Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Low back pain (LBP) atau sering disebut nyeri punggung bawah merupakan

fenomena yang seringkali dijumpai pada setiap pekerjaan dimana manusia

cenderung memiliki aktivitas harian yang memaksa untuk banyak bergerak ke

depan ataupun membungkuk, duduk atau berdiri terlalu lama ataupun postur batang

tubuh lainnya yang janggal akan. Gangguan ini merupakan gejala ketidaknyamanan

yang dirasakan pada daerah punggung di bagian bawah yang berupa rasa sakit, dan

dapat menjadi tanda adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal yang terkait

seperti masalah pada tulang dan sendi baik vertebra maupun pelvis kompleks,

diskus, faset, otot, ligamen maupun karena gangguan lainnya pada sistem saraf,

vaskuler, viseral dan psikogenik. Prevalensi LBP di Indonesia mencapai 37%

direntang usia 55 - 64 tahun dan prevalensi penderita LBP terbanyak di Afrika

adalah orang dewasa (50%) sedangkan anak-anak dan remaja sebesar (33%)

(Tanderi, 2017).

Low Back Pain (LBP) dapat dipicu oleh stres fisik yang berlebihan. Dapat

dikasifikasikan dalam LBP spesifik dan LBP non spesifik. LBP spesifik merupakan

LBP yang dapat diidentifikasi dengan adanya kelainan gambaran radiologis tulang

belakang. Sedangkan LBP non spesifik tidak dapat diidentifikasi penyebabnya.

LBP non spesifik ditemukan hampir 90% kasus LBP (Arifin, 2017).

LBP non spesifik merupakan gejala nyeri pinggang bawah yang terjadi

tanpa penyebab yang jelas, diagnosisnya berdasarkan eklusi dari patologi spesifik.

32
LBP non spesifik dapat mengakibatkan nyeri, spasme otot dan imbalance muscle,

sehingga stabilitas otot perut dan punggung bawah mengalami penurunan,

mobilitas lumbal terbatas, perubahan postur, dan mengakibatkan disabilitas pada

pasien non-specific low back pain (Kurniawan, 2019).

Fisioterapi memegang perananpenting dalam menangani gangguangerak

dan fungsi tubuh sepanjang rentangdaur hidup manusia, termasuk juga

dalampenanganan kasus LBP miogenik. Haltersebut sesuai dengan definisi

fisioterapi yang tertuang pada Pasal 1 dalam Permenkes 65 tahun 2015 (Saputra &

Syakib, 2018).

1.2.Anatomi dan Fisiologi

1.2.1. Anatomi dan Biomekanik Vertebra

Secara umum, columna vertebralis adalah pilar utama dari tubuh.

Columna vertebralis berfungsi sebagai penyanggah cranium, ekstremitas

superior, gelang bahu, dan dinding thorax serta meneruskan berat badan

melalui gelang panggul ke ekstremitas inferior. Didalam columna

vertebralis terletak lapisan penutup meningen, radix narvi spinales, dan

medulla spinali, yang dilindungi oleh columna vertebralis (Snell, 2014).

Tulang Belakang secara medis dikenal sebagai columna vertebralis

(Malcolm jayson, 2002:11). Menurut Evelyn C. Pearce (2006:56)

rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk

oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang.

Diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan.

Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57

sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah

32
diantaranya adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian hari

menyatu menjadi sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah (Septiawan, 2012)

Gambar 1. Columna Vertebralis (Paulken, 2013).

1.2.2 Anatomi dan Biomekanik Vertebra Lumbal

Vertebra lumbal merupakan vertebra terpanjang dan terkuat

processus spinosusnya pendek dan tebal serta menonjol hampir searah

garis horizontal (Sloane, 2003). Foramen intervertebralis yang relative

besar sehingga terjadinya kompresi akar saraf akan lebih besar pula

(Bridwell, 2010).

Vertebra lumbalis terdiri dari lima ruas vertebra yang mana ruasnya

masing-masing dipisahkan oleh discus intervertebralis dan diperkuat

oleh otot-otot serta ligament-ligament dan membentuk kurva lordosis.

Vertebra lumbalis terbentuk atas corpus yang besar dan tebal jika

dibandingkan dengan vertebra yang lainnya, bentuknya kurang lebih

bulat dengan bagian atas dan bawah yang datar. Satu processus spinosus

yang mengarah pada bidang sagital. Dua processus tranversus. Sepasang

32
processus artikularis superior dan inferior. Dimana kedua bagian ini

saling bertemu pada kedua belah sisi dalam bentuk sendi facets. Pada

regio lumbal orientasi sendi facets lebih kedalam bidang sagital sehingga

gerak yang dominan adalah fleksi-ekstensi. Disamping itu terjadi

gerakan lateral fleksi kiri dan kanan, serta rotasi yang sangat terbatas

(Nurhayati & Lesmana, 2007).

Vertebrae L5 merupakan vertebrae terbesar dari semua vertebrae

yang dapat di gerakkan; L5 membawa berat seluruh tubuh atas. L5

dibedakan berdasarkan corpus masif dan processus transversusnya,

corpusnya secara jelas lebih dalam di anterior; oleh karena itu, sebagian

besar berperan pada angulus lumbosacralis di antara aksis panjang regio

lumbal columna vertebralis dan aksis panjang sacrum. Berat tubuh

ditransmisi dari vertebrae L5 ke basis ossis sacri, yang terbentuk oleh

permukaan superior vertebrae S1 (Moore & Dalley, 2013). Daerah

lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 – S1 adalah yang paling besar

menerima beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya

dan stress mekanikal paling besar sepanjang vertebra. Daerah lumbal

merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri

pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh

bergerak dan saat menumpuh berat badan (Fahrurrazi, 2012).

1.2.3 Discus Intervertebralis

Discus invertebralis paling tebal berada di daerah cervical dan

lumbal di mana tempat paling banyak terjadi gerakan columna

vertebralis. Ciri fisiknya memungkinkan discus berfungsi sebagai

32
peredam benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak

bertambah. Setiap diskus terdiri dari bagian tengah yaitu nucleus

pulposus dan bagian pinggir yaitu anulus fibrosus (Snell, 2011). Anulus

fibrosus tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan kollagen

yang nampak menyilang satu sama lainnya secara obliq dan menjadi

lebih obliq kearah sentral. Karena serabutnya saling menyilang secara

vertical sekitar 300 satu sama lainnya maka struktur ini lebih sensitif

pada strain rotasi dari pada beban kompresi, tension, dan shear. Secara

mekanis, annulus fibrosus berperan sebagai Coiled spring terhadap beban

tension (Nurhayati & Lesmana, 2007).

Gambar 2. Discus Intervertebralis (Drake, 2009).


Nucleus pulposus (L. Pulpa, seperti daging) adalah inti sentral pada

discus. Sifat semicairnya berperan untuk sebagian besar fleksibilitas dan

kekenyalan discus serta columna vertebralis sebagai keseluruan.

kekuatan vertikal menderformasi discus sehingga berperan sebagai

peredam kejut (Moore & Dalley, 2013).

32
1.2.4 Ligament

Menurut McMurray (2011) Ligamentum utama pendukung tulang

belakang lumbar adalah anterior longitudinal ligamen (ALL), posterior

longitudinal ligamen (PLL), sacrotuberous ligamen, iliolumbar ligamen,

dan flavum ligamentum. Sacrotuberous ligament berfungsi untuk

mencegah pergerakkan sakral dan mengontrol rotasi posterior

innominate tersebut. Ligamentum ini juga berfungsi sebagai perlekatan

untuk otot gluteus maximus Iliolumbar ligament berfungsi adalah untuk

meminimalkan kekuatan putaran pada lumbosakral junction dan

menahan pergeseran ke depan dari L5 pada sakrum. Ligamentum flavum

berfungsi untuk mencegah fleksi, serta pra-stres disk untuk kegiatan

fungsional. (McMurray, 2011). Ligamentum longitudinal posterior

berfungsi untuk menyatukan antara korpus vertebralis dari arah

belakang. (Nurhayati & Lesmana, 2007).

