Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi Vertebra

Kolumna vetebralis dibentuk oleh 33 vertebra (cervical 7, thorakal 12, lumbal


5, sacral 5 dan cocygeus 4). Setiap vertebra terdiri dari corpus / body, pedikel,
prosesus artikularis superior dan inferior, prosessus transversus, prosessus spinosus
(Price, Wilson, 2006).

Gambar 1.1 Vertebra


Sumber : repository.ump.ac.id

Discus intervertebralis (jaringan fibrokartillagenous) yang berfungsi sebagai


shock absorber diskus ini terdiri dari bagian luar yaitu jaringan fibrokartillago yang
disebut anulus fibrosus, dan bagian dalam yaitu cairan yang disebut nukleus pulposus
(Price, Wilson, 2006).
2

Gambar 1.2. Discus intervetebralis


Sumber : repository.ump.ac.id

Pada setiap vertebra ada 4 jaringan ikat disekitarnya yaitu ligamen


longitudinale anterior (membatasi gerakan ekstensi), ligamen longitudinal posterior
( membatasi gerakan fleksi), ligamen kapsulare antara procecus superior dan
anterior, ligamen intertransversale, ligamen flava diantara 2 laminae, ligamen supra
dan interspinosus.

Gambar 1.3. Ligamen intervetebralis


Sumber : repository.ump.ac.id

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dala


pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka,tendon, ligament, bursa, dan
jaringan jaringankhusus yang menghubungkan struktur tersebut.
3

Tulang adalah suatu jaringan yang dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel
antara lain osteoblast, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan protoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengekresikan sejumlah besar fosfatase
alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali didalam
darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah
mengalami patah tulang, atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Ostesit adalah
sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar yang berinti banyak
yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsobsi. Tidak seperti
osteblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim-
enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asamyang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas dalam aliran darah (Andre, Y,
2002).

Otot penggerak pada vertebra lumbalis yaitu gerakan fleksi, otot-otot yang
bekerja meliputi m. rectus adominis dan psoas major. Bekerja secara bilateral.
Gerakan ekstensi, otot-otot yang ekerja meliputi m. erector spine, m. multifidus, m.
semispinalis thoracalis. Bekerja secara bilateral. Gerakan lateral fleksi, otot-otot yang
ekerja meliputi m. iliocostalis thoracalis dan ilicostalis, m. multifidus, m. obliqus
adominis dan obliquus internus abdominis, m. quadratus lumborum. Otot- otot ini
bekerja secara unilaeral. Pada gerakan rotasi, otot – otot yang bekerja meliputi m.
rotatores, m. multifidus, m. obliquus externus abdominis yang bekerja sama dengan
m obliquus internus secara kontralateral, m. semispinalis thoracis. Otot – otot ini juga
bekerja secara unilateral (Kusumaningrum, 2014).
4

Gambar 1.4. Otot Punggung


(Sumber : Atlas Anatomy Netter, 2011)

B. Biomekanika Lumbal

Dalam otot terdapat dua jenis kontraksi, bergantung pada apakah panjang otot
berubah selama kontraksi. Pada kontraksi isotonik, tegangan otot tidak berubah
sementara panjang otot berubah. Pada kontraksi isometrik, otot tidak dapat
memendek sehingga berbentuk regangan dengan panjang otot tetap. Proses-proses
internal yang sama terjadi baik pada kontraksi isotonik maupun isometrik: jembatan
silang mulai bersiklus; dan pergeseran filamen memperpendek sarkomer, yang
meregangkan kompen seri elastik untuk menghasilkan gaya di tulang tempat insersi
otot (Sherwood, 2011).

Gambar 4. Facet spina lumbal


(Sumber : Sherwood, 2011)

Pada gerakan ekstensi – fleksi mempunyai luas gerak sendi 35° – 0° – 85°,
bidang sagital dan posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak fleksi terjadi slide ke
5

anterior dari korpus vertebra sehingga terjadi penyempitan pada diskus


intervertebralis bagian anterior dan meluas pada bagian posterior (Sherwood, 2011).
Pada gerakan lateral fleksi mempinyai luas gerak sendi 30° – 0° – 30° ,
bidang frontal dan posisi pasien berdiri anatomis. Pada gerak lateral fleksi, korpus
pada sisi ipsilateral saling mendekat dan saling melebar pada sisi kontralateral
(Sherwood, 2011).
Pada gerakan rotasi mempiunyai luas gerak sendi 45° – 0° – 45°, bidang
transversal dan posisi pasien duduk anatomis dimana gerak rotasi ini daerah lumbal
hanya 2 derajat persegmen karena dibatasi oleh sendi faset (Sherwood, 2011).

