Anda di halaman 1dari 46

PAD

Disusun Oleh:

Nama : Wirna Susanti Suleman. T

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Presentasi Jurnal dengan judul:


ASUHAN KEBIDANAN INTRAPARTUM PADA NY “N” USIA 22 TAHUN
G2 P1 A0 GESTASI 39 MINGGU 6 HARI DENGAN KETUBAN PECAH
DINI (KPD) DI PUSKEMAS BONTORAMBA
TAHUN 2023

Oleh:
NAMA : WIRNA SUSANTI SULEMAN. T
NIM : A1A122067

Telah dilakukan pembimbingan dan dinyatakan layak untuk


dipresentasikan di hadapan tim penguji.

Menyetujui,
Pembimbing Penguji Lahan

(Ani T Prianti S.ST., M.Kes., M.Keb) (WIrna Susanti Suleman. T, S.ST )

Mengetahui,
Ketua Prodi Pendidikan Profesi Bidan,

(Sutrani Syarif, S.,ST.,M.Keb)

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Seminar Kasus dengan judul:

ASUHAN KEBIDANAN INTRAPARTUM PADA NY “N” USIA 22 TAHUN


G2 P1 A0 GESTASI 39 MINGGU 6 HARI DENGAN KETUBAN PECAH DINI
(KPD) DI PUSKEMAS BONTORAMBA
TAHUN 2023

Oleh:

NAMA : WIRNA SUSANTI SULEMAN. T


NiM : A1A122067

Telah dipresentasikan pada tanggal 24 bulan Februari tahun 2023 di


hadapan tim penguji Program Sarjana kebidanan dan Pendidikan Profesi
Bidan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Kebidanan.

Menyetujui,

Pembimbing Institusi, Penguji Lahan,

( ) ( )

Mengetahui,

Ketua Program Studi

(………………………………………………..)

iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas Rahmat Dan Hidayah-Nya, Penulis
Dapat Menyelesaikan Laporan Kasus Yang Berjudul " Asuhan Kebidanan
Intrapartum Pada Ny “N” Usia 22 Tahun G2 P1 A0 Gestasi 39 Minggu 2 hari
dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Puskemas Bontoramba Tahun 2023 "
Dengan Tepat Waktu.
Pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti untuk menyampaikan rasa terima kasih
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. H. Alimuddin, S.H, MH., M. Kn., selaku Pembina Yayasan Pendidikan Islam
Mega Rezky Makassar.
2. Ibu Hj. Suryani, S.H., M.H., selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam Mega Rezky
Makassar.
3. Bapak Prof. Dr. dr. Ali Aspar Mapahya selaku Rektor Universitas Megarezky
4. Ibu Dr. Syamsuriyati, S.ST., SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Megarezky.
5. Ibu Sutrani Syarif, S.ST., M. Keb selaku Ketua Program Studi S1 Kebidanan
Universitas Megarezky.
6. Ibu Ani T Prianti S.ST., M.Kes., M.Keb selaku penguji begitu banyak memberikan
pengarahan dan masukan serta meluangkan waktunya untuk membantu penulis
dalam menyelesaikan Laporan Presentasi Jurnal ini.
7. Kepala Puskesmas Bontoramba Ibu Fridam, S.ST., S.Km. yang telah memberikan izin
dalam mengambil kasus.
8. Seluruh dosen dan staf Universitas Megarezky yang telah memberikan bimbingan
kepada penulis selama menjadi mahasiswi
9. Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua yang selama ini
memberikan bantuan moril maupun materil dalam penyelesaian proposal ini.
10. Kepada semua sahabat dan rekan-rekan yang tidak dapat peneliti sebutkan satu
persatu, yang telah memberikan bantuan, semangat dan motivasi dalam
menyelesaikan proposal ini.
Semoga segala bantuan, bimbingan dan saran yang diberikan kepada Peneliti,
senantiasa mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT, Amin.

Makassar 27 Februari 2023


Penulis

WIRNA SUSANTI SULEMAN. T


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan ......................................................................................................... 3
C. Manfaat ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 4
A. Teori Asuhan Kebidanan pada Persalinan ................................ 4
B. Teori Ketuban Pecah Dini (KPD) ....................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEBIDANAN (TINJAUAN KASUS) .................... 18
A. Data Subjektif .......................................................................................... 18
B. Data Objektif ............................................................................................ 21
C. Analisa......................................................................................................... 24
D. Penatalaksanaan .................................................................................... 24
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................ 26
A. Jurnal 1 ....................................................................................................... 26
B. Jurnal 2 ....................................................................................................... 29
C. Jurnal 3 ....................................................................................................... 35
BAB V PENUTUP .................................................................................... 40
A. Kesimpulan ............................................................................................... 40
B. Saran ............................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA
LERMBAR BIMBINGAN
DOKUMENTASI

v
BAB I
JURNAL

A. Latar Belakang

Komplikasi persalinan pada ibu dan bayi baru lahir sebagai faktor penyebab
tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam pertolongan
persalinan dengan Asuhan Persalinan Normal. Asuhan Persalinan Normal merupakan
asuhan persalinan yang bersih dan aman mulai dari kala I sampai dengan kala IV.
Kematian maternal dan kematian perinatal merupakan cermin kemampuan dalam
memberikan pelayanan kesehatandi tengah masyarakat. Berdasarkan data WHO,
UNICEF, UNFPA dan Bank Dunia menunjukkan angka kematian ibu pada tahun 2013
AKI 390 per 100.000 KH dan AKB sebesar 69 per 1000 KH (Yuliana, 2017).

Menurut WHO, rasio kematian ibu di negara berkembang adalah 239 per 100.000
kelahiran hidup. Di lain sisi, survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012
mencatat setidaknya ada 359 ibu meninggal per 100.000 kelahiran hidup (1),
sedangkan pada tahun 2016 tercatat AKI sebanyak 4912 (1) sebanyak 28,7% dari
seluruh ibu hamil di Indonesia dilaporkan mengalami kecemasan. Berdasarkan data
Sampling Registration System (SRS) tahun 2018, sekitar 76% kematian ibu terjadi di
fase persalinan dan pasca persalinan dengan proporsi 24% terjadi saat hamil, 36% saat
persalinan dan 40% pasca persalinan. Yang mana lebih dari 62% Kematian Ibu dan Bayi
terjadi di rumah sakit. Artinya akses masyarakat mencapai fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan sudah cukup baik. (Kementerian Kesehatan RI, 2021) Berdasarkan
data komdat yang di unduh pada 11 januari 2022, jumlah kematian ibu tahun 2021
sejumlah 1.188 kasus, dengan kasus kematian ibu tertinggi di Kabupaten karawang
sebanyak 117 kasus. Dibandingkan tahun 2020 terdapat 745 kasus kematian ibu, tahun
2021 mengalami peningkatan kasus kematian ibu sebesar 443 kasus seingga menhadi
kematian terbanyak tahun 2021 dikarenakan covid-19 dengan presentase 40%.
(Kementerian Kesehatan RI, 2021).

Persalinan merupakan suatu proses yang harus dijalani dan dinati-natikan oleh
setiap ibu hamil. Persalina dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal
dalam kehidupan. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umunya terjadi di
garis tengah dan bisa menjadi luas apa bila kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis

1
2

kecil dari pada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukura yang
paling besar dari pada sirkumenferensia (Jannah, 2015).

Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala 1 persalinan titik Apabila
terjadi sebelum waktu persalinan, kondisi itu disebut ketuban pecah dini (KPD). Hal ini
dialami oleh sekitar 12% wanita hamil. Kurang lebih 80% wanita yang mendekati usia
kehamilan cukup bulan dan mengalami KPD mulai mengalami persalinan spontan
mereka pada waktu 24 jam (Yuanita, 2020).
Masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia karena masih tingginya angka kematian ibu dan bayi. Penyebab angka
kematian ibu dan bayi yang masih tinggi salah satunya oleh karena infeksi di
samping karena perdarahan, preeklamsia pada ibu dan prematuritas pada bayi
ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu komplikasi kehamilan dan masalah
penting dalam obstetri berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas
ibu dan perinatal. Ketuban pecah dini (premature rupture of membrane/
PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban sebelum proses persalinan dimulai.
Selaput ketuban yang pecah sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut sebagai
ketuban pecah dini preterm (Preterm premature rupture of membrane/ PPROM).
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi 10- 12% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan insidennya bervariasi 6- 19%, sedangkan pada kehamilan preterm
insidennya 2-5%. Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran
prematur dan diidentifikasikan sebagai penyebab utama kelahiran prematur. Insiden
KPD di dunia berkisar antara 5% sampai 15% dari seluruh kehamilan. Di Indonesia
insiden KPD berkisar 4,5% sampai 7,6%. KPD dapat terjadi pada usia kehamilan
aterm (cukup bulan) dan preterm (kurang bulan). Secara klinis, kasus KPD yang
paling banyak ditemui di rumah sakit adalah KPD aterm dengan insidennya lebih
tinggi 6- 19%, sedangkan pada kehamilan insidennya 2% dari semua kehamilan.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah
jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kola genolitik di mana degradasi kolagen terutama disebabkan oleh matriks
metalloproteinase (MMP). Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metalloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). Keutuhan dari selaput
ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena aktivitas MMP yang
rendah dan konsentrasi TIMP Yang relatif tinggi. Saat mendekati persalinan
3

keseimbangan tersebut akan bergeser kadar MMP yang meningkat dan penurunan
dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ekstraseluler
selaput ketuban yang selanjutnya dapat menyebabkan pecahnya selaput ketuban.
Ketuban pecah dini yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karena berbagai
faktor, antara lain melalui peningkatan sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam
interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor
metalloproteinase (TIMP), Meningkatnya aktivitas kolagenase dan protease
peningkatan tekanan intra uterin (misalnya polihidramnion), dan sejumlah faktor
risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya, sindrom Ehlers-
Danlos). Kolonisasi bakteri di vagina yang bergerak secara juga dapat
Menyebabkan local respon inflamasi termasuk produksi sitokin, prostaglandin, dan
MMP yang dapat menyebabkan melemahnya dan degradasi dari membran ketuban
yang selanjutnya dapat menyebabkan pecahnya selaput ketuban ( Surya, 2021).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui factor penyebab dan masalah potensial yang akan terjadi pada
Ketuban Pecah Dini (KPD)
2. Tujuan khusus
Memberikan asuhan yang bersifat Tindakan yang bisa dilakukan untuk penanganan
Ketuban Pecah Dini (KPD)