Gambar 3. Ligament pada Vertebrae (Reza, 2011)

32
1.2.5 Otot-otot Punggung

Gambar 4. Otot lumbal (Netter, 2014)

Otot trunk atau dikenal sebagai core muscle merupakan otot-otot

yang berada pada vertebra dan pelvis. Struktur penyusun otot trunk yang

berfungsi sebagai fleksor trunk adalah (1) rectus abdominis, (2) obliqus

internus, (3) obliqus eksternus. Otot-otot ini berada di bagian perut (Hall,

2003). Gerakan ekstensi digerakan oleh grup otot : (1) erector spine yang

terdiri dari otot spinalis, longisimus, dan illiocostalis, (2) semispinalis yang

tersusun dari otot semispinalis capitis, semispinalis cervicis, dan

semispinalis thoracic, (3) otot vertebra dalam terdiri dari otot mulitifidus,

otot rotator, otot interspinal, otot intertransversus, dan otot levator costae

(Hall, 2003).

1.2.6 Fisiologi Lumbal

Setelah membahas struktur dari lumbal pada pembahasan anatomi

lumbal di atas, di sini juga akan dipaparkan tentang fungsi dari lumbal,

32
yaitu lumbal merupakan salah satu pusat gravitasi atau center of gravity

dari tubuh manusia. Ketika berdiri tegak, lumbal spine menumpu beban

kompresi dari tubuh bagian atas. Beban kompresi diterima oleh lumbal saat

duduk dan ditransmisikan ke pelvis, juga saat berdiri, berjalan dan berlari

ditransmisikan ke kedua kaki. Dalam posisi berdiri, nampak ada

lengkungan pada daerah lumbal yang disebut dengan lordosis, sedangkan

saat duduk lordosis biasanya hilang dan terjadi round back. Jika lordosis

seringkali hilang dalam waktu yg lama maka dapat timbul masalah pada

punggung bawah. (Guyton, 2011).

Konstruksi punggung yang unik memungkinkan terjadinya

fleksibilitas dan memberi perlindungan terhadap sumsum tulang belakang.

Otot-otot abdominal berperan pada aktivitas mengangkat beban dan sarana

pendukung tulang belakang. Obesitas, masalah struktur, dan peregangan

berlebihan pada sarana pendukung ini menyebabkan back pain. Perubahan

degenerasi diskus intervertebrae akibat usia menjadi fibrokartilago yang

padat dan tidak teratur merupakan penyebab nyeri punggung biasa, L4-S1

mengalami stres mekanis dan menekan sepanjang saraf tersebut. Keluhan

low back pain dan keterbatasan aktivitas menimbulkan keluhan atau

masalah pada klien yang mengalami low back pain (Muttaqin, 2011).

1.2.7 Biomekanik Lumbal

Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik dan

arthrokinematik. Gerak osteokinematik merupakan gerakan yang

berhubungan dengan Lingkup Gerak Sendi. Pada lumbal spine melibatkan

gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi. Sedangkan gerak

32
arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadi didalam kapsul sendi pada

persendian. Pada lumbal spine gerakannya berupa gerak slide atau glide

terjadi pada permukaan persendian (Cahyati, 2015).

1.2.7.1 Osteokinematik

Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada sagital

plane, lateral fleksi pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri terjadi pada

transverse plane. Sudut normal gerakan fleksi yaitu 65°- 85°, gerakan ekstensi

sudut normal gerakan sekitar 25°-40°, dan untuk gerakan lateral fleksi 25°,

sedangkan gerakan rotasi dengan sudut normal yang dibentuk adalah 45°

(Cahyati, 2015).

1.2.8 Arthrokinematik

Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discus

intervertebralis tertekan pada bagian anterior dan menggelembung pada

bagian posterior dan terjadi berlawanan pada gerakan ekstensi. Pada saat

lateral flexion, discus intervertebralis tertekan pada sisi terjadi lateral fleksi.

Misalnya, lateral fleksi ke kiri menyebabkan discus intervertebralis tertekan

pada sisi sebelah kiri. Secara bersamaan discus intervertebralis sisi kanan

menjadi menegang (Cahyati, 2015).

32
BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1. Kerangka Teori

Penyebab Timbulnya Low Back Pain

Kongenital Traumatik dan gangguan mekanik

Neurotransmitter Inflamasi Neoplasma

Gangguan metabolik Degeneratif


Nyeri
Infeksi Psikoneurotik

Penekanan Pembuluh Darah

Suplai Darah ke Otot 

Suplai O2 

 Kebutuhkan Energi

Metabolisme Karbohidrat Terhambat

Penimbunan Asam Laktat

Spasme otot punggung bawah

Penekanan Saraf
Proses Manajemen

Nyeri Fisioterapi

Gambar 2.1. Kerangka teori

32
2.2. Definisi

Nyeri punggung bawah non spesifik hakekatnya adalah merupakan

keluhan atau gejala dan bukan merupakan penyakit yang spesifik. Sekitar

90% LBP non spesifik akut maupun kronis biasanya sumbuh spontan dalam

waktu 4 minggu sampai 6 minggu, cenderung berulang dan insidennysa

sekitar 15%- 20%. Kelainan yang mendasarinya ialah karena factor

mekanik yaitu pembebanan yang berlebihan pada punggung bawah

sehingga terjadi cidera pada otot (strain) dan atau ligamen (sprain).

Gangguan mekanik ini lokasinya terbatas pada jaringan disekitar

lumbosacral (Sari, 2017).

Low back pain non spesifik ditandai dengan tidak adanya perubahan

struktural; yaitu, tidak ada pengurangan ruang disk, akar saraf kompresi,

tulang atau cedera sendi, yang ditandai scoliosis atau lordosis yang dapat

menyebabkan sakit punggung (Lahastri, 2017). Low back pain non spesifik

didiagnosa seperti mysofascial syndromes, muscle spasm, mechanical LBP,

back sprain, dan back strain. Pada kondisi ini pasien akan merasakan nyeri

otot yang hebat dan adanya keterbatasan gerak fungsional tubuh terutama

pada saat fleksi. Pada umumnya pasien yang mengeluh nyeri pada daerah

lumbal kebanyakan disebabkan karena adanya kesalahan postural (Lahastri,

2017).

Sebagian besar NPB non spesifik merupakan gangguan yang bersifat

self limiting (dapat sembuh dengan sendirinya), Sekitar 50% penderita

mengalami perbaikan dalam waktu 2 minggu dan kurang lebih 90%

penderita membaik dalam waktu 8 minggu. Hampir 95% pasien sembuh

32
dalam waktu 6 bulan. Angka kekambuhan NPB non spesifik cukup tinggi,

sekitar 60% dari seluruh penderita mengalami kekambuhan dalam waktu 1

tahun (Sari, 2017).

2.3. Etiologi

Penyebab LBP antara lain (Sidharta, 2004) :

2.3.1. Kongenital, misalnya Faset tropismus (asimetris), kelainan vertebra

misalnya sakralisasi, lumbalisasi, dan skoliosis serta sindrom

ligamen transforamina yang menyempitkan ruang untuk jalannya

nervus spinalis hingga dapat menyebabkan LBP.

