Anda di halaman 1dari 43

DESIMINASI ILMU

PENGARUH AROMATERAPI BIJI PALA (MYRISTICA FRAGRANS


HOUTT) TERHADAP INSOMNIA PADA LANSIA DI
PSTW SABAI NAN ALUIH SICINCIN
TAHUN 2023

Disusun oleh :

Andini Ayu Sasalbillah, S. Kep (2214901025)


Dila Adi Putri, S. Kep (2214901040)
Elga Alfriyeni, S. Kep (2214901044)
Febrawati Fajlynd, S.Kep (2214901007)
Fuji Mardianti, S.Kep (2214901048)
Nadia Okta Yanti, S.Kep (2214901061)
Siyafrina Yolanda, S.Kep (2214901078)
Telsa Melda Sriyani, S.Kep (2214901080)

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

( Ns. Ledia Restipa, M.Kep ) ( Ns. Shuci Putri Hayu, S. Kep)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
T.A 2023
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Desiminasi ilmu yang berjudul “Pengaruh Aromaterapi Biji Pala (Myristica Fragrans Houtt)
Terhadap Insomnia Pada Lansia Di Pstw Sabai Nan Aluih Sicincin” ini dapat diperiksa
dan disetujui untuk diseminarkan.

Perceptor Akademik Perceptor Akademik

Ns. Ledia Restipa, M.Kep Ns. Shuci Putri Hayu, S.Kep


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga kelompok dapat
menyelesaikan desiminasi ilmu yang berjudul “Pengaruh Aromaterapi Biji Pala
(Myristica Fragrans Houtt) Terhadap Insomnia Pada Lansia Di Pstw Sabai Nan Aluih
Sicincin”.

Desiminasi ilmu ini diajukan sebagai salah satu pencapaian kompetensi praktik
Keperawatan Gerontik pada Program Studi Profesi Ners STIKes Alifah Padang.

Kelompok menyadari bahwa penulisan desiminasi ilmu ini masih jauh dari
kesempurnaan, penyusunan desiminasi ilmu ini telah banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada
yang terhormat :

1. Bapak Kepala Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin
Kabupaten Padang Pariaman
2. Bapak/Ibu Pejabat Structural Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai Nan
Aluih Sicincin Kabupaten Padang Pariaman
3. Bapak/Ibu Pegawai dan Pengasuh Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Sabai
Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang Pariaman
4. Ibu Ns. Ledia Restipa, M.Kep, dan Ibu Ns. Helmanis Suci, M.Kep sebagai
preseptor akademik STIKes Alifah Padang
5. Ibu Ns. Shuci Putri Hayu, S.Kep sebagai preseptor klinik Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Sabai Nan Aluih Sicincin Kabupaten Padang Pariaman
Kelompok menyadari bahwa dalam proses penyusunan desiminasi ilmu ini banyak
terdapat kekurangan, hal ini bukanlah suatu kesengajaan melainkan karena
keterbatasan ilmu kelompok. Untuk itu kelompok mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan desiminasi ilmu ini.

Sicincin, Juni 2023

Kelompok 8
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vi
DAFTAR TABEL......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitiaan.............................................................................. 6
C. Manfaat Penelitian.............................................................................. 6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Lansia
1. Pengertian........................................................................................ 8
2. Perubahan Fisiologi pada Lansia..................................................... 8
3. Batasan Usia Lansia......................................................................... 15
4. Teori Menua..................................................................................... 16
B. Konsep Insomnia
1. Pengertian Insomnia ................................................................ 18
2. Etiologi..................................................................................... 20
3. Manifestasi................................................................................ 20
4. Patofisiologi..................................................................................... 22
5. Komplikasi....................................................................................... 24
6. WOC................................................................................................ 26
7. Pemeriksaan Penunjang................................................................... 28
8. Penatalaksanaan............................................................................... 28
C. Konsep Dasar Aromaterapi Biji Pala
1. Pengertian aromaterapi……………...…………………………….. 29
2. Tumbuhan Pala ................................................................................ 30
3. Manifestasi Kerja.............................................................................. 30
4. Teknik Pemberian Aromaterapi....................................................... 31
D. Terapi Komplementer
1. Indikasi Dan Kontraindikasi ............................................................ 33
2. Kekurangan Dan Kelebihan Buah pala ........................................... 33
3. Tingkat Ektivitas.............................................................................. 34
4. Cara Pembuatan................................................................................ 36
5. Cara Konsumsi................................................................................. 36
6. Kadarluarsa....................................................................................... 37
BAB III PELAKSANAAN
A. Periode Pra Pelaksana........................................................................ 37
B. Implementasi...................................................................................... 38
C. Periode Pasca Perlakuan..................................................................... 39
BAB IV PEMBAHASAN
A. Hasil Implementasi yang dilakukan pada Lansia............................... 39
B. Kesimpulan Hasil Implementasi........................................................ 40
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 42
B. Saran .................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Implementasi ................................................ 49


DAFTAR TABEL

Tabel. 2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Jeruk Nipis.............................................. 21

Tabel. 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Jeruk Nipis........................................…..


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya usia harapan hidup adalah salah satu indikator keberhasilan

pembangunan. Dengan demikian, dari tahun ketahun jumlah penduduk lansia semakin

tinggi. Pada tahun 2010 jumlah penduduk lansia di Indonesia kurang lebih 23.992.000

jiwa (9,77%) dan tahun 2020 diperkirakan mencapai 28.000.000 jiwa (11,3%). BPS RI

Susena menyebutkan pada Tahun 2009, angka kesakitan penduduk lansia menurut tipe

daerah yang paling tinggi di pedesaan (Samsudrajat, 2011). Populasi penduduk lanjut

usia secara global diprediksi akan mengalami peningkatan. Setelah tahun 2010

populasi lanjut usia di Indonesia diprediksi mengalami peningkatan lebih tinggi dari

pada populasi penduduk lanjut usia di dunia. Provinsi Jawa Tengah menjadi daerah

yang mendapatkan prosentase terbanyak rangking dua di Indonesia. (Kemenkes RI,

Pusdatin, 2016).

Jumlah penduduk usia lanjut yang meningkat diikuti dengan timbulnya berbagai

masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut berupa penyakit kronik degeneratif

(Dewi, 2010). Salah satu masalah kesehatan yang sering muncul pada lansia adalah

insomnia. Oleh karena itu pada lanjut usia membutuhkan perhatian dan penanganan

yang serius agar mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal.

