pada penelitian di jepang rata rata usia di atas 50 tahun meningkatkan angka
kejadian terjadinya degenerasi diskus intervertebralis >90%. Karena itu dalam referat ini akan
dibahas lebih lanjut mengenai proses degenerasi diskus intervertebralis.
BAB II

Tinjauan Pustaka

Epidemiologi

Pada penelitian di Jepang prevalensi terjadinya degenerasi diskus di seluruh tulang


belakang adalah 71% pada pria dan 77% pada wanita berusia <50 tahun, hal ini meningkat
>90% pada pria dan wanita berusia >50 tahun. Prevalensi ruang degenerasi diskus
intervertebral tertinggi terdapat pada C5/C6 (pria 51,5 % dan wanita 46%), T6/7 (pria 32,4%
dan wanita 37,7%) dan L4/5 (pria 69,1% dan wanita 75,8). Usia dan obesitas dikaitkan dengan
angka kejadian ini2.

Anatomi

Tulang belakang manusia adalah pilar atau tiang yang berfungsi sebagai penyangga
tubuh dan melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang
tersusun secara segmental yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra servikalis), 12 ruas
tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas tulang lumbal (vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sakral
yang menyatu (vertebra sakral), dan 4 ruas tulang ekor (vertebra koksigea)4,5.

Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas
korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh diskus intervertebra dan ditahan satu sama
lain oleh ligamen longitudinal ventral dan dorsal. Bagian dorsal tidak begitu kokoh dan terdiri
atas masing-masing arkus vertebra dengan lamina dan pedikel yang diikat satu sama lain oleh
berbagai ligamen di antaranya ligamen interspinal, ligamen intertansversa dan ligamen flavum.
Pada prosesus spinosus dan transversus melekat otot-otot yang turut menunjang dan
melindungi kolum vertebra4.
Gambar 2. Anatomi Vertebra Servikalis4.

Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan yang lain oleh karena adanya
dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Keseluruhan vertebra maupun
masing-masing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya bukanlah merupakan satu
struktur yang mampu melenting, melainkan satu kesatuan yang kokoh dengan diskus yang
memungkinkan gerakan antar korpus ruas tulang belakang4.
Gambar 3. Potongan Sagital Korda Spinalis dan Vertebra5.

Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang terbesar. Vertebra torakal
berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk yang membentuk toraks, sedangkan
vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke
bawah lingkup geraknya semakin kecil. Diskus intervertebralis menyusun seperempat panjang
columna vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah servikal dan lumbal, tempat dimana
banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber
agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma4.
Gambar 4. Ligamen Vertebra2.

Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga berat
badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligamen, antara lain :
Ligament:
1. Ligamen Intersegmental (menghubungkan seluruh panjang tulang belakang dari ujung ke
ujung):
a. Ligamen Longitudinalis Anterior
b. Ligamen Longitudinalis Posterior
c. Ligamen supraspinosum
2. Ligamen Intrasegmental (Menghubungkan satu ruas tulang belakang ke ruas yang
berdekatan)
a. Ligamen Intertransversum
b. Ligamen flavum
c. Ligamen Interspinosum
3. Ligamen-ligamen yang memperkuat hubungan di antara tulang occipitalis dengan vertebra
CI dengan C2, dan ligamen sacroilliaca di antara tulang sakrum dengan tulang pinggul
Ligamen spinalis berjalan longitudinal sepanjang tulang vertebrae. Ligamen ini
berfungsi membatasi gerak pada arah tertentu dan mencegah robekan. Diskus intervetebralis
dikelilingi oleh ligamen anterior dan ligamen posterior. Ligamen longitudinal anterior berjalan
di bagian anterior korpus vertebrae, besar dan kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat
antara vertebrae yang satu dengan yang lainnya. Ligamen longitudinal posterior berjalan di
bagian posterior korpus vertebrae, yang juga turut membentuk permukaan anterior kanalis
spinalis. Ligamen tersebut melekat sepanjang kolumna vertebralis, sampai di daerah lumbal
yaitu setinggi L 1, secara progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 – sakrum ligamen
tersebut tinggal sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensial mengalami kerusakan.
Ligamen yang mengecil ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya statistik
bekerja dan dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi cidera kinetik5.