2.3.2. Trauma dan gangguan mekanik : Trauma dan gangguan mekanik

merupakan penyebab utama LBP. Orang yang tidak biasa

melakukan pekerjaan otot atau sudah lama tidak melakukannya

dapat menderita LBP akut, atau melakukan pekerjaan dengan sikap

yang salah dalam waktu lama akan menyebabkan LBP kronik. Hal

yang sama juga bisa didapatkan pada wanita hamil, orang gemuk,

memakai sepatu dengan tumit terlalu tinggi. Trauma dapat

berbentuk lumbal strain (akut atau kronik), fraktur (korpus vertebra,

processus tranversus), subluksasi sendi faset (sindroma faset), atau

spondilolisis dan spondilolistesis.

2.3.3. Radang (inflamasi), misalnya rhematoid artritis dan spondilitis

ankilosis (penyakit Marie-Strumpell).

2.3.4. Tumor (neoplasma): Tumor menyebabkan LBP yang lebih

dirasakan pada waktu berbaring atau pada waktu malam. Dapat

disebabkan oleh tumor jinak seperti osteoma, penyakit paget,

32
osteoblastoma, hemangioma, neurinoma, meningioma atau tumor

ganas, baik primer (mieloma multipel) maupun sekunder:

(metastasis karsinoma payudara, prostat, paru tiroid ginjal dan lain-

lain). Metastasis tumor ganas sangat sering ke korpus vertebra

karena banyak mengandung pembuluh darah vena. Tumor-tumor ini

merangsang ujung-ujung saraf sensibel dalam tulang dan

menimbulkan rasa nyeri lokal atau menjalar ke sekitarnya, dan dapat

terjadi fraktur patologik.

2.3.5. Gangguan metabolik: Osteoporosis dapat disebabkan oleh

kurangnya aktivitas/imobilisasi lama, pasca menopouse,

malabsorbsi/intake rendah kalsium yang lama, hipopituitarisme,

akromegali, penyakit cushing, hipertiroidisme/ tirotoksikosis,

osteogenesis imperfekta, gangguan nutrisi misalnya kekurangan

protein, defisiensi asam askorbat, idiopatik, dan lain-lain. Gangguan

metabolik dapat menimbulkan fraktur kompresi atau kolaps korpus

vertebra hanya karena trauma ringan. Penderita menjadi bongkok

dan pendek dengan nyeri difus di daerah pinggang.

2.3.6. Degenerasi, misalnya pada penyakit spondylosis (spondyloarthrosis

deforman), osteoartritis, hernia nukleus pulposus (HNP), dan

stenosis spinal.

2.3.7. Kelainan pada alat-alat visera dan retroperitoneum, pada umumnya

penyakit dalam ruang panggul dirasakan di daerah sakrum, penyakit

di abdomen bagian bawah dirasakan didaerah lumbal.

32
2.3.8. Infeksi : Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. LBP yang

disebabkan infeksi akut misalnya: disebabkan oleh kuman pyogenik

(stafilokokus, streptokokus, salmonella). LBP yang disebabkan

infeksi kronik misalnya spondilitis TB (penyakit pott), jamur,

osteomielitis kronik.

2.3.9. Problem psikoneurotik : LBP karena problem psikoneuretik

misalnya disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan. LBP

karena masalah psikoneurotik adalah LBP yang tidak mempunyai

dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-

batas anatomis, bila ada kaitan LBP dengan patologi organik maka

nyeri yang dirasakan tidak sesuai dengan penemuan gangguan

fisiknya.

2.4. Epidemiologi

Low back Pain (LBP) merupakan masalah umum kesehatan di

masyarakat yang menyebabkan ketergantungan dalam penggunaan layanan

kesehatan. LBP terhitung hampir mengurangi produktivitas hingga 20 Juta

USD atau setara dengan 200 milyar rupiah setiap tahunnya di Amerika.

Lebih dari 80 Juta USD dihabiskan setiap tahunnya untuk mengatasi LBP

di Amerika Serikat. LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari,

terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh

populasi pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi

pertahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence rata-rata

30%2 . Di Amerika Serikat nyeri ini merupakan penyebab yang urutan

paling sering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45

32
tahun, urutan ke 2 untuk alasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan

ke 5 alasan perawatan di rumah sakit, dan alasan penyebab yang paling

sering untuk tindakan operasi. Data epidemiologi mengenai LBP di

Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa

Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, prevalensi

pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan

kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-

17% (Purnamasari et all, 2017)

2.5. Patomekanisme

Low Back Pain non spesifik sering terjadi karena postur yang buruk,

oleh karena itu LBP non spesifik biasanya terjadi pada individu yang duduk

untuk waktu yang lama, membungkuk untuk waktu yang lama atau sering

membungkuk saat bekerja, mengangkat benda yang berat, berdiri, posisi

tidur dan berbaring yang jelek. Stres postural yang lama menyebabkan

overstretch pada ligamen dan jaringan lunak lainnya yang mempertahankan

vertebra. Ketika sendi diantara kedua tulang berada dalam posisi yang

menghasilkan overstretch dan kelelahan pada jaringan lunak sekitar sendi,

nyeri sering dihasilkan (Aras, Ridwan, Ahsaniyah, & Tang, 2013)

Penyebab nyeri lainnya adalah ischemia, dimana ischemia dapat

menyebabkan akumulasi asam laktat dengan jumlah yang besar di dalam

jaringan yang terbentuk sebagai konsekuensi dari metabolisme anaerobik.

Kemungkinan juga adalah keterlibatan unsur-unsur kimiawi lainnya seperti

bradykinin dan enzim proteolytic yang terbentuk di dalam jaringan karena

adanya kerusakan sel. Keterlibatan kedua enzim dan akumulasi asam laktat

32
di dalam jaringan dapat merangsang ujung-ujung saraf nyeri (reseptor

nyeri). Disamping itu, muscle spasm juga penyebab umum dari nyeri. Nyeri

dapat berasal dari efek langsung dari muscle spasm yang merangsang

reseptor nyeri mechanosensitive, tetapi dapat juga berasal dari efek tidak

langsung dari muscle spasm yang mengompresi pembuluh darah sehingga

menyebabkan ischemia. Hal ini akan menciptakan pelepasan subtansi

kimiawi penyebab nyeri (Guyton, 2006).

Nyeri pada LBP non spesifik merupakan respon terhadap adanya

kerusakan atau gangguan pada struktur vertebra lumbal yang disebabkan

oleh faktor mekanikal (kesalahan biomekanik). Pada umumnya kerusakan

terjadi pada serabut annulus fibrosus bagian dorsal dan atau ligamen

longitudinal posterior. Adanya kerusakan menyebabkan terlepasnya zat-zat

iritan seperti prostaglandin, bradykinin, dan histamin sehingga merangsang

serabut saraf Aδ dan tipe C (bermyelin tipis). Impuls tersebut dibawa ke

ganglion dorsalis dan masuk ke dalam medulla spinalis melalui cornu

dorsalis, yang kemudian dibawa ke level Sistem Saraf Pusat yang lebih

tinggi melalui traktus spinothalamicus dan spinoreticularis. Adanya

rangsangan pada ganglion dorsalis akan memicu produksi “P” substance.

Produksi “P” substance akan merangsang terjadinya reaksi inflamasi

(Sudaryanto, 2004).

Adanya nyeri hebat menyebabkan reaksi reflekstorik pada otot-otot

lumbo dorsal terutama otot erector spine sehingga terjadi peningkatan tonus

yang terlokalisir (spasme) sebagai guarding (penjagaan) terhadap adanya

gerakan. Jika spasme otot berlangsung lama maka otot akan cenderung

32
menjadi tightness. Keadaan tightness pada otot-otot erector spine akan

memperberat nyeri karena terjadi ischemic dan menyebabkan alignment

spine menjadi abnormal sehingga menimbulkan beban stress/kompresi yang

besar pada diskus intervertebralis yang cidera (Sudaryanto, 2004).