C. Manfaat
1. Manfaat Bagi Ibu Bersalin
Untuk menambah wawasan ibu tentang Ketuban Pecah Dini (KPD) dan factor
penyebabnya.
2. Manfaat Bagi Puskesmas
Untuk dapat meningkatkan peran petugas dalam memberikan asuhan kebidanan
masa bersalin.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Asuhan Kebidanan pada Persalinan
1. Pengertian Persalinan
Persalinan menurut Sarwono (2001) adalah proses membuka dan menipisnya
serviks, dari janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adala proses dimana janin
dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Sedangkan menurut mochtar
(2008) bahwa persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan. Persalinan adalah proses
dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari Rahim ibu. Persalinan
dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah
37 minggu) tanpa disertai dengan penyulit. Persalinan normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sulfianti, 2020).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau hampir cukup bulan dan dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir lain dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan sendiri). Proses persalinan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain fisik/tenaga ibu, jalan lahir, janin, psikologi ibu dan penolong. Faktor
jalan lahir mempunyai peranan penting baik sebelum maupun sesudah proses
persalinan (Savitri, 2015). Persalinan adalah proses pembukaan dan menipisnya
serviks dan janin turun kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah
proses pengeluran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu),
lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa komplikasi baik ibu
maupun janin. Persalinan spontan dengan tenaga ibu, persalinan buatan dengan
bantuan, persalinan anjuran bila persalinan terjadi tidak dengan sendirinya tetapi
melalui pacuan persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit (Margareth,
2015).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri. Proses ini

4
5

dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan


perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta.
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungn melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Dewi. 2020).
2. Jenis-jenis Persalinan Menurut Lama Kehamilan dan Berat Janin
Jenis persalinan dibagi dalam dua kategori yang pertama yaitu jenis persalinan
berdasarkan bentuk terjadinya dan jenis persalinan menurut lama kehamilan dan
berat janin persalinan merupakan proses alami yang berlangsung secara ilmiah,
walau demikian tetap diperlukan pemantauan khusus karena setiap Ibu memiliki
kondisi kesehatan yang berbeda-beda sehingga mengurangi resiko kematian ibu dan
janin pada saat persalinan. jenis persalinan berdasarkan bentuk terjadinya dapat
dikelompokkan ke dalam empat cara yaitu:
a. Persalinan spontan
Persalinan spontan adalah proses persalinan lewat vagina yang
berlangsung tanpa menggunakan alat maupun obat tertentu, baik itu induksi,
vacuum, atau metode lainnya. persalinan spontan benar-benar hanya
mengandalkan tenaga dan usaha ibu untuk mendorong keluarnya bayi.
persalinan spontan dapat dilakukan dengan presentasi belakang kepala dalam
kurung kepala janin lahir terlebih dahulu) maupun presentasi bokong
(sungsang).
b. Persalinan normal
Persalinan anjuran adalah Proses kelahiran janin pada kehamilan cukup
bulan (Aterm, 37 sampai 42 Minggu), Pada janin letak memanjang presentasi
belakang yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses
kelahiran ini berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan
pertolongan buatan dan tanpa komplikasi
c. Persalinan anjuran (induksi)
Persalinan anjuran adalah persalinan yang baru dapat berlangsung setelah
permulaannya dianjurkan dengan suatu perbuatan atau tindakan, misalnya
dengan pemecahan ketuban atau dengan memberi suntikan oksitosin.
6

d. Persalinan tindakan
Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal
secara spontan atau tidak berjalan sendiri, oleh karena terdapat indikasi
adanya penyulit persalinan sehingga persalinan dilakukan dengan
memberikan tindakan menggunakan alat bantu.
Jenis persalinan menurut lama kehamilan dan berat janin
a. Abortus
1) Eastman: Terputusnya kehamilan, fetus belum sanggup hidup di luar
uterus, berat janin 400 sampai 1000 gram, umur kehamilan kurang dari
28 minggu;
2) Jefcoat: Pengeluaran hasil konsepsi kurang dari umur kehamilan 28
minggu, Fetus belum viable by law.
3) Holmer: Terputusnya kehamilan kurang dari umur kehamilan 16
Minggu, proses plasentasi belum selesai
4) obstetri: Pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22 minggu
atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
Kesimpulannya: Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum Janin
dapat hidup di luar kandungan berat janin kurang 500 gram dan umur
kehamilan di bawah 20 Minggu.
b. Persalinan immaturus
Pengeluaran buah kehamilan antara 22 sampai 28 minggu atau bayi dengan
berat badan antara 500 sampai 999 gram.
c. Persalinan prematuritas

1) Persalinan sebelum umur hamil 28 minggu sampai 36 Minggu


2) Berat janin kurang dari 1000- 2499 gram.
d. Persalinan serotinus atau Postmaturus atau Post date.
1) Manuaba (1998): kehamilan yang melebihi waktu 42 jam sebelum
terjadinya persalinan.
2) Rustam. M (1998): kehamilan serotinus adalah kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu dihitung berdasarkan rumus niagle
dengan siklus haid rata-rata 28 hari.
3) Sarwono (1995): kehamilan serotinus adalah kehamilan yang melewati
294 hari atau lebih dari 42 Minggu lengkap.
7

4) Cunningham & Mac. Donald (1995): Kehamilan Postterm merupakan


kehamilan yang berlangsung selama 42 minggu atau lebih sejak awal
periode haid yang diikuti oleh ovulasi dua minggu kemudian meskipun
kehamilan postterm ini mungkin mencakup 10% dari seluruh
kehamilan, sebagian diantaranya mungkin tidak benar-benar postterm,
Tetapi lebih disebabkan oleh kekeliruan dalam memperkirakan usia
gestasional.
Kesimpulan: persalinan postterm (serotinus) adalah persalinan melampaui
umur kehamilan 42 Minggu dan pada janin terdapat tanda-tanda Post
maturities
e. Persalinan presipitatus
Persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam.
3. Sebab-Sebab Mulainya Persalinan
Terjadinya persalinan belum diketahui pasti sehingga menimbulkan beberapa
teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya persalinan. Perlu diketahui bahwa ada
dua hormon yang dominan pada saat hamil yaitu:
a. Estrogen
1) Meningkatkan sensitivitas otot rahim
2) Memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan
oksitosin, rangsangan prostaglandin dan rangsangan mekanik.
b. Progesteron
1) Menurunkan sensivitas otot Rahim
2) Menyulitkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan
oksitosin, rangsangan prostaglandin dan rangsangan mekanik.
3) Menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Teori tentang penyebab persalinan:
a. Teori peregangan.
1) Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
2) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat dimulai.
3) Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi keregangan
tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan
8

b. Teori penurunan progesteron


1) Proses penuaan plasenta Mulai umur kehamilan 28 minggu, di mana
terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami
penyempitan dan buntu.
2) Produksi progesteron Mengalami penurunan sehingga otot rahim menjadi
lebih sensitif terhadap oksitosin.
3) Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesteron tertentu
c. Teori oksitosin internal

1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parstposterior.


2) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah
sensitivitas otot rahim sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks
3) Menurut konsentrasi akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat
meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dapat dimulai titik.
d. Teori prostaglandin

1) Konsentrasi t prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu, yang


dikeluarkan oleh desidua
2) pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi
otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
3) Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu persalinan.
e. Teori hipotalamus- dan glandula Supra renalis

1) Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anencephalus Sering


terjadi kelembaban persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus.
2) Pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan hasilnya kehamilan
kelinci berlangsung lebih lama.
3) Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan Terdapat hubungan
antara hipotalamus dengan mulainya persalinan
4) Glandula Supra renalis merupakan pemicu terjadinya persalinan
9

4. Tahapan persalinan
Menurut prawihardijo tahun 1999 bahwa tahapan persalinan dibagi menjadi 4
kala yaitu:
a. Kala I persalinan
Dimulai sejak adanya his yang teratur dan meningkat (frekuensi dan
kekuatannya) yang menyebabkan pembukaan sampai serviks membuka lengkap
(10 cm). Kala 1 terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

1) Fase laten
• Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan pembukaan sampai 3
cm
• Pada umumnya berlangsung 8 jam
2) Fase aktif dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
• Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm
• Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan serviks
berlangsung cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
• Fase deselerasi: pembukaan serviks menjadi lambat dalam waktu 2
jam dari pembukaan 9 cm menjadi 10 cm
Pada primi para, berlangsung selama 12 jam dan pada multi para sekitar 8 jam
kecepatan pembukaan serviks 1 cm/jam (primipara) atau lebih dari 1 cm hingga
2 cm (multipara)
b. Kala II Persalinan
Persalinan kala 2 dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. kala 2 juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi.
tanda pasti kalah 2 ditentukan melalui pemeriksaan dalam yang hasilnya adalah:
1) Pembukaan serviks telah lengkap (10 cm) atau
2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Proses kala 2 berlangsung 2 jam pada primipara dan 1 jam pada multi para
dalam kondisi yang normal pada kala 2 kepala janin sudah masuk dalam dasar
panggul, maka pada saat his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul
yang secara refleks menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa adanya
tekanan pada rektum dan seperti akan buang air besar.
Kemudian perineum mulai menonjol dan melebar dengan membukanya anus.
Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak di vulva
10