Diskus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat bergerak kedepan dan kebelakang
seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis. Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang
viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi
(88%) dan mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan
dan berperan menahan tekanan/beban. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus
menurun dan diganti oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang
lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1
sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral. Mulai daerah lumbal 1
ligamen longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada ruang intervertebra L5-S1
tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah
ini6.

Gambar 5. Nucleus Pulposus4.

Fisiologi
Diskus intervertebralis adalah sendi fibrokartilago yang menghubungkan dua badan
vertebral yang mendistribusikan beban ke struktur oseus dan memungkinkan untuk melakukan
gerakan tertentu. Diskus intervertebralis terdiri atas tiga komponen : nukleus pulposus, annulus
fibrosus, dan kartilago end plate yang terletak di superior dan inferior. Diskus intervertebralis
adalah salah satu jaringan avaskular terbesar di tubuh, molekul molekul kecil seperti glukosa
dan oksigen dibawa melalui end plate dalam proses difusi pasif. Jaringan diskus mengantarkan
nutrisinya melalui pembuluh darah di tulang subkondral yang berdekatan dengan tulang rawan
hialin pada end plate. Sel sel dalam diskus menjaga metabolisme biologis yang ada pada diskus
dengan cara mengkontrol beberapa material seperti sitokin,enzim, dan faktor pertumbuhan1,7.

Tabel 1. Perbedaan annulus fibrosus normal dan nukleus pulposus normal7.

Annulus fibrosus memiliki jaringan kolagen tipe 1 yang berlimpah, dimana jaringan ini
memiliki daya tarik yang kuat, sementara nukleus pulposus terdiri atas proteoglikan dan gel air
yang disatukan secara longgar oleh jaringan kolagen tipe 2 yang tidak beraturan dan jaringan
elastin. Proteoglikan utama dari nukleus pulposus adalah agrecan, yang memberikan sifat
osmotik dan berperan terhadap tahanan bila ada kompresi. Sifat hidrofilik dari nukleus
pulposus akan berperan terhadap terjadinya tekanan yang tinggi. Sifat ini memberikan diskus
intervertebralis karakterisitik viskoelastisitas dan kekuatan tekanan yang melebihi ujung tulang
yang berdekatan7,8.

Patofisiologi dan etiologi

A. Usia dan degenerasi


Usia dan degenerasi sering dikaitkan dengan terjadinya proses degenerasi diskus
intervertebralis. Dengan bertambahnya usia, kandungan air yang terdapat pada diskus
intervertebralis akan menurun dan retakan yang ada pada pada nukleus pulposus akibat
kandungan air yang menurun akan berpotensi meluas hingga annulus fibrosis dapat
terjadi, dimulainya proses ini dinamakan chondrosis intervertebralis dan ini dimulai
sebagai pertanda penghancuran degeneratif diskus intervertebralis, endplates, dan
badan vertebra3. Degenerative disc disease adalah proses degeneratif komplek akibat
perubahan molekul diskus, hal ini secara klinis akan menyebabkan kerusakan
substansial pada individu yang menderita dan kemungkinan akan menyebabkan
sekuele.
B. Komponen genetik
Komponen genetik juga berperan dalam proses degenerasi, beberapa hal yang di curigai
berperan dalam terjadinya degenerasi diskus invertebralis adalah jaringan kolagen I,IX,
dan XI,aggrecan,vitamin D receptor,matrix metalloproteinase 3 (MMP-3), dan protein
lain3. Secara singkat, perubahan pada jaringan matriks ekstraseluler pada nukleus
pulposus terjadi melalui perubahan sintesis kolagen tipe II ke kolagen tipe I dan
penurunan sintesis aggrecan. Proses ini dapat mempengaruhi hingga annulus fibrosus,
konsekuensinya adalah penyempitan ruang diskus intervertebralis. Hal ini juga sama
pada endplate, mungkin dapat menyebabkan terjadinya microfracture. Hilangnya
keseimbangan biokimia pada nukleus pulposus,annulus fibrosus, dan end plate akan
menyebabkan penurunan tegangan kolagen pada annulus fibrosus, perubahan ini dapat
menyebabkan terjadinya mikrotrauma dan nyeri yang diakibatkan oleh benturan8.