Adanya problem utama berupa nyeri dan tightness pada otot-otot

lumbo dorsal terutama erector spine maka gangguan gerak dan fungsi yang

dominan adalah terhambatnya gerak fleksi lumbal, sedikit terhambat pada

lateral fleksi dan rotasi lumbal. Gerakan-gerakan tersebut merupakan

gerakan-gerakan fungsional pada lumbal (Sudaryanto, 2004).

2.6. Manifestasi Klinis

Berdasarakan pemeriksaan yang cermat, LBP dapat dikategorikan

ke dalam kelompok: (Waddell, 2004)

2.6.1. Simple Back Pain (LBP sederhana) dengan karakteristik :

2.6.1.1. Adanya nyeri pada daerah lumbal atau lumbosacral tanpa

penjalaran atau keterlibatan neurologis.

2.6.1.2. Nyeri mekanik, derajat nyeri bervariasi setiap waktu, dan

tergantung dari aktivitas fisik

2.6.1.3. Kondisi kesehatan pasien secara umum adalah baik.

2.6.2. LBP dengan keterlibatan neurologis, dibuktikan dengan adanya 1

atau lebih tanda atau gejala yang mengindikasikan adanya

keterlibatan neurologis.

2.6.2.1. Nyeri menjalar ke lutut, tungkai, kaki ataupun adanya rasa

baal di daerah nyeri.

32
2.6.2.2. Adanya tanda iritasi radikular, gangguan motorik maupun

sensorik/refleks.

2.6.3. Red flag LBP dengan kecurigaan mengenai adanya cedera atau

kondisi patologis yang berat pada spinal. Karakteristik umum :

2.6.3.1. Trauma fisik berat seperti jatuh dari ketinggian ataupun

kecelakaan kendaraan bermotor

2.6.3.2. Nyeri non mekanik yang konstan dan progresif

2.6.3.3. Ditemukan nyeri abdomen dan atau thoracal

2.6.3.4. Nyeri hebat pada malam hari yang tidak membaik dengan

posisi terlentang

2.6.3.5. Riwayat atau adanya kecurigaan kanker, HIV, atau keadaan

patologis lainnya yang dapat menyebabkan kanker

2.6.3.6. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang

2.6.3.7. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya,

menggigil dan atau demam

2.6.3.8. Fleksi lumbal sangat terbatas dan persisten

2.6.3.9. Saddle anestesi, dan atau adanya inkonentinensia urin

2.7. Pemeriksaan & Penegakan Diagnosis

2.7.1 Assesment

Assessment merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi

maupun data pemeriksaan pasien yang kemudian menjadi dasar dari

penyusunan program terapi dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan

kondisi pasien serta lingkungan sekitar pasien.

32
2.7.1.1 Pemeriksaan Umum:

2.7.1.1.1 Cara Datang Mandiri atau tidaknya saat pasien datang untuk terapi

serta pola jalan pasien.

2.7.1.1.2 Kesadaran Tingkat respon seseorang terhadap rangsangan dari

lingkungan. Pada saat pemeriksaan tingkat kesadaran pasien

compos mentis. Dengan kesadaran normal, sadar sepenuhnya

dan menanggapi rangsang dari luar.

- Compos Mentis Kesadaran penuh, sadar sepenuhnya, pasien

dapat menjawab pertanyaan fisioterapis dengan baik.

- Apatis Keadaan dimana pasien terlihat mengantuk tetapi

mudah dibangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran,

serta perabaan normal.

- Somnolen Kesadaran menurun, respon psikomotor lambat,

mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) dengan memberi jawaban verbal

tetapi jatuh tertidur lagi bila rangsangan berhenti.

- Delirium Kesadaran menurun, peningkatan aktivitas

psikomotorik abnormal, gelisah, disorientasi (orang, tempat,

waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,

kadang berhayal.

- Sopor atau soporo coma Keadaan seperti tertidur lelap.

Refleks motoris terjadi hanya bila dirangsang nyeri.

32
- Coma Tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

rangsangan apapun (respon kornea dan reflek muntah tidak

ada)

2.7.1.1.3 Kooperatif / tidak kooperatif Penilaian yang dilakukan melalui

pemahaman pasien mengenai pertanyaan yang diajukan.

2.7.1.1.4 Tensi atau Tekanan Darah Istilah “tekanan darah” berarti tekanan

pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik didalam tubuh

manusia. Dibedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan

diastolik. Tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan

sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontaksi otot jantung

yang mendorong isi ventrikel masuk kedalam arteri yang telah

merenggang. Tekanan diastol adalah penggambaran tekanan pada

rentang di antara grafik denyut jantung dan merupakan tekanan

terendah yang dicapai. Tekanan darah normal rata rata orang

dewasa 120/80 mmHg (100/60 mmHg - 140/90 mmHg).

2.7.1.1.5 Nadi Mengetahui denyut nadi dengan meraba arteri pada saat

jantung memompa darah. Kecepatan denyut nadi berbeda setiap

individu. Pada orang dewasa rata-rata 72 kali per menit

2.7.1.1.6 Respiratory Rate Kecepatan pernapasan diukur pada saat satu kali

periode inspirasi dan ekspirasi. Bernapas secara normal

diidentifikan dengan ekspirasi, inpirasi, dan kemudian jeda

sebelum ekspirasi kembali. Kecepatan normal pernapasan tiap

menit pada orang dewasa yaitu 12-20 kali/menit.

32
2.7.1.1.7 Suhu Pemeriksaan suhu badan bisa menggunakan punggung

tangan. Afebris berarti dalam kesan batas normal, subfebris berarti

demam yang tidak tinggi atau hangat, febris untuk menyatakan

kesan demam. Temperature normal orang dewasa ada pada kisaran

36,5- 37,5oC.

2.7.1.2 Pemeriksaan Khusus Suatu penilaian fisioterapis terhadap pasien

dengan observasi visual. Untuk mendapatkan gambaran mulai pasien

bagaimana datang. Pemeriksaan meliputi:

2.7.1.2.1 Inspeksi

- Posture dan aligment

- Perhatikan raut wajah penderita saat berjalan

- Deformitas

- Kontur tubuh

- Kontur jaringan lunak

- Kesimetrisan tubuh

- Warna dan tekstur kulit

- Luka atau tanda-tanda cidera.

2.7.1.2.2 Palpasi

Pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan

beberapa bagian tubuh dengan menggunakan jari dan lengan. Untuk

mendeteksi suhu tubuh, pergerakan, getaran, bentuk, ukuran rasa nyeri

tekan, dan kelainan jaringan atau organ tubuh. Palpasi merupakan

tindakan untuk menegaskan hasil inspeksi yang tidak tampak. Adanya

nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan

32
suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological

overlay).Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang

menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau

dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil

melihat respons pasien.Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba

adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang

terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis

dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.

2.7.1.2.3 Gerak (Move)

- Passive Movement

Pemeriksaan gerak dapat dilakukan dengan 3 cara Active

Movement. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan gerak

aktif yaitu dimana dan kapan nyeri muncul, gerakan yang

meningkatkan rasa nyeri, pola gerakkan kompensasi pasien dan ritme

gerakan. Gerakan aktif yang terbatas mengidentifikasikan adanya

masalah. Semua gerakan dilakukan oleh terapis atau pemeriksa.

Dengan menggerakkan pasien secara pasif dapat menentukan kondisi

sendi hypo atau hyper mobility. Perlu diperhatikan bagaimana end feel

dari gerakan, nyeri serta ROM yang dapat dicapai secara passieve.