Insomnia adalah salah satu dari berbagai gangguan tidur yang paling sering

dikeluhkan di dunia paktik kedokteran. Insomnia dapat diartikan sebagai kesulitan

dalam memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi, serta mengantuk di siang

hari. Gangguan tidur dapat terjadi disemua lapisan usia, akan tetapi lebih sering

menjadi keluhan di kalangan lanjut usia (Kim, et al., 2013). Insomnia disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain dari segi fisik, psikologi, dan lingkungan (Hanun, 2011:75).

Kondisi fisik yang dimaksud meliputi kondisi fisik yang tidak menyenangkan seperti

sakit kepala, efek zat langsung seperti obat. obatan terlarang dan alkohol, penyakit

infeksi, nyeri dan lain lain. Selanjutnya kondisi psikologi antara lain kecemasan,

ketegangan otot, perubahan lingkungan, depresi, stress, dan skizofrenia. Masalah

lingkungan yang dimaksud seperti suara dengkuran, pencahayaan kamar kurang,

ketidaknyamanan tempat tidur, lingkungan yang gaduh dan lain sebagainya.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kelurahan Wringin Putih

Kecamatan Borobudur pada 10 lanisa, terdapat 7 lansia yang mengatakan tidak bisa

tidur pada malam hari dikarenakan stress dan gaya hidup yang tidak sehat, sehingga

lansia merasa tidak fokus dan kegiatan pada siang hari terganggu. Untuk merangsang

tidur sebelumnya lansia sudah melakukan upaya dengan berdoa dan berdzikir sebelum

tidur, ada juga yang tidak melakukan upaya apapun. Hal tersebut dapat merugikan

kesehatan baik fisik ataupun secara psikis.

Penyembuhan terhadap insomnia tergantung dari penyebab yang menimbulkan

insomnia. Jika penyebabnya adalah kebiasaan yang salah atau lingkungan yang kurang

kondusif untuk tidur maka terapi yang dilakukan adalah merubah kebiasaan dan

lingkungannya. Sedangkan untuk penyebab psikologis maka konseling dan terapi

relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi gangguan sulit tidur, terapi ini

merupakan bentuk terapi psikologis yang mendasarkan pada teori teori behavioris.

(Purwanto, 2011).

Insomnia tersebut jika diremehkan artinya sama dengan membiarkan tubuh

semakin melemah sedikit demi sedikit, hingga dapat memunculkan masalah kesehatan

serius, dan menurunkan kualitas hidup lansia. Kerugian yang diakibatkan oleh
insomnia antara lain kerugian kesehatan fisik gangguan jantung, diabetes, kerugian

psikis, dan kerugian finansial (Widya, 2010). Secara fisiologis, apabila seseorang tidak

mendapatkan tidur yang cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh dapat terjadi

efek- efek seperti pelupa, konfusi dan disorientasi (Stanley, 2007).

Gejala gangguan pola tidur ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat

dikarenakan gangguan tidur tersebut merupakan hal yang wajar, sehingga mereka

tidak memeriksakan kepada dokter. Kondisi semacam ini sering kali tidak

mendapatkan pertolongan, sementara itu gangguan tidur dapat berpengaruh pada

kualitas hidup orang yang berusia lanjut (Djauzi, 2010).

Prevalensi Insomnia yang terjadi pada lansia diperkirakan sebesar 13-47%

dengan proporsi sekitar 50-70% terjadi pada usia diatas 65 tahun. Di Indonesia, angka

prevalensi insomnia pada lansia sekitar 67%. Kejadian insomnia meningkat pada

wanita hingga 40% wanita pada rentang usia 40-54 tahun mengeluh insomnia.

(Suasari,et. al. 2014). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang

2017-2018 didapatkan jumlah lansia terbanyak berada di Kecamatan Borobudur yaitu

5301 jiwa.

Aroma terapi sebagai salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan

untuk mengatasi insomnia. Aroma terapi mempunyai efek menenangkan atau rileks

untuk mengatasi beberapa gangguan tidur antara lain mengurangi kecemasan,

ketegangan dan insomnia. Terapi komplementer dan alternatif adalah sesuatu yang

saling berhubungan dengan nilai praktik keperawatan, hal tersebut termasuk dalam

kepercayaan holistik manusia yaitu keperawatan secara menyeluruh bio, psiko, sosial,

spiritual, dan kultur yang memperhatikan aspek lain sehingga tidak dipandang hanya

pada keadaan fisik, bertujuan untuk penekanan dalam penyembuhan, pengakuan


bahwa penyediaan hubungan klien sebagai partner, yang berfokus terhadap promosi

kesehatan dan pencegahan penyakit (Adiyati, 2010).

Masyarakat biasanya mengkonsumsi buah-buahan manis seperti pepaya, pisang,

dan kurma untuk mengatasi insomnia karena buah-buahan manis mengandung hormon

melatonin. Tumbuhan obat adalah tanaman atau bagian tanaman yang digunakan

sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau sebagai bahan obat tradisional atau

jamu, atau sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor), atau tanaman yang

diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat. Salah satu jenis

tanaman obat adalah tanaman pala (Myristica Fragrans) (Kartikawati, 2004).

Masyarakat juga dapat melakukan terapi untuk mengatasi insomnia dengan cara

menggunakan aromaterapi biji pala. Pala merupakan tanaman multiguna asli Indonesia

yang mengandung minyak atsiri yang berfungsi sebagai zat pewangi dalam pembuatan

parfum dan wangi-wangian, terutama minyak atsiri yang berasal dari bunga dan jenis

hewan tertentu. Minyak atsiri dapat digunakan sebagai zat pengikat bau (fixative)

dalam parfum, misalnya minyak nilam, minyak akar, wangi dan minyak cendana.

Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah umumnya digunakan sebagai

bahan penyedap dalam bahan pangan dan minuman, misalnya minyak lada, minyak

kayu manis, minyak pala, minyak cengkeh, minyak ketumbar dan minyak jahe

(Djarwadi, 2012). Selain sebagai bumbu masakan ternyata pala dapat digunakan untuk

mengatasi insomnia pada lansia, yaitu aroma terapi dari biji pala. Tanaman pala

(Myristica Fragan Houtt) dikenal dengan tanaman rempah yang memiliki nilai

ekonomis yang merupakan tanaman asli Indonesia. Bagian buah yang mempunyai

nilai ekonomi cukup tinggi adalah biji pala dan fuli (bunga) yang dijadikan minyak

pala. Adapun daging buah pala dimanfaatkan untuk diolah menjadi manisan pala,
asinan pala, dodol pala, selai pala dan sirup pala (Larasati, dkk. 2008). Tanaman

multiguna dan komoditas ekspor Indonesia nonmigas utama ini dapat dimanfaatkan

sebagai obat sedatif-hipnotik dan secara empiris, biji pala sering digunakan

masyarakat sebagai obat untuk menenangkan atau menidurkan anak. (Rahardian,

2009).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan kelompok pada tanggal 02 Juni 2023 di

Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin yang mempunyai kapasitas 110

orang lansia, dari 110 orang lansia ditemukan 11 orang lansia yang mengalami batuk

yang berada di 13 wisma.