BAB II
PATOFISIOLOGI
6

A. Definisi Hernia Nukleus Pulposus (HNP)


Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah kondisi dimana terjadi protrusi pada
discus intervertebralis yang disebabkan karena injury dan beban mekanik yang salah
dalam waktu yang lama. Selain itu faktor utama yang menyebabkan HNP adalah
degeneratif dimana elastisitas dari annulus fibrosus menurun sehingga menyebabkan
robeknya annulus fibrosus. Lokasi pada lumbal spine 90% hingga 95% yang paling
sering terjadi injury yaitu pada L4-L5 dan L5-S1. Hal ini disebabkan karena pada
L4-L5 dan L5-S1 merupakan pusat penopang beban tubuh terberat (Cahyati, Y.I.
2015).
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan
meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur
dan tipisnya nucleus pulposus (Moore, K.L., Agur, A.M.R. 2013). Selain itu HNP
kebanyakan juga disebabkan karena adanya suatu trauma derajat sedang yang
berulang mengenai discus intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus
fibrosus (Helmi, Z.N. 2012). Adanya gaya traumatik yang berulang, sobekan tersebut
menjadi lebih besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka
risiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Setelah terjadi HNP,
sisa discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra
bertumpang tindih tanpa ganjalan (Muttaqin, Arif. 2008).
HNP merupakan penyakit degenerasi spinal yang paling sering terjadi dan
menjadi penyebab 30% hingga 80% dari kasus nyeri punggung bawah. Pasien HNP
utamanya datang dengan keluhan utama berupa nyeri pada punggung bawah yang
mempengaruhi hampir tiap aspek kehidupan pasien mulai dari aktivitas kehidupan
sehari-hari, emosi, dan interaksi sosial 8. Pada kebanyakan pasien gejala trauma
bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat
selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun (Helmi, Z.N. 2012).
7

B. Epidemiologi
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling
sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai
pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1 (Pinzon, 2012).
Menurut Kemenkes RI (2018), prevalensi LBP di Indonesia sebesar 18%.
Prevalensi LBP meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan paling sering
terjadi pada usia dekade tengah dan awal dekade empat.  Penyebab LBP sebagian
besar (85%) adalah nonspesifik, akibat kelainan pada jaringan lunak, berupa
cedera otot, ligamen, spasme atau keletihan otot. Penyebab lain yang serius adalah
spesifik antara lain, fraktur vertebra, infeksi dan tumor.
C. Etiologi

Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan


meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur
dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena
digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal
dapat menyembul atau pecah (Moore dan Agur, 2013).
Selain itu hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan
karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan
pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada
diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun
(Helmi, 2012).
D. Patofisiologi
Menjelang usia 30 tahun mulai terjadi perubahan-perubahan pada anulus
fibrosus dan nukleus pulposus. Pada beberapa tempat, serat-serat fibroblastik
terputus dan sebagian rusak diganti oleh jaringan kolagen. Proses ini berlangsung
secara terus menerus sehingga dalam anulus fibrosus terbentuk rongga-rongga.
Nukleus pulposus akan mengalami infiltrasi ke dalam rongga-rongga tersebut dan
juga mengalami perubahan berupa penyusutan kadar air, sehingga terjadilah suatu
keadaan dimana volume materi nukleus pulposus berkurang dan volume rongga antar
8

vertebra bertambah sehingga terjadi penurunan tekanan intradiskal (Yusuf, A.W.


2017). Sebagai kelanjutan dari proses tersebut, maka terjadi beberapa hal yaitu:
1. Penurunan tekanan intradiskal menyebabkan vertebra saling mendekat. Hal ini
mengakibatkan lepasnya ligamentum longitudinal posterior dan anterior dari
perlekatannya dan bagian yang terlepas akan berlipat. Lipatan akan
mengalami fibrosis dan disusul kalsifikasi sehingga akan terbentuk osteofit.
2. Pendekatan dua korpus vertebra akan mengakibatkan pendekatan kapsul sendi
artikulasio posterior sehingga timbul iritasi sinovial.
3. Materi nukleus pulposus yang mengisi rongga-rongga dalam annulus fibrosus
makin mendekati lapisan luar dan akhirnya lapisan paling luar. Bila suatu
ketika terjadi tekanan intradiskal yang tiba-tiba meningkat, tekanan ini akan
mampu mendorong nukleus pulposus keluar. Hal ini merupakan awal
terjadinya HNP lumbal.
E. Patomekanisme

Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.


