Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL


BERUPA NYERI INSISI, OEDEM TUNGKAI, KELEMAHAN OTOT
ABDOMINAL E. C. SECTIO CAESAREA
AKIBAT PRE-EKLAMPSIA SEJAK
1 HARI YANG LALU

OLEH

KELOMPOK 3

HURULAENI KHAERUNNISA, S.Ft. R024181013

ANDI INDAH MARDHATILLAH, S.Ft. R024181017

ANDI SUCI LESTARI HAMRI, S.Ft. R024181010

ADILAH BACHTIAR, S.Ft. R024181047

AMATULLAH AFIFAH HALIK, S.Ft. R024181009

YULVI HASRIANTI, S.Ft. R024181023

ZAIN SYAMSU GOJALI, S.Ft R024181056

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini, menerangkan bahwa mahasiswa berikut:

Hurulaeni Khaeunnisa, S.Ft R024181013

Andi Indah Mardhatillah, S.Ft R024181017

Andi Suci Lestari Hamri, S.Ft. R024181010

Adilah Bachtiar, S.Ft. R024181047

Amatullah Afifah Halik, S.Ft. R024181009

Yulvi Hasrianti, S.Ft. R024181023

Zain Syamsu Gojali, S.Ft. R024181056


Adalah benar telah menyelesaikan telaah kasus dengan judul

“Manajemen Fisioterapi Gangguan Aktivitas Fungsional berupa Nyeri Insisi,

Oedem Tumgkai, Kelemahan Otot Abdominal e.c. Sectio Caesarea akibat

Pre-Eklampsia sejak 1 Hari yang Lalu” pada bagian manajemen fisioterapi

profesi komprehensif kesehatan wanita di Rumah Sakit Umum Pendidikan

Universitas Hasanuddin dan telah didiskusikannya dengan pembimbing.

Makassar, Agustus 2019

Mengetahui,

ii
Edukator Klinis Fisioterapi Instruktur Klinis Fisioterapi

Salki Sadmita, S.Ft, Physio, M.Kes.

Nindrahayu, S.Ft, Physio,

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................

ii

DAFTAR ISI....................................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................

iii
DAFTAR TABEL............................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

vii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................

B. Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Wanita...............................

BAB II PATOFISIOLOGI ...........................................................................

A. Kerangka Teori.........................................................................

B. Definisi Sectio Caesarea..........................................................

C. Epidemioogi Sectio Caesarea...................................................

iv
D. Patofisiologi Sectio Caesarea...................................................

10

E. Etiologi Sectio Caesarea..........................................................

11

F. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosa.....................................

18

G. Penatalaksanaan Fisioterapi......................................................

20

H. Kerangka Tekonologi Fisioterapi.............................................

22

BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI .......................................................

23

A. Data Umum Pasien....................................................................

23

B. Pemeriksaan Fisioterapi............................................................

23

C. Diagnosis Fisioterapi.................................................................

27

D. Problem Fisioterapi...................................................................

27

E. Tujuan Penanganan Fisioterapi.................................................

27

v
F. Intervensi Fisioterapi.................................................................

27

G. Evaluasi Fisioterapi...................................................................

29

H. Home Program..........................................................................

29

I. Kemitraan..................................................................................

29

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

30

LAMPIRAN ....................................................................................................

31

vi
vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Uterus..........................................................................................

Gambar 2.1. Kerangka Teori............................................................................

Gambar 2.2. Kerangka Teknologi....................................................................

22

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Pemeriksaan Nyeri...........................................................................

25

Tabel 3.2. Pemeriksaan Laboratorium..............................................................

26

Tabel 3.3. Intervensi Fisioterapi.......................................................................

27

Tabel 3.4. Evaluasi Fisioterapi.........................................................................

29

ix
x
DAFTAR LAMPIRAN

1. Zung Self Rating Anxiety Scale..................................................................

31

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan  dan  kelahiran  normal  adalah  proses pengeluaran  janin 

yang terjadi  pada  kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir  spontan

dengan presentasi belakang kepala  yang berlangsung  dalam  18 jam  tanpa 

komplikasi  baik pada  ibu maupun pada  janin  (Manuaba, 2012). Persalinan

dianggap normal  jika  prosesnya  terjadi  pada  usia kehamilan cukup bulan

(setelah 37 minggu)  tanpa  disertai  adanya  penyulit. Persalinan di  mulai 

(inpartu)  sejak uterus  berkontraksi  dan  menyebabkan perubahan  pada 

serviks membuka  dan menipis)  dan berakhir  dengan  lahirnya  plasenta 

secara  lengkap.  Ibu belum  inpartu jika  kontraksi  uterus  tidak

mengakibatkan perubahan serviks  (Marmi, 2012). Persalinan disebut tidak

normal jika tidak melalui lubang vagina. Bisa melalui pembedahan atau

caesar. Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus. (Purwoastuti, 2015).

Menurut (Mochtar, 2012) faktor dari ibu dilakukannya section caesarea

adalah plasenta previa , panggul sempit, partus lama, distosia serviks,

preeklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang

dan letak bokong. Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan

sectiocaesarea adalah ruptur uteriiminen, perdarahan antepartum, ketuban

pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar

melebihi 4.000 gram.