Berdasarkan data diatas maka kelompok tertarik melakukan desiminasi ilmu

tentang “ Apa Ada Pengaruh Aroma Terapi Biji Pala (Myristica fragrans Houtt)

terhadap Insomnia Pada Lansia Di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin Tahun 2023”?.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum :

Setelah dilakukan desiminasi ilmu diharapkan audiens (pegawai dan pengasuh)

dapat menerapkan kepada lansia yang mengalami insomnia di PSTW Sabai Nan

Aluih Sicincin Tahun 2023

2. Tujuan Khusus :

Setelah dilakukan desiminasi ilmu diharapkan audiens (pegawai dan pengasuh)

dapat memahami dan menrapkan tentang :

a. Untuk mengetahui konsep lansia

b. Mengidentifikasi karakteristik responden yang mengalami insomnia.

c. Mengidentifikasi tingkat insomnia sebelum dan sesudah dilakukan terapi

aromaterapi biji pala pada kelompok intervensi.


d. Mengidentifikasi tingkat insomnia sebelum dan sesudah dilakukan terapi

aromaterapi biji pala pada kelompok kontrol.

e. Mengetahui pengaruh aromaterapi biji pala terhadap lansia yang

mengalami insomnia

C. Manfaat

1. Bagi pegawai dan pengasuh di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin

Diharapkan dengan adanya desiminasi ilmu ini dapat memberikan ilmu tambahan

kepada pengasuh dan peagawai untuk mampu menerapkan pemberian biji pala

(Myristica fragrans Houtt) sebagai terapi non farmakologi pada lansia yang

menderita insomnia di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin.

2. Bagi mahasiswa keperawatan

Diharapkan dapat di jadikan sebagai referensi dan ilmu pengetahuan dalam

mengobati lansia yang mengalami insomnia dengan pemberian aroma terapi biji

pala (Myristica fragrans Houtt).

3. Bagi lansia

Dapat di jadikan terapi alternatif untuk mencegah dan menimalisir komplikasi

yang akan terjadi pada lansia yang mengalami insomnia.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP LANSIA


A. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan
kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut
usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial
lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan
budaya bangsa (Fitriani, 2018).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2018).
B. Batasan Lansia
WHO menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2. Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
Depkes RI menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
yaitu:
1. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan (Kholifah. 2019).
C. Perubahan Pada Lansia
Perubahan Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
1. Perubahan fisik
a) Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan extra seluler
b) Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam
respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem
pendengaran, presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya
pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c) Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya - respon
terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatny
ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
lapang pandang.
d) Sistem Kardivaskuler. : katup jantung menebal dan menjadi kaku ,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah
berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningg.
e) Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga
menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya
sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat. - Kedalaman pernafasan
menurun.
f) Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk,
indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi
indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin
g) Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi
sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun
sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat.
Vesika urinaria, ototototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia
yang akan berakibat retensia urine.
h) Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva
terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas
jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
i) Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon
menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah,
aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate
(BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen
dan testosteron.
j) Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan
rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan
rapuh.
k) Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh
menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot ,
sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan tremor. 2.
Perubahan Mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan
perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan
serta situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum makin mundur
terutama faktor penolakan abstrak mulai lupa terhadap kejadian baru, masih
terekam baik kejadian masa lalu. Dari segi mental emosional sering muncul
perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, merasa
terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak
berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk mandiri serta
cenderung bersifat entrovert.
2. Perubahan
Perubahan Psikososial Masalah-masalah ini serta reaksi individu
terhadapnya akan sangat beragam, tergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan. Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupan nya dengan
bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa
pensiun. Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk
masa pensiun dengan menciptakan bagi dirinya sendiri berbagai bidang minat
untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunnya akan memberikan
kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi bagi banyak pekerja
pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan
disingkirkan untuk duduk-duduk dirumah atau bermain domino di klub pria
lanjut usia. Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu
membuat mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna.
3. Perubahan Spritual.
a) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
b) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari
c) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer
d) Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
keadila (Fitriani, 2018).
D. Teori Menua
Menurut Sheiera Saul dalam Siti Bandiyah, 2018, secara individual tahap
proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda-beda. Masing-masing lanjut
usia mempunyai kebiasaan yang berbeda sehingga tidak ada satu faktor pun
ditemukan untuk mencegah proses menua. Teori-teori itu dapat digolongkan
dalam dua kelompok, yaitu kelompok teori blologis dan teori kejiwaan sosial.
1. Teori Biologi Teori biologi adalah ilmu alam yang mempelajari kehidupan
dan organisme hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi,
persebaran, dan taksonominya. Ada beberapa macam teori biologis, di
antaranya sebaga berikut:
a) Teori Genetik dan Mutasi (Somotic Mutatie Theory) Menua telah
terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi
sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul
molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang kthas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel).
b) Teori Interaksi Seluler Bahwa sel-sel yang saling berinteraksi satu sama
lain dan memengaruthi keadaan tubuh akan baik-baik saja selama sel-sel
masih berfungsi dalam suatu harmoni. Akan tetapi, bila tidak lagi
demikian maka akan terjadi kegagalan mekanisme feed-bock di mana
lambat laun sel-sel akan mengalami degenerasi.
c) Teori Replikasi DNA Teori ini mengemukakan bahwa proses penuaan
merupakan akibat akumulasi bertahap kesalahan dalam masa replikasi
DNA sehingga terjadi kematian sel. Kerusakan DNA akan menyebabkan
pengurangan kemampuan replikasi ribosomat DNA (rDNA) dan
memengaruhi masa hidup sel, Sekitar 50% DNA akan menghilang dari
sel jaringan pada usia kira-kira 70 tahun.
d) Teori lkatan Silang Proses penuaan merupakan akibat dari terjadinya
lkatan silang Yane progresif antara protein-protein intraselular dan
interselular serabut kolagen. Ikatan silang meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur. Hal ini mengakibatkan penurunan elastisitas dan
kelent uran kolagen di membran basalis atau di substansi dasar jaringan
penyambung. Keadaan ini akan mengaklbatkan kerusakan fungsi organ
(Muhith & Siyoto. 2018).
e) Teori Radikal Bebas Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dianut
dan dipercaya sebagai mekanisme proses penuaan. Radikal bebas adalah
sekelompok elemen dalam tubuh yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan sehinggatidak stabil dan reaktif hebat. Sebelummemiliki
pasangan, radikal bebas akan terus-menerus menghantam sel-sel tubuh
guna mendapatkan pasangannya, termasuk menyerang sel-sel tubuh yang
normal. Teori ini mengemukakan bahwa terbentuknya gugus radikal
bebas thydroxyl, superoxide, hydrogenperoxide, dan sebagainya) adalah
akibat terjadinya otoksidasi dari molekul intraselular karena pengaruh
sinar UV. Radikal bebas ini akan merusak enzim superoksidadismutase
(SOD) yang berfungsi mempertahankan fungsi sel sehingga fungsi sel
menurun dan menjadi rusak. Proses penuaan pada kulit yane dipicu oleh
sinar UV (photoogingo) merupakan salah satu bentuk implementasi dari
teori ini.
f) Reaksi dai Kekebalan Sendiri (Auto Immune Theory) Dalarm proses
metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan
tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh lalah tambahan kelenjar
timus yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak tulah
terjadilah kelalnan autoimun. (Muhith & Siyoto. 2018).
2.2 Insomnia
A. Definisi
Tidur merupakan kebutuhan manusia. Tidur yang cukup dapat
memulihkan tenaga karena pada saat tidur terjadi perbaikan dan penyembuhan
sistem. Tidur yang tidak berkualitas akan mempengaruhi kesehatan tubuh (Potter
dan Perry, 2005). Contoh gangguan tidur antara lain insomnia (Fitriani, 2018).
Insomnia adalah gejala kelainan dalam proses tidur. Gejala yang muncul
kesulitan untuk tidur atau mempertahankan tidur. Gejala tersebut diikuti dengan
gangguan fungsional saat bangun (Pratiwi, 2009). Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa insomnia adalah keadaan dimana seseorang mengalami
kesulitan memasuki tidur dan tidak memperoleh jumlah jam tidur yang
diperlukan.