Oleh karna adanya gaya traumatik yang berulang, robekan tersebut menjadi lebih
besar dan timbul sobekan radikal. Apabila hal itu terjadi, maka resiko HNP hanya
menunggu waktu dan trauma berikutnya. Manifestasi dari robeknya anulus fibrosus
berlanjut pada penonjolan pada diskus intervertebra yang menekan secara parsial sisi
lateral dari medula spinalis. Kondisi kemudian secara progresif berlanjut pada
kondisi herniasi diskus menekan medula spinalis (Shankar, 2009).
Suatu gaya presipitasi gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan
waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagainya memberikan respons
sobeknya annulus fibrosus yang lebih berat. Jebolnya (herniasi) nukleus pulposus
bisa ke korpus vertebra di atas atau di bawahnya, bisa juga menjebol langsung ke
kanalis vertebralis. Penjebolan tersebut dapat dilihat pada foto rontgen polos dan
dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan sirkumferensial dan radial pada annulus
fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schmorl
merupakan kelainan yang mendasari low back pain subkronik atau kronik yang
kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau
siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus
9

pulposus menekan pada radiks yang bersama sama dengan arteria radikularis berada
dalam bungkusan dura. Hal tersebut terjadi kalau tempat penjebolan di sisi lateral.
Bilamana tempat herniasinya di tengah-tengah, sudah barang tentu tidak ada radiks
yang terkena. Lagipula, oleh karna pada tingkat L2 dan terus ke bawah sudah tidak
terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan
kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP sisa diskus intervertebralis
mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan
(Shankar, 2009).
Proses penuaan mengakibatkan diskus kehilangan protein polisakarida
sehingga kandungan air pada nukleus pulposus menurun sehingga terjadi trauma
(beberapa bulan/ tahun kemudian saat proses degenerasi terjadi) lalu nukleus
pulposus terdorong keluar sehingga menekan akar saraf sehingga menyebabkan
nyeri, perubahan sensai hingga penurunan reflex (Shankar, 2009).

F. Klasifikasi
HNP dapat diklasifikasikan kepada empat stadium, namun hanya stadium 3
extrusion dan stadium 4 sequestration saja yang dianggap sebagai HNP yang
sesungguhnya.

Gambar 7. HNP pada MRI


(Schierling, 2013)

a. Stadium 1 - Bulging
10

Bulging terbagi menjadi dua, yaitu symmetric bulging dan asymmetric


bulging. Symmetric bulging adalah kondisi di mana annulus fibrosus sudah
melebar, biasanya kurang dari 3 mm dan tampak simetris dengan tepi lingkar
apophyses. Asymmetric bulging adalah kondisi di mana annulus fibrosus
sudah melebar dan tampak tidak simetris dengan tepi lingkar apophyses,
dimana sebagiannya melebar lebih dari 25% ( Fardon, 2014.).

Gambar 8. HNP derajat 1


(Fardon dkk., 2014)

b. Stadium 2 - Protrusion
Protrusion adalah kondisi di mana nukleus sudah berpindah tetapi masih
dalam lingkaran annulus fibrosus, yaitu kurang dari 25% luas diskus
intervertebralis ( Fardon, 2014).

Gambar 9. HNP derajat 2


(Fardon dkk., 2014)

c. Stadium 3 - Extrusion
Extrusion adalah kondisi di mana nukleus pulposus sudah melewati
annulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum longitudinalis posterior
dan masih intak dengan diskus intervertebralis ( Autio, R. 2006).
11

Gambar 10. HNP derajat 3


(Fardon dkk., 2014)

d. Stadium 4 - Sequestration
Sequestration adalah kondisi di mana diskus intervertebralis yang sudah
mengalami extrusion, yaitu sebagian nukleus pulposus bersama-sama
annulus fibrosus sudah keluar dan tidak lagi intak dengan diskus
intervertebralis ( Fardon, 2014).

Gambar 11. HNP derajat 4


(Fardon et. al., 2014)

G. Gejala Klinis
Penonjolan nukleus pulposus akan menekan saraf di dalam kanalis
spinalis apabila sudah melewati annulus fibrosus. Hal ini akan menyebabkan
rasa nyeri, keram, atau kelemahan pada sebagian anggota tubuh, khususnya
daerah punggung dan ekstremitas atas atau bawah tergantung lokasi HNP. Rasa
nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan
ligament; inflamasi, nyeri yang berasal dari nukleus pulposus yang ekstrusi
menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; serta nyeri neurogenik,
yang berasal dari penekanan pada saraf ( Autio, R. 2006).
12