Tabel 2. Molekul utama yang berperan pada proses penuaan dan degenerasi di diskus
C. Faktor lingkungan
Banyak praktisi percaya bahwa faktor lingkungan dapat dijadikan faktor
pertimbangan selain faktor genetik DDD. Namun demikian, pengaruh faktor
lingkungan pada DDD jauh dari diabaikan dan telah didefinisikan secara komprehensif
oleh Williams dan Sambrook pada tahun 2011. Adanya hubungan antara merokok dan
degenerasi pada diskus, menunjukkan kemungkinan pengaruh eksposur kimia. Pada
penelitian hewan coba telah menunjukkan keterlibatan nikotin dalam degenerasi diskus.
yang mungkin dikarenakan gangguan aliran darah pada diskus. Selanjutnya, lesi
aterosklerotik pada aorta dan LBP,mencerminkan kemungkinan hubungan antara
aterosklerosis dan degenerative disc disease3.

Gambar 6. A. Gambaran nucleus pulposus dan annulus fibrosus dengan lamella teroganisir. B.
Gambaran nucleus pulposus dengan jaringan fibrosa memutih dan mucinous antara lamela, terdapat
retakan kecil pada nucleus pulposus. C. Hilangnya sifat annulus fibrosus atau nucleus pulposus, terlihat
cacat fokal pada vertebral plate (VP), terlihat dehidrasi nucleus pulposus dan terdapat retakan
longitudinal dan vertical . D. Retakan pada nucleus pulposus dan paralel pada vertebral plate, dengan
mencerminkan adanya fokal sklerosis saat ini. E. Terdapat difus sklerosis dan nodul schmorl. F. Total
sklerosis dan penyempitan diskus9.

Manifestasi Klinis

Pasien yang mengalami degenerasi diskus sering mengalami banyak gejala, gejala itu
termasuk rasa nyeri,gejala radikuler,dan kelemahan gerak. Hal tersering adalah pada daerah
lumbal. Posisi fleksi akan menyebabkan pasien mengalami nyeri yang sangat hebat dan
memperburuk gejala, sementara posisi ekstensi akan lebih meringankan rasa sakit yang
dirasakan3.

Punggung Bawah (Lumbar Spine)


 Rasa sakit yang hilang timbul
 Kaku tulang punggung bagian bawah
 Rasa sakit yang berkurang dengan istirahat atau setelah berolahraga
 Mati rasa daerah sekitar pinggang atau punggung bawah
 Kelemahan pada punggung bawah
 Sering terjadi kesemutan pada kaki
 Kesulitan berjalan
 Masalah usus atau kandung kemih (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jika
sumsum tulang belakang dikompresi.)

Dengan hilangnya tinggi diskus akibat dari proses degenerasi dapat menyebabkan apa
yang disebut dengan hard disk pathology10.

Tabel 3. Gejala umum pada penderita cervical radiculopathy10.

Diagnosis

1. MRI
Pemeriksaan MRI merupakan pemeriksaan utama yang dapat dilakukan pada penderita
degenerasi diskus intervertebralis, temuan pada MRI lebih sensitif karena pada MRI akan dapat
ditemukan penyempitan ruang diskus,hilanganya signal T2 pada nukleus pulposus, perubahan
pada end plate,dan tanda tanda gangguan internal juga dapat ditemukan3,11.