2

B. Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Wanita

Struktur anatomi sistem reproduksi wanita terdiri dari struktur internal

dan eksternal :

1. Struktur Eksternal

a. Perineum

Perineum terbentuk dari jaringan lunak yang berada dibawah

diafragma pelvis dan ditutup dengan kulit. Pada area ini mengandung

jaringan adiposa dengan nervus, pembuluh darah, jaringan erektil dan

otot-otot yang sangat kecil di dalamnya. Dari posterior ke anterior, tiga

lubang yaitu anus, vagina dan urethra juga merupakan bagian dari

perineum (Filho, J.C., et.al., 2016).

b. Vulva

Vulva mengandung organ genitalia eksternal wanita dan lubang

uretra. Secara anterior, vulva mulai dari dinding abdomen pada

simpisis pubis dan ke belakang sampai ke anus. Bagian dari vulva

yaitu mons pubis, labia mayora dan minora, vestibula, dan klitoris

(Filho, J.C., et.al., 2016).

1) Mons Pubis

Mons pubis atau mons veneris merupakan jaringan lemak

subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan

jaringan ikat di atas simfisis pubis. Mons pubis banyak

mengandung kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi rambut

berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas, yaitu sekitar

satu sampai dua tahun sebelum awitan haid. Rata-rata menarche


3

(awitan haid) terjadi pada usia 13 tahun. Mons berperan dalam

sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus (hubungan

seksual). Semakin bertambahnya usia, jumlah jaringan lemak di

tubuh wanita berkurang dan rambut pubis menipis (Prawirohardjo,

2010).

2) Labia Mayor

Labia mayor adalah dua lipatan kulit panjang melengkung

yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons

pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah

mengelilingi labia minor, berakhir di perineum pada garis tengah.

Labia mayor memiliki panjang 7-8 cm, lebar 2-3 cm, dan tebal 1-

1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah.  Labia mayor

melindungi labia minor, meatus urinarius, dan introitus vagina

(lubang vagina). Pada permukaan arah lateral kulit labia yang tebal,

biasanya memiliki pigmen lebih gelap daripada jaringan sekitarnya

dan ditutupi rambut yang kasar (sama dengan rambut di mons

pubis) dan semakin menipis kearah luar perineum. Permukaan

medial (arah dalam) labia mayor licin, tebal, dan tidak ditumbuhi

rambut. Bagian ini mengandung suplai kelenjar sebasea dan banyak

kelenjar keringat serta banyak mengandung pembuluh darah. Labia

mayor sensitive terhadap nyeri, sentuhan, dan suhu tinggi. Hal ini

diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas, yang

berfungsi sebagai rangsangan seksual (Prawirohardjo, 2010).

3) Labio Minor
4

Labia minor terletak di antara dua labia mayor dan

merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit, dan tidak berambut,

yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu

dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia

biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minor

sama dengan mukosa vagina merah muda dan basah. Pembuluh

darah yang banyak membuat labia berwarna merah kemerahan dan

memungkinkan labia minor membengkak, bila ada stimulus

emosional dan stimulus fisik. Kelenjar di labia minor juga

melumasi vulva. Suplai saraf yang banyak membuat labia minor

menjadi sensitif. Ruangan antara kedua labia minor disebut

vestibulum (Prawirohardjo, 2010).

4) Vestibulum

Vestibulum merupakan daerah berbentuk lonjong dengan

panjang 3-3.5 cm dan lebar 1.2-1.5 cm dan terletak diantara lubang

uretra dan vagina, dan tertanam pada otot bulbospongiosus.

Homolog dengan bulbus korpus spongiosum pada penis pria, tetapi

tidak seperti dengan struktur pada pria (Filho, J.C., et.al., 2016).

5) Klitoris

Organ pendek berbetuk slinder dan erektil dengan panjang

0.5-0.7 cm dam lebar 0.6-0.8 cm, terletak dibawah arkus pubis.

Klitoris memiliki banyak pembuluh darah yang membuatnya

sangat sensitif dan berperan penting dalam rangsangan seksual


5

wanita dan melalui simulasi taktil menyebabkan terjadinya ereksi

namun tidak secara signifikan memanjang (Filho, J.C., et.al., 2016).

2. Struktur Internal

Gambar 1.1. Uterus


Sumber : Kho, K., 2018

a. Ovarium

Ovarium merupakan kelenjar sepasang yang terletak di sisi

uterus, di bawah dan di belakang tuba fallopi. Pada wanita muda,

ovarium berwarna merah muda putih, dengan panjang 3-4 cm, lebar

1.5-2 cm, dan tebalnya 1-1.5 cm. Sebelum pubertas, permukaan

ovrium lembut dan homogeny. Namun, seiring berjalannya waktu,

ovulasi yang berulang membuatnya menjadi agak kasar dan irregular.

Ovarium memiliki dua permukaan, medial dan lateral; dua tepi,

mesovarian dan bebas; dan dua ekstremitas, uterine dan tubal (Filho,

J.C., et.al., 2016).

Dua fungsi dari ovarium adalah untuk ovulasi dan memproduksi

hormone. Saat lahir ovarium wanita normal mengandung sangat

banyak ovum primordial (primitif). Diantara interval selama masa usia

subur (umumnya setiap bulan), satu atau lebih ovum matur dan

mengalami ovulasi (Prawirohardjo, 2010).


6

b. Tuba Fallopi

Tuba Fallopi merupakan membran muscular berbentuk seperti

pipa yang memanjang secara medial dari ovarium ke uterus yang

membuka pada bagian proksimal ke dalam lubang uterus melalu

myometrium dan endometrium. Tuba fallopi memiliki panjang 10 cm

dan diameter 1 cm. Meregang secara posterior dan lateral, pada

dinding pelvis, mengelilingi ovarium (Filho, J.C., et.al., 2016).