Pada stadium awal, kebiasaannya gejala adalah berbentuk asimptomatik


sehingga pasien tidak menyedari akan hal tersebut. Gejala klinik akan muncul
apabila penonjolan nukleus pulposus sudah mulai menekan saraf pada kanalis
spinalis. Gejala yang paling sering dialami apabila terjadinya HNP pada segmen
lumbal adalah ischialgia atau sciatica, yaitu nyeri radikuler yang akan menjalar
sehingga ke bokong, paha, betis, dan kaki. HNP pada segmen servikal atau
torakal pula akan menyebabkan nyeri leher yang menjalar sehingga bahu, dada,
lengan, dan tangan. Intensitas nyeri yang dirasakan selalunya akan meningkat
apabila pasien batuk, bersin serta menggerakkan tulang belakang dalam posisi
tertentu seperti ekstensi dan fleksi karena tekanan yang diberikan kepada diskus
intervertebralis akibat perlakuan tersebut dapat menekan saraf yang terlibat
sehingga menimbulkan nyeri ( Autio, R. 2006).
Selain itu, HNP yang menekan saraf sensoris pada kanalis spinalis dapat
menimbulkan gejala sensoris seperti parestesia dan kesemutan sesuai dengan
dermatom yang terlibat. Penonjolan tersebut juga menimbulkan kelemahan pada
otot yang bersangkutan dengan saraf yang terkena sehingga dapat menyebabkan
pasien tidak stabil, jatuh dan tidak dapat mengangkat atau memegang barang
dengan baik. Sekiranya HNP mengenai konus atau cauda equina, maka akan
timbulnya gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri timbul sesuai
dengan distribusi dermatom, manakala kelemahan otot pula timbul sesuai
dengan miotom yang terlibat (Sylvia, A.P,1995).
13

BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi


Anamnesis Umum
Nama : Ny. H. N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 60 tahun
Alamat : Jl. Topas 2 GA 15/23
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
14

Vital Sign
Tekanan darah: 150/90 mmHg
Denyut nadi : 76 kali / menit

C: Chief of complaint
Nyeri menjalar dari punggung sampai betis kanan

H: History taking
1. Pasien sudah 20 hari yang lalu tidak bisa berjalan dan tidak mampu berdiri
2. Pasien pernah diterapi 1x di awal bross
3. Pada saat berbaring pasien tidak mamu meluruskan kakinya terlalu lama
4. Awalnya pasien pernah jatuh dari tangga pada salah satu wahana permandian
dalam posisi duduk sejak 4 tahun lalu, namun 7 bulan yang lalu pasien
merasakan kembali nyeri pada punggung bawahnya.
5. Pasien lebihnyaman pada saat kakinya ditekuk
6. Tidak ada riwayat jatuh
7. Aktivitas sehari- hari kebanyakan duduk dikursi roda
8. Ketika batuk dan bersin terasa sakit dibagian belakang
9. Pasien mengkonsumsi obat paru 4 bulan
10. BAB dan BAK lancar
11. Pasien hanya bisa sholat duduk
12. Tidak ada keluhan lain.

A: Assymetry
1. Inspeksi Statis :
a. Ekspresi wajah tampak cemas dan meringis kesakitan.
b. Semifleksi knee dextra
2. Inspeksi Dinamis :
a. Pasien menggunakan kursi roda saat datang keklinik.
b. Ambulasi dibantu.
15

3. Palpasi :
a. Suhu : Normal
b. Kontur kulit : (-) / (-) d/s
c. Oedem : (-) / (-) d/s
d. Tenderness : (-) / (+) d/s : nyeri di L5-S1, m. piriformis.
4. PFGD :
a. Regio Hip
Aktif Pasif TIMT
Fleksi Mampu, tidak Full ROM, nyeri, Mampu,
full ROM, nyeri. elastic endfeel. nyeri
Ekstensi Mampu, tidak Full ROM, nyeri, Mampu,
full ROM, nyeri. elastic endfeel. nyeri
Abduksi Mampu, tidak Full ROM, nyeri, Mampu,
full ROM, nyeri. elastic endfeel. nyeri
Adduksi Mampu, tidak Full ROM, nyeri, Mampu,
full ROM, nyeri. elastic endfeel. nyeri
Exorotasi Mampu, tidak Full ROM, nyeri, Mampu,
full ROM, nyeri. elastic endfeel. nyeri
Endorotasi Mampu, tidak Full ROM, nyeri, Mampu,
full ROM, nyeri. elastic endfeel. nyeri

b. Regio Lumbal
Aktif Pasif TIMT
Fleksi Tidak mampu, Tidak full ROM, Tidak
tidak full ROM, nyeri, elastic mampu,
nyeri. endfeel. nyeri.
Ekstensi Tidak mampu, Tidak full ROM, Tidak
tidak full ROM, nyeri, elastic mampu,
nyeri. endfeel. nyeri.
Lateral Mampu, full Full ROM, Mampu,
Fleksi ROM, nyeri. nyeri, elastic nyeri
Dextra endfeel.
Lateral Mampu, full Full ROM, Mampu,
Fleksi ROM, nyeri. nyeri, elastic nyeri
Sinistra endfeel.
Rotasi Tidak mampu, Tidak full ROM, Tidak
Dextra tidak full ROM, nyeri, elastic mampu,
nyeri. endfeel. nyeri.
Rotasi Tidak mampu, Tidak full ROM, Tidak
Sinistra tidak full ROM, nyeri, elastic mampu,
nyeri. endfeel. nyeri.
16

R: Restrictive
1. Limitasi ROM : Gerakan aktif, pasif dan TIMT regio hip sinistra
dan lumbal.
2. Limitasi Pekerjaan : Pasien tidak bisa melakukan pekerjaan rumah
seperti biasanya.
3. Limitasi ADL : Walking, toileting (BAK/BAB dan mandi),
dressing (memakai celana) dan praying.
4. Limitasi Rekreasi : Terganggu.

