Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PREKTEK KOMPREHENSIF

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

FROZEN SHOULDER

DI RS GMIM BETHESDA TOMOHON

Oleh :

Zindy Jenetta Mewengkang

18163017

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2021
MAKALAH PREKTEK KOMPREHENSIF

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

FROZEN SHOULDER

DI RS GMIM BETHESDA TOMOHON

Oleh :

Zindy Jenetta Mewengkang

18163017

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO

i
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA dan tuntunan-

Nya sehingga makalah Komprehensif ini dengan judul “Makalah Komprehensif

Penatalaksanaan Fiosioterapi pada Sindrom Piriformis di RS GMIM Bethesda” dapat

tersusun hingga selesai.

Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada teman - teman,

para Dosen, yang telah memberikan bantuan dalam pembuatan makalah ini.

Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun

menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman Penulis, Penulis yakin

masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan

makalah ini

Tomohon, Mei 2021

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................... i

Kata Pengantar ........................................................................................................... ii

Daftar Isi .................................................................................................................... iii

BAB I Pendahuluan ................................................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka

A. Anatomi ................................................................................................... 3
B. Sindrom Piriformis .................................................................................. 4
C. Problematik Fisioterapi............................................................................ 6
D. Teknologi Intervensi Fisioterapi .............................................................. 7

BAB III Pelaksanaan Studi Kasus ............................................................................. 12

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan .............................................................................................. 13
B. Saran ....................................................................................................... 13

Daftar Pustaka............................................................................................................ 15

Lampiran

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut undang-undang Republik Indonesia No.36 tahun 2014 tentang tenaga

kesehatan bahwa Menurut undang-undang Republik Indonesia No.36 tahun 2014

tenaga kesehatan bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat

agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran,kemauan,dan kemampuan hidup

sehat Untuk meningkatkan upaya kesehatan, diperlukan tenaga kesehatan yang

profesional dibidangnya, salah satunya adalah fisioterapi (Herniawati.dkk, 2020).

Manusia dalam melakukan aktivitas sehari - hari tidak terlepas dari peranan

penting anggota gerak tubuh (ekstremitas). Anggota gerak tubuh manusia terdiri

atas anggota gerak tubuh bagian atas dan anggota gerak tubuh bagian bawah.

Dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari, peranan anggota gerak tubuh

atas lebih dominan digunakan, misalnya untuk membersihkan diri, makan, minum,

berpakaian dan masih banyak aktivitas lain yang melibatkan anggota gerak atas.

Salah satu sendi pada anggota gerak atas yang sering mengalami gangguan adalah

sendi bahu. Gangguan yang dialami ini akan mengakibatkan terhalangnya aktivitas

sehari - hari. Gangguan sendi sebagian besar didahului oleh adanya rasa nyeri pada

bahu, terutama nyeri yang timbul sewaktu menggerakkan bahu, sehingga yang

bersangkutan takut menggerakkan bahunya, pada akhirnya bahu menjadi kaku

(Astuti,2018).

1
Capsulitis adhesive merupakan keadaan dimana terjadi penebalan pada kapsul

sendi, dan berkurangnya cairan sinovial dan perubahan inflamasi kronis didalam

lapisan kapsul sub synovial sehingga dapat menyebabkan seseorang sulit

menggerakan bahu atau terjadinya keterbatasan lingkup gerak sendi.penyebabnya

belum diketahui pasti tetapi ada beberapa faktor pencetus seperti diabetes

mellitus,imobilisasi berkepanjangan dan adanya trauma pada frozen shoulder

terdiri dari tiga tingkatan yaitu freezing,frozen, tawing (Canale.T, Beaty. J, 2012).

Capsulitis Adhesive lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dan paling

sering terjadi pada usia 40-60 (Sueki D, Brechter J.2009). Sekitar 20% pasien

diabetes, menderita adhesive capsulitis dibandingkan dengan 2-5% dari populasi

umum (Sayal A & Bond M, 2019).

Disini fisioterapi sangat berperan dalam memulihkan fungsi gerak pada

capsulitis adhesive selain pengobatan secara medis. Peran fisioterapi yang dapat

dilakukan antara lain : MWD, dan Manual Therapy Permasalahan yang utama pada

penderita Capsulitis Adhesive adalah nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi.

Untuk dapat bisa mengatasinya dapat diberikan modalitas MWD yang merupakan

aplikasi penggunaan elektromagnetik berfrekuensi tinggi yang digunakan untuk

deep thermal pada tubuh. MWD memiliki frekuensi 2456 dan 915 MHz, sehingga

menghasilkan efek panas, meningkatkan peredaran darah, meningkatkan metabolic

jaringan,pada peningkatan 3-4°C meningkatkan ekstensibilitas jaringan,2-3°C

terjadinya pengurangan nyeri (Fishman S, Ballantyne J, Rathmell J, 2010).

Manual Therapy adalah pendekatan yang terampil dan spesifik,yang

digunakan oleh fisioterapis untuk mendiagnosis dan menjaga jaringan lunak dan

struktur sendi,untuk tujuan mengurangi nyeri,meningkatkan lingkup gerak

2
sendi,meningkatkan perbaikan jaringan kontraktil dan nonkontraktil,ekstensibilitas

dan stabilitas (Placzek J, Boyce D, 2016).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh purnomo, D di RSUD dr loekmono

hadi kudus pada bulan april 2017 dengan judul “pengaruh Micro Wave Diathermy

terapi manual dan terapi latihan pada frozen shoulder et causa capsulitis adhesive”

didapatkan hasil VAS sebelum terapi sebesar 0.557 nilai sig. dan sesudah terapi

sebesar 0.239 nilai sig. dengan demikian hasil penelitian menunjukan terjadi

perubahan yang signifikan pada penurunan derajat nyeri.