B. Etiologi
Menurut Susilo dan Wulandari, (2011) ada beberapa faktor yang
menyebabkan insomnia, yaitu:

a. Faktor Psikologi

Stress yang terjadi secara terus-menerus sehingga individu mengalami


kegelisahan yang mendalam, karena memikirkan permasalahan yang
sedang dihadapi.
b. Problem Psikiatri

Depresi, selain menyebabkan insomnia, depresi juga menimbulkan


keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan diri
dari masalah yang dihadapi, depresi dapat menyebabkan insomnia begitu
sebaliknya insomnia dapat menyebabkan depresi.

c. Sakit Fisik

Seperti kelainan tidur apnea, diabetes, sakit ginjal, arthritis, atau penyakit
mendadak seringkali mengakibatkan kesulitan tidur.

d. Gaya Hidup

Kebiasaan mengonsumsi alkohol, kopi, rokok, obat penurun berat badan


dapat memicu terjadinya insomnia. Sewaktu akan memulai tidur sebaiknya
menghindari untuk mengonsumsi alkohol, rokok, dan lain sebagainya
karena dapat menyulitkan untuk memulai tidur.

e. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan sangat memicu terjadinya insomnia seseorang karena


lingkungan yang bising. Misalnya: seperti lintasan kereta api, lintasan
pesawat terbang, pabrik-pabrik, dan menyalakan tv yang sangat keras
salah satu faktor penyebab kesulitan untuk tidur.

B. Skala Insomnia
1. Insomnia Ringan
Terjadi dalam kurung waktu kurang dari 1 minggu
2. Insomnia Sedang
Terjadi dalam waktu lebh dari 1 minggu
3. Insomnia Berat
Terjadi dalam kurung watu lebih dari 1 bulan
(KSPBJ dalam gudawati, 2018)
C. Manifestasi Klinis
Menurut (Susilo dan Wulandari, 2011), gejala insomnia sebagai berikut:
1. Perasaan susah tidur
2. Bangun tidur tidak sesuai
3. Muka kelihatan kusam dan letih
4. Berkurangnya energi dan badan terasa lemas
5. Cemas yang berlebihan tanpa ada penyebabnya
6. Gangguan emosi
7. Sering lelah
8. Penglihatan kabur
9. Pergerakan anggota tubuh terganggu
10. Menurunnya berat badan secara drastis
11. Pencernaan terganggu
12. Phobia pada saat malam hari
13. Selalu ketergantungan obat
14. Selalu ketergantungan zat penenang.
Menurut remelda (2010), tanda dan gejala yang timbul dari penderita
insomnia yaitu individu mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga
dimalam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan. Kesulitan tidur merupakan
salah satu dari beberapa gejala gangguan tidur. Gejala yang dialami waktu siang
hari adalah:
1. Mengamuk
2. Resah
3. Sulit berkonsentrasi
4. Sulit mengingat
5. Gampang tersinggung.
D. Patofisiologi

Berdasarkan perspektif kognitif dan behaviour, insomnia adalah kondisi


yang terjadi dari waktu ke waktu terkait dengan perilaku maladaptif kognisi,
dan akan menjadi kronis kecuali dilakukan terapi agresif pada fase akutnya.
Individu dapat mengalami insomnia akibat karakteristik predisposisi
individual, seperti berbagai kecenderungan untuk khawatir. Faktor presipitasi,
seperti keadaan kehidupan yang membuat stres, penyakit baru. Faktor
predisposisi seperti perilaku yang salah, misalnya tidur sebentar di siang hari
atau tidur-tiduran di ranjang lebih lama dari kebiasaan waktu tidur yang biasa
selain dari kurang tidur, bisa mengakibatkan insomnia kronis (Fitriyah, 2021).
E. Komplikasi
1. Efek fisiologis, terjadi akibat stress sehingga akan terjadi peningkatan
hormon noradrenalin serum, meningkatnya ACTH, dan kortisol, sehingga
terjadi penurunan produksi hormon melatonin.
2. Efek psikologis, menimbulkan gangguan memori, gangguan konsentrasi,
mudah depresi, hilangnya motivasi hidup, marah, dan lain-lain.
3. Efek fisik atau somatis, dapat berupa kelelahan, penglihatan kabur,
konsentrasi berkurang, tidak bisa fokus, hipertensi menjadi parah dan lain
sebagainya.
4. Efek sosial, dapat berupa kualitas hidup terganggu, sulit untuk berprestasi,
tidak menikmati hubungan antara sosial dengan keluarga, minder, sulit untuk
bersosialisasi dan lain-lain.
5. Kematian, apabila seseorang yang sulit untuk tidur dalam waktu lima jam
setiap malam harinya, angka harapan hidupnya lebih pendek dibandingkan
dengan mereka yang dapat tidur 7-8 jam setiap malam harinya.
F. Pathway