Tuba fallopii merupakan jalan bagi ovum. Tonjolan-tonjolan

infundibulum yang menyerupai jari (fimbria) menarik ovum ke dalam

tuba dengan gerakan seperti gelombang. Ovum didorong disepanjang

tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh peristaltic lapisan otot.

Estrogen dan prostaglandin mempengaruhi gerakan peristaltic.

Aktivitas peristaltic tuba fallopii dan fungsi sekresi lapisan mukosa

yang terbesar adalah pada saat ovulasi. Sel-sek kolumnar mensekresi

nutrient untuk menyokong ovum selama berada di dalam tuba

(Prawirohardjo, 2010).

c. Uterus

Pada perempuan yang belum hamil, uterus berbetuk seperti pir,

yang berlubang, muscular dan dindingnya tebal, tempat dimana

terjadinya perkembangan ovum yang telah difertilisasi. Berukuran

panjang 6.5-7.5 cm, lebar 4.5-5.5 cm, dan tebalnya 2.5-3 cm. Selama

kehamilan uterus akan membesar untuk akomodasi perkembangan

janin. Uterus terletak di belakang kantung kemih dan di depan rektum.

Uterus memiliki tiga bagian yaitu fundus (di atas tuba fallopi), korpus
7

dan serviks. Korpus dan serviks dipisahkan oleh istmus (Filho, J.C.,

et.al., 2016).

d. Vagina

Vagina merupakan bagian paling bawah dari traktus genital

wanita. Saluran fibromuskular dengan panjang 7-10 cm, dan lebar 2.5-

3 cm. Permukaan dalam vagina kasar (ruge vagina) dengan lipatan

superior ke inferior longitudinal yang disebut kolumna anterior dan

posterior ruge. Kolumna anterior membentuk lipatan horizontal

(medial ke lateral) sepanjang 2 cm ke bawah (Filho, J.C., et.al., 2016).

Vagina berfungsi sebagai organ untuk koitus dan jalan lahir

(Prawirohardjo, 2010).
BAB II

PATOFISIOLOGI

A. Kerangka Teori

Masalah saat Kehamilan menuju Persalinan

Faktor dari Ibu Faktor dari Janin

Chepalo Pelvic Abnormalitas Ketuban Janin Kelainan Letak sungsang


Disproportion Invasi Pecah Dini Besar Letak Kepala Memanjang
Tropoblas Janin

Kegagalan
Remodeling a.
spiralis

Hipoksia
Plasenta

Kerusakan
Endotel

Pre-Eklampsia
Berat

Sectio
Caesarea

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber : Data Primer, 2019
9

B. Definisi Sectio Caesarea

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus. (Purwoastuti, 2015) Sectio

caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada

dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga

histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 2012) 

Sectio caesarea  adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi

untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Dalam operasi caesar, ada tujuh

lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung

otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah

bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu per satu, sehingga

jahitannya berlapis-lapis.

C. Epidemiologi Sectio Caesarea

World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata

persalinan operasi sesar di sebuah negara adalah sekitar 5-15% per 1000

kelahiran di dunia. Di Indonesia sendiri, angka kejadian operasi sesar juga

terus meningkat baik di rumah sakit pemerintah maupun di rumah sakit

swasta. Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan metode

operai sesar sebesar 9.8% dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2010

sampai dengan 2013, dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19.9%) dan

terendah di Sulawesi Tenggara (3/3%). Secara umum pola persalinan melalui

operasi sesar menurut karakteristik menunjukkan prorporsi tertinggi pada

kuintil indeks kepemilikan teratas (18.9%), tinggal di perkotaan (13.8%),


10

pekerjaan sebagai pegawai (20.9%) dan pendidikan tinggi (25.1%)

(Sihombing, N., et.al., 2017)

D. Patofisiologi Sectio Caesarea

Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal salah satunya adalah

karena ibu mengalami Pre-eklampsia Berat (PEB). Invasi tropoblas yang

tidak terjadi atau kurang sempurna, maka akan terjadi kegagalan remodeling

a. spiralis. Hal ini mengakibatkan darah menuju lakuna hemokorioendotel

mengalir kurang optimal dan bila jangka waktu lama mengakibatkan

hipooksigenasi atau hipoksia plasenta. Hipoksia dalam jangka lama

menyebabkan kerusakan endotel pada plasenta yang menambah berat

hipoksia. Produk dari kerusakan vaskuler selanjutknya akan terlepas dan

memasuki darah ibu yang memicu gejala klinis preeklampsia (Aroisa, A.,

2017).