Penilaian nyeri dapat dilakukan dengan pengukuran skala VAS serta

menggunakan skala MMT untuk mengetahui kekuatan otot. Pada

pemeriksaan gerak, dilakukan pemeriksaan Range of Motion (ROM)

atau dikenal juga sebagai Lingkup Gerak Sendi. (LGS).

32
- Active Ressisted Movement

Berkaitan untuk mengukur kekuatan otot. Manual Mascle Testing

(MMT) adalah suatu instrument untuk mengukur kekuatan otot dan

fungsi otot group. Derajat MMT dinilai dalam angka 0-5. Derajat yang

diberikan menggabungkan antara factor subjektif dana objektif. Faktor

subektif adalah penilaian penguin pada tahanan yang di berikan pada

pasien dalam test. Sedangkan factor objektif adalah kemampuan pasien

untuk memenuhi ROM dan kemampuan untuk melawan tahanan atau

gravitasi. (Magee, D.: 2006)

Dalam pemeriksaan gerak, aspek lain yang di lihat adalah:

a. VAS (Visual Analog Scale) adalah skala yang digunakan untuk

menentukan tingkatan nyeri. Pasien diminta mendeskripsikan rasa

sakitnnya dengan menentukan nilai dari 1-10.

b. Manual Mucle Test (MMT), Derajat dari MMT di nilai dalam

angka dari 0 sampai dengan 5. Faktor subjektif adalah penilaian penguji

pada tahanan yang di berikan pada pasien dalam test. Sedangkan faktor

objektif adalah kemampuan pasien untuk memenuhi ROM atau

melawan tahanan dan gravitasi.

c. Range Of Motion (ROM)

merupakan pemeriksaan dasar untuk menilai pergerakan dan

mengidentifikasikan masalah gerak untuk intervensi. Ketika sendi

bergerak dengan ROM yang full atau penuh, semua struktur dalam

region sendi tersebut mulai dari otot, ligament, tulang dan fasia ikut

terlibat di dalamnya.

32
Tujuan dari pengukuran ROM adalah untuk :

- Menentukan limitasi dari fungsi atau adanya potensi dari

deformitas

- Menentukan mana range yang harus di tingkatkan

- Menentukan apakah di perlukannya penunjang atau alat

bantu

- Menegakkan pemeriksaan secara objektif.

- Merekam peogressif

2.7.1.3 Adapun tes yang sering dilakukan untuk diagnosis LBP, yaitu

- Compression Vertebra Test

Untuk mendeteksi masalah pada diskus dan artikular.

- Palpasi

Untuk melihat adanya spasme pada m.piriformis bilateral,

m.erector spine.

- Piriformis Test

Untuk mendeteksi adanya spasme m.pirimormis dextra.

- SLR

Untuk mendeteksi adanya kompresi akar saraf.

- Patrick Test

Untuk mendeteksi masalah pada SIJ anterior.

- Antipatrick Test

Untuk mendeteksi masalah pada SIJ posterior.

- Bridging Test

32
Untuk melihat kekuatan core muscles.

- Slump Test

Untuk meneteksi masalah pada medula spinalis.

2.7.1.4 Diagnosis Penunjang

- X-Ray

X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara

akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak

dapat mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar

saraf. Namun, X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus

dengan gambaran dengan penyempitan celah atau perubahan

alignment dari vertebra.

- Myelogram

Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque

dalam columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis

sehingga pada X-Ray dapat nampak adanya penyumbatan atau

hambatan kanalis spinalis.

- MRI

Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat

struktur columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak

herniasi.

- Elektromyografi

Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk

mengidentifikasi kerusakan nervus.

32
2.8 Diagnosis Banding

2.8.1 Herniasi Diskus Servikal

Beberapa kondisi yang menyerupai manifestasi klinis hernia

diskus servikalis, yaitu : (Novianty 2016).

2.8.1.2 Akibat trauma dan inflamasi, seperti bursitis subdeltoid

atau subakromial dan bahu terkilir.

2.8.1.3 Gangguan neurologis: Entrapment neuropathy di

ekstremitas atas, scanelus anticus syndrome, carpal tunnel

syndrome, tardy ulnar palsy.

2.8.1.4 Gangguan pada tulang: fraktur, dislokasi, atau subluksasi

dari spina servikal.

2.8.2 Herniasi Diskus Lumbal

Karakteristik herniasi diskus lumbal adalah nyeri punggung

yang menyebar sampai ke kaki dan mempunyai banyak penyebab,

seperti: (Way, 2003).

2.8.2.2 Kelainan tulang, misalnya spondilolistesis, spondilosis,

atau paget’s disease.

2.8.2.3 Tumor primer dan metastatis dari cauda equina atau area

panggul.

2.8.2.4 Lesi degeneratif dari medulla spinalis dan neuropati perifer.

2.8.2.5 Penyakit oklusi vaskular perifer.

32
2.8.3 Cauda Equina Syndrome (CES)

CES merupakan penekanan pada cauda equina dengan gejala

klinis dapat berupa nyeri punggung bawah, skiatika unilateral atau

bilateral, kelemahan otot ekstremitas bawah dan gangguan sensoris

(Gitelman, 2008).

2.8.4 Lumbar Degenerative Disc Disease (LDDD)

LDDD juga sering disebut spondilosis yang dapat

menyebabkan diskus berdegenerasi atau kehilangan fleksibilitas dan

kurangnya bantalan medula spinalis, sehingga medula spinalis tidak

mendapatkan aliran darah dan tidak dapat memperbaiki diri apabila

ada kerusakan (Bohinski, 2010).

2.8.5 Lumbar Stenosis

Gejala klinis yang paling sering muncul adalah nyeri pada

punggung bawah dan ekstremitas bawah, gangguan berjalan dan

disabilitas lainnya (Katz & Harris, 2008).

2.8.6 Rematik

Biasanya nyeri dirasakan lebih berat pada pagi hari dan berangsur-

angsur berkurang pada siang dan sore hari (Mahadewa & Maliawan, 2009).

2.9 Penatalaksanaan Fisioterapi

2.9.1 Infra Red

Jika sinar infra red diabsorbsi oleh kulit maka panas akan timbul

pada tempat di mana sinar tersebut diabsorbsi sehingga dapat

meningkatkan proses metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah,

rilexasi otot dan mengurangi (menghilangkan) rasa sakit. Disamping itu

32
juga dapat berpengaruh terhadap pigmentasi, mengaktifkan kelenjar-

kelenjar keringat bahkan destruksi jaringan. Apabila penyinaran

diberikan menimbulkan temperatur cukup tinggi dan lama sehingga di

luar toleransi pasien. Oleh karena itu, pemberian Infra Merah ini harus

disesuaikan dengan toleransi pasien.

1) Efek Fisiologis dari Infra Merah

Efek fisiologis dari infra merah adalah peningkatan proses

metabolisme, vasodilatasi, pembuluh darah, pigmentasi, pengaruh

terhadap syaraf sensoris dengan pemanasan jaringan membentuk

efek sedatif, pengaruh terhadap jaringan otot adalah untuk relaksasi

serta mengaktifkan kelenjar keringat.

2) Efek Terapeutik

Efek terapeutik dari sinar infra merah adalah mengurangi

atau menghilangkan rasa sakit, meningkatkan suplay darah,

relexasi otot dan menghilangkan sisa hasil metabolisme (Pauline,

1973)

3) Indikasi

a. Kondisi peradangan setelah subacute (kontusio, muscle

strain, muscle sprain, trauma sinovitis.

b. Arthritis (rheumatoid artitis, osteoarthritis, myalgia,

lumbago, neuralgia, neuritis).

c. Gangguan sirkulasi darah (troboangitisobliterans,

tromboplebitis, raynold’s disease).

d. Penyakit kulit (folliculitis, furuncolosi, wound).

32
e. Persiapan exercise dan massage.