saat ada his. Dengan kekuatan his dan mengedan maksimal kepala dilahirkan
dengan subok siput di bawah simpisis dan dahi dagu melewati perineum setelah
his istirahat sebentar, maka his akan mulai lagi untuk mengeluarkan anggota
badan bayi.
c. Kala III persalinan
Persalinan kala 3 dimulai segera setelah bayi lahir dan berakhir dengan
lahirnya plasenta serta selaput ketuban yang berlangsung tidak lebih dari 30
menit biasanya plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan dari fundus uteri.
d. Kala IV persalinan
Kala 4 persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta sampai 2 jam post
partum.
5. Tanda permulaan persalinan
a. Lightening
Yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul (PAP) terutama pada
primi para. Lightening yang dimulai dirasa kira-kira 2 minggu sebelum
persalinan adalah penurunan bagian presentasi bayi ke dalam pelvis minor.
Pada presentasi sefalik, kepala bayi biasanya menancap setelah lightening.
Wanita sering menyebut lightening sebagai “kepala bayi sudah turun“. Hal-hal
spesifik berikut akan dialami ibu:
1) Ibu jadi sering berkemih karena kandung kemih ditekan sehingga ruang
yang tersisa untuk ekspansi berkurang.
2) Perasaan tidak nyaman akibat tekanan panggul yang tidak menyeluruh,
yang membuat ibu merasa tidak enak dan timbul sensasi terus-menerus
bahwa sesuatu perlu dikeluarkan atau ia perlu defekasi.
3) Kram pada tungkai, yang disebabkan oleh tekanan foramen
ischiadikum mayor dan menuju ke tungkai.
4) Peningkatan statis Vena yang menghasilkan edema dependen akibat
tekanan bagian presentasi pada pelvis minor penghambat aliran balik
darah dari ekstremitas bawah.
11

b. Perubahan serviks
Mendekati persalinan, serviks semakin "matang". Kalau tadinya selama
masa hamil, serviks dalam keadaan menutup, panjang dan lunak sekarang
serviks masih lunak dengan konsistensi seperti puding, dan mengalami
sedikit penipisan (Effacement) Dan kemungkinan sedikit dilatasi. Evaluasi
kematangan serviks akan tergantung pada individu wanita dan varietas
Sebagai contoh pada masa hamil serviks ibu multipara secara normal
mengalami pembukaan 2 cm, sedangkan pada primigravida dalam kondisi
normal serviks menutup perubahan serviks diduga terjadi akibat peningkatan
instansi kontraksi Braxton Hicks. Serviks menjadi matang selama periode
yang berbeda-beda sebelum persalinan. Kematangan serviks mengindikasikan
kesiapannya untuk persalinan.
c. Persalinan palsu
Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus Yang sangat nyeri, yang
memberi pengaruh signifikan terhadap serviks. Kontraksi pada persalinan
palsu sebenarnya timbul akibat kontraksi Braxton Hicks tidak nyeri, yang
telah terjadi sejak 6 minggu kehamilan. Bagaimanapun persalinan palsu juga
mengindikasikan bahwa persalinan sudah dekat.
d. Ketuban pecah dini
Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala 1 persalinan titik
Apabila terjadi sebelum waktu persalinan, kondisi itu disebut ketuban pecah
dini (KPD). Hal ini dialami oleh sekitar 12% wanita hamil. Kurang lebih 80%
wanita yang mendekati usia kehamilan cukup bulan dan mengalami KPD
mulai mengalami persalinan spontan mereka pada waktu 24 jam.
e. Bloody Show
Bloody Show merupakan tanda persalinan yang akan terjadi, Biasanya
dalam 24 hingga 48 jam. Akan tetapi Bloody Show bukan merupakan tanda
persalinan yang bermakna jika pemeriksaan vagina sudah dilakukan 48 jam
sebelumnya karena rabas lendir yang bercampur darah selama waktu
tersebut mungkin akibat trauma kecil terhadap atau kerusakan plak lendir
Saat pemeriksaan tersebut dilakukan.
12

f. Lonjakan energi
Terjadinya lonjakan energi ini belum dapat dijelaskan selain bahwa hal
tersebut terjadi alamiah, yang Memungkinkan wanita memperoleh energi
yang diperlukan untuk menjalani persalinan. Wanita harus diinformasikan
tentang kemungkinan lonjakan energi ini untuk menahan diri
menggunakannya dan justru menghemat untuk persalinan.
g. Gangguan saluran cerna
Ketika tidak ada penjelasan yang tepat untuk diare, kesulitan mencerna,
mual, dan muntah, diduga hal-hal tersebut gejala menjelang persalinan
walaupun belum ada penjelasan untuk kali ini. Beberapa wanita mengalami
satu atau beberapa gejala tersebut (Yuanita, 2020).
6. Tanda persalinan
Menurut manuaba 1998 bahwa gejala persalinan jika sudah dekat akan
menyebabkan kekuatan his Makin sering Terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi
semakin pendek, dengan terjadi pengeluaran tanda seperti lendir bercampur darah
yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks terkadang ketuban
pecah dengan sendirinya pada pemeriksaan dalam didapatkan pergunakan serviks
pendaftaran serviks dan terjadi pembukaan serviks.
a. Tanda-tanda permulaan persalinan
Sebelum terjadinya persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya
wanita memasuki “bulannya” atau “Minggunya” atau “harinya” yang disebut
kala pendahuluan. ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut: lightening
atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul
terutama pada primigravida. pada multi para tidak begitu kentara; Perut
kelihatan lebih melebar fundus uteri menurun perasaan sering kencing atau
susah kencing karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin;
perasaan sakit di perut dan pinggang oleh adanya kontraksi kontraksi lemah
dari uterus, kadang-kadang disebut “Farce labor Pains”; serviks menjadi
lembek mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah
(Bloody Show).
13

b. Tanda-tanda timbulnya persalinan (inpartu)


Pada fase ini sudah mulai memasuki tanda-tanda inpartu
1) Terjadinya his persalinan
His adalah Kontraksi rahim yang dapat diraba menimbulkan rasa nyeri
di perut serta dapat menimbulkan pembukaan serviks Kontraksi rahim
yang dimulai pada 2 face makeryang letaknya didekat cornu uteri. His
yang menimbulkan pembukaan serviks dengan kecepatan tertentu disebut
his efektif. his efektif mempunyai sifat adanya dominan kontraksi uterus
pada fundus uteri (fundal dominance), kondisi berlangsung secara
sinkron dan harmonis, adanya intensitas kontraksi yang maksimal di
antara dua kontraksi Irama teratur dan frekuensi yang kian sering, lama
berkisar 45 sampai 60 detik titik-titik pengaruh his ini dapat
menimbulkan desakan di daerah uterus (meningkat) terjadi penurunan
janin terjadi penebalan pada dinding korpus uterus, terjadi peregangan
dan penipisan pada itshmus Uteri, serta terjadinya pembukaan pada
kanalis servitalis.
His persalinan memiliki sifat sebagai berikut:
• Pinggang terasa sakit dan mulai menjalar ke depan.
• Teratur dengan interval yang makin pendek dan kekuatannya makin
besar.
• Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks.
• Penambahan aktivitas (seperti berjalan) maka his tersebut semakin
meningkat.
2) Keluarnya lendir bercampur darah (show)
Lendir ini berasal dari pembukaan kanalis servikalis. Sedangkan
pengeluaran darahnya disebabkan oleh robeknya pembuluh darah waktu
servis membuka.
3) Terkadang disertai ketuban pecah
Sebagian ibu hamil mengeluarkan air ketuban Akibat pecahnya
selaput ketuban menjelang persalinan. Jika ketuban sudah pecah maka
ditargetkan persalinan dapat berlangsung 24 jam. Namun, apabila
persalinan tidak tercapai maka persalinan harus diakhiri dengan tindakan
tertentu misalnya ekstraksi vakum atau Sectio Caesarea.
14

4) Dilatasi dan effacement


Dilatasi adalah terbukanya canalis servikalis secara berangsur-angsur
akibat pengaruh hiis. Effacement Pendataran atau pemendekan kanalis
servikalis yang semula panjang 1-2 cm menjadi hilang sama
sekali, sehingga tunggal hanya Ostium yang tipis seperti kertas. Untuk rasa
sakit yang dirasakan oleh wanita pada saat menghadapi persalinan
berbeda-beda tergantung dari rasa sakitnya, akan tetapi secara umum
wanita yang akan mendekati persalinan akan merasakan: rasa sakit oleh
adanya his yang datang lebih kuat sering, teratur Keluar lendir bercampur
darah (Show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada
serviks; pada pemeriksaan dalam Serviks mendatar dan pembukaan telah
ada; pengeluaran lendir dan darah; dengan his persalinan
terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan pendaftaran dan
pembukaan, Pembukaan menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis
servikalis lepas terjadi perdarahan kapiler pembuluh darah pecah. Pada
beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran
cairan sebagian ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap.
Dengan pecahnya ketuban diharapkan berlangsung dalam waktu 24 jam
(Sulfianti, 2020).

B. Tinjauan Teori Kala II Lama


1. Pengertian
Pada kondisi normal, ketuban pecah pada akhir kala 1 persalinan titik Apabila
terjadi sebelum waktu persalinan, kondisi itu disebut ketuban pecah dini (KPD). Hal
ini dialami oleh sekitar 12% wanita hamil. Kurang lebih 80% wanita yang mendekati
usia kehamilan cukup bulan dan mengalami KPD mulai mengalami persalinan
spontan mereka pada waktu 24 jam (Yuanita, 2020).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban Sebelum
waktunya. Hal ini dapat terjadi karena pada akhir kehamilan maupun Jauh sebelum
waktu melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum kehamilan 37 minggu. KPD
yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan (Surya, 2021).
15

2. Faktor Ketuban Pecah Dini (KPD)


Faktor yang memiliki kaitan dengan KPD yaitu kelahiran prematur merokok dan
perdarahan selama kehamilan beberapa faktor risiko dari KPD:

a. Mikropotensi serviks (leher rahim)


b. Polihidramnion (Cairan ketuban berlebih)
c. Riwayat KPD sebelumnya
d. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
e. Trauma
f. Kehamilan kembar
g. Serviks (leher rahim) yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23 Minggu
h. Infeksi pada kehamilan sebagai vaginalis (Surya, 2021).