Dari hasil hipotesis penelitian yang dilakukan oleh Salim J.S di praktek

fisioterapi Sriwijaya Medan dengan judul “Penambahan Teknik Manual Therapy

Pada Latihan Pendular Codman lebih meningkatkan lingkup gerak sendi pada sendi

glenohumeral penderita frozen shoulder” didapatkan adanya perubahan yang

signifikan antara rerata sesudah intervensi ROM fleksi, ekstensi, abduksi,

eksorotasi dan endorotasi sendi glenohumeral kelompok control dan kelompok

perlakuan dengan nilai p <0.05. Maka dapat disimpulkan bahwa penambahan

teknik manual therapy lebih meningkatkan lingkup gerak sendi glenohumeral

penderita frozen shoulder.

Dari kedua hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa penggunakan MWD dan

Manual Therapy dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan LGS pada capsulitis

adhesive sehingga penulis tertarik untuk mengangkat penatalaksanaan fisioterapi

dengan MWD dan Manual Therapy dalam mengurangi nyeri dan meningkatkan

Lingkup gerak sendi pada Capsulitis adhesive sebagai bahan karya tulis ilmiah untuk

mengetahui pengaruh kedua intervensi tersebut.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Biomekanik Bahu

1. Sistem Persendian

a) Sendi Glenohumeral

Sendi glenohumeral ini adalah sendi sinovial yang sering disebut sendi ball

and socket sendi ini terbentuk antara caput humeri dan cavitas glenoidalis

scapula. Sendi ini merupakan sendi multiaxial dengan jangkauan gerak yang

sangat luas. Permukaan sendi glenohumeral terdiri atas caput humeri yang

berbentuk bulat dan besar serta cavitas glenoidalis scapula (Drake, 2012).

2
1

Gambar 1
Sendi Glenohumeral (Paulsen, 2010).
Keterangan
1. Cavitas glenoidalis Scapula
2. Caput Humeri

b) Ligamen

Ligamen pada sendi bahu meliput: (1) ligamen sternoclaviculare anterius

dan ligament stenoclaviculare posterius terletak di antara anterior dan posterior

4
sendi sternoclavikularis. (2) ligamen interclavicular yang saling berhubungan

dengan ujung kedua clavicula dan ke permukaan superior manubrium. (3)

ligamen costoclavicular berada di latral sendi dan menghubungkan ujung

proksimal clavikula ke costa beserta tulang rawan costanya. (4) ligmen

acromioclavicular yang kecil di sebelah superior dari sendi dan lewat di anatra

daerah yang berdekatan dengan clavicula dan acromion. (5) ligamen

coracoclavikulare yang jauh lebih besar yang tidak secara langsung terhubung

dengan sendi acromiclavikularis, namun merupakan ligamen aksesoris yang

kuat, menjadi penyangga berat utama untuk ekstremitas superior pada clavicula

dan mempertahankan posisi clavicula pada acromion. (6) ligamen glenohumeral

yang melintas dari tepi superomedial cavitas glenoidalis menuju tuberculum

minus dan disebelah inferior terkait collum anatomicum humerus (Drake, 2012).

Gambar 2
Ligament pada persendian bahu (Paulsen, 2010)
Keterangan gambar
1. Ligment acromioclaviculare
2. Ligament coracoclaviculare
3. Ligament glenohumeral

5
c) Kapsul sendi
Kapsul sendi merupakan pembungkus sendi yang berasal dari fossa
glenoidalis scapula sampai collum Anatomicum humeri. Kapsul sendi dibagi
menjadi dua lapisan yaitu: (1) Capsul Fibrosa (bagian luar), Kapsul fibrous
berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf dan pembuluh darah. Kapsul
fibrous merupakan kapsul yang membentuk sambungan silinder yang longgar
antara tulang. Kapsul fibrous merupakan kapsul yang tebal dan kuat, dan
beberapa jaringan fibrosa keras yang memiliki saraf reseptor dan pembuluh
darah. Fungsinya untuk memelihara posisi dan stabilisasi sendi. (2) Membrane
synovial (Bagian dalam) ,Membrane synovial merupakan garis kapsul dan
meluas ke bawah seperti kantong yang melapisi seluruh sendi. Kapsul sinovial
mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan memiliki saraf reseptor dan
pembuluh darah. Fungsinya untuk menghasilkan cairan sinovial dan sebagai
tranformator makanan ke tulang rawan sendi. Cairan sinovial normalnya bening,
tidak berwarna (Palastanga, 2012).

Gambar 3
Kapsul Sendi pada bahu (Palastanga, 2012).
Keterangan Gambar :
1. kapsul Sendi

6
2. Sistem Otot
a) Otot deltoid
Otot deltoid yang berorigo di nuchae superior, protuberantia occipitalis
eksternal, tepi medial ligamen nuchae, dan ligamen supraspinale yang
terkait dan insersio berada pada margo superior spina scapula, acromion,
tepi posterior 1/3 lateral klavikula. Berfungsi sebagai gerakan abduksi
utama brachium (Drake, 2012).
b) Otot supraspinatus
Otot supraspinatus yang berorigo 2/3 medial fossa supraspinata scapula
dan facei profundus yang menutupi musculus dan insersio berada pada sisi
paling superior pada tuberculum majus humeri. Berfungsi sebagai otot
rotator cuff dan menggerakan gerakan abduksi (Drake, 2012)
c) Otot pectoralis major
Otot pectoralis major yang berorigo pada pars clavicularis-facies
anterior bagian separuh medial clavicula, dan insersio berada pada crista
tuberculi majoris humeri. Yang berfungsi sebagai gerakan fleksi, adduksi,
rotasi medial dan ekstensi (Drake, 2012).
d) Otot biceps brachii
Otot biceps brachii yang berorigo pada caput-tuberculum
supraglenoidale scapulae dan insesio pada tuberositas radii. Yang berfungsi
untuk flexor tambahan brachium pada sendi glenohumeralis (Drake, 2012).
e) Otot latissimus dorsi
Otot latissimus dorsi yang berorigo pada processus spinosus 6 vertebra
thoracicae terbawah dan ligamen interspinalis yang terkait. dan insersio
pada bagian dasar sulcus intertubercularis. Berfungsi sebagai adduksi, rotasi
medial dan ekstensi (Drake, 2012).
f) Otot teres major
Otot teres major yang berorigo pada area oval yang memanjang pada
facies posterior angulus inferior scapula insersio pada crista tuberculi
minoris pada facies anterior humeri. Berfungsi sebagai rotasi medial dan
ekstensi pada sendi glenohumeralis (Drake, 2012).