4) Kontra Indikasi

a. Daerah yang infusiensi pada darah.

b. Gangguan sensibilitas kult.

c. Adanya kecenderungan terjadinya pendarahan.

d. Waktu yang digunakan untuk terapi pada kondisi akut 10–15

menit, sedang untuk kondisi kronis diberikan selama 15 – 30

menit.

2.9.2 Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Transcuteneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) adalah suatu

cara pengurangan energi listrik untuk merangsang sistem saraf melalui

permukaan kulit dan terbukti efektif untuk mengurangi berbagai tipe

nyeri. Stimulasi listrik yang diberikan pada serabut saraf akan

menghasilkan implus saraf yang berjalan dengan dua arah di sepanjang

akson saraf yang bersangkutan. Peristiwa ini mengakibatkan

terlepasnya materi P dari neuron sensoris yang berujung terjadinya

vasedilastasi (Parjoto, 2006).

1) Efek fisiologis :

a. Pemblokiran nyeri, melalui mekanisme teori kontrol gerbang.

Serabut afferent terdiri dari neuron sensorik berdiameter besar

(large fibers/A) dan neuron berdiameter kecil (small fibers/C).

Small fibers merupakan serabut saraf halus tidak bermyelin

yang berfungsi membuka jembatan hantaran rangsang nyeri,

sedang large fibers berfungsi menutup jembatan hantaran.

32
Stimulasi serabut saraf berdiameter besar dengan arus

Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation dapat menutup

gerbang sehingga nyeri dapat terblokir.

b. Vasodilatasi arteriole, mengakibatkan kenaikan aliran darah

yang memperlancar pembuangan materi yang berpengaruh

terhadap nyeri yaitu Bradikin, Histamin dan Materi P.

Implikasi klinis, Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation

merupakan metode pengobatan yang tidak merusak jaringan

tubuh (non infasif) tidak mengandung racun, berkhasiat alami

sehingga efektif untuk pengobatan nyeri kronis (Parjoto,

2006).

2) Indikasi TENS: Nyeri kepala, nyeri pasca operasi, nyeri

miofisial, nyeri pasca melahirkan, trauma musculoskeletal baik

akut maupun kronik , dll.

3) Kontra indikasi TENS: adanya kecenderungan perdarahan

(pada area yang diterapi), luka terbuka yang sangat lebar,

penyakit vaskuler (arteri maupun vena), pasien beralat pacu

jantung, kehamilan (bila terapi diberikan pada daerah abdomen

atau panggul), dan kondisi dermatologi (pada area yang

diterapi).

2.9.3 Terapi Latihan

Tujuan dari terapi latihan adalah: (1) untuk mengurangi nyeri, (2)

mengurangi spasme, (3) mobilitas spasme, (4) meningkatkan kekuatan

dan daya tahan otot, (5) meningkatkan lingkup gerak sendi.

32
2.10 Kerangka Teknologi Fisioterapi

LBP

Cemas dan Nyeri Spasme


depresi

Komunikasi TENS CTR, Friction,


Terapeutik elongated, streching

Merangsang hormone Merangsang saraf IIIa Melepas crosslink aktin


endorfrin Mendumping IIIb dan miosin

Penurunan Peningkatan NAR Penurunan spasme


kecemasan

Penurunan Nyeri Rileksasi otot

Gambar 6. Kerangka Teknologi FT

32
BAB III

MANAJEMEN FISIOTERAPI

3.1. Proses Pengukuran Dan Pemeriksaan Fisioterapi

3.1.1. Anamnesis

Anamnesis Umum

• Nama : Ny. SR

• Usia : 65 tahun

• JK : Perempuan

• Pekerjaan : IRT

3.1.2. CHARTS

3.1.2.1.Chief of complaint

Nyeri pada punggung bawah

3.1.2.2. History taking

• Sejak kapan : Sejak 1 tahun yang lalu

• Kronologis : Sering mengangkat barang berat dan sering

menggendong cucu nya. Setelah itu sering terasa sakit pada

pinggang .

• Sudah ke dokter : Sudah.

• Mengkonsumsi obat : Iya

• Radiologi dan lab : Tidak ada.

• Gerakan pemicu : Saat berdiri lama, dan duduk lama

• Gerakan peredam : Saat berbaring atau tidak digerakkan.

• Nyeri Keluhan lain : Tidak ada.

• Riwayat penyakit : Hipertensi

32
3.1.2.3. Assimetry

a. Inspeksi Statis

 Ekspresi wajah pasien tampak cemas.

 Kurva flat back

b. Inspeksi Dinamis

 Tidak ada kelainan pola berjalan saat pasien datang

 Saat dipersilahkan duduk posisi pasien agak membungkuk

c. Tes Orientsi

 Berdiri ke Duduk : sedikit nyeri

 Jongkok : tidak nyeri

 Duduk ke Berdiri : tidak nyeri

 Duduk ke Berbaring : sedikit nyeri

 Berbaring ke duduk : sedikit nyeri

 Berdiri ke ruku’ : sedikit nyeri

d. Palpasi

 Kontur Kulit : Normal

 Suhu Normal : Normal

 Oedem : (-)

 Tenderness : (+) spasme m. Erector Spine dan m. Quadratus

lumborum

32
e. PFGD
Tabel 3.1 PFGD

Regio Gerakan Aktif Pasif TIMT


Fleksi DBN, Full ROM, -
nyeri nyeri, springy
end feel
Ekstensi DBN, Full ROM, nyeri -
nyeri springy end feel
Lateral DBN, Full ROM, -
fleksi (d) nyeri nyeri, springy
Lumbal
end feel
joint
Lateral DBN, Full ROM, -
fleksi (s) Nyeri nyeri, springy
end feel
Rotasi (d) DBN Full ROM, -
elastic end feel
Rotasi (s) DBN Full ROM, -
elastic end feel
Hip joint Fleksi (d/s) DBN / Full ROM,, soft Mampu
DBN end feel / full /
ROM, soft end Mampu
feel
Ekstensi DBN / Full ROM, Mampu
(d/s) DBN elastic end feel / /
full ROM, Mampu
elastic end feel
Adduksi DBN / Full ROM, Mampu
(d/s) DBN elastic end feel / /
full ROM, Mampu
elastic end feel
Abduksi DBN / Full ROM, Mampu
(d/s) DBN elastic end feel / /
full ROM, Mampu
elastic end feel
Endorotasi DBN / Full ROM, Mampu
(d/s) DBN elastic end feel / /
full ROM, Mampu
elastic end feel
Eksorotasi DBN / Full ROM, Mampu
(d/s) DBN elastic end feel / /
full ROM, Mampu
elastic end feel

32
3.1.2.4. Restrictive

 ROM : Dalam batas normal

 ADL : Toileting dan praying.

 Pekerjaan : Adanya gangguan saat mengangkat barang.

 Rekreasi : Adanya gangguan saat berdiri lama.

3.1.2.5. Tissue Impairment

 Musculotendinogen : Adanya spasme pada m.erector spine dan m.

quadratus lumborum.

 Osteoartrogen : (-)

 Neurogen : (-)

 Psikogenik : Kecemasan

3.1.2.6. Specific Test

a. Visual Analog Scale (VAS)

Nyeri Diam :0 : Tidak nyeri

Nyeri Tekan :5 : Sedang

Nyeri Gerak :6 : Sedang

b. HRS-A : 15 : Kecemasan ringan.

c. Low back Outcome Scale (LBOS) : 55 : Bagus

d. Skin Rolling: (-) Negatif tidak terdapat adhesiv.

e. Straight Leg Raising (SLR): (-) Negatif tidak muncul rasa nyeri.

f. Neri Test: (-) Negatif tidak ada gangguan pada duramater.

g. Bragard Test: (-) Negatif tidak ada nyeri pada lumbal.