3. Tanda Ketuban Pecah Dini (KPD)


Tanda yakni keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau dan tidak seperti bau amoniak mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak di bawah akan mengganjal
atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina, jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi. Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes
tersebut dapat dilakukan dengan kertas nitrazine. Kertas ini mengukur ph (asam-
basa). PH normal dari vagina adalah 4-4.7 sedangkan PH cairan ketuban adalah
7.1- 7.3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat
keterlibatan trikomonas, darah semen, lendir leher rahim dan air seni.
Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang terdapat di dalam rahim.
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu
adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10- 40% bayi baru lahir.
Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD
prematur sebaiknya dievakuasi Bentuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis
(Radang pada korion dan amnion) Selain itu terjadinya prolaps atau keluarnya
16

tali pusat dapat terjadi pada KPD. Risiko kelahiran bayi prematur adalah resiko
terbesar kedua setelah infeksi akibat ketuban pecah dini. Pemeriksaan mengenai
kematangan dari paru janin sebaiknya dilakukan terutama pada usia kehamilan
32- 34 minggu. Hasil akhir dari kemampuan janin untuk hidup sangat
menentukan langkah yang akan diambil.
Kontraksi terjadi dalam waktu 24 jam Setelah ketuban pecah apabila
kehamilan sudah memasuki fase akhir. Semakin Dini ketuban pecah terjadi maka
semakin lama jarak antara kelahiran dengan kontraksi. Jika tanggal persalinan
belum waktunya, biasanya akan menginduksi persalinan dengan pemberian
oksitosin atau perangsang kontraksi dalam 6 hingga 24 jam Setelah pecahnya
ketuban tetapi jika sudah masuk tanggal persalinan Maka langsung memberi
induksi pada ibu karena menunda induksi meningkatkan risiko infeksi.
Apabila baru bayi belum matang dan tidak terdapat infeksi setelah kejadian
KPD, maka istirahat dan penundaan kelahiran (bila belum waktunya melahirkan)
menggunakan magnesium sulfat dan obat. Apabila paru janin sudah matang atau
terdapat infeksi setelah kejadian KPD maka induksi untuk melahirkan sangat
diperlukan. Penggunaan steroid untuk pematangan paru janin masih merupakan
kontroversi dalam KPD (Surya, 2021).
4. Gejala KPD
a. Semburan cairan tiba-tiba dari vagina.
b. Sensasi ngompol dengan volume yang banyak.
c. Perasaan basah di vagina atau pakaian dalam.
d. Kontraksi biasanya terasa Setelah kantung ketuban pecah (Surya, 2021).

5. Penatalaksanaan KPD

a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup Matur khususnya kematangan


paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang
sehat.
b. Terjadinya infeksi dalam rahim, yaitu koriomnionitis yang menjadi pemicu
sepsis janin dan persalinan prematuritas perkiraan janin sudah cukup besar
dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dan dapat
diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru Janin dapat terjamin.
17

c. Pada usia kehamilan 24 sampai dengan 32 minggu atau berat janin cukup,
perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan.
d. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur distansia
bipatl dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan
pemeriksaan kematangan paru.
e. Waktu terminasi pada ibu hamil atheren dapat dianjurkan pada selang waktu
6 jam sampai 24 jam bila tidak terjadi his spontan (Surya, 2021).
BAB III

TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN INTRAPARTUM DA NY “N” USIA 22 TAHUN
G2 P1 A0 GESTASI 39 MINGGU 6 HARI DENGAN KETUBAN PECAH DINI
(KPD) KALA I FASE LATEN DI PUSKESMAS BONTORAMBA TAHUN 2023
No. Registrasi :1
Tanggal Pengkajian : 14 Februari 2023
Waktu Pengkajian : 03.48 WITA
Tempat Pengkajian : Puskesmas Bontoramba Ruang INC
Pengkaji : WIRNA SUSANTI SULEMAN. T

PENGKAJIAN
A. DATA SUBJEKTIF
a. IDENTITAS ISTRI/SUAMI
a. Nama : Ny”N” Nama : Tn”A”
b. Umur : 22 tahun Umur : 27 tahun
c. Agama : Islam Agama : Islam
d. Suku Bangsa : Makassar Suku Bangsa : Makassar
e. Pendidikan : SD Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
g. Alamat : Bontotangnga Alamat : Bontotangnga

b. ANAMNESA : Tgl 14/02/2023 Pukul 03.48 WITA


a. Alasan utama pada waktu masuk:
Sakit perut tembus belakang di sertai pengeluaran air-air jam 03.30 Wita
b. Tanda – tanda persalinan
1) Kontraksi sejak tanggal 14/02/2023 pukul 03.30 WITA
2) Frekuensi 2 x setiap 10 menit, lamanya 1 5 - 2 0 detik
3) Kekuatan ingin BAB lokasi nyeri perut tembus belakang
c. Riwayat menstruasi
1) Menarche : 15 tahun
2) Siklus : 28 hari
3) Lama : 5-6 hari
4) Banyaknya : 2-3 x ganti pembalut/hari di hari

18
19

pertama dan kedua


5) Teratur / tidak teratur : Teratur
6) Sifat darah : Merah kecoklatan
7) Dismenorhoe : Ya
d. Riwayat Perkawinan
1) Status perkawinan : Menikah, kawin 1 kali
2) Kawin /menikah: umur 17 tahun, dengan suami umur 21 tahun
3) Lamanya : +6 tahun, anak 1 Orang
e. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
ANAK NIFAS KEADA
AN
NO TGL/THN TEMPAT UMUR JENIS PENO LAKTASI
ANAK
PARTUS PARTUS KHMLN PARTUS LONG
JENIS BB PB KEAD SEKAR
ANG

1 2018 PKM 9 bulan Normal Bidan Pr 3400 49 cm Baik Ya Hidup


kg
2 2023 KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG SEKARANG

f. Riwayat Hamil Ini


1) HPHT : 25/5/2022
2) HPL : 03/03/2023
3) Keluhn keluhan pada
Trimester I : Mual muntah
Trimester II : Flu BAtuk
Trimester III : Nyeri Perut
4) ANC: 8 kali teratur / tidak teratur
5) Penyuluhan yang pernah didapat : Kelas Ibu hamil
6) Imunisasi TT : TT Lengkap
g. Riwayat Keluarga Berencana
1) Metode yg pernah dipakai: Suntik 3 bulan, Lama Penggunaan + 2
tahun
2) Keluhan selama pemakaian kontrasepsi: -
3) Kapan terakhir memakai kontrasepsi: tahun 2021
h. Riwayat penyakit
1) Penyakit sekarang : Tidak Ada
2) Riwayat penyakit sistemik : Tidak Ada
20

a) Jantung : Tidak ada


b) Ginjal : Tidak ada
c) Asma : Tidak ada
d) TBC : Tidak ada
e) Hepatitis : Tidak ada
f) DM : Tidak ada
g) Hipertensi : Tidak ada
h) Epilepsi : Tidak ada
i) Lain – lain : Tidak ada
3) Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada
4) Riwayat keturunan kembar : Tidak ada
5) Riwayat operasi : Tidak ada
i. Pola kebiasaan sehari – hari
1) Nutrisi
a) Makan dan minum terakhir pukul 03.20 Wita
b) Jenis makanan nasi, lauk, sayur 1 porsi dan minuman teh manis
dingin
2) Personal Higiene: mandi 2x sehari, ganti baju setiap merasa gerah
3) Eliminasi
a) BAB terakhir pukul 20.00 Wita
b) BAK terakhir pukul 03.30 Wita
4) Aktifitas : Membersihkan rumah
5) Istirahat / Tidur
Siang : 2 jam
Malam : 6-8 jam
6) Psikososial budaya
a) Perasaan menghadapi persalinan ini baik
b) Kehamilan ini direncanakan
c) Jenis kelamin yang diharapkan laki-laki
d) Dukungan keluarga terhadap kehamilan ini sangat merespon
e) Keluarga lain yang tinggal serumah adalah orangtua
f) Pantangan makanan tidak ada
g) Kebiasaan adat istiadat dalam kehamilan tidak ada
21

7) Penggunaan obat – obatan/ jamu tidak ada


8) Suami perokok aktif
B. DATA OBJEKTIF
1. Status generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Komposmentis
c. TTV
• Tekanan Darah : 110/80 mmHg
• Nadi : 82 x/ menit
• Suhu : 36,5 oC
• Pernapasan : 20 x/menit
d. TB : 150 cm
e. BB sebelum hamil : 50 kg
f. BB sekarang : 58 kg
g. LILA : 24 cm
2. Pemeriksaan Sistematis
a. Kepala
1) Rambut : Bersih dan tidak rontok
2) Muka : tidak ada cloasma gravidarum, tidak terdapat
pembengkakan dan nyeri tekan
3) Mata
a) Oedema : tidak ada
b) Conjungtiva : normal
c) Sklera : Ikhterus
4) Hidung : Tidak ada polip dan nyeri tekan
5) Telinga : bersih dan tidak ada pengeluaran serumen
6) Mulut / gigi / gusi : Bibir berwarna merah muda tidak pucat
dan lembab, keadaan gigi tidak terdapat
caries, gusi merah muda
b. Leher
1) Pembesaran Kelenjar Gondok : Tidak ada
2) Pembesaran Kelenjar Limfe : Tidak ada
22

c. Dada dan Axilla


1) Dada : Pola nafas sesuai
2) Mammae
a) Membesar : Ya
b) Benjolan : Tidak ada benjolan,
c) Simetris : Tampak simetris
d) Areola : Hiperpigmentasi
e) Puting susu : Menonjol
3) Kolostrum : Ada pengeluaran
4) Axilla
a) Benjolan : Tidak ada
b) Nyeri : Tidak Ada
5) Ektremitas
a) Atas dan Bawah
▪ Varices : Tidak ada
▪ Oedema : Tidak ada
▪ Kuku : Bersih dan pendek
3. Pemeriksaan Khusus Obstetri ( Lokalis )
a. Abdomen
1) Inspeksi
a). Pembesaran Perut : Sesuai
b). Bentuk perut : Memanjang / Melintang
c). Linea alba / nigra : Ada
d). Strie Albican / Livide : Ada
e). Bekas luka : Tidak Ada
f). Pergerakan janin : Terlihat
2) Palpasi
a). Pergerakan janin : Aktif
b). Kontraksi : 2/ 10 menit (durasi 15-20 detik)
c). Leopold I : 2 jari di bawah Px
d). Leopold II : Pu-Ki
e). Leopold III : Kepala
f). Leopold IV : BDP
23