Gambar 1 Pathway Gangguan Tidur (Fitriyah, 2021)

G. Penatalaksanaan

1. Terapi Farmakologis
Penggunaan farmakologi masih sering digunakan dalam mengatasi insomnia.
Obat-obat yang sering digunakan dalam mengatasi insomnia menggunakan
benzodiazepin, antuhistamine, dan trypophan tetapi terdapat efek samping
pusing dan dapat melimbulkan ketergantungan terhadap obat tersebut (Wong,
2005).
2. Terapi Non Farmakologi (Sitralita dalam Nuryani, 2013) mengatakan dengan
mengatur jadwal tidur penderita insomnia, terapi psikologi ditunjukkan untuk
penderita yang mengalami stress dan gangguan kejiwaan, terapi relaksasi
sebagai terapi agar perasaan tenang, rileks atau santai pada tubuh yang
menegang. Cara-cara untuk terapi relaksasi, antara lain : relaksasi nafas dalam,
terapi otot progresif, terapi musik, serta berbagai macam aroma terapi. Terapi
untuk penderita insomnia lainnya menurut (Susilo dan Wulandari, 2011) antara
lain:
a. Cognitive therapy, untuk mengidentifikasi penderita mengenai
kepercayaan dan sikap yang tidak benar mengenai tidur.
b. Relaxtion therapy, digunakan untuk menciptakan suasana rileks dan ketika
tubuh menegang. Biasanya menggunakan suara-suara khusus untuk
mendatangkan efek relaksasi.
c. Stimulus control therapy, untuk mempertahankan bangun pagi penderita
secara berkala.
d. CBT (Cognitive behavioral Therapy), untuk memperbaiki kognitif para
penderita insomnia. Yaitu memberikan peningkatan rasa percaya diri
sehingga penderita merasa dirinya masih berharga dan harus dijaga dengan
baik salah satunya tidur dengan waktu yang cukup.
e. Imagery training, pelatihan untuk mengganti pikiran yang tidak baik atau
tidak sesuai dengan pikiran-pikiran yang menyenangkan atau lebih baik.
Misalnya penderita selalu menggunakan obat tidur secara terus menerus
yang menimbulkan efek samping yang negativ baik secara fisiologis
ataupun psikologis.
f. Sleep retriction therapy, terapi dilakukan agar penderita insomnia dapat
memaksimalkan waktu tidurnya dengan memulihkan efisiensi waktu tidur.

2.3 Aromaterapi Biji Pala


A. Pengertian Aromaterapi
Aromaterapi berasal dari kata “aroma”, yang artinya bau yang
menarik yang berasal dari tumbuhan (minyak esensial) atau rempah, dan
berasal dari kata “terapi” yang artinya suatu perawatan yang dirancang
untuk pengobatan (Dean, 2017). Aromaterapi merupakan suatu cara
penyembuhan dengan menggunakan minyak esensial yang sangat pekat
dan berbau khas, yang diambil dari sari tanaman (Vita, 2017).

Aromaterapi merupakan terapi dengan minyak atsiri dan sari minyak


yang berfungsi memperbaiki kesehatan. Menurut (Sharma, 2016) cara
pengobatan aromaterapi yaitu menggunakan minyak esensial atau
wewangian yang asalnya dari sari aromatik yang dipilih atau disuling dari
tanaman buah, kulit pohon, rumput, biji, bunga, tanaman, dan pohon. Pada
saat menggunakan minyak esensial untuk penyembuhan holistik dan bisa
memperbaiki kesehatan serta memberikan rasa nyaman secara emosional
sehingga mampu mengembalikan kesehatan badan.

Aromaterapi yang akan digunakan oleh peneliti yaitu aroma terapi


biji pala. Tanaman pala (Myristica Fragans Houtt) dikenal dengan tanaman
rempah yang memiliki nilai ekonomis yang merupakan tanaman asli
Indonesia. Tanaman multiguna dan komoditas ekspor Indonesia nonmigas
utama ini dapat dimanfaatkan sebagai obat sedatif-hipnotik dan secara
empiris, biji pala sering digunakan masyarakat sebagai obat untuk
menenangkan atau menidurkan anak. (Rahardian, 2018). Khasiat sedatif
pada umumnya dipercaya secara empiris dan turun temurun oleh
masyarakat dalam dosis kecil aromaterapi biji pala berkhasiat untuk
meningkatkan tidur. Pada klinik saintifikasi Jamu Hortus Medicus terdapat
tiga tanaman yang salah satunya adalah biji pala yang digunakan secara
turuntemurun sebagai anti insomnia. Efek sedasi biji pala (Myristica
Fragranss Houtt) berhubungan dengan reseptor GABA. Reseptor GABA
merupakan target penting untuk komponen hipnotik-sedatif, anestesi
umum, benzodiazepin dan barbiturat. Reseptor GABA diekspresikan di
regio anatomi yang melibatkan proses tidur (Rahardian, 2018).

Berdasarkan kandungan biji pala yang belum diketahui bagaimana


pengaruh aroma terapi tersebut untuk insomnia pada lansia, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Aroma Terapi Biji
Pala (Myristica fragrans Houtt) terhadap Insomnia pada Lansia di
kecamatan Borobudur. Alasannya adalah dapat dijadikan sebagai obat
untuk mengatasi insomnia yang mudah, murah, sudah dikenal dan biasa
digunakan oleh masyarakat.
B. Tumbuhan Pala