PEB dapat menyebabkan beberapa kondisi yang membahyakan baik

bagi ibu maupun janin, komplikasi pada ibu seperti solusio plasenta,

hopofibrinogemia, hemolisis, pendarahan otak, kelainan mata, edema paru-

paru, nekrosis hati, kelainan ginjal, bisa mengalami kejang yang

menyebabkan lidah tergigit. Sedangkan komplikasi pada janin seperti

kelahiran prematur, brat lahir rendah, diabetes mellitus, penyakit

kardiovaskuler, kegagalan respirasi, Respiratory Distress Syndrom (RDS),

Transient Tachypnea of the Newborn (TTN), dan Persistent Pulmonary

Hypertension (PPHN). Sehingga penanganan yang diberikan yaitu


11

melahirkan janin hidup dengan trauma sekecil-kecilnya dengan melalui

prosedur operasi sesar (Wibowo, R., 2006)

E. Etiologi Sectio Caesarea

Menurut (Mochtar, 2012) faktor dari ibu dilakukannya section

caesarea adalah plasenta previa, panggul sempit, partus lama, distosia

serviks, preeklamsi dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak

lintang dan letak bokong. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat

diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :

1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo Pelvik Disproportion adalah ukuran lingkar panggul ibu

tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan

ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul

merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul

yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir

secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul

patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan

alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis

tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan

ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal (Mohtar, 2012). Setiap

pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat

menimbulkan distosia pada persalinan. Menurut (Prawirohardjo, 2010)

ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :


12

a. Kesempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata

vera yang merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari

10 cm atau jika diameter transversal yang merupakan ukuran paling

lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika

kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya kepala

dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses persalinan akan

memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi persalinan spontan

yang efektif sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun

janinnya.

b. Kesempitan panggul tengah bidang

Obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior

simfisis pubis, lewat spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat

sambungan tulang vertebra keempat dan kelima. Meskipun definisi

kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin

sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis

posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm).

c. Kesempitan pintu bawah panggul

Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai

keadaan dimanadistansiatuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu

bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan distosia

karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai

pula dengan kesempitan panggul tengah. Dalam kasus CPD, jika

kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil
13

cukup bulan, akan dilakukan operasi section caesarea karena resiko

terhadap janin semakin besar kalau persalinan semakin maju.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat) Pre-Eklamsi Dan Eklamsia

Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,

dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya

terjadi pada trimester III kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya,

misalnya pada mola hidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu

dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi,

kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang

biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan

tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan

distolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg atau

lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah

dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada kedaan istirahat

(Prawirohardjo, 2010).

Terdapat beberapa teori yang diduga sebagai etiologi dari

preeklampsia, meliputi (Pribadi, A., et.al., 2015)

a. Abnormalitas invasi tropoblas

Invasi tropoblas yang tidak terjadi atau kurang sempurna, maka

akan terjadi kegagalan remodeling a. spiralis. Hal ini mengakibatkan

darah menuju lakuna hemokorioendotel mengalir kurang optimal dan

bila jangka waktu lama mengakibatkan hipooksigenasi atau hipoksia

plasenta. Hipoksia dalam jangka lama menyebabkan kerusakan

endotel pada plasenta yang menambah berat hipoksia. Produk dari


14

kerusakan vaskuler selanjutknya akan terlepas dan memasuki darah

ibu yang memicu gejala klinis preeklampsia (Aroisa, A., 2017).

b. Maladaptasi imunologi antara maternal-plasenta (paternal)-fetal

Berawal pada awal trimester kedua pada wanita yang

kemungkinan akan terjadi preeklampsia, Th1 akan meningkat dan

rasio Th1/Th2 berubah. Hal ini disebabkan karena reaksi inflamasi

yang distimulasi oleh mikropartikel plasenta dan adiposit (Redman,

C.W., et.al., 2014)

c. Maladaptasi kadiovaskular atau perubahan proses inflamasi dari

proses kehamilan normal.

d. Faktor genetik, termasuk faktor yang diturunkan secara mekanisme

epigenetik.

Dari sudut pandang herediter, preeklampsia adalah penyakit

multifaktorial dan poligenik. Predisposisi herediter untuk

preeklampsia mungkin merupakan hasil interaksi dari ratusan gen

yang diwariskan baik secara maternal ataupun paternal yang

mengontrol fungsi enzimatik dan 3 metabolism pada setiap sistem

organ. Faktor plasma yang diturunkan dapat menyebabkan

preeklampsia (Aroisa, A., 2017). Pada ulasan komprehensifnya, Ward

dan Taylor menyatakan bahwa insidensi preeklampsia bisa terjadi 20

sampai 40 persen pada anak perempuan yang ibunya mengalami

preeklampsia; 11 sampai 37 persen saudara perempuan yang

mengalami preeklampsia dan 22 sampai 47 persen pada orang kembar.


15

e. Faktor nutrisi, kurangnya intake antioksidan.

John et al (2002) menunjukan pada populasi umumnya

konsumsi sayuran dan buah-buahan yang tinggi antioksidan

dihubungkan dengan turunnya tekanan darah. Penelitian yang

dilakukan Zhang et al (2002) menyatakan insidensi preeklampsia

meningkat dua kali pada wanita yang mengkonsumsi asam askorbat

kurang dari 85 mg.

Pada penatalaksanaan pre-eklamsia untuk pencegahan awal ialah

pemeriksaan antenatal yag teratur dan bermutu serta teliti, mengenali

tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang cukup

supaya penyakit tidak menjadi lebih berat. Tujuan utama penanganan

adalah untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi, hendaknya

janin lahir hidup dan trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar,

2012). Gejala pre-eklamsi berat dapat diketahui dengan pemeriksaan

pada tekanan darah mencapai 160/110 mmHg, oliguriaurin kurang 400

cc/24 jam, proteinuria lebih dari 3 gr/liter. Pada keluhan subjektif pasien

mengeluh nyeri epigastrium, gangguan penglihatan dan nyeri kepala.