Normal tidak
terjadi
degenerasi.
Terdapat
warna putih

Degenrasi :
gambaran Black
Disk, tidak ada
warna putih

Gambar 7. MRI pada lumbar dilakukan pada lumbar spine, terlihat pada L5-S1 mengalami
degenerasi dengan gambaran ‘‘black disk’’

2. X-Rays
Pemeriksaan X-Ray dulu merupakan satu satunya pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis dari degenerasi diskus intervertebralis.
Radiografi polos dengan posisi posteroanterior dan lateral berguna dalam penyelidikan
awal untuk mengetahui terjadinya suatu low back pain. Sedangkan pada posisi oblique
dapat membantu mengetahui stabilitas pada tulang belakang, pada posisi oblique 20%
dapat terlihat apakah ada defek atau tidak. Istilah umum yang digunakan apabila
ditemukan sautu defek pada pemeriksaan radiografi adalah “leher anjing scottie”
Gambar 8. X-ray oblique pada area lumbal terlihat adanya defek pada pars
interarticularis 12
Penatalaksanaan

Pada kasus degenerasi pada servikal

Penanganan kasus – kasus ringan


- Memakai penjepit leher ( collar neck) untuk membantu membatasi gerakan leher dan
mengurangi iritasi saraf.
- Minum obat penghilang rasa sakit seperti aspirin, ibuprofen, (advil, Motrin) atau
asetaminofen.
- Melakukan latihan yang diintruksi oleh ahli terapi fisik untuk meregangkan leher dan
bahu. Latihan aerobik juga dapat dilakukan seperti berjalan
Operasi
Tabel 4. Operasi yang umum dilakukan

Jika pengobatan konservatif gagal atau jika tanda-tanda dan gejala neurologis ada
seperti kelemahan di lengan atau kaki yang semakin memburuk, perlu pembedahan. Prosedur
bedah akan tergantung pada kondisi yang mendasari seperti tulang menonjol atau stenosis
tulang belakang. Pilihan bedah yang paling umum mencakup:
 Pendekatan frontal (anterior).
Dokter bedah akan membuat sebuah irisan di bagian depan leher dan bergerak
kesamping tenggorokan (trakea) dan kerongkongan untuk mengekpos tulang belakang
leher. Ini dilakukan agar dapat mencabut diskus hernia atau tonjolan tulang, tergantung
masalah yang mendasarinya.
 Pendekatan posterior
Dokter bedah dapat melakukan pembedahan dari belakang, terutama jika beberapa
bagian sarat telah menyepit. Operasi ini disebut laminectomy, untuk menghilangkan
bagian tulang belakang diatas kanal tulang belakang melalui insisi belakang leher11.

Pada kasus degenerasi pada area lumbal


Terdiri dari pengobatan konservatif dan pembedahan. Pada pengobatan konservatif,
terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal yang mana dengan mengurangi lordosis
lumbalis dapat memperbaiki gejala dan meningkatkan jarak saat berjalan. Percobaan dalam 3
bulan direkomendasikan sebagai bentuk pengobatan awal kecuali terdapat defisit motorik atau
defisit neurologis yang progresif12,13.
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya gejala-
gejala permanen khususnya defisit motorik. Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan tanpa
komplikasi. Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian karena
pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok prosedur operasi
yang dapat dilakukan antara lain: Operasi dekompresi, Kombinasi dekompresi dan stabilisasi
dari segmen gerak yang tidak stabil, dan operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil12,13.