Gambar 2 Buah dan Biji Pala

Pala (Myristica Fragrans Houtt) merupakan jenis tanaman yang dapat


tumbuh didaerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam Familia
Myristicaceae, yang mempunyai sekitar 200 spesies. Tanaman ini jika
pertumbuhannya baik dan tumbuh dilingkungan terbuka, tajuknya akan
rindang dan ketinggiannya dapat mencapai 15-18 meter. Tajuk pohon ini
berbentuk meruncing ke atas dan puncak tajuknya tumpul (Sunanto,
1993). Hasil pala Indonesia mempunyai keunggulan dipasaran dunia
karena memiliki aroma yang khas dan memiliki rendemen minyak yang
tinggi.
Daun pala berbentuk bulat telur, pangkal dan puncaknya meruncing.
Warna bagian bahwa hijau kebiru-biruan muda. Bagian atasnya hijau tua.
Jangka waktu pertumbuhan buah dari muli persarian hingga masa petik
tidak boleh lebih dari 9 bulan. Buah berbentuk bulat, lebar, ujungnya
meruncing. Kulitnya licin, berwarna kuning, berdaging dan cukup banyak
mengandung air. Bijinya tunggal berkeping dua, dilindungi oleh
tempurung, walaupun tidak tebal namun cukup keras. Bentuk bijinya bulat
telur lonjong, jika sudah tua warnanya coklat tua (Rismunandar, 1992)
Sifat-sifat biji pala antara lain: Biji pala yang masih belum cukup tua
yang dikeringkan akan menghasilkan daging biji yang agak rapuh, dan
mudah menjadi sasaran seranggagudang. Biji pala yang sudaah tua jika
dikeringkan menghasilkan biji yang cukup keras, dan jika diparut akan
menghasilkan parutan yang berbentuk bubuk. Tempurung biji di selubungi
oleh selubung biji yang berbentuk jala, berwarna merah terang. Selubung
biji ini disebut fuli atau bunga pala. Seluruh bagian pala yang terdiri dari
daging, fuli dan bijinya memiliki banyak manfaat (Rismunandar, 1992).
1. Sistematika Tumbuhan Pala, menurut Hasanah, 2017:
Kingdom : Plantae
Division :Spermatophya
Sub-Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyletydoneae
Ordo : Magnoliales
Family : Myrtaceae
Genus : Miristica
Species : Mirysticafragrans.
2. Kandungan dan Kegunaan Tumbuhan Pala
Daging pala berpotensi untuk diolah menjadi berbagai produk
makanan dan minuman. Berbagai produk yang sudah dikenal antara
lain manias pala, sirup pala dodol, selai, minuman non-alkohol, es
krim, biscuit roti, serta rempah-rempah. Bunga pala dimanfaatkan
untuk menenangkan syaraf yang tegang. Biji pala digunakan untuk
menghilangkan rasa lelah. Perkembangan baru pemanfaatan biji pala
yaitu sebagai bahan baku dalam aromaterapi. Dilaporkan bahwa
komponen utama pala yaitu myriticin, elimicin, isoelemicin dalam
aromaterapi bersifat menghilangkan stress. Di jepang beberapa
perusahaan menyemprotkan aroma minyak pala pada sistem sirkulasi
udara untuk meningkatkan kualitas udara dan lingkungan (Nurjannah,
2017). Selain digunakan untuk bumbu masakan, biji pala ternyata
dapat dimanfaatkan untuk menenangkan tubuh dan meningkatkan
tidur, memperkuat fungsi-fungsi perut, mengurangi sekresi dan
mengeluarkan gas dari saluran usus (Subagja H, 2016).
Minyak atsiri biji pala dapat diformulasikan sebagai emulgel yang
dapat digunakan untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti
penyebab demam berdarah Ikhsanudin Aziz, 2017). Pala diketahui
mengandung senyawa miristin yang sangat baik untuk menenangkan
saraf sehingga sangat cocok digunakan oleh penderita depresi ataupun
insomnia (Rijal Muhammad, 2016).

C. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja dari aromaterapi melalui penciuman. Aroma
tersebut masuk ke hidung ketika dihirup kemudian berkesinambungan
dengan rambut-rambut halus atau silia didaerah lapisan sebelah dalam
hidung. Organ penciuman merupakan indera perasa yang terdapat berbagai
reseptor saraf yang berhubungan langsung ke otak (Suranto, 2011).
Bau adalah suatu molekul yang mudah menguap diudara. Bau
minyak esensial membawa unsur aromatik. Di dalam hidung terdapat
rambut getar yang berfungsi sebagai reseptor. Dalam proses penciuman
terdapat beberapa tahap yaitu yang pertama bau akan diterima oleh
olfactory epithelium, yaitu suatu reseptor yang terdiri dari dua puluh juta
ujung saraf. Selanjutnya bau akan dikirimkan sebagai pesan elektrokimia
ke sistem limbik yang berkaitan dengan suasana hati, emosi, dan akan
merangsang kerja sel neurokimia otak.
D. Teknik Pemberian Aromaterapi
1. Menghirup uap
Berikan 2 gram biji pala yang sudah ditumbuk halus kedalam kom berisi
50 ml air panas dengan suhu 42°C-44°(Akhavani, 2015). Aduk hingga air
dan bubuk biji pala tercampur. Letakkan diruangan tertutup kemudian
uapnya dihirup secara perlahan sambil tarik nafas dalam-dalam untuk
memperoleh manfaat dari uap aromatic. Dilakukan 4jam sebelum tidur.
Metode ini digunakan dalam rumah.
2.4 Terapi Komplementer
Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan
sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan
pilihan lain di luar pengobatan medis yang konvensional.
Terapi Komplementer adalah pengobatan non konvensional yang bukan
berasal dari negara yang bersangkutan. Misalnya, jamu bukan termasuk
pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional (WHO).
Terapi komplementer yang dapat dilakukan pada lansia dengan menggunakan
bahan alami atau rempah yang bisa dijadikan suatu obat herbal (non farmakologi)
terutama pada lansia yang menderita insomnia bisa menggunakan bahan seperti biji
pala.
1. Indikasi dan Kontraindikasi

KONTRA INDIKASI

Memiliki riwayat alergi terhadap Melakukan kontak dengan seseorang


buah pala yang terinfeksi bakteri
Staphylococcus aureus
Memilki tingkat sensitivitas kulit
Memiliki luka atau goresan terbuka
yang tinggi

Luka bakar

Tabel 2.1 Indikasi dan kontraindikasi Buah pala


2. Kekurangan dan Kelebihan Buah pala

Buah Pala

Kelebihan Kekurangan

 Dalam buah pala  Meningkat kan


terdapat minyak
sensitivitas kulit terhadap
atsirin yang
mampu sinar UV
menghamb at
pertumbuh an  Tidak dapat terpapar sinar
bakteri Staphyloco matahari selama 12 jam
ccus
 Mudah didapat,  Dapat menimbulk an
tersedia banyak kerusakan pada kulit ( jika
alam, dan
ekonomis konsentrasi dari jeruk
nipis tinggi)