Pada pemeriksaan di dapat kadar enzim hati meningkat disertai ikterus,

perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm. Pada ibu

penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh

koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari

mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa

akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk

menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan


16

secepatnya dengan melakukan sectiocaesarea yang aman agar

mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin (Mochtar, 2012).

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat

tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian

besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu,

sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2010).

Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu prematur

rupture of membran dan pre term rupture of membrane. Keduanya

memiliki gejala yang sama yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan

sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai

bau yang khas, namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak

terlalu deras keluar serta tidak disertai rasa mules atau sakit perut. Akan

terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak

(Rohani, 2011).

4. Janin Besar (Makrosomia)

Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas

4.000 gram. Di negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih

dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari

4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar,

yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan

lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus

ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin

lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat
17

janin lebih dari 5000 gram (Rohani, 2011). Kelahiran pervaginam untuk

bayi makrosomia harus dilakukan dengan sangat terkontrol yaitu dengan

akses segera kepada staf anastesi dan tim resusitasi neonatus. Sangat

penting untuk menghindari persalinan pervaginam dengan alat bantu

dalam keadaan ini (Rohani, 2011).

5. Kelainan Letak Janin menurut (Mochtar, 2012) antara Lain :

a. Kelainan Pada Letak Kepala

Letak kepala tengadah bagian terbawah adalah puncak kepala,

pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya

kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,

kerusakan dasar panggul. Presentasi muka Letak kepala tengadah

(defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah

muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi

terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya

dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak

belakang kepala.

b. Letak sungsang Janin yang letaknya memanjang (membujur)

Letak sungsang Janin yang letaknya memanjang (membujur)

dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar,

2012). Menurut (Prawirohardjo, 2010) letak sungsang merupakan

keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala

difundusuteri dan bokong berada di bagian bawah kavumuteri.

Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,


18

presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak

sempurna dan presentasi kaki. Bayi kembar tidak selamanya bayi

kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar

memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada

kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami

sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan

secara normal. Faktor hambatan jalan lahir Adanya gangguan pada

jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya

pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali

pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

F. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis

Adapun pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk bisa menegakkan

diagnosis yaitu :

1. Anamnesis

Ditanyakan mengenai perkembangan selama kehamilan, riwayat

hipertensi selama kehamilan karena pasien dengan preeklampsia memiliki

tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan diastol sama atau diatas 100

mmHg, pola makan yang mempengaruhi peningkatan tekanan darah dan

aktifitas selama kehamilan, tingkat stress selama kehamilan yang bisa

mempengaruhi tekanan darah. Proses melahirkan normal atau sesar.

2. Pemeriksaa Vital Sign

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan tekanan darah,

denyut nadi, pernafasan, dan suhu untuk menilai dan mengontrol kondisi
19

pasien dan menilai kesiapan pasien untuk melakukan latihan pemulihan

paska operasi.

3. Pemeriksaan Postur

Pemeriksaan yang dilakukan dengan megamati postur baik depan,

belakang maupun samping untuk mengetahui perubahan postur yang

dialami. Untuk pasien 1-2 hari pasca operasi sesar, masih berada diatas

tempat tidur sehingga masih sulit untuk menilai postur pasien.

4. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

Pemeriksaan yang dilakukan pada gerakan-gerakan pasien, menilai

kekuatan dan kesiapan otot seluruh tubuh pasca operasi sesar.

5. Palpasi

Pemeriksaan yang dilakukan dengan menyentuh menggunakan jari

tangan, maupun telapak tangan tergantung region yang ingin diperiksa.

Dalam hal ini, diperiksa dibagian sekitar insisi. Selain itu juga diperiksa

bagian tungkai apakah ada pembengkakan atau tidak, juga dinilai kontrur

kulit serta suhu.

6. Pemeriksaan Spesifik

a. Pemeriksaan Nyeri

Pemeriksaan nyeri yang dilakukan dengan menggunakan Visual

Analogue Scale (VAS), nyeri yang dinilai pada saat pasien diam, pada

saat ditekan maupun pada saat bergerak.


20

b. Pengukuran Lingkar Thoraks

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kemampuan rongga

dada untuk mengembang dan mengempis selama melakukan inspirasi

dan ekspirasi, terkait dengan pola nafas pasien pasca operasi sesar.

c. Pitting Oedem

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai pembengkakan yang

terjadi pada pasien, menilai kedalaman dan waktu kembalinya. Semakin

dalam dan semakin lama kembali maka pembengkakannya semakin

berat.

d. Pemeriksaan kekuatan otot abdominal

Pemeriksaan ini dilakukan dengan meminta pasien untuk

mengkontraksikan perutnya sebatas mampu pasien untuk meilai

kekuatan dari otot abdominal pasien.

e. Pemeriksaan Zung Self Rating Anxiety Scale

Pemeriksaan ini dilakukan melalui kuesioner mengenai tingkat

kecemasan pasien pasca melahirkan.

f. Pemeriksaa Lab

Pemeriksaan yang dilakukan dengan melihat hasil lab pasien.

Bisa mengetahui kondisi pasien dan bisa sebagai acuan dalam

pemberian dosis penanganan/latihan.

G. Penatalaksanaan Fisioterapi

1. Komunikasi Terapeutik

Penanganan yang diberikan kepada pasien melalui pendekatan

personal untuk mengurangi tingkat kecemasan ibu paska melahirkan.