T: Tissue impairment and psychological prediction


1. Psikogen : Pasien merasa cemas karena terhambat untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Neurogen : (-)
3. Musculotendinogen : Spasme m. erector spine; tenderness m.
piriformis sinistra.
4. Osteoarthrogen : Protusio L2-L3, L4-L5 dan L5-S1
Ekstrusio L3-L4

S: Specific test
1. Hamilton Depression Scale : 24 (depresi sangat berat)
2. Indeks Barthel : 7 ( ketergantungan berat )
3. Visual Analog Scale (VAS)
a. Nyeri diam :2
b. Nyeri tekan :7
c. Nyeri gerak :6
4. Manual Muscle Test (MMT) : Nilai 3- untuk fleksi-ekstensi-rotasi lumbal,
nilai 4 untuk lateral fleksi dextra-sinistra lumbal, nilai 3- untuk semua
gerakan region hip.
5. SLR Test : Tes untuk mengidentifikasi patologi disc. Herniation dan/ atau
penekanan pada jaringan saraf.
17

0˚ - 35˚ : Peradangan pada discus/nyeri pada area lumbal menjalar sampai


ke tungkai
35˚ - 70˚ : Pada discus/akar saraf
>70˚ : SIJ Pain
Hasil : Dextra (-), Sinistra (+) nyeri 30o
6. Neri Test : Mengidentifikasi patologi pada dura mater atau lesi pada spinal
cord
Hasil : Dextra (-), Sinistra (+) nyeri
7. Patrick- AntiPatrick : Mendeteksi patologi pada hip, lumbal atau SIJ
Hasil : Dextra (-), Sinistra (+) Nyeri di SIJ
8. Briding Test : Tidak mampu dilakukan
9. Compression Test : (+) nyeri di L5-S1
10. Range of Motion (ROM)
a. Regio hip:
S. 15o – 0o – 35o
F. 20o – 0o – 20o
R. 25o – 0o – 20o
b. Regio lumbal:
S. 15o – 0o – 25o
F. 25o – 0o – 25o
R. 15o – 0o – 15o
11. Hasil foto MRI lumbalis pada bulan November 2018 :
a. Protrusio L2-L3, L4-L5, dan L5- S1.
b. Ekstrusio disc L3-L4 menekan tecal sac setralis dan resessus
lateralisbilateralis
18

B. Diagnosis Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses
pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
“Gangguan aktivitas fungsional berupa walking, toileting, dressing dan praying
e.c HNP grade II sejak 20 hari yang lalu”

C. Problem, Planning, dan Program Fisioterapi


Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan berdasarkan
hasil proses pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
1. Problem:
a. Primer: Protusio L2-L3, L4-L5 dan L5-S1, Ekstrusio L3-L4
b. Sekunder:
1) Kecemasan.
2) Nyeri.
3) Limitasi ROM regio hip dan lumbal.
4) Spasme m. erector spine.
5) Muscle weakness m. quadriceps.
6) Tenderness m. piriformis, L5-S1 dan os. simpisis os pubis
7) Gangguan postur.
a. Kompleks: Gangguan ADL walking, toileting, dressing and praying.
2. Planning:
c. Tujuan jangka panjang: mengembalikan aktifitas fungsional ADL walking,
toileting, dressing dan praying.
d. Tujuan jangka pendek:
1) Mengurangi kecemasan.
2) Mengurangi nyeri.
3) Mengurangi disproporsi diskus L5-S1.
4) Mengurangi spasme m. erector spine dan m. quadratus lumborum.
5) Mengurangi tenderness m. piriformis, L5-S1.
6) Meningkatkan ROM regio hip dan lumbal.
7) Meningkatkan kekuatan m. quadriceps.
8) Memperbaiki postur tubuh.
19