7
g) Otot teres minor
Otot teres minor yang berorigo pada 2/3 superior jalur mendatar tulang
pada facies posterior scapula yang langsung berdekatan dengan margo
lateralis scapula dan berinsersio pada sisi inferior pada facies posterior
tuberculum majus humeri. Berfungsi sebagai otot rotator cuff dan rotasi
lateral (Drake, 2012).
h) Otot infraspinatus
Otot infraspinatus yang berorigo pada fossa infraspinata scapula dan
berinsersio pada sisi medius pada facies posterior tuberculum majus humeri.
Berfungsi sebagai otot rotator cuff, dan rotasi lateral (Drake, 2012).

2
3
1

7 8
6 4

5
a b

Gambar 4
Otot-otot pada bahu (Palastanga, 2012).
a. Keterangan gambar tampak anterior b. keterangan gambar tampak lateral

2. Otot supraspinatus 1. Otot deltoid


5. Otot latisimus dorsi 3. Otot Pectoralis Major
6. Otot teres mayor 4. Otot Biceps Brachi
7. Otot teres minor
8. Otot infraspinatus

8
1. Sistem peredaran darah

a) Arteri scapularis

Arteri scapularis merupakan cabang besar arteri aksilaris dan menjadi

suplai darah utama di dinding posterior regio axillaris artery ini juga berperan

dalam suplai darah region posterior scapularis (Drake, 2012).

b) Arteri circumflexa scapulae anterior

Arteri circumflexa scapula anterior ini adalah cabang arteri subscapularis

yang juga berasal dari arteri aksilaris bagian ketiga di regio aksilaris. Arteri

circumflexa scapula ini meninggalkan regio aksilaris melalui spatium

triangularis dan masuk ke region scapularis posterior, berjalan melewati origo

otot teres minor dan membentuk anastomosis dengan arteri lain di region ini

(Drake, 2012).

c) Arteria circumflexa posterior humeri

Arteria circumflexa posterior humerus arteri ini berasal dari arteri axillaris

bagian ketiga di regio aksilaris. Arteri ini dan nervus aksilaris meninggalkan

regio aksilaris melalui spatium quadrangularis di dinding posterior dan masuk

ke regio scapularis posterior. Pembulh darah ini menyuplai musculi terkait dan

sendi glenohumeralis (Drake, 2012).

d) Arteria axillaris

Arteri axillaris menyuplai dinding-dinging regio aksillaris dan daerah yang

terkait dan berlanjut sebagai suplai darah utama untuk bagian ekstremitas

superior yang lebih distal (Drake, 2012).

9
e) Arteri subscapularis

Arteri subscapularis arteri ini merupakan cabang terbesar dari arteri

aksilaris dan menjadi suplai darah utama ke dinding posterior region (Drake,

2012).

f) Vena axillaris

Vena aksilaris berawal dari tepi bawah musculus teres major dan

merupakan lanjutan vena basilica yang merupakan vena superfisialis yang

mengalirkan darah permukaan posterior medial manus dan antebrachii dan

menembus fascia profunda di pertengahan brachium (Drake, 2012).

Gambar 5
Sistem peredarah darah pada bahu (Drake, 2012)
Keterangan gambar
1) Arteri scapularis
2) Arteria circumflexa anterior
3) Arteria circumflexa posterior
4) Arteria axillaris
5) Arteri subscapularis
6) Vena axillaris

2. Sistem persarafan

Ada dua persarafan utama pada regio bahu:

a) Nervus suprascapularis

10
Nervus ini berawal dari pangkal leher dari truncus superior plexus

brachialis. Nervus ini berjalan di posterolateral dari asalnya, melalui foramen

suprascapularis menuju regio scapularis posterior. Nervus ini mempersarafi

musculus supraspinatus dan berjalan melalui incisura scapularis major, di

antara pangkal spina scapula dan cavitas glenoidalis dan mempersarafi

muskulus supraspinatus (Drake, 2012).

b) Nervus axillaris

Berasal dari fasciculus posterior plexus brachialis. Nervus ini

mempersarafi musculus deltoid dan muskulus teres minor, selain itu memiliki

cabang kulit nervus cutaneus lateralis superior yang membawa sensasi umum

dari kulit bagian inferior muskulus deltoideus (Drake, 2012).

Gambar 6
Sistem saraf pada bahu (Drake, 2012)
Keterangan gambar
1) Nervus axillaris
2) Nerves radialis
3) Nervus subscapularis
4) Nervus subscapularis inferior

11
3. Biomekanik bahu

Gerakan yang terjadi pada sendi Glenohumeral meliputi : (1) Fleksi : yaitu

gerakan dengan lengan kedepan,kearah mendekati kepala ,bergerak pada bidang

sagittal. Dengan nilai lingkup gerak sendi 90 – 180º. (2) Gerakan Ekstensi : yaitu

gerakan dengan lengan kebelakang yang menjahui dari tubuh,bergerak pada

bidang sagittal,dengan Nilai aktif 40º. (3) Gerakan Abduksi yaitu : gerakan pada

bidang frontal,dengan nilai lingkup gerak sendi 180º. (4) Gerakan adduksi yaitu :

gerakan yang merupakan kebalikan dari gerakan abduksi,dengan nilai normal

lingkup gerak sendi 40º. (5) Gerakan eksorotasi yaitu : gerakan sepanjang axis

longitudinal yang melalui caput humeri.bergerak pada bidang transversal dengan

nilai lingkup gerak sendi 90º. (6) Gerakan internal rotasi yaitu : suatu gerakan

yang merupakan kebalikan dari gerakan eksorotasi,bergerak pada bidang

transversal dengan nilai lingkup gerak sendi 100º (Paulsen, 2010).