21

2. Breathing Exercise

Penanganan yang diberikan kepada pasien dengan memberikan

latihan pernafasan untuk memperbaiki pola nafas dan mengurangi sesak

yang dirasakan paska operasi sesar. Selain itu akan meningkatkan

metabolism tubuh sehingga pemulihan akan lebih cepat.

3. Pumping Action

Penanganan yang diberikan dengan menggerakkan kedua

penrgelangan kaki secara bergantian untuk melancarkan sirkulasi darah

dan penumpukan cairan akan berkurang sehingga oedem akan berkurang

4. Kegel Exercise

Penanganan ini diberikan untuk menguatkan dan mengembalikan

fungsi pelvic floor yang melemah selama kehamilan dan proses persalinan.

5. Pelvic Tilt Exercise

Latihan yang diberikan kepada ibu paska melahirkan dalam

keadaan terlentang, dengan menarik otot panggul keatas dengan tujuan

untuk menguatkan otot abdomen.

6. Early Mobilization

Mobilisasi dini ini dilakukan untuk mencegah terjadinya dekubitas,

mengembalikan fungsi anggota gerak tubuh, dan mempercepat pemulihan

sehingga pasien bisa melakukan aktivitas fungsional sedini mungkin.


22

H. Kerangka Teknologi Fisioterapi

PEMERIKSAAN FISIOTERAPI
1. Anemnesis (History Taking)
Sectio Caesarea
2. Inspeksi Statis dan Dinamis
akibat Pre-
3. Pemeriksaan Fungsi Gerak
Eklampsia Berat
Dasar
4. Palpasi
5. Pemeriksaan Vital Sign PROBLEM FISIOTERAPI
6. Pemeriksaan Nyeri
7. Pengukuran Lingkar Thoraks 1. Nyeri
8. Pitting Oedem 2. Kecemasan
9. Pemeriksaan kekuatan otot 3. Oedem
abdominal 4. Kelemahan otot Abdominal
10.Zung Self Rating Anxiety Scale 5. Gangguan ADL
11.Pemerisaan Lab

MODALITAS TERPILIH

1. Komunikasi Terapeutik
2. Breathing Exercise
3. Pumping Action
4. Kegel Exercise
5. Pelvic Tilt Exercise

Gambar 2.2. Kerangka Teknologi


Sumber : Data Primer, 2019
BAB III

MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. Data Umum Pasien

Nama : Ny. IK

Usia : 38 tahun

Pekerjaan : Guru

Alamat : Polman

B. Pemeriksaan Fisioterapi Model CHARTS

1. Chief of Complaint

Nyeri perut setelah operasi sesar

2. History Taking

a. Nyeri perut bekas jahitan setelah operasi sesar 1 hari yang lalu

b. Saat ini merupakan kehamilan pertama (G:1, P:0, A:0) dengan usia

kelhamilan atem 37 minggu.

c. Pasien telah mencoba untuk partus normal, namun tekanan darahnya

meningkat saat pembukaan 8 (TD: 160/80), sehingga dokter

memutuskan untuk melakukan operasi sesar.

d. Ada riwayat hipertensi sejak sebelum menikah dan riwayat DM sejak

2012

e. Saat ini pasien merasa cemas akan nyeri dan keadaan bayi yang masih

diruangan NICU.

f. ASI sudah keluar, namun belum bisa menyusui.

g. Pasien telah melakukan terapi insulin sejak 2012. Hasil lab terakhir (4

September 2019) glukosa darah 154.


24

3. Asymmetric

a. Inspeksi statis:

1) Pasien terlentang dengan infus dikedua tangan

2) Kedua tungkai bawah tampak bengkak

3) Wajah tampak cemas

4) Terdapat bekas insisi sesar di abdomen

kedua

b. Inspeksi dinamis:

1) Pasien sudah mampu miring kanan dan miring kiri, tetapi belum

mampu untuk duduk

c. PFGD

Tidak dilakukan

d. Palpasi

1) Suhu : Normal.

2) Oedem : Pada kedua tungkai bawah.

3) Kontur kulit : Mengkilat pada tungkai bawah

4) Tenderness :-

4. Restrictive

a. Limitasi ROM :-

b. Limitasi ADL : Aktivitas sehari-hari terganggu (walking)

c. Limitasi Pekerjaan : Belum mampu melakukan pekerjaan

sebagai Guru

d. Limitasi rekreasi :-

5. Tissue Impairment and Psychogenic Prediction

a. Musculotendinogen : Kelemahan m.rectus abdominis


25

b. Osteorthrogen :-

c. Neurogen :-

d. Psikogen : Kecemasan.

6. Spesific Test

a. Pengukuran Vital Sign

1) TD: 160/70 mmHg

2) Nadi : 105x/menit

3) Suhu: : 37,7o c

4) Pernapasan ; 25 x/menit

b. Pemeriksaan Nyeri

Pemeriksaan nyeri pada abdomen terhadap pasien Ny.IK

menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dengan hasil dan

interpretasi sebagai berikut:

Tabel 3.1. Pemeriksaan Nyeri

Pemeriksaan Hasil Interpretasi


Nyeri Diam 3 Nyeri ringan
Nyeri Tekan 5 Nyeri sedang
Nyeri Gerak 6 Nyeri sedang
Kriteria penilaian (Rumus Bourjone):
0 : Tidak Nyeri
1-3 : Nyeri Ringan
4-6 : Nyeri Sedang
7-9 : Nyeri Berat
10 : Nyeri Sangat Berat
Sumber: Data Primer

c. Pengukuran Lingkar Thorax

Hasil: Upper : 3 cm, Middle : 4 cm, Lower : 5 cm

Interpretasi : Normal
26

d. Pitting Oedem

Hasil: (+) +3 dengan kedalaman 6 mm, dan lama kembali 10 sec.