32
h. Patrick Test: (-) Negatif atau tidak ada gangguan pada ligamen SIJ

anterior

i. Antipatrick Test: (-) Negatif atau tidak ada gangguan pada ligamen SIJ

posterior.

j. Compression Test : (-) Tidak ada nyeri pada spinosus.

k. Bridging Test : (+) Nyeri pada daerah lumbal

l. Piriformist Test : (-) Tidak ada gangguan pada M. Piriformis

3.1.3. Diagnosis Fisioterapi

Gangguan Aktifitas Fungsional Toileting Dan Praying Akibat

Spasme M. Erector Spine dan M. Quadratus Lumborum e.c. Low Back

Pain Non Spesific Sejak 1 Tahun yang Lalu.

3.1.4. Prolem fisioterapi

 Primer : Nyeri

 Sekunder :

 Kecemasan

 Spasme pada m.erector spine dan m.quadratus lomborum

 Gangguan postur flat back

 Kompleks : Gangguan ADL Toileting dan Praying

3.1.5. Tujuan Fisioterapi

 Tujuan Jangka Pendek :

1. Mengatasi nyeri

2. Mengatasi spasme m.erector spine dan m.quadratus lomborum

3. Mengatasi gangguan postur flat back

 Tujuan Jangka Panjang :

32
1. Mengatasi gangguan ADL berupa Toileting dan Praying

3.1.6. Intervensi Fisioterapi

Tabel 3.2 Intervensi Fisioterapi


PROBLEM MODALITAS
No. DOSIS
FISIOTERAPI FISIOTERAPI
F : 1x/hari

I : 3x1 sesi terapi

1 Kecemasan Komunikasi terapeutik T : Interpersonal

Approach

T : selama proses FT

F : 1x/hari

Metabolic stress I : 70-50 w


2 MWD
reaction T : Lokal

T : 10 menit

F : 1x/hari

I : 30 mA
3 Nyeri TENS
T : Coplanar

T : 5 Menit

32
F : 1x/hari
I : 6x repetisi
Manual Therapy T : Connective tissue
release paravertebra,
T : 5 menit

F : 1x/hari
I : 3x repetisi
Manual Therapy
T : Friction
T : 3 menit

4 Spasme otot
F : 1x sehari

I : 15 hit/ 3 rep/ 3 set


Manual Therapy
T : Elongated

T : 2 menit

F : 1x sehari

I :15 hit/ 4 rep / 2 set

T : Stetching exc.pada
Exercise Therapy
otot m. erector spine,

quadratus lumborum

T : 3 menit

32
F : 1x/hari

I : 3 Rep
5 Gangguan Postur Exercise Therapy
T : Compression

T : 3 menit

F : 1x/hari

I : 8 Hit/4 rep/2set

Exercise Therapy T : Bugnet, Bridging,

Mc.Kenzie

T : 10 menit

F : 1x/hari

I : 3x repetisi
6 Gangguan ADL ADL exercise
T : Fungsional exercise

T : 3 menit

3.1.7. Evaluasi sesaat

32
Intervensi
No. Problem Parameter Ket.
Sebelum Sesudah

Diam: 0 Diam: 0

1. Nyeri VAS Tekan: 5 Tekan: 3 Ada perubahan

Gerak: 6 Gerak: 4

2. Kecemasan Hrs-A 15 10 Ada perubahan

Spasme Spasme
3. Spasme Palpasi Ada perubahan
tinggi berkurang

Gangguan
4. LBOS 55 70 Ada perubahan
ADL

3.1.8. Home program

a. Self Stretching.

b. Edukasi posisi yang benar saat bekerja.

3.1.9. Modifikasi

Modifikasi Program disesuaikan dengan hasil evaluasi yang

didapatkan dari perkembangan hasil terapi yang dicapai oleh pasien.

Modifikasi dapat berupa peningkatan dosis atau modifikasi jenis latihan.

Modifikasi program FT yang dapat diberikan berupa:

a. Aktif breathing exercise dan modifikasi positioning untuk

merelaksasikan.

b. Active stretching saat olahraga ringan : untuk mengembalikan range

of motion pada regio yang mengalami keterbatasan gerak.

32
3.1.10. Kemitraan

Pengembangan kemitraan dapat dilakukan dengan profesi kesehatan

lainnya dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan sepenuhnya

terhadap kondisi klien. Dalam hal ini pasien belum ke bagian radiologi

untuk melakukan foto radiologi tulang belakang tapi sudah pernah ke

dokter dan diberikan obat penghilang nyeri.

32
DAFTAR PUSTAKA

Aras, D., Ridwan, R. A., Ahsaniyah, B. A., & Tang, A. (2013). Pengaruh Pemberian
Mc. Kenzie Exercise Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Akibat Low Back
Pain Myogenic Pada Dokter Gigi.

Arifin, A., Tanjung, J. P., & Hartono, B. (2017). Gambaran Low Back Pain Pada
Karyawan Petugas Tol Di Pt X Periode 2014 -2017.

Bridwell, Keith. 2010. Ligamen. Diakses: 29 oktober 2019. Pukul 14.00.


Http://Www.Spineuniverse.Com/Anatomy/Ligamens

Cahyati. (2015). HNP Diakses: 29 oktober 2019. Pukul 14.00.

Http://eprints.ums.ac.id/35747/10/BAB%20II%20KTI.pdf

Drake. (2009). Gray's Anatomy For Students (2nd Ed.). Elsevier.

Fahrurrazi. (2012). Tidak Ada Perbedaan Efek Intervensi William’s Flexion


Exercise Dan Core Stability Dengan Gapping Segmental Dan Core Stability
Terhadap Pengurangan Nyeri Akibat Spondyloartrosis Lumbalis. Jurnal
Fisioterapi, Vol 12 , No 1, Hal 40-55.

Guyton & Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran. 12th Ed. Singapura: Saunders Elseiver

Guyton, A.C. And Hall, J.E., 2006. Textbook Of Medical Physiology. 11th Ed.
Philadelphia, Pa, Usa: Elsevier Saunders.

Kurniawan, G. (2019). Mckenzie Excercise Dalam Penurunan Disabilitas Pasien


Non Specific Low Back Pain. Jurnal Kesehatan, 10.

Lahastri , B. (2017). Pengaruh Mc.Kenzie Exercise Kombinasi Kinesio Taping


Terhadap Penurunan Nyeri Pada Kasus Low Back Pain Non Spesifik Pada
Pegawai Perempuan Di Universitas Hamzanwadi.

Mcmurray, Michael. (2011). The Soft Tissue Structures Of The Lumbar Spine.
Journal Of The Spinal Research Foundation, Vol 6, No 1, Hal 17.

Moore Keith L, Dalley Arthur F, Dan Moore Marion E. (2013). Anatomi


Berorientasi Klinis Edisi Kelima, Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguam Muskuloskeletal Aplikasi Pada


Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: Info Medik.

Novianty, M. (2016). Lapsus Dan Refarat Lbp Ec Hnp Fix. Retrieved From
Https://Www.Academia.Edu/29633030/Lapsus_Refarat_Lbp_Ec_Hnp_Fix

32
Nurhayati, Lesmana Indra. (2007). Manfaat Back School Aktif Terhadap
Pengurangan Nyeri Pinggang Mekanis (Studi Komparatif Antara Pemberian
Back School Aktif, Swd Dan Us Dengan Pemberian Back School Pasif, Swd
Dan Us). Jurnal Fisioterapi Indonusa, Vol. 7, No 1, Hal 60-82.

Purnamasari, H., Gunarso, U., & Rujito, L. (2010). Overweight Sebagai Faktor
Resiko Low Back Pain Pada Pasien Poli Saraf Rsud Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. 4.