1 2 3

Gambar 7
Biomekanik dari sendi bahu (Palastanga, 2012).
Keterangan gambar
1) Bidang sagital fleksi,ekstensi
2) Bidang frontal abduksi,adduksi
3) Bidang rotasi lateral rotasi,medial rotasi

12
B. Capsulitis Adhesive
1. Definisi

Capsulitis adhesive adalah gangguan yang ditandai dengan keterbatasan

gerak aktif dan pasif bahu.terjadi peradangan pada sinovium bahu dengan

peningkatan jumlah sitokin dan metalloproteinase. Faktor resiko yang dapat

mengakibatkan capsulitis adhesive adalah termasuk diabetes mellitus,

hipotiroidism, fraktur humerus, tendinitis bicipitalis, dan gangguan pada rotator

cuff (Cooper, 2005).

Capsulitis adhesive dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu capsulitis adhesive

primer dan sekunder: (1) capsulitis adhesive primer adalah yang bersifat

idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya. Gangguan ini yang juga disebut

perlengketan capsulitis, yang ditandai dengan terbentuknya perlengketan padat,

penebalan kapsul, dan keterbatasan kapsuler. (2) capsulitis adhesive sekunder

yaitu diikuti dengan adanya periode nyeri dan keterbatasan gerak, seperti pada

trauma, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, imobilisasi yang lama dapat

mengakibatkan frozen shoulder (Kisner, 2016).

2. Etiologi

Penyebab dari capsulitis adhesive belum diketahui pasti atau bersifat

idiopatik.terlihat lebih sering pada orang berusia antara 40-70 Tahun/lebih

sering pada wanita (60%) dibandingkan pria (40%) Namun capsulitis adhesive

kemungkinan terjadi karena (1) imobilitas sendi bahu dalam jangka panjang,

(2) trauma/cedera pada bahu, (3) Over use atau penggunaan bahu yang

berlebihan. Faktor kemungkinan yang lain yang dapat menyebabkan frozen

shoulder dapat disebabkan dengan patologi pada rotator cuff, tendinitis, bursitis

13
dan frozen shoulder lebih sering terjadi pada penderita diabetes (15-20%)

dibandingkan mereka yang tidak menderita diabetes (3-4%) (Knopf, 2017).

3. Patofisiologi

Terjadi inflamasi pada membran sinovial dan kapsul sendi yang

menyebabkan perubahan formasi adhesive sehingga menyebabkan perlengketan

pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan sinovial sendi

glenohumeral dan selanjutnya kapsul sendi glenohumeral menjadi mengkerut,

sehingga khas pada kasus frozen shoulder ini yaitu keterbatasan pola

kapsuler.Pola kapsuler pada capsulitis adhesive yaitu eksorotasi lebih terbatas

daripada abduksi lebih terbatas dari endorotasi (Donatelli, 2012).

Fase-fase frozen shoulder:

a) Painful or freezing phase

Pada fase berlangsung selama 2-9 bulan, pasien mengalami nyeri dan

kesulitan tidur pada sisi yang terkena pasien mengalami keterbatasan

gerakan sekunder karena nyeri.

b) Stiffening or frozen shoulder

Pada fase ini berlangsung 4-12 bulan, kehilangan ROM secara

progresif dan penurunan aktivitas fungsional.

c) Thawing phase

Pada fase ini berlangsung 5-24 bulan, dengan peningkatan bertahap

pada ROM dan penurunan nyeri (Placzek J, Boyce D, 2016).

4. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang sering muncul pada capsulitis adhesive adalah nyeri

dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Karakteristik berikut berkaitan dengan

14
berbagai tipe artritis pada capsulitis adhesive yang mengakibatkan

hipermobilitas: (1) akut yaitu nyeri dan akan membatasi gerakan biasanya

gerakan eksternal rotasi dan gerakan abduksi. Nyeri sering kali menjalar sampai

ke bawah siku dan dapat mengganggu penderita untuk tidur. (2) subakut yaitu

sudah terdapat kekakuan dan muncul keterbatasan gerak sesuai dengan pola

kapsuler, penderita merasakan nyeri di akhir gerakan yang terbatas. (3) kronik

yaitu keterbatasan progresif pada kapsul sendi, keterbatasan gerak dalam pola

kapsuler dan penurunan joint play. Pada fase ini penderita tidak mampu untuk

merentangkan tangan ke atas, kesamping dan kebelakang punggung (Kisner,

2016).

5. Diagnosa Banding

a) Tendinitis Bicipitalis

Tendinitis bicipitalis adalah : peradangan atau iritasi pada tendon.regang

terus menerus,penggunaan berlebihan atau penyalagunaan tendon yang

menyebabkan cedera stress berulang atau cedera akut yang serius dapat

menyebabkan tendonitis (Sanata,2007).

b) Tendinitis Rotator cuff

Terjadi inflamasi atau pnjepitan pada otot – otot rotator cuff

(supraspinatus,infrasupinatus, subcapsulatis, dan teres minor) di acromion

ligament coracoacromial, sendi acromioclavicular dan prosessus coracoids.

perubahan patologi pada tendon otot penyusun rotator cuff dimana biasanya

terjadi peradangan pada tendon otot lebih dari satu karena adanya cidera

langsung yang mengenai bahu ataupun juga cidera yang disebabkan oleh

kerja otot rotator cuff yang berlebihan (Putri,2018).

15
c) Tendinitis supraspinatus

Tendinitis supraspinatus merupakan peradangan pada tendon otot

supraspinatus. Tendinitis supraspinatus pada bahu, rotator cuff dan tendon

biceps bisa terjadi radang biasanya sebagai akibat dari terjepitnya

strukturstruktur yang ada di sekitarnya. Tendinitis supraspinatus adalah

penyebab tersering keluhan nyeri bahu. Disabilitas sendi bahu akibat

tendinitis supraspinatus adalah adanya gangguan ataupun keterbatasan sendi

bahu dalam melakukan gerakan dan fungsinya akibat radang pada tendon

supraspinatus.