Komplikasi
Spondilosis servikal merupakan penyebab paling umum dari disfungsi saraf tulang
belakang pada orang dewasa yang lebih tua. Pada sejumlah kecil kasus, spondilosis servikal
dapat memampatkan satu atau lebih saraf tulang belakang - sebuah kondisi yang disebut
radikulopati servikal. Taji tulang dan penyimpangan lain yang disebabkan oleh spondilosis
servikal juga dapat mengurangi diameter kanal yang saraf tulang belakang. Ketika saluran
spinalis menyempit ke titik yang menyebabkan cedera tulang belakang, kondisi yang
dihasilkan disebut sebagai myelopathy serviks. Kedua radikulopati servikalis dan myelopathy
serviks dapat mengakibatkan cacat permanen13.

Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri
punggung bawah karena degenerasi diskus invertebralis. Hal ini terjadi karena pasien selalu
memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal.
Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit7.

BAB III
Kesimpulan

Degenerasi diskus intervertebralis adalah suatu gangguan degeneratif yang dapat


menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang. Proses degeneratif dapat
mengenai daerah cervical, thoracal, dan/atau lumbal dari tulang belakang yang mempengaruhi
diskus intervertebralis dan facet joints. Usia dan degenerasi sering dikaitkan dengan terjadinya
proses degenereasi diskus intervertebralis. Komponen genetik juga berperan dalam proses
degenerasi, beberapa hal yang di curigai berperan dalam terjadinya degenerasi diskus
invertebralis adalah jaringan kolagen I,IX, dan XI,aggrecan,vitamin D receptor,matrix
metalloproteinase 3 (MMP-3). Secara singkat, perubahan pada jaringan matriks ekstraseluler
pada nukleus pulposus terjadi melalui perubahan sintesis kolage tipe II ke kolagen tipe I dan
penurunan sintesis aggrecan. Faktor pengaruh lingkungan juga dapat menyebabkan terjadinya
hal ini, merokok merupakan dugaan kuat nicotin penyebab terjadinya degenerasi pada diskus
invertebralis Pengobatan atau perawatan pada spondilosis dapat berupa pengobatan
konservatif maupun pembedahan. Terapi konservatif yang paling sering digunakan adalah obat
anti inflamasi (NSAIDs), modalitas fisik, dan modifikasi gaya hidup. Tindakan pembedahan
biasanya dilakukan bila terapi konservatif gagal.

DAFTAR PUSTAKA
1. Fabio G, Marc Van Rijsbergen,Keita ito, Jacques M, Marco Brayda, Hans Joachim.
Ageing and Degenerative Changes of the Intervertebral Disc and Their Impact on
Spinal Flexibility. 2014.
2. M Teraguchi, N Yoshimura,H Hashizume. Prevalence and distribution of intervertebral
disc degeneration over the entire spine in poppulation-based cohort : the Wakayman
Spine Study. 2013.
3. Fadi Taher,David Essig, Federico P, Darren R. Lumar Degenerative Disc Disease :
Current and Future Concpets of Diagnosis and Management. 2012.
4. Donald C Rizzo. Delmar’s Fundamental of Anatomy and Physiology. 2001.
5. Baehr M., Frotscher M. Duus Topical Diagnosis in Neurology 4th Edition. 2005.
Thieme. New York.
6. Michael W. Anatomy and Examination of the Spine. 2007.
7. Yong Soo Choi. Patophysiology of Degenerative Disc Disease. 2009.
8. Christopher K, Ravi K, Chadi A, Marakand V, David G. The molecular basis of
Intervetebral Disc Degenration
9. Josemberg da silva,Ricardo Braganca,Edson Aparecido. Aging and Degeneration of the
Intervertebral Disc : Review of Basic science. 2015.
10. John M Rhee,Tim Yoon. Cervical Radiculopathy. 2007.
11. Syrmou E, Tsitospolus, Tsonidis C. Spondylosis : A Review and Reapprasial. 2010.
12. Karppinen J, H Francis, et all. Management of Degenrative Disk Disease and Chronic
Low Back Pain. 2011.
13. Grenberg M, Handbook of Neurosurgery, Eight Edition

Anda mungkin juga menyukai