3. Program

No PROBLEM MODALITAS
DOSIS
. FISIOTERAPI FISIOTERAPI
1 Kecemasan Komunikasi F : 1x/hari
terapeutik I : Penderita fokus
T : Interpersonal approach
T : Selama proses FT
2 Pre-eliminary Elektroterapi F : 1x/hari
exercise (Infrared) I : 30 cm diatas area yang
sakit
T : Lokal dan segmental
T : 10 menit
3 Nyeri dan Elektroterapi F : 1x/hari
tenderness L5- (Interferensi) I : 21 mA
S1, m. piriformis T : Animal segmental
T : 10 menit
Manual F : 1x/hari
Therapy I : 30% pressure
T : Friction circular
T : 1 menit
4 Spasme m. Exercise F : 1x/hari
erector spine Therapy I : 15 hit, 3 repetisi
T : stretching exc
(connective tissue release
dan elongation)
T : 1 menit
5 Limitasi ROM Exercise F : 1x/hari
regio hip dan Therapy I : 8 hit, 3 repetisi
lumbal T : PROMEX, AROMEX
T : 1 menit
F : 1x/hari
I : 8 hit, 3 repetisi
Manual
T : Traksi dan mobilisasi L5-
therapy
S1
T : 1 menit
6 Kelemahan otot Exercise F : 1x/hari
quadriceps dan Therapy I : 8 hit, 3 repetisi
menjaga T : Dinamic Strengthening
balance muscle T : 1 menit
20

abductor hip
7 Gangguan ADL Exercise F : 1x/hari
therapy I : 8 hit, 3x repetisi
T : Bridging exercise
T : 1 menit
Gangguan ADL Exercise F : 1x/hari
walking, Therapy I : 3 repetisi
toileting, T : Fungsional exc (latihan
dressing dan berjalan dengan pola jalan
praying normal, latihan jongkok ke
berdiri, latihan gerakan
sholat)
T : 3 menit

D. Evaluasi Fisioterapi
Adapun hasil evaluasi dan modifikasi terhadap program fisioterapi yang telah
diberikan pada klien tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi Pasien
No Problem Parameter Setelah 4 kali intervensi Ket
Sebelum Sesudah
1. Kecemasan HDS 24 15 Depresi
Menurun
2. Nyeri VAS Nyeri diam : 3 Nyeri diam : 1 Nyeri
Nyeri tekan : 9 Nyeri tekan : 7 Berkurang
Nyeri gerak : 7 Nyeri gerak : 5
3. Limitasi ROM Goniomete Regio hip sinistra: Regio hip sinistra: Terjadi
r S. 15o – 0o – 35o S. 25o – 0o – 50o peningkatan
F. 20o – 0o – 20o F. 30o – 0o – 40o ROM
R. 25o – 0o – 20o R. 35o – 0o – 30o

Regio lumbal: Regio lumbal:


S. 15o – 0o – 25o S. 20o – 0o – 30o
F. 25o – 0o – 25o F. 40o – 0o – 35o
R. 15o – 0o – 15o R. 25o – 0o – 30o
21

4. Kelemahan Skala Nilai 3- untuk fleksi- Nilai 3- untuk Terjadi


otot MMT ekstensi-rotasi fleksi-ekstensi- peningkatan
lumbal, nilai 4 untuk rotasi lumbal, nilai kekuatan
lateral fleksi dextra- 5 untuk lateral otot.
sinistra lumbal, nilai fleksi dextra-
3- untuk semua sinistra lumbal,
gerakan regio hip. nilai 3- untuk
semua gerakan
regio hip.

E. Modifikasi Fisioterapi
Modifikasi program FT yang dapat diberikan berupa:
a. Mc. Kenzi exercise: untuk mengurangi nyeri pada bagian lumbal, memperbaiki
posisi dari nucleus pulposus serta memperbaiki postur tubuh.
b. Briding exercise + approximasi: untuk penguatan otot-otot core dan sebagai
stabilisasi.
c. Bugnet modifit : untuk koreksi postur pasien

F. Home Program
Pasien diminta untuk melakukan latihan berjalan dirumah dengan alat bantu dan
disarankan untuk tidak melakukan aktifitas yang terlalu beras yang dapat memicu
nyerinya kembali.
22

DAFTAR PUSTAKA

Andre, Y. (2002). Anatomi, Fisiologi dan Biomekanika Tulang Belakang, Simposium


Dokter Periode 142, Surakarta 21 Desember.

Aras, Djohan. 2013. Proses dan Pengukuran Fisioterapi. Makassar : Program Studi S1

Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Autio, R. 2006. MRI of Herniated Nucleus Pulposus; Correlation with Clinical

Findings, Determinants of Spontaneous Resorption and Effects of Anti-

Inflammatory Treatments on Spontaneous Resorption. Finland: Oulu

University, (http://jultika.oulu.fi/files/isbn9514280954.pdf, diakses pada

tanggal 15 November 2018).