Tabel 2.2 Kekurangan dan kelebihan Buah pala


3. Tingkat Evektivitas

Buah pala memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan dari bakteri


Staphylococcus aurfeus pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%.
Penelitian uji daya hambat buah pala terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus menunjukan bahwa buah pala dengan konsenrasi
25%, 50%, 75%, dan 100% dapat menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut. Hal ini menunjukkan adanya senyawa aktif antibakteri dalam buah
pala yang diduga diperoleh dari kandungan kimia yang terdapat di
dalamnya, seperti minyak atsiri, diantaranya fenol yang bersifat sebagai
bakterisidal, yang mungkin mampu menghambat pertumbuhan dari bakteri
Staphylococcus aureus.
1. Cara pembuatannya
a. Bahan
1) Buah pala
2) Air hangat
b. Langkah – langkah
1) Siapkan dua biji tumbuk hingga halus
2) Masukkan bubukk pala ke dalam gelas berisi air hangat aduk hingga rata
3) Diamkan kurang lebih selama 5 menit
4) Saring
5) Pindahkan ke wadah
2. Cara Mengkonsumsi
Dihirup
3. Kadaluarsa
Aromaterapi buah pala bisa di konsumsi selama 1 minggu
BAB III

PELAKSANAAN

A. Periode Pra Pelaksana

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan kelompok pada tanggal 31 Mei

2023 di Panti Social Tresna Werdha Sabai Nan Alui Sicincin yang mempunyai

kapasitas 110 orang lansia ditemukan 10 orang lansia berada di 4 wisma. Berdasarkan

hasil wawancara dan observasi kelompok dari 110 orang lansia didapatkan 10 orang

lansia yang mengalami Insomni, diantaranya.

Pada hari Kamis, tanggal 1 Juni 2023 kelompok memperkenalkan diri dan

menjelaskan maksud dan tujuan desiminasi pada lansia. Meminta persetujuan lansia

untuk dilakukan implementasi pengurangan inspmnia dengan menggunakan

aromaterapi biji pala. Kelompok menjelaskan manfaat aromaterapi biji pala sebagai

media untuk mengurangi insomnia pada lansia. Sebelum melakukan implementasi

pemberian aromaterapi biji pala untuk pereda insomnia pada lansia, kelompok

melakukan pre test dengan mengklasifikasikan insomnia pada lansia. Terdapat 10

orang lansia yang mengalami insomnia. Kemudian kelompok melakukan pemberian

aromaterapi biji pala dengan cara:

1. Mempersiapkan alat dan bahan

a. Buah biji pala 5 buah

b. Air 150 ml

2. Cara pengolahan

a. Haluskan/Tumbuk biji pala


b. Masukan biji pala yang di halus ke dalam gelas yang berisi air panas sebanyak
150.
c. Aduk merata.
3. Cara mengkonsumsi

Aromaterapi biji pala dikonsumsi 1x sehari dianjurkan sebelum tidur.

B. Implementasi

Implementasi dilakukan selama 3 hari dari tanggal 6 Juni 2023 sampai tanggal 8

Juni 2023 yaitu dengan cara:

1. Kelompok melakukan persiapan untuk pemberian terapi non formakoligi

(herbal) yaitu pemberian aromaterapi biji pala .

2. Setelah itu kelompok mendatangi tiap-tiap lansia yaitu 10 orang lansia yang

dapat diberikan aromaterapi biji pala.

3. Sebelum melakukan implementasi pada lansia, anggota kelompok

menjelaskan cara mengkonsumsi serta manfaat aromaterapi biji pala untuk

penderita insomnia, diberikan 2x sehari tiap malam hari mau tidur.

4. Setalah lansia diberikan aromaterapi biji pala, anggota kelompok pamit dan

mengingatkan kembali bahwa besok anggota kelompok akan kembali lagi

untuk pemberian aromaterapi biji palas.

C. Periode Pasca Perlakuan

Pada hari Selasa tanggal 6 Juni 2023, kelompok melakukan pengukuran derajat

insomnia pada lansia setelah pemberian aromaterapi biji pala 2x sehari selama 3 hari

implementasi, dengan metode atau cara yang sama saat perlakuan.


BAB IV
PEMBAHASAN

A. Hasil Implementasi yang Dilakukan pada Lansia

Sebelum dilakukan implementasi kepada lansia. Kelompok melakukan

survey awal yang dilakukan kelompok pada tanggal 31 Mei 2023 di Panti Sosial

Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin yang mempunyai kapasitas 110 orang

lansia, terdapat 10 orang lansia yang berada di 13 Wisma menderita insomnia. Dari

110 orang lansia mahasiswa menemukan 10 orang lansia yang mengalami

insomnia. Jadi total lansia yang dilakukan implementasi sebanyak 10 orang lansia

yang bersedia di lakukan implementasi dengan aromaterapi biji pala.

Sebelum melakukan implementasi terapi biji pala, mahasiswa melakukan

pre test dengan mengobservasi skala insomnia.Terdapat pengurangan insomnia.

Implementasi dilakukan sebanyak 2x sehari selama 3 hari, diberikan pada waktu

pagi dan sore hari dari tanggal 6 sampai 8 Juni 2023 di PSTW Sabai Nan Aluih

Sicincin. Jumlah lansia sebanyak 10 orang lansia yang diberikan pengobatan

dengan cara memberikan aromaterapi biji pala. Hasil implementasi setelah

dilakukan pengobatan menggunakan aromaterapi biji pala kepada 10 orang lansia

didapatkanadanya pengurangan inomnia pada lansia .


DOKUMENTASI IMPLEMENTASI
Kakek amir di wisma sago, berdasarkan hasil observasi dan wawancara

didapatkan bahwa kakek Amir menderita insomnia berat kurang lebih sudah 3

bulan ini.

Kakek Udin setelah dilakukan implementasi dari tanggal 6 Juni – 8 Juni

2023 sebanyak 2x Sehari didapatkan hasil insomnia sudah mulai berkurang.

Kakek ujang di wisma arau, menderita insomnia, setelah dilakukan

implementasi selama 1 hari (2 kali sehari) klien mengatakan sulit tidur berkurang.

Kakek ponimin di wisma harau, awalnya kakek sulit tidur, setelah

pemberian 3 kali biji pala, sulit tidur sudah berkurang dan pada saat implementasi

3 hari insomnia sudah mulai membaik.