C. Problematik Fisioterapi
1. Nyeri

a) Definisi

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial

atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri merupakan

suatu pengalaman sensorik yang multidimensional. Nyeri dapat berbeda

dalam intensitas ringan, sedang, berat, dengan kualitas tumpul, terbakar dan

tajam (Bahrudin, 2017).

1) Teori nyeri

Terdapat 3 teori yang berusaha menggambarkan bagaimana

nosiseptor dapat menggambarkan rangsangan nyeri: (1) teori spesifisitas

(specify theory), teori ini didasarkan pada kepercayaan bahwa terdapat

organ tubuh yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri. Melalui saraf

16
diyakini bahwa dapat menerima rangsangan nyeri dan

mentransmisikannya melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke

thalamus, yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi

sehingga timbul respon nyeri. (2) teori pola (pattern theory), teori ini

menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri yaitu serabut yang mampu

menghantarkan rangsangan dengan cepat dan serabut yang mampu

menghantarkan rangsangan dengan lambat. Dua serabut saraf tersebut

bersinaps pada medulla spinalis dengan meneruskan informasi ke otak

mengenai sejumlah intensitas dan tipe input sensori nyeri yang

menafsirkan karakter dan kualitas input sensasi nyeri. (3) teori gerbang

kendali nyeri (gate control theory), teori ini terdapat semacam pintu

gerbang yang dapat memfasilitasi transmisi sinyal nyeri.

b) Keterbatasan lingkup gerak sendi

Lingkup gerak sendi merupakan lengkungan yang bentuknya melalui

gerakan aktif maupun pasif pada sendi dengan menghasilkan sudut gerak.

(Aras, 2016).

Terjadinya Keterbatasan lingkup gerak sendivpada capsulitis adhesive

yaitu terjadi kekakuan pada kapsul sendinya dimana bila terjadi gangguan

pada kapsul sendi maka keterbatasan gerak yang terjadi adalah pola

kapsuler.pola kapsuler pada capsulitis adhesive adalah external rotasi lebih

terbatas dari abduksi lebih terbatas dari internal rotasi.

17
D. Instrumen Penilaian

1. Visual Analog Scale (VAS)

Nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman. Pemeriksaan ini menggunakan

alat ukur menggunakan VAS (Visual Analog Scale). VAS adalah sebuah

pengukuran intensitas nyeri yang secara luas banyak digunakan dalam

penelitian klinis

Secara operasional VAS umumnya berupa sebuah garis horizontal, panjang

10 cm atau 100 mm, dimana pasien menandai garis dengan memberikan sebuah

titik yang mewakili keadaan nyeri yang dirasakan pasien. Dengan

menggunakan sebuah penggaris, scor VAS ditentukan dengan mengukur jarak

diatas garis 10 cm dari titik tidak nyeri ke titik yang ditandai oleh pasien. Scor

yang lebih tinggi mengindikasikan intensitas nyeri lebih besar.

0 mm 100 mm
Parameter pengukuran Vas sebagai berikut:

Skala 0 – 4 mm : Tidak nyeri

Skala 5 – 44 mm : Nyeri ringan

Skala 45 – 74 : Nyeri sedang

Skala 75 – 100 : Nyeri berat (Aras Djohan, dkk 2016).

2. Goniometer

a) Definisi

Goniometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur sudut.

Dalam bidang fisioterapi goniometer digunakan untuk mengukur jumlah

total gerak yang terdapat pada sendi. Goniometer dapat digunakan

18
mengukur lingkup gerak sendi aktif maupun pasif. Tujuan dari pengukuran

adalah untuk mengukur kualitas sensasi superfisial exteroceptor pasien

(Aras, 2016).

1
2

Gambar 8
Goniometer 180 dan 360 (Clarkson, 2013)
Keterangan gambar
1) Axis
2) Stationary Arm
3) Movable Arm
b) Prosedur pengukuran Pada bahu

Prosedur pengukuran lingkup gerak sendi pada bahu meliputi : (1)

Persiapan alat : Pastikan alat goniometer tersedia, (2) Persiapan pasien :

pasien tidur terlentang,dan jelaskan kepada pasien prosedur tes untuk

memastikan pasien pahan. (3) Posis fisioterapi : berada di lengan yang akan

diukur. (4) pastikan region yang akan di tes bebas dari pakian sehingga

tidak memperlambat pengukuran. (5) pengukuran untuk bidang sagitar

shoulder fisioterapis meletakan goniometer axis pada bagian lateral pada

caput humeri,stasionary arm sejajar trunk, movable arm sejajar dengan

longitudinal humerus. (6) pada bidang frontal goniometer axis pada

glenohumeral ± 1,3 cm inferior dan lateral proc.coracoideus,statioanary arm

sejajar sternum,movable arm sejajar axis longitudinal humerus. (7) pada

19
bidang rotasi goniometer axis diletakan pada ulecranon ulna, statioanary

arm sejajar dengan lantai, movable arm sejajar axis longitudinal ulna.(8)

setelah itu catat hasil pengukuran yang didapatkan (Aras, 2016).

E. Teknologi Intervensi Fisioterapi

1. Micro Wave Diathermy

a) Definisi

Micro Wave Diathermy adalah suatu aplikasi teraupetik dengan

menggunakan gelombang mikro dan bentuk radiasi elektromagnetik dalam

bentuk frekuensi 2456 dan 915 MHz dengan panjang gelombang 12.25 arus

yang dipakai 50 Hz. penetrasinya sedalam 3 cm (Sudarsini, 2017).

b) Tujuan

Mengurangi rasa nyeri dapat diperoleh melalui efek stressor yang me

nghasilkan panas. Juga melalui mekanisme nociceptor. Pada cedera jaringan

dihasilkan produkproduk yang merangsang nociceptor seperti prostaglandin

dan histamin. Apabila produkproduk tersebut dihilangkan, maka rangsangan

terhadap nociceptor akan hilang atau berkurang. untuk mengangkut produk-

produk tersebut melalui pemberian MWD. Pemberian MWD dapat

menghasilkan reaksi lokal pada jaringan dimana akan meningkatkan

vasomotion sphincter sehingga timbul homeostatic lokal dan akhirnya

terjadi vasodilatasi lokal pada kapsul sendi dan perbaikan metabolisme

(Sudarsini, 2017).