Bridwell, Keith. 2011. Vertebral Column.


http://www.spineuniverse.com/anatomy/vertebral-column diakses : 2 November
2018
23

Cahyati, Y.I. 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Nucleus Pulposus


(Hnp) pada L5-S1 di RSUD Salatiga. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Fardon, D.F., William A.L., Dohring, E.J. 2014. Lumbar Disc Nomenclature:
Version 2.0; Recommendations of the Combined Task Forces of the North
American Spine Society, the American Society of Spine Radiology and the
American Society of Neuroradiology. The Spine Journal. (Online), 14, No.1,
(http://www.thespinejournalonline. com/article/, diakses pada tanggal 15
November 2018).

Helmi, Z, N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Moore, K.L., Agur, A.M.R. 2013. Clinically Oriented Anatomy. Philladhelpia:


Lippincott Williams & Wilkins.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.

Price, Wilson. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – Proses penyakit, Edisi 6,
Volume 1. Jakarta: EGC.

Setyanegara dkk. 2014. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Shankar H., M.B.B.S., Scarlett A.J. M.D., Abram E.S.M.D. 2009. Anatomy and
Pathophysiology of Intervertebral Disc Disease. Techniques in Regional
Anasthesia and Pain Management, 13(2): 67-75.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC
Kedokteran

Sylvia, A.P., Lorraine, M.W. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Yusuf, A.W. 2017. Hubungan antara Derajat Hernia Nukleus Pulposus (HNP) dengan
Derajat Nyeri Punggung Bawah di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Skripsi. Makassar: Universitas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
24
25

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hamilton Depression Scale


No. Kemampuan Penilaian Nilai
1. Keadaan Perasaan Sedih 0 : Tidak ada
(sedih, putus asa, tak 1 : Perasaan ini hanya ada bila ditanya
berdaya, tak berguna) 2 : Perasaan ini ditanyakan secara verbal spontan
3 : Perasan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya
ekspresi wajah, bentuk, suara, dan kecenderungan 3
menangis
Pasien menyatakan perasaan yang sesunguhnya ini dalam
4 : komunikasi baik verbal maupun non verbal secara
spontan
2. Perasaan Bersalah 0 : Tidak ada
1 : Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai penyebab
penderitaan orang lain
2 : Ada ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan
masa lalu 1
3 : Sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah, dan berdosa
Ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi
4 : pengihatan tentang hal-hal yang mengancamnya

3. Bunuh Diri 0 : Tidak ada


1 : Merasa hidup tidak ada gunanya
2 : Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain ke arah
0
itu
3 : Ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu

4. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada


(Initial Insomnia) 1 : Ada keluhan, kadang-kadang sukar masuk tidur.
1
Misalnya >30 menit baru masuk tidur
2 : Ada keluhan, tiap malam sukar masuk tidur
5. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
(Middle Insomnia) 1 : Pasien merasa gelisah dan terganggu sepanjang malam
1
Terganggu sepanjang malam (bangun dari tempat tidur
2 : kecuali buang air kecil)
6. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
(Late Insomnia) 1 : Bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi 1
2 : Bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi
7. Kerja dan Kegiatan- 0 : Tidak ada
kegiatannya 1 : Berfikir tidak mampu, keletihan/ kelemahan yang
berkaitan dengan kegiatan kerja/ hobi
2 : Hilangnya minat terhadap pekerjaan/ hobi 4
3 : Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari atau
produktivitas menurun
4 : Tidak bekerja karena sakitnya
8. Kelambanan 0 : Normal
(lambat dalam berfikir, 1 : Sedikit lamban dalam wawancara
berbicara, gagal 2 : Jelas lamban dalam wawancara
0
berkonsentrasi, dan 3 : Sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali)
aktivitas motorik
menurun)
26

9. Kegelisahan 0 : Tidak ada


1 : Kegelisahan ringan
2 : Memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain
1
3 : Bergerak terus, tidak dapat duduk dengan tenang
4 : Meremas-remas tangan, menggigit kuku, menarik-narik
rambut, menggigt bibir
10. Kecemasan Sakit/nyeri pada otot, kaku, kedutan otot; gigi gemeretak;
(Ansietas somatik) suara tidak stabil; tinnitus (telinga berdenging);
penglhatan kabur; muka merah atau pucat; perasaan
ditusuk-tusuk.
0 : Tidak ada 3
1 : Ringan
2 : Sedang
3 : Berat
4 : Ketidakmampuan
11. Kecemasan 0 : Tidak ada
(Ansietas psikis) 1 : Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung
2 : Mengkhawatirkan hal-hal kecil
3
3 : Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau
pembicaraaannya
4 : Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Pencernaan) 1 : Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa
dorongan teman, merasa perutnya penuh
0
2 : Sukar makan tanpa bantuan teman, membutuhkan
pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan untuk
saluran pencernaan
13. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Umum) 1 : Anggota gerak, punggung, atau kepala terasa berat
2
Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya kekuatan
2 : dan kemampuan
14. Kotamil Sering buang air kecil terutama malam hari di kala tidur,
(Genital) tidak haid, darah haid sedikit sekali, tidak ada gairah
seksual, ereksi hilang, impotensi
Tidak ada 0
0 : Ringan
1 : Berat
2 :
15. Hipokondriasis 0 : Tidak ada
(Keluhan somatic fisik 1 : Dihayati sendiri
yang berpindah-pindah) 2 : Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehtan sendiri
Sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain 3
3 : Delusi hipokondriasi