Nenek armaini di wisma gunung tigo, gejala awalnya sering terjaga di

malam hari, setelah dilakukan implementasi selama 3 hari (2 kali sehari) klien

mengatakan tidur sudah mulai membaik di malam hari.

Nenek jaruni di wisma selasih, gejala awalnya sulit tidur, setelah

dilakukan implementasi selama 3 hari (2 kali sehari) klien mengatakan tidur

menjadi lebih enak.

Nenek Dewi dari wisma singalang awalnya sering terjaga di malam

hari.Setelah dilakukan implementasi selama 3 hari diberikan aromaterapi biji pala

3 hari, terjaga malam mulai berkurang.

Nenek nisa diwisma singgalang, awalnya nenek sering terbangun malam

setelaah pemberian aromaterapi biji pala 3 kali sehari pagi, siang,sore terjaga

malam sudah mulai berkurang.

Kakek Irwan diwisma merapi setelah dilakukan implementasi selama 3

hari (2 kali sehari) klien mengatakan terbangun malam mulai berkurang.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil implementasi terhadap lansia penderita insomnia dengan

menggunakan terapi non farmakologi “Aromaterapi Biji pala” di Panti Sosial

Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin didapatkan hasil :

Setelah dilakukan implementasi pada tanggal 6 – 8 Juni 2023 kepada lansia

Penderita Insomnia dengan pemberian terapi komplementer (aromaterapi biji

pala) dalam waktu 3 hari (2 kali sehari). Dari hasil observasi dan wawancara yang

dilakukan kelompok kepada lansia yang diberikan aromaterapi biji pala, lansia

merasakan manfaat seperti tidur sudah mulai pulas walaupun belum baik

sepenuhnya. Observasi yang kelompok lakukan terhadap lansia didapatkan hasil 4

orang lansia dengan insomnia primer dan 6 orang lansia dengan insomnia

sekunder, Penyebab lansia yang mengalami nsomnia adalah diantaranya penyakit

hipertensi, asam urat.

Menurut analisis kelompok setelah diberikan terapi non farmakologi

aromaterapi biji pala didapatkan hasil terdapatnya perubahan setelah pemberian

aromaterapi biji pala selama 3 hari. Aromaterapi biji pala dapat mengurangi

insomnia yang dapat membuat lansia merasa nyaman dan dapat melakukan

aktivitas sehari-hari dengan nyaman. Aromaterapi biji pala mengandung 1 bahan

utama seperti biji pala.Semua subtansi ini tergolong antiseptic karena dapat

membunuh kuman atau mengontrol pembentukan bakteri dan virus (Ekaviantiwi

et al., (2013.
Terapi komplementer aromaterapi biji pala merupakan terapi

nonfarmakologi bukan untuk menyembuhkan, melainkan hanya mengurangi

insomnia sehingga membuat lansia menjadi nyaman dan dapat melakukan

aktivitas sehari-hari dengan nyaman

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Diharapkan kepada mahasiswa praktek keperawatan gerontik selanjutnya

untuk dapat melanjutkan serta melakukan implementasi lebih lanjut dengan

cara pemberian aromaterapi biji pala untuk penderita insomnia di PSTW Sabai

Nan Aluih Sicincin sehingga dapat diharapkan lansia bisa menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Petugas dan Pengasuh

Diharapkan kepada petugas dan pengasuh di PSTW Sabai Nan Aluih

Sicincin untuk dapat melanjutkan pemberian aromaterapi biji pala untuk

mengurangi insomnia pada lansia.

3. Bagi Lansia

Diharapkan kepada lansia agar dapat kooperatif saat pelaksanaan

pemberian intervensi serta dapat membagi informasi kepada lansia lainya

tentang bagaimana cara mengurangi insomnia.


DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2015. Tuberkulosis: Temukan, Obati Sampai Sembuh.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Simarmata, Geofani. 2017. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian


TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas. (Diakses pada 31 Januari 2020 Pukul
08.59

Dariah, E. D. and Okatiranti (2015) ‘hubungan kecemasan dengan kualitas tidur lansia
di posbindu anyelir kecamatan cisarua kabupaten bandung barat’, Jurnal Ilmu
Keperawatan, III(2), pp. 87–104.

Fadli, R. (2021) Tuberkulosis, https://www.halodoc.com/. Available at:


https://www.halodoc.com/kesehatan/tuberkulosis.

Laili, F. N. and Hatmanti, N. M. (2018) ‘Aktivitas fisik dengan kualitas tidur lansia di
posyandu lansia wulan erma menanggal surabaya’, Jurnal Ilmiah
Keperawatan, 4(1), pp. 7–14. doi: 10.33023/jikep.v4i1.129.

Na’imah, S. (2021) TBC (Tuberkulosis), https://hellosehat.com/. Available at:


https://hellosehat.com/pernapasan/tbc/pengertian-tbc/.

Utami, J. P. (2021) Tuberkolosis, https://www.alomedika.com/. Available at:


https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis-paru/etiologi.
TABEL

SURVEY AWAL LANSIA YANG MENGALAMI INSOMNIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SABAI NAN ALUIH
SICINCIN TAHUN 2023

No Nama Jenis Wisma


Kelamin
1 Amri L Sago
2 Udin L Sago
3 Ponimin L Arau
4 Ujan L Arau
5 Jaruni P Selasih
6 Armaini P Gunung tigo
7 Dewi P Singgalang
8 Nisa P Singalang
9 Ilmi L Marapi
10 Samsudin L Sago

Keterangan :
TABEL

PRE TEST DAN POST TEST PEMBERIAN AROMATERAPI BIJI PALA TERHADAP INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA SABAI NAN ALUIH SICINCIN TAHUN 2023

Pre Test Post Test


Jenis Skala Insomnia Skala Insomnia
No Nama Wisma Kategori Kategori
Kelamin
1 2 3 1 2 3
1 Amri L Sago √ Berat √ Ringan
2 Udin L Sago √ Berat √ Sedang
3 Ponimin L Arau √ Berat √ Ringan
4 Ujan L Arau √ Sedang √ Ringan
5 Jaruni P Selasih √ Berat √ Sedang
6 Armaini P Gunung tigo √ Berat √ Ringan
7 Dewi P Singgalang √ Sedang √ Ringan
8 Nisa P Singalang √ Sedang √ Ringan
9 Ilmi L Marapi √ Berat √ Ringan
10 Samsudin L Sago √ Berat √ Ringan

Keterangan :
1: Insomnia ringan
2: Insomnia sedang
3: Insomnia berat

Anda mungkin juga menyukai