g). TFU Mc Donald : 38 cm


h). TBJ : 3402 gram
3) Auskultasi DJJ
Frekuensi : 132 x/menit
Teratur / Tidak : teratur
b. Pemeriksaan Panggul
1) Kesan panggul : normal
2) Distantia Spinarum : tidak dilakukan
3) Distantia Kristarum : tidak dilakukan
4) Conjugata eksterna ( Boudeloque ) : tidak dilakukan
5) Lingkar Panggul : tidak dilakukan
c. Anogenital
1) Vulva Vagina
a) Varices : Tidak ada
b) Luka : Tidak ada
c) Kemerahan : Tidak ada
d) Nyeri : Tidak ada
e) Pengeluaran pervaginam : Darah, lender dan air-air
2) Perinium
a) Bekas Luka : Tidak ada
b) Lain – lain : Tidak ada
3) Anus
a) Haemorhoid : Tidak ada
b) Lain – lain : Tidak ada
4) Vaginal Toucher
a) Porsio : Tipis
b) Pembukaan : 3 cm
c) Ketuban :-
d) Presentasi : UUK Kiri depan
e) Posisi : Belakang Kepala
f) Penurunan : Hodge II
24

6) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
• HB : 15,0 mg/dL
• HbSAg : Non Reaktif
• HIV : Non Reaktif
• Syphilis : Non Reaktif
• Protein & reduksi : -/-
b) Pemeriksaan penunjang lain : Tidak ada

C. ANALISIS DATA
Ny ”N” Umur 22 tahun, G2 P1 A0, 39 Minggu 6 hari, Pu-Ki, Presentasi kepala, situs
memanjang, BDP, intrauterine, tunggal, hidup, keadaan ibu dan janin, Inpartu Kala I
fase laten dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)

D. PENATALAKSANAAN
Tanggal 14 Februari 2023 Jam: 03.48 WITA
1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan yang dilakukan
a. TTV
• Tekanan darah : 110/80 mmHg
• Nadi : 82 x/menit
• Pernapasan : 20 x/menit
• Suhu : 36,5oC
b. Pemeriksaan Dalam: Ketuban (-), Hodge II, Pembukaan 3 cm
termasuk kala I fase Laten, Portio Tipis.
2. Menjelaskan pada pasien keadaan yang dialami saat ini adalah
Ketuban Pecah Dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban Sebelum
waktunya. Hal ini dapat terjadi karena pada akhir kehamilan maupun Jauh
sebelum waktu melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan.
25

3. Pemantau Kala I untuk memantau kemajuan persalinan dengan


observasi his tiap 30 menit dan pembukaan serviks tiap 4 jam.
4. Menjelaskan Faktor yang menyebabkan KPD yaitu kelahiran prematur
merokok dan perdarahan selama kehamilan beberapa faktor risiko dari KPD:
a. Mikropotensi serviks (leher rahim)
b. Polihidramnion (Cairan ketuban berlebih)
c. Riwayat KPD sebelumnya
d. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
e. Trauma
f. Kehamilan kembar
g. Serviks (leher rahim) yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23
Minggu
h. Infeksi pada kehamilan sebagai vaginalis
5. Menjaslakn Gejala KPD pada ibu Semburan cairan tiba-tiba dari vagina.
a. Sensasi ngompol dengan volume yang banyak.
b. Perasaan basah di vagina atau pakaian dalam.
c. Kontraksi biasanya terasa Setelah kantung ketuban pecah (Surya, 2021).
6. Penatalaksanaan KPD
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup Matur khususnya kematangan
paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang
sehat.
b. Terjadinya infeksi dalam rahim, yaitu koriomnionitis yang menjadi pemicu
sepsis janin dan persalinan prematuritas perkiraan janin sudah cukup
besar dan persalinan diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dan
dapat diberikan kortikosteroid, sehingga kematangan paru Janin dapat
terjamin.
c. Pada usia kehamilan 24 sampai dengan 32 minggu atau berat janin cukup,
perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan.
d. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur
distansia bipatl dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk
melakukan pemeriksaan kematangan paru.
e. Waktu terminasi pada ibu hamil atheren dapat dianjurkan pada selang
waktu 6 jam sampai 24 jam bila tidak terjadi his spontan.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Jurnal 1
Judul : Studi Deskriptif Penyebab Kejadian Ketuban Pecah Dini
(KPD) pada Ibu Bersalin
Penulis : Budi Rahayu, Ayu Novita Sari
Hasil : Hasil penelitian sebagian besar responden adalah multipara
sebanyak 245 orang (57,4%), berusia 20-35 tahun sebanyak
265 orang (62,1%), umur kehamilan ≥37 minggu sebanyak
343 orang (80,3%), pembesaran uterus normal sebanyak
410 orang (96,1%), letak janin preskep sebanyak 396 orang
(92,7%).
Pembahasan :
1. Jumlah Paritas
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali maka akan lebih berisiko tinggi
mengalami KPD pada kehamilan berikutnya. Menurut Sumadi dan Ariyani KPD
banyak terjadi pada multipara. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sudarto dan
Tunut, yang dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Pontianak yaitu di
Puskesmas Siantan Hilir yang dilaksanakan pada awal bulan Juli sampai Oktober
2015 menyatakan bahwa faktro yang memengaruhi kejadian KPD adalah paritas.
Kehamilan yang terlalu sering dapat memengaruhi embriogenesis, selaput
ketuban lebih tipis sehingga mudah pecah sebelum waktunya dan semakin
banyak paritas semakin mudah terjadi infeksi amnion karena rusaknya struktur
servik pada persalinan sebelumnya. Wanita dengan paritas kedua dan ketiga
pada usia reproduktif biasanya relative memiliki keadaan yang lebih aman untuk
hamil dan melahirkan, karena pada keadaan tersebut dinding uterus lebih kuat
karena belum banyak mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering
mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan
baik.Wanita yang telah melahirkan beberapa kali akan lebih berisiko mengalami
KPD, karena jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh yang diakibatkan oleh
vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan akhirnya
selaput ketuban mengalami pecah spontan.

26
27

2. Usia Ibu Melahirkan


Usia ibu melahirkan yang memiliki resiko rendah adalah umur 20-35, 35
tahun memiliki resiko tinggi dalam proses persalinan. Akan tetapi untuk KPD
sendiri secara patobiologi dari kehamilan dengan ketuban pecah dini masih
belum banyak diketahui. Banyak faktor dan jalur yang dapat menyebabkan
degradasi dari matriks selaput membran ekstrasellular antara lain: jumlah
kolagen diselaput membran ekstrasellular, keseimbangan antara degradasi dan
aktifitas perbaikan dari komponen matriks, enzim spesifik yang berfungsi
sebagai pengendali dan pengatur aktifi tas biofi sik matriks membran
ekstraseluler, infeksi terkait dengan keseimbangan enzim yang dihasilkan pada
selaput membran ekstrasellular, aktivitas adanya peningkatan apoptosis pada
daerah robekan selaput amnion.
3. Umur Kehamilan
Kehamilan aterm atau kehamilan ≥37 minggu sebanyak 8-10% ibu hamil
akan mengalami KPD, dan sebanyak 1% kejadian KPD pada ibu hamil preterm
<37 minggu. Pada penelitian Susilowati dan Astuti bahwa sebagian besar ibu
bersalin dengan KPD yaitu antara umur kehamilan 37-42 minggu. Saat mendekati
persalinan terjadi peningkatan matrix metalloproteinase yang cenderung
menyebabkan KPD dan pada trimester akhir akan menyebabkan selaput ketuban
mudah pecah dikarenakan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan
janin. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tua umur kehamilan akan
mengakibatkan pembukaan serviks dan peregangan selaput ketuban yang
berpengaruh terhadap selaput ketuban sehingga semakin melemah dan mudah
pecah.
4. Pembesaran Uterus
Over distensi dapat menyebabkan terjadinya KPD karena distensi uterus atau
over distensi yang membuat rahim lebih besar sehingga selaput ketuban lebih
tipis dan mudah pecah. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa faktor-faktor
yang memengaruhi terjadinya KPD pada ibu hamil trimester III di RS Ban Lawang
yaitu faktor over distensi sebanyak 4,83%. Menurut Caughay bahwa over distensi
yang disebabkan oleh polihidramnion dan kehamilan kembar mengakibatkan
lebih tinggi resiko terjadi KPD. Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi
28

mengalami KPD. Hal ini disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan
produksi hormon yang dap memungkinkan ketegangan rahim meningkat
sewaktu-waktu selaput ketuban dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat
diidentifi kasi sebagai KPD.
5. Kelainan Letak
Kelainan letak pada janin dapat meningkatkan kejadian KPD karena kelainan
letak dapat memungkinkan ketegangan otot rahim meningkat sehingga dapat
menyebabkan KPD. Penelitian Suryaputri dan Anjarwati bahwa tidak ada
hubunganya antara kelainan letak dengan kejadian KPD. Besar kecilnya janin dan
posisi janin yang dikandung tidak menyebabkan peregangan pada selaput
ketuban seperti pada keadaan normal, sungsang ataupun melintang, karena
sebenarnya yang dapat mempengaruhi KPD adalah kuat lemahnya selaput
ketuban dalam menahan janin. Penelitian Suhaimi mengatakan bahwa KPD bisa
disebabkan karena Peningkatan apoptosis pada selaput amnion berperan penting
pada penipisan membran janin yang mengakibatkan terjadinya KPD. Peningkatan
p53 akan meningkatkan munculnya kaspase-3 yang akan menyebabkan
apoptosis yang berlebihan, sehingga dengan adanya peningkatan proses
apoptosis ini dapat menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian lain mengatakan,
bahwa ada hubungan letak susang dengan kejadian ketuban pecah dini, ini
disebabkan karena pada letak sungsang dimana bokong menempati servik uteri
dengan dengan keadaan ini pergerakan janin terjadi dibagian terendah karena
keberadaan kaki janin yang menempati daerah servik uteri sedangkan kepala
janin akan mendesak fundus uteri yang dapat menekan diafragma dan keadaan
ini menyebabkan timbulnya rasa sesak pada ibu saat hamil.
29