c) Indikasi dan Kontraindikasi

Adapun yang menjadi indikasi dan kontraindikasi dari pemberian

modalitas microt wave diathermy adalah: (1) Indikasi dari pemberian

20
MWD: untuk mengurangi nyeri, percepatan penyembuhan jaringan,

pemanasan otot dan sendi superficial seperti bahu, rheumathoid arthtritis

dan osteoarthtritis. (2) Kontraindikasi dari pemberian MWD: kehamilan,

menstruasi, jaringan yang banyak cairan, neuropathi (gangguan sensibilitas

dan diabetes mellitus), infeksi akut (Sudarsini, 2017).

d) Prosedur Pelaksanaan

1) Persiapan alat: (1) cek kelengkapan alat dan fungsinya, (2) memastikan

stop kontak dalam posisi yang benar, (3) sebelum digunakan, dilakukan

pemanasan terleih dahulu ± 5 menit.

2) Persiapan pasien: (1) posisi pasien tidur tengkurap, (2) daerah yang

diterapi bebas dari pakian dan logam (3) pasien diberi penjelasan

terlebih dahulu mengenai cara kerja alat, indikasi dan kontraindikasinya.

3) prosedur pelaksanaannya: (1) posisi serileks mungkin (2) pasien diminta

melepaskan pakian pada daerah yang diterapi, (3)memberi penjelasan

mengenai alat apa yang dirasakan,efek yang dihasilkan melaui alat, (4)

kemudian elektroda ditempatkan di daerah bahu dengan jarak ± 3 cm,

dengan dosis I = Subthermal T= 20-30 Menit (Sudarsini, 2017).

21
Gambar 9
Penerapan penggunaan MWD (Delisa, dkk, 2005)

2. Codman Pendullum Exercise

Adalah suatu tiknik yang diperkenalkan oelh codman, berupa ayunan

lengan dengan posisi badan membungkuk (Anggun & Irine, 2018).

Tujuannya adalah untuk menecegah perlengketan pada sendi bahu dengan

melakukan gerakan pasif sedini mungkin yang dilakukan oleh pasien secara

aktif dan diberikan beban (Kisner, 2002).

Dan teknik mobilisasi sendiri yang memanfaatkan pengaruh gravitasi untuk

menghasilkan efek tarikan os humeri dari fossa glenoidalis. Dan dosis

pelaksaan teknik ini adalah dalam setiap gerakan diberikan ayunan sebanyak

toleransi pasien dengan pengulangan 3 kali (Anggun & Irene, 2018).

22
BAB III

PELAKSANAAN STUDI KASUS

A. Waktu dan Tempat

1. Waktu

Studi kasus ini dilakukan antara tanggal 3 Mei – 26 Mei 2021, sebanyak 6x

penanganan dengan program waktu sesuai dengan jadwal pasien.

2. Tempat

Studi kasus ini dilakukan di lahan praktek RS Gunung Maria Tomohon.

B. Prosedur Studi Kasus

1. Pengkajian Fisioterapi

a) Data – data medis rumah sakit

Pasien dengan diagnosis Frozen Shoulder.

b) Anamnesis (dilakukan auto anmnesis)

1) Identitas pasien

Dalam kasus ini pasien bernama Bpk. J. I, berumur 62 tahun, jenis

kelamin laki – laki, agama Kristen Protestan, pekerjaan Pensiunan,

alamat Walantakan.

2) Keluhan utama

Nyeri di bahu kiri.

3) Riwayat keluhan dan terapi

Kurang lebih 2 bulan yang lalu pasien merasakan kaku di tangan

kirinya saat sedang bermain Hp di malam hari. 1 minggu kemudian

23
pasien pasiene memeriksakan diri di puskesmas, setelah dari puskesmas

pasiene mulai merasakan nyeri di bahu sebelah kiri pasien, ketika pasien

pergi ke puskesmas untuk ke dua kalinya pasien merasakan nyeri yang

tidak menentu. Pasien merasakan nyeri pada saat pasien menggerakkan

tangannya dan nyeri berkurang saat pasien tidak menggerakkan tangan.

Kemudian pasien di rujuk ke dokter bedah, dari dokter bedah pasien di

rujuk lagi ke dokter saraf. Setelah ke dokter saraf pasien di rujuk ke poli

Fisioterapi, dan pasien sudah menjalani fisioterapi sebanyak 3x.

4) Riwayat penyakit dahulu dan penyerta

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu.

5) Riwayat keluarga dan status social

Di dalam keluarga pasien, tidak ada yang menderita penyakit seperti

yang di alami pasien.

c) Pemeriksaan fisik

Dalam hal ini pemeriksaan yang dilakukan pada pasien Frozen

Shoulder, antara lain :

1) Tanda – tanda vital

Tanda – tanda vital meliputi, (1) tekanan darah : 130 / 90 mmHg,

(2) denyut nadi 75x / menit, (3) pernapasan : 26x / menit, (4) temperatur

: 36oC

2) Inspeksi

Inspeksi dilihat dari, (1) statis : bahu kanan kiri terlihat simetris dan

tidak ada oedema. (2) dinamis : pada saat masuk ke ruangan fisioterapi

tangan kiri pasien kurang mengayun.

24
3) Palpasi

Dari hasil palpasi ditemukan : (1) tidak ada spasme otot, (2) adanya

nyeri tekan di bahu kiri sekitar otot deltoid.

d) Pemeriksaan gerak dasar

1) Gerak aktif

Semua gerakan dapat dilakukan tetapi adanya keterbatasan karena

adanya nyeri.

2) Gerak pasif

Semua gerakan dapapt dilakukan dengan bantuan fisioterapi tetapi

adanya nyeri.