4 :
16. Kehilangan Berat Badan 0 : Tidak ada
1 : Berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya
sekarang 1
2 : Jelas penurunan berat badan
3 : Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
17. Insight 0 : Mengetahui dirinya sakit dan cemas
(Pemahaman diri) 1 : Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan penyebab
iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat, 0
dll
2 : Menyangkan bahwa ia sakit
27

18. Variasi Harian Adakah perubahan keadaaan yang memburuk pada waktu
malam atau pagi
0 : Tidak ada 0
1 : Buruk saat pagi
2 : Buruk saat malam
19. Depersonalisasi 0 : Tidak ada
(Perasaan Diri 1 : Ringan
Berubah) 2 : Sedang
0
Dan Derelisiasi 3 : Berat
(Perasaan tidak nyata – 4 : Ketidakmampuan
tidak realistis)
20. Gejala Paranoid 0 : Tidak ada
1 : Kecurigaan
2 : Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian peristiwa 0
kejadian diluar tertuju pada dirinya (ideas refence)
3 : Waham (delusi) dikejar/ diburu
21. Gejala Obsesi dan 0 : Tidak ada
Kompulsi 1 : Ringan 0
2 : Berat
TOTAL NILAI 41

Interpretasi :
0 - 7 =  Normal
8 - 13 =  Depresi ringan Total Nilai :24
14 - 18 =  Depresi sedang Interpretasi :Depresi sangat
19 - 22 =  Depresi berat berat
> 23 = Depresi sangat berat

Lampiran 2. Skala Manual Muscle Test


Nilai/
Kategori Interpretasi
Skor
5 Normal Full ROM, menahan tahanan maksimum
4 Baik Full ROM, menahan tahanan sedang
Full ROM, melawan gravitasi dan mampu melawan
3+ Cukup +
tahanan minimum
3 Cukup Full ROM melawan gravitasi
Full ROM tanpa pengaruh gravitasi, lebih dari
3- Cukup -
setengah ROM melawan gravitasi
Full ROM tanpa pengaruh gravitasi, kurang dari
2+ Lemah +
setengan ROM melawan gravitasi
2 Lemah Full ROM tanpa pengaruh gravitasi
2- Lemah - Parsial ROM tanpa pengaruh gravitasi
1 Sangat Lemah Sedikit kontraksi (Inspeksi atau Palpasi), tanpa ada
28

gerakan sendi
Tidak ada kekuatan sama
0 Tidak ada kontraksi sama sekali
sekali

Lampiran 3. Indeks Barthel


Kemampuan Penilaian Skor
0 : Tak Pernah
Saya dapat mengendalikan
1 : Kadang-kadang 2
defekasi
2 : Selalu

0 : Tak Pernah (dikateter dan tak dapat mengatur)


Saya dapat mengendalikan
1 : Kadang-kadang 1
BAK
2 : Selalu

Mengenai pemeliharaan diri 0 : butuh bantuan orang lain


1
(rambut, gigi, cukur) 1 : mampu melakukan sendiri
0 : tergantung pada orang lain
Menggunakan toilet, saya 1 : kalau perlu minta bantuan 0
2 : bebas
0 : tergantung orang lain
Mengenai makan, saya 1 : kalau perlu minta bantuan 1
2 : bebas
0 : tak mampu duduk dan tergantung pada orang
lain untuk pindah
Naik dan turun dari kursi dan
1: mampu duduk tapi perlu banyak bantuan 0
tempat tidur, saya
2 : perlu sedikit bantuan untuk pindah
3 : bebas
Mengenai jalan, saya 0 : tidak dapat, saya terbatas pada kursi yang 1
didorong orang lain
1 : tidak dapat meskipun saya di kursi roda, saya
dapat menjalankan sendiri
29

2 : dapat tetapi hanya dengan bantuan fisik atau


kata-kata dari orang lain
3 : bebas penuh dan tak perlu bantuan orang lain
0 : tergantung orang lain
1 : perlu dibantu
Berpakaian, saya 0
2 : bebas, saya dapat mengancing baju, restleting,
mengikat tali sepatu dll
0 : tak mampu
Mengenai naik tangga, saya 1 : perlu bantuan 0
2 : bebas
0 : tergantung pada orang lain
Mandi, saya 1 : bebas, saya tak perlu bantuan termasuk 1
keluar/masuk dari toilet/bathub
TOTAL SKOR 7

Anda mungkin juga menyukai