B. Jurnal 2
Judul : Hubungan Usia, Paritas Dengan Ketuban Pecah Dini Di
Puskesmas Jagir Surabaya
Penulis : Titi Maharrani
Hasil : Hasil penelitian didapatkan dari 144 ibu bersalin terdapat
sebagian besar (53,47%) dengan usia beresiko dan sebanyak
64,93% terjadi KPD, ibu bersalin multipara yang sebagian
besar (57,38%) terjadi ketuban pecah dini. dan pada ibu
bersalin primipara sebagian besar (75,68%) tidak terjadi
ketuban pecah dini. Hasil uji khi kuadrat dari Yates
didapatkan pada variabel usia χ² hitung (91.514,38) > χ²
tabel (3,84), dan pada variabel paritas χ² hitung (11,73) > χ²
tabel (5,99), maka diterima.
Pembahasan :
1. Usia Ibu Bersalin
Pada 144 ibu bersalin, sebagian besar (51,38%) mempunyai usia beresiko
yaitu >20 tahun dan < 20 tahun dan usia > 35 tahun, menurut Hebert Hutabarat
dan Ida Gede Bagus Manuaba usia < 20 tahun dan usia > 35 tahun merupakan
salah satu faktor kehamilan yang beresiko tinggi. Menurut Manuaba (2007) Usia
kurang dari 20 tahun merupakan usia menunda kehamilan, dimana organ-organ
reproduksinya belum berfungsi secara maksimal, jalan lahir belum bisa
menyanggah bagian yang ada didalamnya secara sempurna. Organ reproduksi
yang belum maksimal mengakibatkan kurang terbentuknya jaringan ikat dan
vaskularisasi yang belum sempurna sehingga membentuk selaput ketuban yang
tipis dan tidak kuat yang dapat memicu terjadinya ketuban pecah dini.
Sedangkan Musbikin (2004) mengemukakan bahwa pada kehamilan diatas
35 tahun, biasanya penyakit-penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi
atau diabetes melitus pada wanita lebih sering muncul. Semakin bertambah usia,
penyakit degeneratif seperti gangguan pembuluh darah, biasanya lebih banyak
muncul dibandingkan dengan mereka yang usia muda. Penyakit degeneratif
tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi ketuban pecah dini. Peneliti
berpendapat usia yang aman untuk melahirkan dan persalinan adalah 20- 30
tahun. Pada hasil penelitian ini ditemukan sebagian besar (51,38%) ibu bersalin
30

dengan usia beresiko. Fenomena seperti ini dapat terjadi karena ada kebiasaan
pada wanita untuk mengejar karir dan membelakangkan menikah pada usia
reproduktif, sehingga banyak wanita yang hamil pada usia yang terlambat dan
bersalin di luar usia yang aman. Sedangkan menikah pada usia muda biasanya
banyak dilakukan untuk menghindari kehamilan di luar nikah. Padahal kematian
maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia beresiko yaitu dibawah
usia 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang
terjadi pada usia 20-30 tahun. Kematian maternal meningkat kembali setelah
usia 35 tahun. Pada usia.
2. Paritas Ibu Bersalin di VK Puskesmas Jagir Surabaya
Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa dari 144 ibu bersalin, bahwa
hampir setengahnya 61 orang (42,36%) adalah multipara. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori Harry Oxorn (2010) dapat diketahui bahwa paritas dengan
resiko tinggi dapat menyebabkan komplikasi selama masa kehamilan, persalinan,
maupun masa nifas. Pada primipara sering terjadi komplikasi namun tidak
seluruhnya ibu primipara beresiko mengalami komplikasi, tergantung kesiapan
fisik dan psikologis ibu hamil.
Manurut Manuaba (2007) faktor yang berpengaruh dan mengancam adalah
berkaitan dengan fungsi organ reproduksi yang sudah menurun sehingga bisa
mengakibatkan kelainan dalam proses persalinan seperti ketuban pecah dini,
perdarahan dan eklamsia. Oleh karena itu, resiko lebih banyak terjadi pada
multipara dan grandemultipara yang disebabkan mortilitas uterus berlebih,
kelenturan leher rahim yang berkurang sehingga dapat terjadi pembukaan dini
pada serviks, kemungkinan panggul sempit (CPD), perut gantung dan bagian
terendah belum masuk pintu atas panggul dapat juga berpengaruh. Jadi paritas
yang aman untuk menjalankan kehamilan adalah 2-3 kali. Oleh karena itu
ketuban pecah dini banyak yang dialami oleh ibu multiparitas.
Menurut peneliti, paritas 2-3 merupakan paritas paling aman bila ditinjau
dari sudut kematian maternal. Kelahiran pertama dan jumlah paritas yang tinggi
(lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi
paritas, lebih tinggi kematian maternal. Pada ibu multipara dan grandemultipara
sering terjadi komplikasi karena berkaitan dengan fungsi organ reproduksi yang
sudah menurun sehingga mengakibatkan kelainan dalam proses persalinan,
31

namun tidak seluruhnya ibu dengan kehamilan paritas tinggi beresiko


mengalami komplikasi. Selain itu, banyak anggapan pada masyarakat yang
berfikir bahwa banyak anak (paritas tinggi) akan membawa banyak rezeki.
Pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena kenyataanya semakin
banyak anak maka semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga
menuntut semakin tingginya pemasukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Padahal seorang anak tidak hanya membutuhkan kebutuhan pangan saja,
kebutuhan hidup dan pendidikan yang layak juga patut dipenuhi dengan baik. Hal
ini dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana karena sebagian
kehamilan dengan paritas tinggi adalah tidak direncanakan. Dengan program
keluarga berencana ibu multipara dapat dicegah agar tidak terjadi kehamilan
grandemulti. Sehingga resko terjadinya komplikasi pada kehamilan, persalinan
dan nifas dapat dikurangi. Asuhan kehamilan dan persalinan yang baik juga
dibutuhkan, misalnya memberikan kumunikasi, informasi, dan edukasi saat
antenatal care yang meliputi persiapan persalinan, proses persalinan dan
pendamping saat bersalin.
3. Ketuban Pecah Dini di VK Puskesmas Jagir Surabaya
Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa dari 144 ibu bersalin sebagian
besar 74 (51,38%) tidak mengalami ketuban pecah dini. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rayburn (2001) bahwa insidensi
KPD berkisar dari 4,5% sampai 7,5% dari seluruh kehamilan. KPD preterm
terjadi pada kira-kira 1% kehamilan dan jelas merupakan problema yang sangat
menantang untuk para dokter spesialis obstetric. Menurut Nugroho (2010)
menyebutkan bahwa insidensi KPD berkisar antara 8- 10% dari semua
kehamilan. Hal yang menguntungkan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan,
bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan daripada yang
kurang bulan, yaitu sekitar 95%, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan
atau KPD pada kehamilan preterm terjdi sekitar 35% dari semua kehamilan
kurang bulan dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian
perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang
dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan
terjadinya prematuritas dan RDS (Respiration Dystress Syndrome).
32

Sampai saat ini masih banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan


ketuban pecah dini yang bevariasi, dari tidak melakukan manipulasi apapun
sampai pada tindakan yang berlebih – lebihan. Menurut peneliti, ketuban pecah
dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit
kelahiran premature dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, penyebabnya belum diketahui dan
tidak dapat ditemukan secara pasti, maka tindakan preventif tidak dapat
dilakukan kecuali dalam usaha menekan infeksi. Sampai saat ini belum diketahui
secara pasti penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Namun ada banyak faktor
predisposisi yang dapat mendukung terjadinya KPD seperti usia ibu, paritas, CPD,
serviks yang inkompeten, trauma, hidarmnion, gemeli, kelainan letak, kelainan
selaput ketuban, alhokol dan merokok. Beberapa pencegahan ketuban pecah dini
dapat dilakukan, namun belum ada yang cukup efektif. Mengurangi aktivitas dan
istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga sangat dianjurkan.
Selain itu menghindari faktor predisposisi juga disarankan untuk menghidari
ketuban pecah dini.
Bidan sebagai medis terlatih yang ditempatkan ditengah masyarakat,
sebaiknya bersifat konsevatif artinya tidak terlalu banyak melakukan intervensi,
maka sikap bidan yang paling penting adalah melakukan rujukan sehingga
penanganan kasus ketuban pecah dini mendapat tindakan yang tepat. Kesalahan
dalam mengelola ketuban pecah dini akan membawa akibat meningkatnya angka
morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Oleh karena itu diperlukan
pengawasan serta perawatan yang signifikan kepada ibu bersalin dengan
ketuban pecah dini.
4. Hubungan Usia dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini
Pada tabel 4 dapat dijelaskan bahwa dari 116 ibu bersalin terdapat ibu
bersalin dengan usia beresiko (35tahun) yang mengalami KPD sebanyak 50
orang (64,93%) dan pada ibu bersalin dengan usia tidak beresiko (20-35 tahun)
sebagian besar (70,14%) tidak mengalami ketuban pecah dini. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori menurut Manuaba (2007) bahwa usia merupakan salah satu
faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Dr.
33