3) Gerak isometri melawan tahanan

Pasien merasakan nyeri pada semua gerakan shoulder

e) Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal

Hasil pemeriksaan yang diperoleh, (1) kognitif : baik dilihat dari pasien

mampu menceritakan dengan baik dari keluhannya, (2) intrapersonal :

pasien memiliki semangat untuk sembuh, (3) interpersonal : pasien mampu

berkomunikasi dengan fisioterapi dan orang lain dengan baik.

f) Pemeriksaan fungsional dan lingkungan aktivitas

Pemeriksaan Shoulder Pain and Disability Index (SPADI)


 Skala Nyeri
Seberapa parah nyeri yang anda rasakan?
0 = tidak ada rasa sakit dan 10 = nyeri terburuk yang tidak bisa
dibayangkan.
Sangat nyeri? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ketika posisi tiduran sisi yang 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
terkena?

25
Meraih sesuatu di rak tinggi? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menyentuh ke bagian belakang 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
leher anda?
Mendorong dengan tangan yang 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
sakit?
Tabel 1, Skala SPADI
 Skala Disabilitas
Berapa besar kesulitan yang anda miliki?
0 = tidak ada kesulitan dan 10 = sangat sulit dan membutuhkan bantuan.
Mencuci rambut anda? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menggosok punggung anda? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mengenakan baju? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Memakai kemeja dengan kancing 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
didepan?
Memakai celana anda? 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Menempatkan benda ke rak yang 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
tinggi?
Membawa benda berat 10 pounds 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(4,5 kg)?
Mengambil sesuatu dari saku 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
belakang anda?
Tabel 2, Skala SPADI

a. Jumlah skor nyeri : 23 / 50 x 100 = 46%


b. Jumlah skor disabilitas : 46 / 80 x 100 = 57,5%
c. Jumlah skor spadi : 103,5 / 130 x 100 = 79,6%

C. Pemeriksaan Spesifik

1. Nyeri dengan VAS

Nyeri
Diam 0 10
Nyeri
Gerak 0 10
Nyeri
Tekan 0 10

26
2. Pemeriksaan LGS
Kiri Kanan

Aktif Pasif Aktif Pasif

S : 35o – 0o – 105o S : 40o – 0o – 170o S : 45o – 0o – S : 45o – 0o – 120o


F : 150o – 0o – 40o F : 160o – 0o – 50o 120o F : 160o – 0o – 45o
R : 70o – 0o – 100o R : 70o – 0o – 100o F : 160o – 0o – R : 50o – 0o – 80o
45o
R : 50o – 0o – 80o

3. Appley Tes

Pasien diminta menggaruk sekitar angulus medialus scapula dengan tangan

sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Hasil test positif.

Interprestasi : bila pasien tidak dapat melakukannya karena adanya nyeri

kemungkinan terjadi tendinitis rotator cuff

4. Yergason Test

Pasien duduk dengan lengan rileks di samping badan kemudian

fisioterapi melatakkan 1 tangan di bicipitalis glove tangan yang 1 di radial

lengan bawah. Fisioterapi menggerakkan lengan pasien kea rah 90 o elbow

fleksi pasien diminta untuk supinasi dan melawan tahanan lengan fisioterapi.

Hasil tes negative

Interprestasi : Nyeri mengidentifikasi rupture tendon bicep

D. Problematik Fisioterapi

Dari pemeriksaan dan pengkajian yang dilakukan, maka data yang diperoleh

dipakai untuk menentukan problem fisioterapi, pada penderita Post Stroke ini

didapati problem berupu :

27
1. Impairment

a) Adanya nyeri pada bahu kiri.

b) Adanya keterbatasan Lingkup Gerak Sendi.

2. Functional limitation

Pasien kesulitan mengambil barang di saku belakang.

3. Participation restriction

Pasien masih bisa melakukan aktivitas di lingkungan sosial.

E. Program Fisioterapi

1. Tujuan Fisioterapi

a) Jangka pendek : mengurangi dan meningkatkan lingkup gerak sendi.

b) Jangka panjang : meningkatkan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.

2. Rencana evaluasi

Komponen atau hal – hal yang akan dievaluasi pada kodisi ini berdasarkan

hasil pemeriksaan dan problematic adalah nyeri dengan VAS dan

meningkatkana lingkup gerak sendi dengan Goneometer.

3. Prognosis

Dari hasil pengamatan, pemeriksaan dan kondisi pasien saat ini dapat

disimpulkan : Qua ad Vitam Dubia ad Bonam, , Qua ad Sanam Dubia ad

Bonam, Qua ad Fungsionam Dubia ad Bonam, Qua ad Cosmeticam Dubia ad

Bonam.

4. Edukasi

a) Sering menggerakan tangan di rumah.

28
b) Perhatikan posisi tidur jangan terlalu sering tidur posisi miring kiri atau

pada sisi yang sakit

5. Tindakan fisioterapi

a) Teknologi alternatif

Teknologi alternatif yang bisa digunakan pada kondisi pasien Frozen

Shoulde yaitu : MWD, TENS, Terapi Latihan, Infra Red.

b) Teknologi terpili atau dilaksanakan

1) MWD

Dapat berpengaruh terhadap penurunan nyeri dengan cara

meningkatkan elasitas pembungkus jaringan saraf, meningkatkan

aktifitas musculoskeletal serta ambang rasa saraf

2) Pendullum Exercise

Diberikan untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan

melakukan gerakan pasif sedini mungkin yang dilakukan pasien secara

aktif.