Reza. (2011). Ligament pada Vertebra : http://200265069fisio.blogspot.com/2011/

Saputra, Y., & Syakib, A. (2018). Feldenkrais Exercise Mempangaruhi Peningkatan


Aktivitas Fungsional Lebih Efektif Daripada William Flexion Exercise
Terhadap Orang Dengan Low Back Pain Myogenik. 6.

Sari, S. (2016). Perbedaan Pengaruh Antara Transcutaneus Electrical Nerve


Stimulation (Tens) Dengan Terapi Massage Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Penderita Nyeri Punggung Bawah Non Spesifik. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, 6.

Septiawan, Heru. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Nyeri


Punggung Bawa Pada Pekerja Bangunan Di Pt. Mikroland Property
Development Semarang. Semarang : Unnes E-Print
Http://Lib.Unnes.Ac.Id/18801/1/6450408106.Pdf

Sidharta Priguna, 2004. Beberapa Segi Klinik Dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang
Bawah.In :Http://Www.Kalbe.Co.Id

Snell, Richard S. (2011). Anatomi Klinis Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta:


Ecg.

Snell, Rs. 2014. Anatomi Klinis Berdasarkan Regio. Edisi Ke-9. Dialihbahasakan
Oleh Hartanto H. Jakarta: Egc

Sudaryanto. 2004. Pengaruh Muscle Energy Technique Dengan Swd Terhadap


Penurunan Nyeri.

Tanderi, E. A., K, T. A., & Hendrianingtya, M. (2017). Hubungan Kemampuan


Fungsional Dan Derajat Nyeri Pada Pasien Low Back Pain Mekanik Di
Instalasi Rehabilitasi Medik Rsup Dr. Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran
Diponegoro, 6.

Waddell G. 2004. The Back Pain Revolution. Edinburgh: Churchill Livingstone.

32
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hamilton Depression Scale


No. Kemampuan Penilaian Nilai
1. Keadaan Perasaan 0 : Tidak ada
Sedih 1 : Perasaan ini hanya ada bila ditanya
(sedih, putus asa, tak 2 : Perasaan ini ditanyakan secara verbal spontan
berdaya, tak 3 : Perasan yang nyata tanpa komunikasi verbal,
berguna) misalnya ekspresi wajah, bentuk, suara, dan 1
kecenderungan menangis
Pasien menyatakan perasaan yang sesunguhnya
4 : ini dalam komunikasi baik verbal maupun non
verbal secara spontan
2. Perasaan Bersalah 0 : Tidak ada
1 : Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai
penyebab penderitaan orang lain
2 : Ada ide-ide bersalah atau renungan tentang
kesalahan masa lalu
1
3 : Sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah,
dan berdosa
4 : Ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan
halusinasi pengihatan tentang hal-hal yang
mengancamnya
3. Bunuh Diri 0 : Tidak ada
1 : Merasa hidup tidak ada gunanya
2 : Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran
0
lain ke arah itu
3 : Ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke
arah itu
4. Gangguan Pola 0 : Tidak ada
Tidur 1 : Ada keluhan, kadang-kadang sukar masuk
1
(Initial Insomnia) tidur. Misalnya >30 menit baru masuk tidur
2 : Ada keluhan, tiap malam sukar masuk tidur
5. Gangguan Pola 0 : Tidak ada
Tidur 1 : Pasien merasa gelisah dan terganggu sepanjang
(Middle Insomnia) malam 0
2 : Terganggu sepanjang malam (bangun dari
tempat tidur kecuali buang air kecil)
6. Gangguan Pola 0 : Tidak ada
Tidur 1 : Bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi
1
(Late Insomnia) 2 : Bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur
lagi

32
7. Kerja dan Kegiatan- 0 : Tidak ada
kegiatannya 1 : Berfikir tidak mampu, keletihan/ kelemahan
yang berkaitan dengan kegiatan kerja/ hobi
2 : Hilangnya minat terhadap pekerjaan/ hobi 1
3 : Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari
atau produktivitas menurun
4 : Tidak bekerja karena sakitnya
8. Kelambanan 0 : Normal
(lambat dalam 1 : Sedikit lamban dalam wawancara
berfikir, berbicara, 2 : Jelas lamban dalam wawancara
gagal 3 : Sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali) 0
berkonsentrasi, dan
aktivitas motorik
menurun)
9. Kegelisahan 0 : Tidak ada
1 : Kegelisahan ringan
2 : Memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-
3 : lain
1
4 : Bergerak terus, tidak dapat duduk dengan
tenang
Meremas-remas tangan, menggigit kuku,
menarik-narik rambut, menggigt bibir
10. Kecemasan Sakit/nyeri pada otot, kaku, kedutan otot; gigi
(Ansietas somatik) gemeretak; suara tidak stabil; tinnitus (telinga
berdenging); penglhatan kabur; muka merah
atau pucat; perasaan ditusuk-tusuk.
0 : Tidak ada 1
1 : Ringan
2 : Sedang
3 : Berat
4 : Ketidakmampuan
11. Kecemasan 0 : Tidak ada
(Ansietas psikis) 1 : Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung
2 : Mengkhawatirkan hal-hal kecil
2
3 : Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah
atau pembicaraaannya
4 : Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Pencernaan) 1 : Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan
tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh 0
2 :

32
Sukar makan tanpa bantuan teman,
membutuhkan pencahar untuk buang air besar
atau obat-obatan untuk saluran pencernaan
13. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Umum) 1 : Anggota gerak, punggung, atau kepala terasa
berat 2
2 : Sakit punggung, kepala dan otot-otot,
hilangnya kekuatan dan kemampuan
14. Kotamil Sering buang air kecil terutama malam hari di
(Genital) kala tidur, tidak haid, darah haid sedikit sekali,
tidak ada gairah seksual, ereksi hilang,
impotensi 0
0 : Tidak ada
1 : Ringan
2 : Berat
15. Hipokondriasis 0 : Tidak ada
(Keluhan somatic 1 : Dihayati sendiri
fisik yang 2 : Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehtan
berpindah-pindah) sendiri 0
3 : Sering mengeluh membutuhkan pertolongan
orang lain
4 : Delusi hipokondriasi
16. Kehilangan Berat 0 : Tidak ada
Badan 1 : Berat badan berkurang berhubungan dengan
penyakitnya sekarang 0
2 : Jelas penurunan berat badan
3 : Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
17. Insight 0 : Mengetahui dirinya sakit dan cemas
(Pemahaman diri) 1 : Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan
penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, 1
virus, perlu istirahat, dll
2 : Menyangkan bahwa ia sakit
18. Variasi Harian Adakah perubahan keadaaan yang memburuk
pada waktu malam atau pagi
0 : Tidak ada 0
1 : Buruk saat pagi
2 : Buruk saat malam
19. Depersonalisasi 0 : Tidak ada
(Perasaan Diri 1 : Ringan
Berubah) 2 : Sedang 0
Dan Derelisiasi 3 : Berat
4 : Ketidakmampuan

32
(Perasaan tidak
nyata – tidak
realistis)
20. Gejala Paranoid 0 : Tidak ada
1 : Kecurigaan
2 : Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian
0
peristiwa kejadian diluar tertuju pada dirinya
3 : (ideas refence)
Waham (delusi) dikejar/ diburu
21. Gejala Obsesi dan 0 : Tidak ada
Kompulsi 1 : Ringan 0
2 : Berat
TOTAL NILAI 12

Interpretasi :

0-7 = Normal

8 - 13 = Depresi ringan Total Nilai :12

14 - 18 = Depresi sedang Interpretasi :Depresi ringan

19 - 22 = Depresi berat

> 23 = Depresi sangat berat

32

Anda mungkin juga menyukai