Prasanthi (2009) menyebutkan ketuban pecah dini terjadi pada wanita hamil 35
tahun. Sedangkan menurut Saifuddin AB (2006) ketuban pecah dini dapat terjadi
pada wanita hamil dengan umur 40 tahun. Menurut Manuaba (2007) Usia kurang
dari 20 tahun merupakan usia menunda kehamilan, dimana organ-organ
reproduksinya belum berfungsi secara maksimal, jalan lahir belum bisa
menyanggah bagian yang ada didalamnya secara sempurna.
Organ reproduksi yang belum maksimal mengakibatkan kurang terbentuknya
jaringan ikat dan vaskularisasi yang belum sempurna sehingga membentuk
selaput ketuban yang tipis dan tidak kuat yang dapat memicu terjadinya ketuban
pecah dini. Sedangkan Musbikin (2004) mengemukakan bahwa pada kehamilan
diatas 35 tahun, biasanya penyakit-penyakit degeneratif seperti tekanan darah
tinggi atau diabetes melitus pada wanita lebih sering muncul. Semakin
bertambah usia, penyakit degeneratif seperti gangguan pembuluh darah,
biasanya lebih banyak muncul dibandingkan dengan mereka yang usia muda.
Penyakit degeneratif tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi
ketuban pecah dini. Adanya gangguan pembuluh darah atau devaskularisasi
dapat menyebabkan nekrosis pada jaringan sehingga jaringan ikat yang
menyangga membrane ketuban makin berkurang yang akhirnya mengakibatkan
ketuban pecah dini.
Menurut peneliti, ketuban pecah dini dapat terjadi pada wanita hamil dengan
umur 35 tahun. Usia kurang dari 20 tahun merupaka usia menunda kehamilan,
dimana organ-organ reproduksinya belum berfungsi secara maksimal, jalan lahir
belum bisa menyanggah bagian yang ada didalamnya secara sempurna. Organ
reproduksi yang belum maksimal mengakibatkan kurang terbentuknya jaringan
ikat dan vaskularisasi yang belum sempurna sehingga membentuk selaput
ketuban yang tipis dan tidak kuat yang dapat memicu terjadinya ketuban pecah
dini. Pasien yang memiliki faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini
diperlukan pendeteksian dan penatalaksanaan sedini mugkin. Langkah preventif
oleh tenaga kesehatan juga perlu ditingkatkan. Komunikasi, informasi dan
edukasi yang baik dapat memberikan motivasi ibu untuk memeriksakan
kehamilannya secara teratur sehingga dapat mendeteksi terjadinya komplikasi
sedini mungkin.
34

5. Hubungan Paritas dengan Ketuban Pecah Din


Menurut Geri Morgan dan Carole Hamilton (2009), paritas merupakan salah
satu faktor yang mengakibatkan ketuban pecah dini karena peningkatan paritas
yang memungkinkan kerusakan serviks selama kelahiran sebelumnya. Manurut
Manuaba (2007) faktor yang berpengaruh dan mengancam adalah berkaitan
dengan fungsi organ reproduksi yang sudah menurun sehingga bisa
mengakibatkan kelainan dalam proses persalinan seperti ketuban pecah dini,
peeradarahan dan eklamsia. Oleh karena itu, resiko lebih banyak terjadi pada
multipara dan grandemultipara yang disebabkan mortilitas uterus berlebih,
kelenturan leher rahim yang berkurang sehingga dapat terjadi pembukaan dini
pada serviks, kemungkinan panggul sempit (CPD), perut gantung dan bagian
terendah belum masuk pintu atas panggul dapat juga berpengaruh. Jadi paritas
yang aman untuk menjalankan kehamilan adalah 2-3 kali. Oleh karena itu
ketuban pecah dini banyak yang dialami oleh ibu multiparitas.
Menurut peneliti, kettuban pecah dini sering terjadi pada multipara dan
grandemultipara yang disebabkan hipermotilitas uterus dan kelenturan leher
rahim yang berkurang sehingga dapat terjadi pembukaan dini pada serviks,
namun tidak semuanya mengalami ketuban pevah dini, dan jika ketuban pecah
dini terjadi pada primipara mungkin disebabkan oleh trauma, infeksi genetalia,
serviks inkompeten, gemeli, hidramnion, disproposi sefalopelvik, dan faktor
predisposisi yang lain. Pasien-pasien yang memiliki faktor predisposisi terjadinya
ketuban pecah dini diperlukan pelaksanaan dan pendeteksian sedini mungkin
dan juga sebagai langkah preventif hendaknya tenaga kesehatan lebih
meningkatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan motivasi pada ibu hamil agar
melakukan pemeriksaan kehamilan antenatal care sacara rutinm untuk
mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan dan persalinan
serta memberikan informasi tentang tandatanda bahaya kehamilan dan tanda-
tanda persalinan.
35

C. Jurnal 3
Judul : Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah Dini
Pada Ibu Hamil Trimester III Di Rumah Sakit Bantuan
Lawang
Penulis : Zainal Alim, Yeni Agus Safitri
Hasil : Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dengan
presentase dan hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya KPD pada ibu hamil trimester III
di RS Ban Lawang yang paling banyak faktor infeksi
(18.96%), faktor trauma (18.22%), faktor riwayat KPD yang
lalu (15.99%), faktor sosial ekonomi (15.24%), faktor usia
(12.27%), faktor paritas (9.67%), dan yang terakhir faktor
gemeli dan malpresentasi (4.83%).
Pembahasan :
Menurut Yulia, permata, 2009, yang menjelaskan bahwa bakterial vaginosis
merupakan salah satu jenis infeksi vagina yang disebabkan oleh bakteri dan
paling sering ditemui pada perempuan. Biasanya, infeksi ini tergolong ringan dan
mungkin hilang dengan sendirinya. Akan tetapi, jika tidak segera ditangani
penyakit ini bisa berkembang menjadi masalah serius. Masalah kesehatan lain
yang mungkin muncul jika mengalami infeksi ketika sedang hamil, maka dapat
menimbulkan risiko keguguran, kelahiran premature, ketuban pecah dahulu dan
infeksi rahim setelah melahirkan. Berdasarkan data diketahui bahwa dari 13 ibu
hamil trimester III dengan KPD sebagian besar yang mengalami infeksi sebanyak
10 ibu hamil (77%), dan sebagian kecil ibu hamil trimester III yang tidak
mengalami infeksi sebanyak 3 ibu hamil (23%). Peneliti berpendapat bahwa
faktor infeksi sangat berpengaruh terhadap terjadinya KPD pada ibu hamil
trimester III (faktor utama) sesuai dengan teori yang ada.
Selain disebabkan oleh infeksi yang di tandai oleh keadaan demam pada ibu,
juga disebabkan oleh keputihan yang dialami oleh ibu hamil baik sebelum hamil
ataupun saat hamil, karena saat hamil suhu tubuh ibu meningkat dan
menyebabkan lembab pada daerah genetalia ibu, ini disebabkan esterogen
meningkat menjadikan mukosa vagina lebih gelap, sekresi vagina dan darah ke
36

vagina berlebihan. Jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh ibu hamil dengan
menjaga kebersihan pakaian dalamnya dan mengganti tiap kali basah maka hal
itu bisa menyebabkan infeksi. Jika mengalami keputihan yang berwarna kuning,
kental dan berbau tidak diobati maka bakteri vagina akan menginfeksi selaput
ketuban bayi dan menyebabkan pecahnya selaput ketuban tersebut.
Menurut Taufan, 2010, yang menjelaskan bahwa ada beberapa keadaan yang
berhubungan dengan kejadian KPD, diantaranya adalah tekanan intra uterin yang
tinggi (Hidramnion dan Gemeli). Adanya tekanan intrauterine yang kuat bisa
menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum terjadinya tanda-tanda persalinan.
Berdasarkan data dapat diketahui bahwa dari 13 ibu hamil trimester III yang
mengalami KPD, seluruhnya (100%) dari ibu hamil yang mengalami KPD tidak
dipengaruhi oleh faktor tekanan intrauterine. Peneliti berpendapat bahwa faktor
tekanan intrauterin tidak mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada ibu
hamil trimester III. Hal ini berbanding terbalik dengan teori ada. Ini menandakan
bahwa KPD banyak disebabkan oleh faktor lain diantaranya ibu hamil dengan
infeksi, trauma serta riwayat KPD yang lalu.
Menurut Reeder, 2011 bahwa, trauma selama kehamilan dihubungkan dengan
peningkatan resiko terjadinya abortus spontan, persalinan preterm, solusio
plasenta. Ruptur uterus dan cidera janin secara langsung merupakan keadaan
yang jarang terjadi, tetapi merupakan komplikasi trauma yang mengancam.
Ruptur uterus selain menyebakan perdarahan juga menyebabkan pecahnya
selaput ketuban. Berdasarkan data diketahui bahwa dari 13 ibu hamil trimester
III yang mengalami KPD, sebagian besar mengalami trauma sebanyak 9 ibu hamil
(69%), dan hanya sebagian kecil ibu hamil trimester III yang tidak mengalami
trauma sebanyak 4 ibu hamil (31%). faktor trauma merupakan faktor kedua yang
mempengaruhi kejadian ketuban pecah dini pada ibu hamil trimester III setelah
faktor infeksi. Selain ibu hamil yang jatuh hingga mengeluarkan cairan yang
merembes juga didapat sebagian dari ibu hamil trimester III dengan KPD telah
melakukan hubungan seksual >2 kali dalam seminggu. Karena hormone
prostanglandin yang ada pada sperma bisa menyebabkan pecahnya selaput
ketuban pada ibu hamil. Menurut teori Manuaba, 2007 bahwa malpresentasi
janin atau kelainan letak janin dapat membuat ketuban bagian yang terendah
langsung menerima tekanan intrauteri yang dominan. Letak sungsang juga dapat
37

memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat selaput


ketuban pecah sebelum waktunya
Berdasarkan data seluruhnya (100%) dari ibu hamil yang mengalami KPD
tidak dipengaruhi oleh faktor malpresentasi janin. Malpresentasi pada janin tidak
mempengaruhi terhadap terjadinya ketuban pecah dini pada ibu hamil trimester
III. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Selain itu juga ibu hamil sudah
melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin kebidan. Ini artinya, ibu hamil
tersebut memeriksakan keadaan janinnya lebih dari 4 kali selama kehamilannya.
Ini sangat membantu ibu memperoleh informasi tentang kelainan letak pada
janinnya sehingga bisa ditangani lebih dini.
Menurut teori yang diutarakan Weni, 2010 tujuan penatalaksaan gizi pada ibu
wanita hamil adalah untuk mencapi status gizi ibu yang optimal sehinga ibu
menjalani kehamilan dengan aman, melahirkan bayi dengan potensi fisik dan
mental yang baik. Sehingga untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan maka
diperlukan adanya status diit dan nutrisi pada ibu hamil. Apabila didalam masa
awal kehamilan terjadi malnutrisi maka akan sangat mempengaruhi
perkembangan dan kapasitas embrio untuk mempertahankan kehamilan terjadi
malnutrisi, malnutrisi juga menyebabkan beberapa penyakit kehamilan timbul
seperti: abortus, kematian dan kecacatan janin serta infeksi. Ekonomi seseorang
mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari-harinya.
Seorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar
sekali gizi yang dibutuhkan tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan
membuat gizi ibu semakin dipantau. Orang dengan status ekonomi yang rendah
cenderung lebih menekan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan lebih mementing
untuk lebih memenuhi kebutuhan yang lebih penting (Yusuf: 2002). Berdasarkan
data mayoritas faktor penyebab terjadinya KPD yaitu pendapatan keluarga Rp
900.000- Rp 2.000.000/bulan 12 ibu hamil (92%), dan tidak sedikitpun ibu hamil
trimester III yang pendapatan keluarga >Rp 2.000.000/bulan yaitu 0 ibu hamil
(0%).
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi terhadap terjadinya KPD pada ibu
hamil trimester III walaupun didapatkan banyak ibu yang berpendapatan sedang,
ini dikarekan makin tingginya juga harga yang dijangkau untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari sehingga untuk mencapi status gizi ibu yang optimal
38

banyak yang tidak terpenuhi. Sehingga didapatkan faktor sosial ekonomi sedang
adalah faktor keempat yang mempengaruhi kejadian ketuban pecah dini pada ibu
hamil trimester III. Menurut Poedji Rochyati, 2003, yang menjelaskan bahwa
pada ibu grandemultipara karena sering melahirkan banyak ditemukan gangguan
kesehatan seperti anemia, kurang gizi, kekenduran dinding perut dan dinding
rahim yang dapat mengakibatkan komplikasi letak, robekan rahim, persalinan
lama dan perdarahan pasca persalinan.
Berdasarkan data sebagian sebagian ibu hamil trimester III dengan KPD yang
hamil pertama sebanyak 7 ibu hamil (53,8%), dan tidak ada sedikitpun yaitu 0
ibu hamil (0%) yang hamil >4 kali. Faktor paritas tidak mempengaruhi terhadap
terjadinya ketuban pecah dini pada ibu hamil trimester III, hal ini tidak sesuai
dengan teori yang ada, sebagian dari ibu hamil trimester III dengan KPD adalah
ibu primigravida, ini menunjukkan bahwa kejadian KPD tidak hanya terjadi
karena perengan uterus yang berulang saja tetapi faktor yang lain juga
mempengaruhi seperti faktor infeksi, trauma, dan faktor yang lain. Faktor paritas
merupakan faktor yang ke enam yang mempengaruhi kejadian ketuban pecah
dini pada ibu hamil trimester III.
Menurut teori Hartanto yaitu, umur 20-30 tahun, merupakan suatu periode
usia paling baik untuk reproduksi dan melahirkan. Namun, ditinjau dari
pengkajian yang didapatkan, (23%) dari 7 ibu primigavida hanya berpendidikan
SD dan SMP. Ini menunjukan pendidikan ibu yang rendah memungkinkan
pengetahuan ibu yang rendah pula tentang masalah kehamilan dan kesehatan.
Berdasarkan data sebagian besar ibu hamil trimester III yang mengalami KPD
yaitu 8 ibu hamil (61,5%) berusia 20-30 tahun, dan sangat sedikit yaitu 2 ibu
hamil (15,4%) berusia <20 tahun. Faktor usia tidak mempengaruhi terjadinya
ketuban pecah dini pada ibu hamil trimester III, ini tidak sesuai dengan teori yang
ada, sebagian dari ibu hamil trimester III dengan KPD adalah ibu yang berusia 20-
30 tahun (ini adalah usia yang baik untuk masa kehamilan), ini menunjukkan
bahwa kejadian KPD tidak hanya terjadi karena usia ibu yang belum cocok untuk
reproduktif tetapi karena faktor predisposisi yang lain diantaranta adalah faktor
infeksi, trauma, riwayat KPD yang lalu dan faktor yang lain. Faktor usia
merupakan faktor yang ke lima yang mempengaruhi kejadian ketuban pecah dini
pada ibu hamil trimester III.
39

Menurut teori Anggarini, 2010 yaitu, riwayat ketuban pecah dini tersebut
akan berulang pada kehamilan selanjutnya seperti yang dijelaskan oleh teori
bahwa ibu hamil dengan riwayat ketuban pecah dini mempunyai faktor resiko 4
kali beresiko untuk terjadi ketuban pecah dini pada kehamilan selanjutnya dari
pada ibu hamil yang tidak mempunyai riwayat ketuban pecah dini
sebelumnya.Berdasarkan gambar dapat diketahui bahwa dari 6 ibu hamil
multipara trimester III yang mengalami KPD, sebagian besar mengalami riwayat
KPD yang lalu 4 ibu hamil (66,7%), dan sebagian kecil yaitu 2 ibu hamil (33,3%)
dengan riwayat lahir normal. Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas,
peneliti berpendapat bahwa faktor riwayat KPD yang lalu mempengaruhi
terjadinya ketuban pecah dini pada ibu hamil trimester III sesuai dengan ada. Hal
ini dapat dijadikan masukan agar ibu hamil primigravida dengan KPD lebih
berhati-hati untuk kehamilan selanjutnya agar tidak mengalami KPD yang
berulang. Faktor riwayat KPD dalah faktor ke tiga setelah faktor infeksi dan
trauma yang paling mempengaruhi kejadian KPD pada ibu hamil trimester III.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan demikian dapat di rangkum sebagai berikut:
a. Jurnal 1 Studi Deskriptif Penyebab Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD)
pada Ibu Bersalin ada hubungan sesuai dengan kasus Ketuban Pecah Dini
(KPD) yang dikaji oleh pengkaji
b. Jurnal 2 Hubungan Usia, Paritas Dengan Ketuban Pecah Dini Di Puskesmas
Jagir Surabaya ada hubungan sesuai dengan kasus Ketuban Pecah Dini
(KPD) yang dikaji oleh pengkaji
c. Jurnal 3 Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah Dini Pada
Ibu Hamil Trimester III Di Rumah Sakit Bantuan Lawang ada hubungan
sesuai dengan kasus Ketuban Pecah Dini (KPD) yang dikaji oleh pengkaji

B. Saran

Sebagai seorang Bidan sangat ditekankan akan pelayanan yang maksimal.


Tuntutan seorang bidan sangatlah berat dan berisiko tinggi terutama pada ibu dan
anak. Maka dari itu seorang bidan wajib menjalankan tugas sesuai prosedur yang
sudah ditentukan baik itu, penyuluhan dan lainnya sesuai profesi kebidanan.
Terutama pada saat pemberian konseling serta pendidikan kesehatan pada pasien
dan butuh kerjasama antara petugas kesehatan dengan masyarakat untuk
mengurangi tingkat kesehatan yang buruk untuk menjadi baik lagi

40
41

DAFTAR PUSTAKA

Alim, Zainal & Yeni Agus Safitri. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Ketuban Pecah
Dini Pada Ibu Hamil Trimester III dI Rumah Sakit Bantuan Lawang. Jurnal Hesti
Wira Sakti, Volume 4, Nomor 1, April 2016.

Akbar, Muhammad I.L, dkk. 2020. Ginekologi Praktis Komprehensif. Surabaya: Airlangga
University Press.

annah N. 2015. ASKEB II Persalinan Berbasis Kompetensi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Kemkes RI, 2021. Profil Kesehatan Indonesia 2021. Diakses 26 November 2022 dari
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf.

Maharrani, Titi. Hubungan Usia, Paritas Dengan Ketuban Pecah Dini Di Puskesmas Jagir
Surabaya. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume VIII Nomor 2, April
2017

Margareth, Sukarni I. 2015. Kehamilan Persalinan dan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nugraha, Agung Putri Harsa Satya dkk. 2022. Kupas Tuntas Seputar Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. 2022.
https://www.google.co.id/books/edition/Kupas_tuntas_seputar_asuhan_kegawat
darur/7z6DEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Rahayu, Budi & Ayu Novita Sari. Studi Deskriptif Penyebab Kejadian Ketuban Pecah Dini
(KPD) pada Ibu Bersalin. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia Vol. 5, No. 2, Tahun
2017

Sulfianti. dkk. 2020. Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Yayasan Kita Menulis.

Surya Negara, I Ketut. 2021. Matriks Metalloproteinase pada Ketuban Pecah Dini.
Yogyakarta: Deepublish Publisher. 2021.
https://www.google.co.id/books/edition/Matriks_Metalloproteinase_Pada_Ketub
an_P/Zxo0EAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=ketuban+pecah+dini&printsec=frontco
ver

Syaiful, Yuanaita & Lilis Fatmawati. 2020. Asuhan Keperawatn Wanita. Surabaya: CV
Jakad Media Publishing.
https://www.google.co.id/books/edition/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_IBU_B
ERSALIN/hjYBEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=ketuban+pecah+dini&printsec=fron
tcover

Triyanti, Dempi. dkk. 2022. Ilmu Kebidanan (Konsep, Teori, dan Isu). Media Sains
Indonesia.
https://www.google.co.id/books/edition/Ilmu_Kebidanan_Konsep_Teori_dan_Isu
/AytgEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=kala+II++memanjang&pg=PA187&printsec=f
rontcover

Anda mungkin juga menyukai