F. Penatalaksaan Fisioterapi

1. MWD

a) Periapan alat:

Fisioterapi mengecek indicator intensitas dalam keadaan nol, periksa

kabel apakah berfungsi dengan baik

b) Persiapan pasien :

Sebelum dilakukan fisioterapi, pasien perlu diberitahu indikasi dan efek

dari alat tersebut posisikan pasien senyaman mungkin

29
c) Pelaksanaan Fisioterapi :

Lakukan tes sensibilitass setelah itu arahkan siner ke daerah yang akan

diterapi dengan jarak 5 – 10 cm dan atur intensitas 50 – 100 watt selama 10

– 15 menit

2. Pendulum Exercise

a) Posisi pasien :

Pasien membungkuk, badan dan lengan yang sakit tergantung vertical

b) Pelaksanaan :

Gerakan pendulum atau mengayunkan lengan dengan gerakan

sirkumduksi dilakuakn selama 30 detik dengan 2x pengulangan

G. Evaluasi dan Tindak Lanjut

Hari/tanggal Modalitas Evaluasi

Sesaat

Senin, 03-05-2021  MWD  Adanya nyeri


 Pendulum Exercise  Adanya keterbatasan LGS

Kamis, 06-05-2021  MWD  Nyeri tetap


 Pendulum Exercise  Adanya peningkatan LGS

Senin, 10 -05-2021  MWD  Nyeri tetap


 Pendulum Exercise  Adanya peningkatan LGS

kamis, 13-05-2021  MWD  Nyeri tetap


 Pendulum Exercise  Adanya peningkatan LGS

Senin, 17 – 5 –  MWD  Nyeri berkurang


2021  Pendulum Exercise  Adanya peningkatan LGS

Kamis, 20 – 5 –  MWD  Nyeri berkurang


2021  Pendulum Exercise  Adanya peningkatan LGS

Tabel 3, Evaluasi tindak lanjut

30
Evalusi Berkala nyeri dengan VAS

Hari Nyeri
pertama Diam 0 10
Nyeri
Gerak 0 10
Nyeri
Tekan 0 10
Hari Nyeri
keenam Diam 0 10
Nyeri
Gerak 0 10
Nyeri
Tekan 0 10
Evaluasi Berkala LGS dengan Goniometer

Hari Kiri Kanan


pertama
Aktif Pasif Aktif Pasif

S : 35o – 0o – 105o S : 40o – 0o – 170o S : 45o – 0o – 120o S : 45o – 0o – 120o


F : 150o – 0o – 40o F : 160o – 0o – 50o F : 160o – 0o – 45o F : 160o – 0o – 45o
R : 70o – 0o – 100o R : 70o – 0o – 100o R : 50o – 0o – 80o R : 50o – 0o – 80o

Hari Kiri Kanan


Keenam
Aktif Pasif Aktif Pasif

S : 40o – 0o – 105o S : 40o – 0o – 170o S : 45o – 0o – 120o S : 45o – 0o – 120o


F : 155o – 0o – 40o F : 160o – 0o – 50o F : 160o – 0o – 45o F : 160o – 0o – 45o
R : 70o – 0o – 100o R : 70o – 0o – 100o R : 50o – 0o – 80o R : 50o – 0o – 80o

Table 4, Evaluasi VAS & Goneometer

H. Hasil Terapi Terakhir :

Setelah 6x penganan menggunakan MWD dan Pendulum Exercise adanya

penurunan nyeri serta peningkatan LGS.

31
DAFTAR PUSTAKA

Amien Suharti, Dkk. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Frozen Shoulder Sinistra
Terkait Hiperintensitas Labrum Posterior Superior di Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto. Depok jawa barat.

Aras Djohan, Dkk, 2016. The new concept of physical therapist test and measurement,
makassar: physiocare publishing.

Bickley Lynn, 2013. Gauide to Physical Examination and History Taking. Wolter healt.
cina

Bryan Morrison, 2000. Shoulder Biomechanics, Arizona State University

Donatelli, robert A. 2011. Physical Therapy of the shoulder, Las vegas, Nevada

Drake Richard, 2012. Grays basic anatomi, Elsevier, Philadelpia`

Hacer Dogru, Dkk. (2008). Effectiveness of therapeutic ultrasound in adhesive


capsulitis. Faculity of medicine, ccukurova university, 01330 Adana, Turkey.

Ikatan fisioterapi Indonesia, 2017. Panduan praktel klinis fisioterapi Indonesia. Jakarta.
Hal 68-69

Mulyawan Erwin & Antonius Wijoyo. (2020). Injeksi sendi glenohumeral dan bursa
subacromial disertai blok saraf suprascapularis dengan pulsed radiofrequency pada
pasien dengan nyeri bahu akibat adhesiva capsulitis, journal of Anaesthesia and
pain, 2020, Vol. 1, 17-24.

Kisner Carolyn & Lynn Colby, 2014. Terapi latihan dasar dan teknik, edisi 6 vol.

Jakarta: EGC

Kisner Carolyn & Lynn Colby, 2014. Terapi latihan dasar dan teknik, edisi 6 vol. 2,

Jakarta: EGC

Kisner Carolyn & Lynn Colby, 2002. Terapi latihan dasar dan teknik, edisi 6 vol. 2,

Jakarta: EGC

32
Kisner Carolyn & Lynn Colby, 2016. Terapi latihan dasar teknik, edisi 6 Vol 1 dan 2,

Jakarta: EGC

Pallavi Rawat, Dkk. (2017), Effect of rotator cuff strengthening as an adjunct to


standard care in subjects with adhesive capsulitis: A randomized contolled
controlled trial, journal of hand therapy 30 (2017) 235-241.

Pramadi Agung, 2018. Fisioterapi manajemen komprehensif praklinik, Jakarta: EGC

Purnomo Didik Purnomo, Dkk. (2017). Pengaruh mikro wave diatermi terapi manual
dan terapi latihan pada frozen shoulder et causa capsulitis adhesiva micro wave
diathermy, manual therapy and exercise therapy effect in frozen shoulder et causa
capsulitis adhesive, Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 1, No. 2, Tahun
2017, ISSN 2548-8716.

Qudus Abdul & Shopia Arofy. (2019). pengaruh terapi ultrasound terhadap nyeri pada
pasien carpal tunnel syndrome di rsud kesehatan kerja rancaekek, Jurnal
INFOKES-Politeknik Piksi Ganesha.

Salim, (2014). Penambahan terapi manual therapy pada latihan pendular codman lebih
meningkatkan lingkup gerak sendi pada sendi glenohumeral pada penderita frozen
shoulder, jurnal fisioterapi volume 14nomor 1, april 2014.

33

Anda mungkin juga menyukai