Interpretasi: Oedem derajat sedang

e. Pemeriksaan kekuatan otot abdominal

Hasil: 3 (Pasien dengan kedua tangan disamping dapat melakukan

gerakan fleksi trunk dengan bahu terangkat)

Interpretasi: Kelemahan otot abdominal

f. Zung Self Rating Anxiety Scale :

Hasil : 29

Interpretasi : Kecemasan Ringan

g. Pemeriksaan Lab

Tabel 3.2. Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Kimia Darah
GDS 154 140 mg/dl
Hematologi

WBC 30,87 4.00 – 10.0 ribu/µl


RBC 4,21 4.00 – 6.00 ribu/µl
HGB 12,8 12.0 – 16.0 g/dL
HCT 35,5 37.0 – 48.0 %
MCV 84,3 80.0 – 97.0 fL
MCH 30,4 26.5 – 33.5 Pg
MCHC 36,1 31.5 – 35.0 g/dl
PLT 113 150 – 400 ribu/µl
RDW-SD 39,3 37.0 – 54.0 fL
RDW-CV 13,1 10.0 – 15.0 %
PDW 16,5 10.0 – 18.0 fL
MPV 11,9 6.50 -11.0 fL
P-LCR 38,2 13.0 – 43.0 %
PCT 0.13 0.15 – 0.50 %
NEUT 89,7 52.0 – 75.0 %
LYMPH 4,2 20.0 – 40.0 %
MONO 6,1 2.00 – 8.00 %
EO 0.00 1.00 – 3.00 %
BASO 0.001 0.00 – 0.10 %
Sumber: Data Primer, 2019
27

C. Diagnosis Fisioterapi

“Gangguan Aktivitas Fungsional berupa nyeri insisi, oedem tungkai,

kelemahan otot abdominal e.c post section caesarea akibat Pre-eklampsia

sejak 1 hari yang Lalu.”

D. Problem Fisioterapi

1. Problem primer : Nyeri.

2. Problem sekunder : oedem, kecemasan, kelemahan otot abdominal

3. Problem kompleks : Gangguan ADL

E. Tujuan Fisioterapi

1. Tujuan Jangka Pendek

a. Mengurangi nyeri.

b. Mengurangi kecemasan.

c. Mengurangi oedem

d. Meningkatkan kekuatan otot abdominal

2. Tujuan Jangka Panjang : Mengembalikan aktivitas fungsinoal

F. Intervensi Fisioterapi

Tabel 3.3. Intervensi Fisioterapi Hari Pertama


No. Problem Modalitas Dosis
1. Kecemasan Komunikasi F : 1 kali/ hari
Terapeutik I : Pasien Fokus
T : Pendekatan Interpersonal
T : Selama Terapi
2. Metabolic Stress Exercise therapy F : 1 kali/terapi
Reaction + nyeri I : 8 kali hitungan inspirasi dan 8
kali hitungan ekspirasi, 3 kali
28

pengulangan, sebanyak 3 set


T : Deep Breathing Exercise
T : 10 menit
3. Kelemahan Otot Exercise therapy F : 1 kali/terapi
abdominal I : 10 kali hitungan / 3 kali
repetisi
T : Abdominal Static Contraction
Exercise
T : 2 menit
Exercise therapy F : 1 kali/terapi
I : 10 kali hitungan / 3 kali
repetisi
T : Pelvic Tilt Exercise
T : 2 menit
4. Udem Exercise therapy F : 1 kali/terapi
I : 10 kali repetisi/gerakan, 3 set
T : Pumping Action dan elevasi
T : 2 menit
5. Gangguan ADL Exercise therapy F : 1 x / terapi
I : toleransi pasien
T : Early Mobilization
T : 2 menit
Sumber: Data Primer

Tabel 3.4. Intervensi Fisioterapi Hari Kedua


No Problem Modalitas Dosis
.
1. Kecemasan Komunikasi F : 1 kali/ hari
Terapeutik I : Pasien Fokus
T : Pendekatan Interpersonal
T : Selama Terapi
2. Metabolic Stress Exercise therapy F : 1 kali/terapi
Reaction + nyeri I : 8 kali hitungan inspirasi dan
8 kali hitungan ekspirasi, 3 kali
pengulangan, sebanyak 3 set
T : Deep Breathing Exercise
T : 10 menit
3. Kelemahan Otot Exercise therapy F : 1 kali/terapi
29

abdominal I : 10 kali hitungan / 3 kali


repetisi
T : Abdominal Static
Contraction Exercise
T : 2 menit
Exercise therapy F : 1 kali/terapi
I : 10 kali hitungan / 3 kali
repetisi
T : Pelvic Tilt Exercise
T : 2 menit
4. Menjaga kekuatan Exercise therapy F : 1 kali/terapi
pelvic floor muscle I : 10 kali hitungan / 3 kali
repetisi
T : Kegel Exercise
T : 2 menit
5. Udem Exercise therapy F : 1 kali/terapi
I : 10 kali repetisi/gerakan, 3
set
T : Pumping Action dan elevasi
T : 2 menit
6. Gangguan ADL Exercise therapy F : 1 x / terapi
I : toleransi pasien
T : Early Mobilization
T : 2 menit
Sumber: Data Primer

G. Evaluasi Fisioterapi

Tabel 3.5. Evaluasi Sesaat Fisioterapi

N Setelah 1x terapi
Problem Alat Ukur Interpretasi
o Sebelum Sesudah
1. Nyeri pada VAS Nyeri diam : 3 Nyeri diam : 2 Ada
area sekitar Nyeri gerak : 6 Nyeri gerak : 6 penurunan
insisi Nyeri tekan : 5 Nyeri tekan : 5 nyeri
30

2 Udem Pitting 3+ 3+ Belum


Udem mengalami
Penurunan
Sumber: Data Primer

Tabel 3.6. Evaluasi Setelah 2 kali Fisioterapi

N Setelah 1x terapi
Problem Alat Ukur Interpretasi
o Sebelum Sesudah
1. Nyeri pada VAS Nyeri diam : 3 Nyeri diam : 2 Ada
area sekitar Nyeri gerak : 6 Nyeri gerak : 5 penurunan
insisi Nyeri tekan : 5 Nyeri tekan : 4 nyeri
2 Udem Pitting 3+ 2+ Mengalami
Udem Penurunan
Sumber: Data Primer

H. Home Program

1. Pasien diminta untuk melakukan gerakan-gerakan yang bisa dilakukan di

rumah seperti Pelvic Tilt Exercise

2. Pasien diedukasi untuk meninggikan sedikit kedua kakinya lalu

melakukan pumping action

3. Pasien diajarkan cara menyusui yang benar agar tidak mempengaruhi

bekas insisi

4. Pasien juga diajarkan jika batuk, bersin, ataupun melakukan gerakan

untuk menaruh tangan diatas bekas insisi agar tetap terjaga.

I. Kemitraan

Melakukan kolaborasi atau kemitraan dalam rangka memberikan

layanan prima kepada pasien, di antaranya dengan:


31

1. Dokter Obgyn,

2. Bidan, dan

3. Perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Aroisa, A. 2017. Hubungan Preeklampsia dengan Kejadian Pendarahan


Postpasrtum pada Primipara dan Multipara di RS PKU Muhammadiyah
Gamping Yogyakarta. Skripsi dipublikasikan. Yogyakarta : Program studi
Pendidikan Doktor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Filho, J.C., R. James, S., dan Alex, V. 2016. Overview of the Female
Reproductive system. Springer Science : 19-45
John, J.H., ziebland., s., dan Yudkin, P. 2002. Effect of Fruits and Vegetable
Consumption on Plasma Anti Oxidant Conentrations and Blood Pressure :
A Randomized Controlled Trial. Lancet : 359
Manuaba. 2012 Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi
sosial untuk Profesi Bidan . Jakarta : EGC
Mochtar, R. 2012. Pendidikan Kebidanan Edisi 5. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Prawihardjo, s. 2010. Buku Acuan Nasioal Pelayana Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka sarwano Prawihardjo
Pribadi, A., Mose, J.C., dan Anwar, A.D. 2015 Kehamilan Resiko Tinggi. Jakarta :
CV Sagung Seto
Redman, C.W., Sagrent, I.L., dan Taylor, R.N. 2014. Immonology of Abnormal
Pregnancy and Preeklampsia in Taylor RN, Roberts, JM., Cunningham,
FG. (eds) : Chesley’s Hypertensive Disorder in Pregnancy, 4th ed.
Amsterdam : Academic Perss
Sihombing, N., Ika, s., dan Dwi, S. 2017. Determinan Persalinan Sectio Caesarea
di Indonesia (Analisis Lanjut Data Riskesdas 2013). Jurnal Kesehatan
Reproduksi, 8(1) : 63 – 75
Wibowo, R. 2006. Protanuria dalamIlmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 5. Jakarta :
Penerbit FKUI

32
33

LAMPIRAN

1. Zung Self Rating Anxiety Scale

a. PERNYATAAN SKOR

1 Saya merasa lebih gelisah dari biasanya


2 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas
3 Saya merasakan tubuh saya seakan berantakan dan hancur
4 Saya mudah marah, tersinggung, atau panik
5 Saya merasa kesulitan dalam mengerjakan sesuatu atau merasa hal
buruk akan terjadi
6 Kedua kaki dan tangan sering gemetar
7 Saya terganggu oleh rasa nyeri yang ada
8 Saya merasa badan saya mulai lemah dan mudah lelah
9 Saya tidak dapat istirahat dengan tenang
10 Saya merasa jantung berdebar-debar dengan cepat
11 Saya mengalami pusing
12 Saya sering merasa ingin pingsan atau sering pingsan
13 Saya mudah sesak nafas atau tersenggal-senggal
14 Saya merasa kaku, kesemutan pada jari-jari saya
15 Saya merasa sakit perut dan gangguan pada pencernaan saya
16 Saya sering kencing dari biasanya
17 Saya sering merasa tangan saya dingin dan basah dari biasanya
18 Wajah saya terasa panas
19 Saya sulit beristirahat di malam hari
20 Saya mengalami mimpi-mimpi buruk
Total nilai (skore):

a. < 20 =  tidak ada kecemasan

b.  20 - 44 =  kecemasan ringan

c.  45-59 =  kecemasan sedang

d.  60-80 =  kecemasan berat

Anda mungkin juga menyukai